Anda di halaman 1dari 2

Ketidakadilan Hukum Bangsa Kita

Oleh: Yohanes / XII IPA 3

Kondisi hukum di Indonesia semakin parah saja. Hukum seperti bukan lagi dasar dari bagi bangsa Indonesia. Segala hal dapat dibeli dengan uang; jabatan, vonis, dll. Yang paling marak terjadi adalah kasus suap, korupsi, dan penggelapan uang yang dilakukan oknum pemerintahan. Anehnya, mereka dapat lolos dari jeratan hukum dengan mudah, lebih mudah daripada pencuri ayam. Kasus Gayus Tambunan misalnya, mungkin kita sudah bosan melihat beritanya di media massa. Namun, yang perlu diketahui, ia masih cukup bebas menghirup udara segar setelah divonis Mahkamah Agung. Ia masih sempat berjudi di kasino Marina Bay (Singapura), Venetian (Macau), dan Los Angeles. Ia juga pernah tertangkap kamera wartawan ketika ia menonton pertandingan tenis di Bali. Selepas kejadian mengherankan itu, muncul indikasi kecurigaan terhadap integritas pemerintah dan hukum di Indonesia. Konon dikatakan sipir penjara disuap sebesar 50 juta rupiah, dalam sekali pelepasan tahanan. Kasus lain ialah kasus Nazarudin. Tersangka kasus korupsi wisma atlet ASEAN GAMES ini menghabiskan 6 triliun rupiah kas negara, namun belum diproses secara formal hingga kini. Masih banyak nama-nama petinggi negara yang disebut, bahkan akhir-akhir ini ia menyebut nama Presiden RI ikut andil dalam kasus KKN kelas wahid itu. Apabila nama-nama yang diseretnya itu benar, maka miris sekali kondisi bangsa ini, sampai penegak hukum pun perlu ditegakkan pula. Sedangkan kasus terbaru yang beda dari kasus diatas ialah: kasus penabrakan pejalan kaki di trotoar oleh pengemudi mobil Daihatsu Xenia bernama Aftriani Susanti. Setelah diselidiki sebabmusabab ia melakukan penabrakan tersebut, diketahui bahwa sang pengemudi berada dalam pengaruh alkohol dan sabu-sabu. Namun, yang menakjubkan ialah ia hanya dikenakan vonis 6 tahun penjara, padahal kesalahannya berlipat ganda; membunuh orang, merusak trotoar, mengonsumsi sabu-sabu, dan mengemudi dalam pengaruh alkohol. Sebuah fenomena menarik dapat kita simpulkan dari vonis masa tahanan yang diberikan pada 3 pendosa besar diatas. Kesalahan mereka sangat berat dan merugikan banyak orang. Namun, ketika uang disodorkan pada penegak hukum, segala perkara dapat selesai dengan mudah, semua dapat diperingan. Bayangkan dengan kondisi kronis yang dialami rakyat kecil. Sebagai contoh, seorang pencuri buah kakao di perkebunan swasta, ia hanya mengambil buah-buah yang jatuh dari pohon, kemudian hendak dijualnya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun, pemilik kebun tidak terima dan melaporkan kejadian itu ke polisi. Pencuri buah kakao ini pun divonis 15 tahun penjara, padahal pencuri ini adalah seorang nenek berusia senja. Ketidakadilan hukum Indonesia niscaya telah memperburuk citra diri bangsa yang memang sudah rusak, sekaligus menjajah bangsa sendiri.

Kasus rakyat tertindas lainnya seperti kasus pencuri sandal di lingkungan mesjid. Hanya pencurian untuk cari makan saja divonis hingga 8 tahun penjara, lebih lama daripada pembunuh 9 orang! Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, saya pribadi hanya merasa malu terhadap etika dan moral bangsa yang begitu naif. Yang dipertanyakan hanyalah apakah hukum Indonesia itu bisa dibeli dengan uang? Apabila bisa, maka konglomerat maupun konglomerat (hasil korupsi) bangsa ini tidak perlu takut untuk melakukan dosa . Sebab di pengadilan mereka tinggal melakukan negosiasi di belakang layar dan mendapatkan keringanan hukuman. Tetapi, rakyat miskin akan semakin tidak terlindungi dan semakin tertindas, sebab tidak ada uang maka hukuman akan diperberat. Pertanyaannya: Apakah bangsa ini mampudikatakan merdeka dan mandiri, sedangkan hukumnya saja bisa dimainkan dengan uang? Hanya generasi penerus bangsa yang dapat menjawab tantangan ini.

Anda mungkin juga menyukai