Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia untuk
mendukung agar seseorang dapat tumbuh, bekerja, dan berkembangbiak secara
normal. Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk di dunia. Pada tahun 1930, penduduk dunia
hanya dua miliar dan tiga puluh tahun kemudian pada tahun 1960 baru mencapai
tiga miliar. Lonjakan penduduk dunia mencapai peningkatan yang tinggi setelah
tahun 1960, hal ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk tahun 2000an yang
mencapai kurang lebih enam miliar orang, tentu saja dengan pertumbuhan
penduduk ini akan mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan
pangan. (Nasoetion, 2008 dalam Kompas, 2010)
Ketersediaan pangan salah satunya tergantung kepada kemampuan sektor
pertanian untuk menyediakan pangan bagi kebutuhan pangan penduduknya. Pada
tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 206.264.595 jiwa dengan laju
pertumbuhan 1,49 persen (BPS, 2010), dengan penduduk yang semakin banyak
dan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi membutuhkan ketersediaan
pangan yang cukup besar. Di sisi lain, selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir
perkembangan produksi pangan strategis khususnya padi memang cenderung
meningkat, tetapi peningkatan yang terjadi kurang signifikan, terlihat pada Tabel
1.
Tabel 1 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi/Gabah Kering Giling di
Indonesia
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi(Ton) Produktivitas(Ku/Ha)
2001 11.499.997 50.460.782 43,88
2002 11.521.166 51.489.694 44,69
2003 11.488.034 52.137.604 45,38
2004 11.922.974 54.088.468 45,36
2005 11.839.060 54.151.097 45,74
2006 11.786.430 54.454.937 46,20
2007 12.147.637 57.157.435 47,05
2008 12.327.425 60.325.925 48,94
2009 12.883.576 64.398.890 49,99
2010 13.244.184 65.411.469 50,14
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2011
Menurut Kementrian Pertanian, posisi produksi padi nasional pada tahun
2010 adalah sekitar 65 juta ton gabah kering giling setara dengan 43 jt ton beras,
sedangkan kebutuhan pangan nasional tahun 2010 sekitar 38 juta ton beras,
sehingga masih ada sisa sekitar 4,9 juta ton beras, akan tetapi kenyataan yang ada
menunjukkan Indonesia masih harus mengimpor beras. Ketidakseimbangan
pertumbuhan permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional tersebut
mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya penyediaan pangan nasional
yang berasal dari impor. Ketergantungan terhadap pangan impor ini terkait dengan
upaya mewujudkan stabilitas penyediaan pangan nasional.untuk memenuhi
kebutuhan pangan bagi bangsa. Data menunjukan volume dan nilai impor beras
dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
(Tabel 2).
Permasalahan yang utama sebenarnya dikarenakan oleh budaya
masyarakat Indonesia yang selalu harus makan nasi setiap harinya dan ada
anggapan jika tidak makan nasi berarti belum makan. Hal itulah yang
menyebabkan konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi. Konsumsi beras rata-rata
masyarakat Indonesia terhitung tinggi di kawasan Asia, yakni mencapai 139
kg/kapita/tahun.
1
Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk
menurunkan jumlah konsumsi beras, menurunkan impor beras dan mencari solusi
yang paling tepat untuk menghindari kerawanan pangan.
Tabel 2. Volume dan Nilai Impor Beras Tahun 2009-2011
Periode Berat Bersih (Kg) Nilai CIF (US$)
2009
Triwulan I
Triwulan II
Triwulan III
Triwulan IV
250 473 149
78 124 617
51 648 897
56 861 298
63 838 337
108 153 251
31 887 015
26 495 027
21 965 091
27 806 118
2010
Triwulan I
Triwulan II
Triwulan III
Triwulan IV
687 581 501
43 567 024
72 900 660
54 974 339
516 139 478
360 784 998
26 241 934
31 749 466
32 282 282
270 511 316
2011 351 603 883 191 652 464

1
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/12/22/antisipasi-pangan-
indonesia-impor-beras-12-juta-ton/
Januari 351 603 883 191 652 464
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
permasalahan diatas adalah melalui program Desa Mandiri Pangan (Desa
Mapan). Pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian,
sejak tahun 2006 telah meluncurkan Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa
Mapan), yang diharapkan dapat mendorong kemampuan masyarakat desa untuk
mewujudkan ketahanan pangan dan gizi keluarganya, sehingga dapat menjalani
hidup sehat dan produktif.
Di Indonesia sudah ada wilayah yang sudah menerapkan konsep
ketahanan pangan berbasis pangan lokal, yaitu pada masyarakat Kampung
Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi.
Masyarakat Kampung Cireundeu mengkonsumsi beras singkong atau yang lebih
dikenal dengan sebutan rasi sebagai makanan pokoknya. Konsep ketahanan
pangan yang diterapkan oleh masyarakat Kampung Cirendeu menjadikan daerah
ini sebagai Desa Mandiri Pangan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan
Walikota Cimahi Nomor 501/Kep.208/BPMPPKB/2010 dan diharapkan dapat
mendukung program pemerintah yaitu Indonesia Tahan Pangan dan Gizi 2015.
(Pemkot Cimahi, 2010)
2

Masyarakat Kampung Cireundeu memiliki filosofi kehidupan yang
sangat unik, nuansa hidup santun dalam kehidupan bermasyarakat, serta kecintaan

2
Dalam Jurnal Kelompok Masyarakat Pengembang Pangan Lokal Non Beras.
Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan dan Pertanian Kota Cimahi
terhadap lingkungan alam dan warisan budaya sunda dengan kesenian khasnya
masih terjaga dan terpelihara dengan baik. Kampung Cireundeu dengan segala
keunikannya tidak saja dikenal oleh masyarakat Kota Cimahi, namun sudah
dikenal luas karena mempunyai ciri khas dalam kehidupannya sehari-hari. Salah
satu keunikan yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Cireundeu yaitu
menjadikan rasi sebagai makanan pokoknya. Rasi atau beras singkong diperoleh
dari hasil budidaya tanaman singkong dengan memanfaatkan lahan yang ada di
sekitarnya. Selain sebagai makanan pokok, singkong diolah menjadi beraneka
ragam makanan olahan seperti awug, peuyeum mutiara, aneka kue kering dan
lain-lain.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang dirumuskan
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik rumah tangga masyarakat Kampung
Cireundeu yang mengkonsumsi beras singkong sebagai makanan
pokoknya.
2. Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga masyarakat
Kampung Cireundeu yang mengkonsumsi beras singkong sebagai
makanan pokoknya.
3. Sejauh mana perkembangan Kampung Cireundeu sebagai Desa
Mandiri Pangan berbasis pangan lokal.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan dalam
identifikasi masalah.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik rumah tangga masyarakat Kampung
Cireundeu yang mengkonsumsi beras singkong sebagai makanan
pokoknya.
2. Untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga masyarakat
Kampung Cireundeu yang mengkonsumsi beras singkong sebagai
makanan pokoknya.
3. Untuk mengetahui perkembangan Kampung Cireundeu sebagai Desa
Mandiri Pangan berbasis pangan lokal.

1.4 Kegunaan Penelitian
1. Aspek pengetahuan dan pengembangan keilmuan, sebagai pembelajaran dan
tambahan informasi serta pengetahuan yang dapat digunakan untuk
pengembangan keilmuan.
2. Aspek guna laksana
1) Bagi masyarakat di tempat lain,
2) Pemerintah dan instansi yang terkait.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRIAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Gambaran Umum Singkong
Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah
pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya
dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai
sayuran. Berikut klasifikasi tanaman singkong/ketela pohon :
Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan
Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup
Kelas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
2.1.2 Beras Singkong
Beras singkong adalah salah satu produk berbahan dasar singkong yang
memiliki kandungan gizi dan karbohidrat yang tidak kalah dengan beras padi.
Sebagai makanan pokok, beras singkong dapat digunakan sebagai pengganti beras
padi. Beras singkong dapat dimakan bersama lauk yang biasa digunakan sebagai
makanan pendamping nasi. Cara memasak dan mengkonsumsinya tidak jauh
berbeda dengan beras padi yang dilakukan sehari-hari. Rasa beras singkong juga
tidak terlalu berbeda dengan beras padi, hanya saja warnanya sedikit lebih krem
dan lebih mengenyangkan dibanding beras biasa.
2.1.3 Pangan dan Ketahanan Pangan
2.1.3.1 Definisi Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air
baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
atau pembuatan makanan dan minuman. Sementara pangan olahan adalah
makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau
tanpa bahan tambahan. (UU No 7 Tahun 1996 tentang pangan)
Dalam PP RI No.68/2002 tentang Ketahanan Pangan menyebutkan
bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah dan diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, atau
pembuatan makanan atau minuman

2.1.3.2 Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan
Pendefinisian ketahanan pangan berbeda dalam tiap konteks, waktu dan
tempat. Sedikitnya ada 200 definisi ketahanan pangan (FAO, 2003) dan sedikitnya
ada 450 indikator ketahanan pangan (Hoddinott, 1999 dalam Antang, 2002).
Istilah ketahanan pangan (food security) sebagai sebuah konsep kebijakan baru
pertama kali muncul pada tahun 1974, yakni ketika dilaksanakannya konferensi
pangan dunia.
Berikut beberapa pengertian ketahanan pangan yang biasa diacu dan
digunakan di seluruh belahan dunia (Lassa, 2010), antara lain :
1st World Food Conference 1974, UN 1975: ketahanan pangan adalah
"ketersediaan pangan dunia yang cukup dalam segala waktu, untuk
menjaga keberlanjutan konsumsi pangan dan menyeimbangkan
fluktuasi produksi dan harga."
FAO 1992: Ketahanan Pangan adalah "situasi di mana semua orang
dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman
(safe) dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif.
World Bank 1996: Ketahanan pangan adalah: "akses oleh semua orang
pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk kehidupan yang sehat
dan aktif.
Oxfam 2001: Ketahanan pangan adalah kondisi ketika: setiap orang
dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan
yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat.
Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam
artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui
pembelian, pertukaran maupun klaim).
FIVIMS 2005: Ketahanan Pangan adalah: kondisi ketika semua orang
pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada
pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi
kehidupan yang aktif dan sehat.
2.1.4 Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Menurut Irawan (2010), konsep ketahanan pangan rumah tangga
didasarkan atas akses individu atau rumah tangga terhadap pangan. Semakin
tinggi akses suatu rumah tangga terhadap pangan maka semakin tinggi ketahanan
pangan. Kemampuan rumah tangga memiliki akses terhadap pangan tercermin
dalam pangsa pengeluaran untuk membeli makanan. Hubungan antara pangsa
pengeluaran pangan dan total pengeluaran rumah tangga dikenal dengan hukum
Working. Hukum tersebut menyatakan pangsa pengeluaran pangan memiliki
hubungan yang negatif dengan total pengeluaran rumah tangga.
Dengan kata lain, pangsa pengeluaran pangan menurun secara
proporsional sesuai dengan logaritma kenaikan pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rumah tangga itu sering digunakan sebagai proksi dari tingkat
pendapatan rumah tangga. Hal tersebut memperlihatkan ketahanan pangan
memiliki hubungan yang negatif dengan pangsa pengeluaran pangan. Jadi,
semakin besar pangsa pengeluaran pangan suatu rumah tangga maka semakin
rendah ketahanan pangan rumah tangga tersebut, demikian pula sebaliknya.
2.1.5 Indikator Ketahanan Pangan
Pengukuran ketahanan pangan suatu rumah tangga menurut Jonsson dan
Toole (1991) dalam Rachman dan Ariani (2002) dapat dilihat dari pangsa
pengeluaran pangannya, yaitu bila pangsa pengeluaran pangan lebih besar atau
sama dengan 60 persen dari total pengeluaran total rumah tangga, maka kondisi
ketahanan rumah tangganya rendah dan sebaliknya jika pangsa pengeluaran
pangannya kurang dari 60 persen dari pengeluaran total rumah tangga, maka
dikategorikan ketahanan pangan rumah tangganya tinggi.
Penelitian Jonsson dan Toole (1991) seperti dikutip dan diadopsi oleh
Maxwell et al. (2000) dalam Rachman dan Ariani (2002) di Greaer Accra, Ghana
menggunakan indikator pendekatan pangsa pengeluaran pangan. Rumah tangga
tahan pangan apabila memiliki pangsa pengeluaran pangan rendah (kurang dari 60
persen dari pengeluaran rumah tangga). Sedangkan, rumah tangga tidak tahan
pangan didefinisikan sebagai rumah tangga yang memiliki pangsa pengeluaran
pangan tinggi (lebih dari 60 persen dari pengeluaran rumah tangga).
2.1.6 Diversifikasi Pangan
2.1.7 Desa Mandiri Pangan
Desa Mandiri Pangan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui
pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem
konsumsi pangan dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara
berkelanjutan. Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa Mapan) merupakan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di desa-desa di Indonesia untuk menjadikan suatu desa
menjadi mandiri pangan. Komponen kegiatan Desa Mapan meliputi: (1)
pemberdayaan masyarakat; (2) penguatan kelembagaan; (3) pengembangan
Sistem Ketahanan Pangan; dan (4) integrasi program dan kegiatan lintas sektor
dalam menjalin dukungan pengembangan sarana prasarana perdesaan.
2.1.7.1 Indikator Keberhasilan Desa Mandiri Pangan
Mengingat sasaran akhir kegiatan Desa Mapan untuk mewujudkan
kemandirian pangan masyarakat miskin di desa rawan pangan, maka
keberhasilannya dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 1. Output, terdiri
dari : (1) Peningkatan usaha produktif berbasis sumber daya lokal yang dimiliki
kelompok dan perorangan; (2) Perkembangan ketersediaan pangan masyarakat;
(3) Peningkatan kemampuan daya beli dan akses pangan rumah tangga;
2. Outcome, terdiri dari : (1) Perkembangan pengelolaan dana dan pelayanan oleh
Lembaga Keuangan Desa (LKD); (2) Perubahan pola konsumsi pangan beragam,
bergizi, berimbang dan aman; (3) Penambahan jumlah penerima manfaat kegiatan
di perdesaan; (4) Penurunan jumlah rumah tangga penerima Beras untuk
Masyarakat Miskin (Raskin).
2.2 Kerangka Pemikiran


























BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek dan Tempat Penelitian
Objek yang diteliti pada penelitian ini adalah kondisi ketahanan pangan
rumah tangga dan perkembangan desa mandiri pangan berbasis pangan lokal di
Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota
Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Sedangkan subjek penelitian ini adalah masyarakat
Kampung Cireundeu yang mengkonsumsi beras singkong sebagai makanan
pokoknya sehari-hari dan tokoh adat serta tokoh masyarakat yang mengetahui
sejarah dan perkembangan Kampung Cireundeu sehingga ditetapkan sebagai desa
mandiri pangan.
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan
kriteria sebagai suatu wilayah yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi
beras singkong sebagai makanan pokoknya. Selain itu Kampung Cireundeu
merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pangan sesuai Surat
Keputusan Walikota Cimahi Nomor 501/Kep.208/BPMPPKB/2010.
3.2 Desain dan Teknik Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah desain kualitatif. Penelitian
kualitatif digunakan untuk memahami situasi sosial secara mendalam,
menemukan pola, hipotesis dan teori. (Sugiyono, 2011). Selain itu penelitian
kualitatif digunakan karena permasalahan penelitian kompleks, holistic, dinamis
dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring
dengan metode penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2011). Namun, hal ini bukan
berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan
data kuantitatif, tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis, melainkan
pada usaha menjawab pertanyaan peneitian melalui cara-cara berpikir formal dan
argumentatif.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case
study). Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang menelaah
suatu kasus secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif (Wirartha,
2006).
3.3 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka konsep yang akan diteliti adalah
karakteristik rumah tangga, ketahanan pangan rumah tangga, dan perkembangan
desa mandiri pangan.
3.3.1 Definisi Variabel
1. Karakteristik rumah tangga adalah gambaran umum kondisi rumah tangga
keluarga yang dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:
a. Usia kepala keluarga dan ibu rumah tangga
b. Tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu rumah tangga dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pendidikan formal dan non formal.
c. Jumlah anggota rumah tangga adalah jumlah orang yang biasanya
bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada di rumah pada
penelitian maupun sementara tidak ada.
2. Ketahanan pangan rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga untuk
memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari produksi sendiri atau membeli
dari waktu ke waktu agar dapat hidup secara sehat dan mampu melakukan
kegiatan sehari-hari secara produktif. Dalam peneletian ini ketahanan pangan
rumah tangga dilihat dari dimensi pengeluaran rumah tangga. Berikut variabel
yang mempengaruhinya :
a. Pengeluaran pangan adalah konsumsi rumah tangga yang dialokasikan
untuk konsumsi pangan
b. Pengeluaran non pangan adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yang
dialokasikan untuk konsumsi pengeluaran non pangan
c. Proporsi pengeluaran pangan adalah pengeluaran dalam bentuk uang atau
nilai setara uang yang digunakan untuk memenuhi konsumsi pangan
rumah tangga selama setahun, kemudian dihitung rata-rata per bulannya,
kemudian dihitung persentasi antara pengeluaran total dengan
pengeluaran untuk pangan.
3. Perkembangan desa mandiri pangan, adalah perkembangan Kampung
Cireundeu yang ditetapkan sebagai desa mandiri pangan, dilihat dari beberapa
dimensi dan variabel sesuai pedoman teknis desa mandiri pangan yang
dikeluarkan oleh Badan Ketahanan Pangan Nasional. Berikut dimensi dan
variabel yang mempengaruhinya.
a. Optimalisasi Input adalah pengoptimalan input-input dalam
pengembangan desa mandiri pangan. Berikut variabel yang
mempengaruhinya.
y Sumber Daya Alam (SDA)
y Sumber Daya Manusia (SDM)
y Dana dan Teknologi
y Kearifan Lokal
b. Sistem Ketahanan Pangan adalah suatu sistem dimana kondisi kebutuhan
pangan bagi rumah tangga terpenuhi yang tercermin dari tersedianya
pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata
dan terjangkau. Berikut variabel yang mempengaruhinya.
y Subsistem ketersediaan pangan
y Subsistem distribusi
y Subsistem konsumsi.
c. Output adalah hasil yang diharapkan dalam program desa mandiri
pangan. Output yang diharapkan adalah sebagai berikut.
y Peningkatan usaha produktif berbasis sumber daya lokal yang
dimiliki kelompok dan perorangan;
y Perkembangan ketersediaan pangan masyarakat;
y Peningkatan kemampuan daya beli dan akses pangan rumah
tangga;

3.3.2 Operasionalisasi Variabel
Tabel 3. Operasionalisasi Variabel
Tabel 3. Operasionalisasi Variabel (Lanjutan)

3.4 Sumber Data/Informasi dan Cara Menentukannya
3.4.1 Sumber Data/Informasi
Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi :
1. Data primer, adalah informasi penelitian atau sumber bahan yang
diperoleh melalui hasil pengamatan (observasi) dan wawancara kepada
narasumber. Data primer tersebut diperoleh dari masyarakat Kampung
Cireundeu.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi dan
keputusan serta literatur-literatur dari instansi yang terkait baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder tersebut diperoleh
dari kelompok adat dan ketua Rukun Warga (RW) masyarakat Kampung
Cireundeu, Pemerintah Kelurahan Leuwigajah, Pemerintah Kecamatan
Cimahi Selatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat,
dan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat.
3.4.2 Cara Menentukannya
Tempat penelitian ditentukan secara sengaja dengan kriteria sebagai
suatu wilayah yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi beras singkong
sebagai makanan pokoknya. Selain itu Kampung Cireundeu merupakan wilayah
yang ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pangan sesuai Surat Keputusan Walikota
Cimahi Nomor 501/Kep.208/BPMPPKB/2010.
Dalam penelitian ini, responden dipilih secara purposive maupun dengan
teknik snowball sampling. Penentuan purposive adalah teknik penentuan sampel
secara sengaja dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan teknik snowball
sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil
kemudian membesar (Sugiyono, 2011). Responden adalah masyarakat Kampung
Cireundeu (RW 10) dari semua Rukun Tetangga (RT) yang ada di Kampung
Cireundeu. Penentuan sampel dan sampel sumber data, dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang kemudian setelah peneliti di
lapangan (Sugiyono, 2011).
Sesuai dengan penentuannya, maka peneliti akan mengambil narasumber
berdasarkan jumlah RT yang ada di Kampung Cireundeu, narasumber diambil
darj masing-masing RT yang mengkonsumsi rasi sebagai makanan pokoknya dan
yang mengetahui perkembangan desa mandiri pangan di Kampung Cireundeu.
Penelitian kualitatif biasanya menggunakan sampel yang kecil, dan sampel dapat
berkembang selama proses penelitian (Sugiyono, 2011).
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
memperoleh data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Observasi,
2. Wawancara secara mendalam (in depth interview) kepada responden
yang terpilih
3. Studi kepustakaan atau studi dokumentasi

3.6 Rancangan Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif yang dilengkapi dengan menggunakan tabel frekuensi hasil tabulasi
langsung untuk mengetahui gambaran tentang karakteristik rumah tangga
keluarga dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Analisis tentang
perkembangan desa mandiri pangan dilakukan juga secara analisis deskriptif.
Sedangkan untuk menganalisis pangsa pengeluaran pangan dan
pengeluaran rumah tangga adalah sebagai berikut.
1. Pangsa Pengeluaran Pangan
Pengeluaian pangan
Total Pengeluaian Rumah Tangga
x
Pengukuran ketahanan pangan suatu rumah tangga menurut
Jonsson dan Toole (1991) dalam Rachman dan Ariani (2002) dapat
dilihat dari pangsa pengeluaran pangannya, yaitu bila pangsa
pengeluaran pangan lebih besar atau sama dengan 60% dari total
pengeluaran total rumah tangga, maka kondisi ketahanan rumah
tangganya rendah dan sebaliknya jika pangsa pengeluaran pangannya
kurang dari 60% dari pengeluaran total rumah tangga, maka
dikategorikan ketahanan pangan rumah tangganya tinggi.
2. Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga yang dilihat dari pola konsumsinya
yaitu pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan utama keluarga terutama
belanja pangan berdasarkan standar UNDP/World Bank (2005) yang
disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia, yang terdiri dari 20
item dalam satuan Rp/bulan seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Variabel Pengeluaran Rumah Tangga

No
Variabel Pengeluaran
Pangan Non Pangan
1 Beras/umbi-umbian Biaya Sekolah
2 Telur Transportasi
3 Ikan Pengobatan
4 Ikan Asin Tabungan
5 Daging Sapi Pakaian
6 Daging Ayam Listrik, air, telepon
7 Tahu Sabun,kosmetik
8 Tempe Pajak kendaraan, PBB
9 Susu Kegiatan Sosial
10 Sayuran Rehab Rumah
11 Kacang-kacangan Rekreasi/Hiburan
12 Buah-buahan Lain-lain
13 Garam
14 Gula
15 Tepung Terigu
16 The
17 Kopi
18 Rokok
19 Mie Instan
20 Bahan Bakar




3.7 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa fase, yaitu :
No Fase-fase Penelitian Waktu
1 Persiapan November 2011
2 Pengumpulan data/informasi Desember 2011-Januari 2012
3 Pengolahan data/informasi Januari 2012
4 Penulisan skripsi Januari-Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai