Anda di halaman 1dari 9

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

PERBAIKAN PONDASI DENGAN TEKNIK GROUTING

Mesin grouting dengan 2 piston yang bisa menggrout sekaligus 2 lubang Sebuah kasus berkaitan dengan kegagalan struktur akibat terjadinya perbedaan penurunan (differential-settlement), terjadi di sebuah bangunan pabrik yang di dalamnya berfungsi sebagai tungku pembakaran (klin) keramik, yang berlokasi di daerah Jawa Barat. Untuk mengatasi hal itu pihak pemilik pabrik menunjuk P.T. Soletanche Bachy Indonesia, sebuah perusahaan patungan antara perusahaan Indonesia dan Perancis yang bergerak dalam bidang kontraktor spesialis pondasi, untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan pondasi. Menurut Ir. G.S. Soenjataningprodjo, Direktur Utama P.T. Soletanche Bachy Indonesia, kasus penurunan pondasi itu terjadi karena jarak dua klin yang berada pada bangunan pabrik tersebut terlalu dekat. Akibat tingginya panas yang dihasilkan oleh kedua klin itu (panas masing-masing kiln 15000 C), menyebabkan berkurangnya kadar air tanah yang 'clay soil' itu. Setelah diukur, temperatur tanah di bawah kiln itu mencapai 550 C. Panas yang setinggi itu menyebabkan hilangnya daya plastisitas tanah di bawahnya, dan menyebabkan penyusutan (shrinkage) dan pada gilirannya terjadi penurunan plat pondasi di atasnya. Penurunan maksimal 8 cm, dan terjadi perbedaan penurunan (differential-settlement) maksimal 3 cm 5 cm. 1

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Dalam kiln yang bentuknya memanjang itu terdapat rel-rel di atas mana ada lori untuk meletakkan keramik-keramik yang akan dibakar secara kontinu dan berjalan lambat. Akibat terjadinya penurunan pondasi, menyebabkan melengkungnya rel-rel tersebut yang mengganggu jalannya pembakaran dalam kiln. Juga, pada dinding-dinding kiln terlihat retak-retak di beberapa lokasi. Untuk memecahkan masalah tersebut pihak pemilik pabrik meminta P.T. Soletanche Bachy Indonesia (SBI) untuk menghentikan penurunan pondasi, tanpa menghentikan barang sebentarpun kerja kiln. Konon, jika sebuah kiln saja dihentikan kerjanya selama 1 bulan, pemilik pabrik akan menderita kerugian Rp. 50 juta. Padahal di bangunan tersebut terdapat dua kiln. Beberapa Alternatif Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, pertama-tama pihak P.T. Soletanche Bachy Indonesia melakukan penelitian tanah (soil investigation), setelah itu baru mengajukan proposal mengatasinya. Penelitian tanah ini dilakukan dengan melakukan pengeboran di dekat lokasi kiln, dan penelitian terhadap karakteristik tanahnya. Pengetesan tanah yang dilakukan adalah dengan cara mengamati karakteristik tanah terhadap pengaruh temperatur. Dari hasil penelitian laboratoris diperoleh suatu grafik yang menunjukkan bahwa daya plastisitas tanah sample sudah akan hilang jika dipanaskan hingga 400 C 600 C. Dengan hilangnya daya plastisitasnya itu, yang terjadi kemudian adalah penyusutan volume tanah. Pada daerah temperatur 40-600 C itu tanah sample mengalami penyusutan sekitar 10 %. Dan memang temperatur tanah di lokasi kiln sudah melewati batas plastisitas sehingga yang terjadi adalah penyusutan volume tanah yang akhirnya menyebabkan penurunan pondasi. Penyebab penurunan pondasi itu, menurut Bruno Devis Project Engineer SBI dalam proyek tersebut, diperkirakan baik akibat penyusutan tanah karena tingginya temperatur ataupun karena kurangnya daya dukung tanah akibat penambahan kiln yang terakhir. Karena pada bangunan pabrik tersebut, semula hanya ada 1 kiln (dan tidak terjadi penurunan), baru kemudian setelah ditambah 1 kiln lagi dengan jarak yang berdekatan (1,9 m) terjadi penurunan yang drastis itu, penurunan yang terbesar (8 cm) terjadi di daerah pertengahan kiln. Pengeboran yang dilakukan pada tahap penelitian tanah semula untuk mengetahui permukaan air tanah, namun ternyata tidak ditemukan. Sehingga lubang-lubang bor tersebut digunakan untuk mengukur temperatur lapisan tanah. Pada bagian ujung kiln temperatur mencapai 410 C, sedangkan dibagian tengahnya mencapai 550 C. Selanjutnya dikatakan oleh Bruno Devis, bahwa untuk mengatasi penurunan pondasi tersebut dipilih beberapa alternatif pemecahan. Pertama, penurunan pondasi tersebut dicegah dengan membuat sistem pondasi-mikro (micro pile foundation) di kedua sisi kiln. Jadi, dengan cara demikian kiln akan ditopangkan kedua sisinya. Diameter masing-masing pondasi mikro 150 mm, dimana di dalamnya di samping dipasang besi rebar ( 32 mm) juga dipasang tube a manchettes dengan 2 ditambah karet yang berfungsi sebagai klep. Hingga kedalaman tertentu di sekitar tiang mikro juga dilakukan grouting.

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Namun metode tersebut tidak jadi digunakan karena plat pondasi dari kiln diperhitungkan tidak mampu menahan momen yang ditimbulkan oleh berat kiln itu sendiri.

Sebuah alternatif pemecahan dengan micropile foundation

Alternatif yang kedua adalah dengan metode grouting. Grouting ini dimaksudkan untuk mengisi bagian yang kosong akibat menyusutnya lapisan tanah di bawah kiln karena tingginya temperatur. Metode grout ini dilakukan dengan membuat lubang-lubang grout yang membujur sepanjang kiln di sebelah kanan kiln II (external row), di antara kiln II dan III (central row) dan di sebelah kiri kiln III (external row). External row masing-masing terdiri dari 9 baris dengan setiap barisnya ada 5 lubang. Sedangkan untuk 'central row' terdiri dari 9 baris dengan setiap barisnya ada 6 lubang. Jadi jumlah total lubang grouting ada 134. Mula-mula antara baris di external row maupun di central row akan dibuat lurus dalam 1 garis. Namun ternyata dengan cara demikian menyebabkan lebih sedikitnya daerah yang terkena grout. Oleh sebab itu ditempuh cara lain, yaitu dengan menempatkan baris-baris lubang grout external row di antara baris-baris daerah central row. Dengan demikian, diharapkan lebih banyak lagi daerah yang terkena grout. Dan cara terakhir itulah yang dilaksanakan dalam proyek ini. Ditegaskan lebih lanjut oleh Bruno Devis, bahwa tujuan dari teknik grouting ini hanya dimaksudkan untuk menghentikan penurunan pondasi, bukan mengembalikan pondasi pada ketinggian semula.

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Skema letak lubang grout yang dilaksanakan

T.A.M. Grouting Proposal

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Posisi dari lubang grout di daerah external row. Sebelah kanan (terletak di dalam bangunan), sedangkan external-row sebelah kiri terletak di luar bangunan pabrik

Penampang lubang grout setelah dipasang tube a manchettes

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Tergantung pada Tekanan dan Volume Grouting Sebelum dilakukan pengeboran, mula-mula dipasang dulu pipa pengarah (starting pipe) dari baja dengan panjang 70 cm 1.10 m (untuk external row) dan 0.5 m untuk central row. Pipa pengarah ini digunakan untuk mengarahkan pengeboran, sehingga tidak menceng. Diameter pipa pengarah ini 4. Setelah itu baru dilakukan pengeboran lubang sebesar 3, dengan sistem pengeboran menggunakan air (wash boring) hingga kedalaman yang diinginkan. Setelah pengeboran mencapai kedalaman 10 cm-20 cm dari kedalaman yang akan dicapai, maka selanjutnya pengeboran dilakukan dengan mengisi lubang tersebut dengan larutan semen dan bentonite. Larutan semen dan betonite tersebut digunakan untuk menahan kelongsoran tanah pada dinding lubang yang dibor, ketika bor ditarik keluar. Segera setelah bor ditarik keluar kemudian dimasukkan pipa tube a manchettes (TAM) yang terbuat dari baja dengan diameter 2. Pipa TAM ini merupakan pipa baja yang pada jarak 50 cm ada dua lubang yang di sebelah luarnya diselubungi dengan karet. Karet-karet tersebut berfungsi sebagai klep, sehingga ketika dilakukan grouting, material grouting tidak kembali lagi ke dalam pipa TAM. Pipa TAM ini terdiri dari ruas-ruas dengan panjang tertentu yang bila akan digunakan disambung-sambung dengan coupling. Pipa TAM dibiarkan dulu sehingga larutan semen dan bentonite yang dimasukkan tadi (sleeve grout) mengeras. Setelah Sleeve grout mengeras baru kemudian dilakukan grouting melalui TAM setiap kedalaman 1 m. sleeve grout itu ditunggu sampai mengeras agar bahan grout tidak naik ke permukaan lubang, melainkan bisa menembus lapisan tanah di sekitarnya. Pengeboran lubang grout tidak dilakukan secara berurutan. Tetapi dengan cara selang-seling. Yaitu, mula-mula dilakukan pengeboran lubang-lubang primer (dengan nomor ganjil : 1,3,5) baru setelah lubang-lubang primer terisi dengan pipa TAM kemudian dilakukan pengeboran lubanglubang sekunder (nomor-nomor genap : 2,4,6). Demikian seterusnya dilakukan pada setiap baris lubang grout. Pengeboran dilakukan sedemikian rupa sehingga menekan sekecil mungkin pergerakan kiln selama pelaksanaannya. Mengingat pengeboran ini dilakukan menggunakan air, maka merembesnya air ke dalam tanah menyebabkan sedikit naiknya pondasi. Ini bisa dijelaskan dengan adanya pembengkakan volume tanah di bawah pondasi ketika menyerap air, baik pada waktu wash-boring maupun grouting. Namun kenaikan struktur tersebut juga tidak boleh melebihi ketinggian tertentu. Karena grouting tersebut memang tidak dimaksudkan untuk meninggikan struktur. Untuk mencegah terjadinya kenaikan struktur yang tidak dikehendaki, di samping dilakukan monitoring secara terus menerus, juga dengan mengatur urutan pelaksanaan pengeboran dan grouting. Setelah sleeve grout pada lubang bor mengeras (paling tidak dalam waktu 24 jam), kemudian dilakukan grouting secara bertahap, yaitu 1 m sekaligus dimulai dari bawah. Adapun bahan grout yang digunakan untuk grouting utama dan sleeve grout pada proyek ini sama, meskipun menurut Bruno Devis, tidak selalu demikian untuk proyek lain. Komposisi bahan grout yang digunakan dalam proyek ini adalah ( untuk 1 m3 grout ) : 350 kg semen, 45 kg bentonite dan 870 liter air. 6

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Bahan grout yang sudah siap digunakan itu ditempatkan pada suatu tempat yang selalu berputar, guna mencegah terjadinya pengerasan grout dan menjaga homogenitasnya. Dengan melalui mesin grout (grouting-machine), bahan grout dimasukkan lewat pipa penyalur ke dalam lubang grout, dengan tekanan tertentu. Untuk memonitor tekanan sewaktu grouting dipasang sebuah manometer di dekat lubang yang sedang digrout. Untuk melakukan kontrol tekanan yang akurat, maka ada sebuah pipa (slang) yang berfungsi untuk mengurangi tekanan grout secara mendadak, sebelum sempat dilakukan pengurangan tekanan pada mesin grout. Pengurangan tekanan ini dilakukan dengan mengalirkan kembali sebagian bahan grout ke grout-plan melalui pipa-pipa tersebut, sehingga tekanan yang terbaca pada manometer sesuai dengan yang diinginkan. Untuk memonitor tekanan-tekanan pada setiap lubang yang digrout dilakukan dengan sebuah pencatat tekanan dengan sebuah kertas grafik berbentuk bulat. Di samping tertentu komposisi material grout-nya, juga dalam pelaksanaan grouting memiliki kriteria-kriteria tertentu. Artinya ada batasan-batasan dimana grouting dianggap cukup. Menurut Bruno Devis, untuk lubang-lubang primer grouting akan dhentikan jika: volume bahan grout yang masuk ke dalam lubang telah mencapai 10 % dari volume teoritis tanah yang akan digrout, tekanan grout telah mencapai 4 kg/cm2, terjadi kebocoran (dalam hal ini tekanan grout tercatat sebagai 0 meskipun volume tercapai, akan digrout lagi kemudian), ataupun jika terjadi kenaikan struktur yang berlebihan. Sedangkan untuk lubang-lubang sekunder: volume groutnya mencapai 7% dari volume teoritis tanah, tekanan mencapai 6 kg/cm2, dan persyaratan lainnya sama seperti lubang primer. Menurut Ir. Gouw Tjie Liong, Site Engineer P.T. SBI dalam proyek ini, kenaikan struktur yang disebabkan oleh proses grouting yang bisa ditolerir, adalah 1 cm. Sehingga untuk mencegah tidak terjadinya kenaikan yang berlebihan, selalu dilakukan monitoring permukaan lantai pabrik dengan leveling teodolit. Namun dijelaskan selanjutnya, bahwa hingga saat wawancara dengan Konstruksi awal Agustus yang lalu, tidak terjadi kenaikan yang berarti. Hanya saja diakui oleh Gouw, bahwa kemungkinan ada kenaikan volume grouting dari perkiraan semula sekitar 20%. Semula diperhitungkan hanya akan dibutuhkan 110 m3 grout, tetapi ternyata dalam pelaksanaan belum sampai mencapai 60 %, sudah dihabiskan bahan grout sebanyak 60 m3. Di samping itu juga kenyataaannya tidak semua lubang grouting memenuhi kriteria seperti disebutkan di atas. Menurut Gouw, untuk lubang primer, misalnya hanya beberapa saja yang mencapai tekanan sebesar 4 Bar. Sedangkan lubang-lubang sekunder yang seharusnya mencapai 6 Bar, ternyata hanya mencapai tekanan antara 1-3 Bar saja. Ini disebabkan banyaknya pori-pori tanah yang harus diisi oleh grout. Dalam hasil pencatatan tekanan pada grafik, diamati suatu lonjakan tekanan yang sangat tinggi jauh melebihi tekanan sebagaimana menurut kriteria. Lonjakan tekanan ini terjadi pada awal grouting, yaitu ketika material grout berusaha memecahkan sleeve-grout untuk menembus lapisan tanah di sekelilingnya. Untuk tanah jenis clay sebagaimana di proyek ini, tekanan yang diperlukan untuk memecahkan sleeve-grout mencapai sekitar 40 Bar (40 kg/cm2). Setelah dilakukan grouting, pipa TAM juga segera dibersihkan, agar jika kelak digunakan untuk re-grout, tidak ada penyumbatan lubang-lubangnya. Memang dalam hal ini TAM memiliki fungsi ganda. Pertama untuk kemungkinan bisa dilakukannya re-grout jika diperlukan, juga secara 7

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

teoritis pipa yang terbuat dari baja itu bisa berlaku sebagai tulangan seperti layaknya tulangan pada beton bertulang. Menurut Gouw, dengan teknik perbaikan sistem grout ini pihak SBI memberikan jaminan bahwa penurunan pondasi jangka panjang (long term settlement) tidak lebih dari 1 cm.

Para pekerja sedang memasukkan packer, alat peng-grout yang dimasukkan ke dalam TAM

Tampak lubang-lubang yang sudah di-grout

Majalah Konstruksi (Kontraktor Bahan dan Alat) Nomor 10, Agustus 1985 Tahun Ke IX

Suhu yang Panas Menyinggung tentang hambatan - hambatan dalam penanganan proyek ini, menurut Gouw, antara lain karena lokasi kerjanya, terutama di lokasi central row, yang berada di antara dua kiln. Di samping metode kerjanya yang tidak boleh mengganggu jalannya kiln, juga suhu di lokasi tersebut sangat tinggi, yaitu mencapai 55 derajat C. untuk mengurangi temperatur yang panas itu diatasi dengan memasang pelindung (shield) yang terbuat dari kayu lapis dimana bagian luarnya dilapisi dengan aluminium foil. Di samping juga dipasang blower untuk meniupkan udara dingin ke dalam lokasi tersebut. Dengan cara itu suhu bisa diturunkan hingga 400 C. Pekerjaan grouting ini diselesaikan dalam waktu 1 bulan. Pada saat puncak P.T. SBI mengerahkan 28 orang pekerja. Sebagai supervisor, di samping Ir. Gouw, juga ada seorang ahli perancis, Bernard Fourier. Menurut Gouw, adalah untuk yang pertama kalinya di dunia teknik grouting digunakan untuk perbaikan pondasi suatu kiln, khususnya bagi Soletanche maupun Bachy. Sehingga dalam perencanaan pekerjaan itu P.T. SBI juga mendapat saran-saran teknik dari ahliahli Soletanche-Bachy yang berada di Hongkong maupun di Paris. Dalam proyek ini digunakan mesin grout dengan dua piston, yang bisa melakukan grouting sekaligus dua lubang. Alat-alat lain yang digunakan adalah: 4 buah bor, pompa tekan untuk memompa bahan grout pada saat sleeve grout 1 buah, grout mix plant, dan blower. Pada saat Konstruksi meninjau ke lokasi proyek prestasi pekerjaan sudah 60%, dimana pekerjaan pengeboran sudah selesai dilaksanakan. Tinggal 50 lubang yang belum digrout, dan itu akan bisa diselesaikan dalam waktu 5 hari (1 hari 10 lubang). Jadi, diharapkan, awal bulan Agustus ini sudah bisa diselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai