Anda di halaman 1dari 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.

1 Gambaran Umum Perbankan Syariah Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Di Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji. Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa

pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Kehadiran perbankan syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat islam yang membutuhkan atau ingin memperoleh layanan jasa perbankan dengan bebagai bentuk layanan. Baik dalam bentuk simpanan maupun dalam pembiayaan. Berbagai akad sudah ada di perbankan syariah seperti akad mudharabah, musyarakah dan murabahah serta lainnya. Umat islam di Indonesia dapat memanfaatkan layanan jasa perbankan syariah sejak beberapa tahun yang lalu, yaitu sejak didirikannya Bank Muammalat Indonesia yang mulai bulan Mei 1992, hingga saat ini masih merupakan bank umum syariah beserta dengan bank-bank syariah lainnya.

Perbankan Syariah terbentuk dalam Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Bank Umum Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sedangkan Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk, dari kantor atau unit yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah (Denny:2010).

4.2 Gambaran Obyek Penelitian

4.2.1 Bank Syariah Mandiri

Lahirnya Undang-undang No 10 1998, tentang perubahan atas UndangUndang No 7 tahun 1992 tentang perbankan pada November 1998 telah

memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia. Dengan terjadinya empat merger bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT. Bank Mandiri (persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Rencana perubahan PT Bank Susila Bakti menjadi bank syariah dengan nama bank syariah sukinah di ambil alih oleh PT Bank Mandiri (persero). PT.Bank Mandiri selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan melanjutkan renacana perubahan PT.Bank Susila Bakti menjadi Bank Syariah Sukinah. Berdasarkan akta no 23 tanggal 8 September 1999 Notaris : Sutjipto, SH nama Bank Syariah Sukinah Mandiri diubah menjadi PT.Bank Syariah Mandiri.

Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui surat keputusan Gubernur Bank Indonesia No1/24/KEP. BI/1999 telah memberikan ijin perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan usaha berdasarkan syariah kepada PT Bank Susila Bakti. Selanjutnya dengan Surat keputusan Deputi Gubernur

senior Bank Indonesia No1/1/KEP.DGS/1999 tanggal 25 Oktober 1999 Bank Indonesia telah menyetujui perubahan nama PT Bank Susila menjadi PT Bank Syariah Mandiri.

PT

Bank

Syariah

Mandiri

hadir

sebagai

bank

yang

dapat

mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasionalnya. Keharmonian antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan PT Bank Syariah Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan.

4.2.2 PT Bank Muamalat Indonesia

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Produk dan layanan perbankan Muamalat didasarkan pada prinsip dan kaidah syariah sebagai komitmen Berasal sumber yang bersih, berbagi hasil yang murni. Dengan dukungan dari ICMI dan beberapa pengusaha muslim serta dukungan dari masyarakat terbukti dari komitmen pembelian saham perseroan senilai RP 84 milyar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan.

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi perseroan pertama dan terkemuka di Indonesia.

Pada akhir 90an, Indonesia di landas krisis moneter yang memporandakan perekonomian Asia Tenggara. Bank Muamalatpun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998 rasio pembiayaan macet mencapai 60% dan rugi mencapai Rp 105 miliar dan ekuitas mencapai titik terendah yaitu Rp 39,3 miliar. Dalam upaya memperkuat permodalannya. Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial dan di tanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Hingga 2002 Bank Muamalat berhasil membalikan kondisi yang baik. Bank Muamalat tetap merupakan bank syariah terkemuka di Indonesia dengan Total asset pada tahun 2010 sebesar Rp 21.442 miliar.

4.2.3 PT Bank Syariah Mega Indonesia

Perjalanan PT Bank Syariah Indonesia di awali dari sebuah bank umum bernama PT Bank Umum Tugu yang berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2001, para group (PT. Para Global Investido dan PT. Para Rekan Investama), kelompok usaha yang juga menaungi PT Bank Mega, Tbk, Trans TV dan beberapa perusahaan lainya, mengakuisisi PT Bank Umum Tiga untuk dikembangkan menjadi Bank Syariah dengan nama PT bank Syariah Mega Indonesia

PT Bank Syariah Mega Indonesia sebagai bank syariah terbaik, diwujudkan dengan mengembangkan bank ini melalui pemberian modal yang kuat demi kemajuan perbankan syariah dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. Penambahan modal dari pemegang saham merupakan landasan utama

untuk meningkatkan kompetitif. Hingga sampai desember 2010 asset yang dimiliki Bank Syariah Mega Indonesia sebesar Rp 4.637 miliar.

4.2.4 PT Bank Rakyat Indonesia Syariah

Berawal dari akuisisi Bank Jasa Arta oleh Bank Rakyat Indonesia, pada tanggal 19 Desember 2007 dan kemudian diikuti dengan perolehan ijin dari Bank Indonesia untuk mengubah kegiatan usaha Bank Jasa Arta dari bank konvensional menjadi bank umum syariah pada tanggal 16 Oktober 2008, maka lahir Bank Umum Syariah yang diberi dengan nama PT Bank Syariah BRI yang kemudian disebut dengan BRI syariah pada tanggal 17 November 2008.

BRI syariah merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia, dan merupakan anak perusahaan dari Bank Rakyat Indonesia yang akan melayani segala kebutuhan perbankan masyarakat Indonesia dengan menggunakan prinsipprinsip syariah.

Pada tanggal 19 Desember 2008, ditanda tangani akta pemisahan unit usaha syariah. Penandatanganan dilakukan oleh Sofyan Basir selaku Direktur Utama BRI dan Bpk Rahadjo selaku direktur utama BRI syariah sebagaimana akta pemisahan no 27 pada tanggal 19 Desember 2008. Hal ini tercermin dari perkembangan asset yang hingga Desember 2010 sebesar Rp 320 miliar.

4.2.5 PT Bank BCA Syariah Tbk

PT. Bank BCA Syariah berdiri dan mulai melaksanakan kegiatan usaha dengan prinsip-prinsip syariah setelah memperoleh izin operasi syariah dari Bank Indonesia berdasarkan Keputusan Gubernur BI No. 12/13/KEP.GBI/DpG/2010 tanggal 2 Maret 2009 dan kemudian resmi beroperasi sebagai bank syariah pada hari Senin tanggal 5 April 2010. Kepemilikan saham PT Bank BCA Syariah adalah sebagai berikut : 1. PT Bank Central Asia Tbk.: 296.299 lembar saham (99,9997%) 2. PT BCA Finance : 1 lembar saham (0,0003%). BCA Syariah mencanangkan untuk menjadi pelopor dalam industri perbankan syariah Indonesia sebagai bank yang unggul di bidang penyelesaian pembayaran, penghimpun dana dan pembiayaan bagi nasabah perseorangan, mikro, kecil dan menengah. Masyarakat yang menginginkan produk dan jasa perbankan yang berkualitas serta ditunjang oleh kemudahan akses dan kecepatan transaksi merupakan target dari BCA Syariah. Komitmen penuh BCA sebagai perusahaan induk dan pemegang saham mayoritas terwujud dari berbagai layanan yang bisa dimanfaatkan oleh nasabah BCA Syariah pada jaringan cabang BCA yaitu setoran (pengiriman uang) hingga tarik tunai dan debit di seluruh ATM dan mesin EDC (Electronic Data Capture) milik BCA, semua tanpa dikenakan biaya. Sementara, untuk mendapatkan informasi maupun menyampaikan keluhan, para nasabah pun dapat menghubungi HALO BCA di 500 888.

BCA Syariah hingga saat ini memiliki 28 cabang yang terdiri dari 5 Kantor Cabang Utama, 3 kantor Cabang Pembantu, 17 Unit Layanan Syariah dan 3 unit Kantor Cabang Bina Usaha Rakyat (BUR) yang tersebar di wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi dan Surabaya ( data per 19 Januari 2012). Perkembangan perbankan syariah yang tumbuh cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan minat masyarakat mengenai ekonomi syariah semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan layanan syariah, maka berdasarkan akta Akuisisi No. 72 tanggal 12 Juni 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Dr. Irawan Soerodjo, S.H., Msi, .PT.Bank Central Asia, Tbk (BCA) mengakuisisi PT Bank Utama Internasional Bank (Bank UIB) yang nantinya menjadi PT. Bank BCA Syariah, Selanjutnya berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan di Luar Rapat Perseroan Terbatas PT Bank UIB No. 49 yang dibuat dihadapan Notaris Pudji Rezeki Irawati, S.H., tanggal 16 Desember 2009, tentang perubahan kegiatan usaha dan perubahan nama dari PT Bank UIB menjadi PT Bank BCA Syariah. Akta perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No. AHU01929. AH.01.02 tanggal 14 Januari 2010. Pada tanggal yang sama telah dilakukan penjualan 1 lembar saham ke BCA Finance, sehingga kepemilikan saham sebesar 99,9997% dimiliki oleh PT Bank Central Asia Tbk, dan 0,00003% dimiliki oleh PT BCA Finance. Perubahan kegiatan usaha Bank dari bank konvensional menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui Keputusan Gubernur BI No. 12/13/KEP.GBI/DpG/2010

tanggal 2 Maret 2010. Dengan memperoleh izin tersebut, pada tanggal 5 April 2010, BCA Syariah resmi beroperasi sebagai bank umum syariah. Dan hingga Desember 2010 asset yang dimiliki sebesar Rp 321.973 miliar.

4.2.6 PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Bank CIMB niaga adalah bank yang pertama memperkenalkan ATM dijajaran perbankan nasional pada tahun 1987. Bank Niaga juga sebagai pionir yaitu dalan jasa ATM. Perkembangan ATM (Automatic Teller Machine), yang diberi nama Niaga Cash sangat menggembirakan. Dengan faisilitas tersebut nasabah dapat mudah melakukan transaksi atau penarikan uang tunai selama 24 jam. PT Bank Niaga berganti nama pada 28 Mei 2008 dengan persetujuan yang diberikan RUSPLB. PT Bank Niaga Tbk berganti nama menjadi PT CIMB Niaga Tbk.

Pada tanggal 13 Juni 2008 menhukam memberikan persetujuan pergantian nama dari PT Bank Niaga menjadi PT Bank CIMB Niaga. Pada tanggak 22 Juli 2008 Bank Indonesia menyetujui pergantian nama tersebut.

Pada tanggal 1 November, merger baru direalisasikan. Unit Usaha Syariah PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga syariah) mengajak kurang lebih 30 developer atau pengembangan perumahan dari Jabodetabek termasuk Karawang untuk memanfaatkan pembiayaan rumah dengan akad syariah. Direktur CIMB Niaga syariah adalah Bpk Ferdy Sutrisno, beliau mengatakan pembiayaan iB kepemilikan rumah CIMB Niaga Syariah memiliki keunggulan yang

menggunakan akad syariah. Perkembangan Bank CIMB Niaga syariah terlihat baik dengan asset yang dimiliki hingga Desember 2010 sebesar Rp 3.169 miliar.

4.2.7 PT Bank Syariah Danamon Indonesia Tbk

Berdirinya perbankan syariah Danamon untuk memenuhi kebutuhan pasar akan produk dan layanan perbankan syariah. Beragam pilihan produk dan layanan syariah meliputi produk tabungan Danamon Syariah, giro Danamon Syariah, deposito Danamon Syariah serta Investasi harian Danamon Syariah dan Rencanaku Syariah (produk pensiun syariah). Bank Danamon Syariah juga menawarkan layanan cash managemen syariah, yang merupakan solusi cash managemen berbasis syariah terbaik di industri perbankan.

Bank Danamon Syariah juga memberi kemudahan nasabah syariah dalam akses menikmati layanan syariah melalui 11 cabang kantor syariah, 10 cabang gadai syariah serta 137 kantor layanan office channeling di kota-kota besar Indonesia. Danamon syariah juga menawarkan berbagai pembiayaan dan perbankan elektronik seperti 14.000 ATM Danamon maupun ATM bersama serta fasilitas perbankan internet dan mobile Danamon. Selama tahun 2010, Danamon syariah terus berkembang dengan memfokuskan di segmen institusi koperasi dan UKM di sektor perdagangan dan distribusi. Danamon Syariah memposisikan sebagai salah satu bank syariah terbaik dalam memberikan solusi tepat guna yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan segmen. Produk-produk tabungan dan giro Danamon Syariah dilengkapi dengan fitur cash managemen berbasis syariah. Di tahun 2010 bank Danamon Syariah mulai memperkenalkan produk Asset Based

Financing (ABF) syariahnya untuk pembiayaan alat berat, yang berhasil meraih tanggapan positif dari para nasabah. Hingga Desember 2010 Asset yang dimiliki Bank Danamon Syariah sebesar Rp113.861 miliar.

4.2.8 PT Bank Internasional Indonesia Syariah

PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan pada tanggal 15 Mei 1959 dan memperoleh status bank umum devisa di tahun 1988 serta mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1989 melalui penawaran umum saham perdana. Sejak itu BII terus berkembang menjadi salah satu bank swasta nasional terkemuka di Indonesia.

Pada Desember 2003, Konsorsium Sorak mengambil alih saham bank sebesar 51 % melalui status proses penjualan kompetitif yang diselenggarakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pada Desember 2008 menyelesaikan penawaran tender untuk sisa saham BII, BII adalah salah satu bank terbesar di Indonesia dengan jariangan internasional yang memiliki 250 cabang dan lebih dari 725 ATM BII di seluruh Indonesia serta memiliki 327 cabang termasuk cabang syariah dan 937 ATM dan 15 CDM ( Cash Deposit Machnies ) dan sudah terkoneksi dengan lebih dari 20.000 ATM yang tergabung dalam jaringan ATM Prima, ATM bersama ALTO, CIRRUS dan DBS Bank Singapure dan juga hadir di Mauritis, Mumbai dan Cayman Islands. Dengan total dana pihak ketiga Rp 44 triliun dan Asset Rp 57 triliun. BII telah tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) dan aktif di sektor UKM, Konsumer dan Korporasi. Hingga Desember 2010 asset yang dimiliki BII sebesar 75.130 juta.

4.2.9 Bank Tabungan Negara

BTN syariah merupaka unit usaha syariah dari BTN (persero) Tbk yang menjelankan bisnis dengan prinsip syariah. BTN syariah mulai beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan kantor cabang syariah pertamadi di Jakarta sama dan 2009 telah dibuka 20 kantor cabang dan 1 kantor cabang pembantu syariah, 19 kantor layanan syariah. Tujuan dari pendirian UUS bank BTN adalah untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan bank. Keuntungan dan manfaat dari KPR BTN iB antara lain angsuran tetap sampai pembiayaan lunas maksimal pembiayaan sampai dengan 80 % jangka waktu hingga 15 tahun. Sampai Desember 2010 asset yang dimiliki sebesar Rp 68.365 juta.

4.2.10 Bank Permata Syariah

Permata Bank merupakan hasil merger dari 5 Bank yaitu: Bank Bali, Bank Universal, Bank Patriot, Bank Artamedia, dan, Bank Prima ekspress. Permata Bank Syariah adalah Unit Usaha Syariah di PermataBank yang dibentuk pada bulan November 2004 yang memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) :

y y y

Bapak Prof.Dr. Amin Suma SH, MM (Ketua) Bapak Drs. K.H Saefuddin Amsir (Anggota) Bapak H. Muhamad Faiz, MA (Anggota)

PermataBank Syariah didirikan pada tanggal 10 November 2004. Saat ini PermataBank Syariah sudah memiliki 10 Kantor Cabang Syariah dan 241 Kantor Layanan Syariah (Office Channeling). Nasabah dapat bertransaksi diseluruh

Kantor Cabang Syariah dan seluruh kantor cabang PermataBank konvensional yang sudah tergabung dalam layanan syariah (Office Channeling) diseluruh Indonesia.

Nasabah Permata Bank Syariah dapat menggunakan seluruh fasilitas dan teknologi PermataBank seperti PermataMobile, PermataNet, PermataATM, PermataMini atm dan PermataTel. Selain itu nasabah PermataBank Syariah dapat bertransaksi di lebih dari 1 juta ATM di seluruh dunia, serta dapat bertransaksi di lebih dari 70 ribu merchant di Indonesia dan lebih dari 21 juta merchant di seluruh dunia.

Permata Bank memiliki aspirasi untuk menjadi penyedia jasa keuangan terkemuka di Indonesia, dengan fokus di segmen Konsumer dan Komersial. Melayani sekitar 2 juta nasabah di 57 kota di Indonesia, PermataBank memiliki 281 cabang (termaksuk 10 cabang Syariah) dan 631 ATM dengan akses tambahan di lebih dari 40.000 ATM (VisaPlus, Visa Electron, MC, Alto, ATM Bersama dan (ATM Prima). Perkembangan Permata Bank Syariah terlihat dari asset yang dimiliki pada Desember 2010 sebesar Rp 73.813 juta.

4.2 Statistik Deskriptif Populasi dalam penelitian ini adalah Perbankan Syariah Di Indonesia. Sampel yang digunakan adalah 5 dari Bank Umum Syariah (BUS) dan 5 dari Unit Usaha Syariah (UUS) yang masing-masing berkriteria mempunyai laporan keuangan dari tahun 2008-2010. Jadi sampel berjumlah 10 bank syariah. Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics N pemb.musyarakah Modal.Sendiri DPK Tingkat.Basil Valid N (listwise) 30 30 30 30 30 Minimum .000 .001 .000 .000 Maximum .176 3.638 8.789 1.032 Mean .01190 .48950 .69587 .04400 Std. Deviation .032773 .994555 1.636874 .188730

Sumber : Data sekunder yang diolah 2012.

Dari tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai variabel pembiayaan musyarakah adalah 0,01190 dengan standar deviasi 0,032773 dan minimum pembiayaan musyarakah 0,000 serta maksimum pembiayaan

musyarakah 0,176 atau 17,6% dari total asset yang dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri (BSM). Variabel modal sendiri dengan rata-rata 0,48950 dengan standar deviasi 0.994555 dan minimum modal sendiri sebesar 0,001 atau 0,1% yang dimiliki oleh Bank Internasional Indonesia (BII) serta maksimum modal sendiri sebesar 3,638 dimiliki oleh Bank CIMBniaga syariah.

Variabel dana pihak ketiga dengan rata-rata yang didapat sebesar 0,69587 dengan standar deviasi 1,636874 dan minimum dana pihak ketiga sebesar 0,000 yang dimiliki oleh Bank Internasional Indonesia (BII) serta maksimum dana pihak ketiga sebesar 8,789 yang diperoleh Bank Syariah Mandiri (BSM). Variabel tingkat bagi hasil memiliki rata-rata 0,04400 dengan standar deviasi 0,188730 dan minimum tingkat bagi hasil 0,000 serta nilai maksimumnya 1,032 yang dimiliki Bank CIMBniaga syariah. 4.3 Pengujian Terhadap Pemenuhan Asumsi Klasik Sebelum melakukan analisis data maka data diuji sesuai asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas tidak terdapat pada penelitian ini, sehingga data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali,2006). 1. Uji Multikolinieritas Bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dari tolerance value atau variance inflation factor (VIF) (Ghozali , 2006). Kriteria yang digunakan dalam pengujian multikolinieritas adalah sebagai berikut : o Apabila VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 maka, model regresi tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen.

o Apabila VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,1 maka model regresi terjadi multikolinearitas antar variabel independen. Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinieritas Tolerance VIF .598 .918 .631

Variabel Modal Sendiri

Hasil

1.677 Tidak terjadi multikolinearitas 1.089 Tidak terjadi multikolinearitas 1.585 Tidak terjadi multikolinearitas

Dana Pihak Ketiga Tingkat bagi hasil

Sumber : Data sekunder yang diolah 2012.

Dari tabel 4.2 menunjukan tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai tolerance lebih dari 0.10 berikut juga pada perhitungan nilai VIF menunjukan bahwa seluruh variabel memiliki nilai yang kurang dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel pada model regresi tersebut. 2 Uji Normalitas Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal (Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini untuk menguji normalitas menggunakan analisis grafik normal plot, dimana jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, dan sebaliknya jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal maka, model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot

Sumber : data sekendur yang diolah 2012.

Berdasarkan gambar tersebut terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta menyebar mengikuti garis diagonal, sehingga menunjukan bahwa model regresi tersebut layak digunakan karena telah memenuhi asumsi normalitas. Selanjutnya dibuktikan dengan uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis : H0 : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.3 Uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)


One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parameters
a

30 Mean Std. Deviation .0000000 .01050675 .228 .100 -.228 1.251 .088

Most Extreme Differences

Absolute Positive Negative

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.

Sumber : Data sekunder yang diolah 2012.

Dari tabel diatas diketahui besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 1,251 dan signifikansi pada 0,088 hal ini berarti H0 diterima yang berarti data residual berdistribusi normal. Hasil ini konsisten dengan uji menggunakan normal plot. 3. Uji Heteroskedastisitas Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain, jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas (Ghozali,2006). Dengan kriteria pengujian : y Jika pada gambar scatterplot membentuk pola tertentu maka

mengidentifikasi heteroskedastisitas.

Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titk menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu t, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homokedastisitas.

Gambar 4.2 Grafik Scatterplot

Sumber : Data sekunder yang diolah 2012.

Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat di simpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak di pakai untuk mengetahui pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran di Perbankan Syariah di

Indonesia berdasarkan pengaruh dari variabel independen modal sendiri, dana pihak ketiga, dan tingkat bagi hasil. 4. Uji linearitas Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan dalam suatu studi empiris sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Dengan uji linearitas akan diperoleh informasi apakah model empiris sebaiknya linear,kuadrat atau kubik (Ghozali:2006). Pengujian ini salah satunya dengan menggunakan metode Uji Durbin Watson dengan patokan (Santoso,2004): Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. Angka DW di antara -2 sampai +2 berati tidak ada autokorelasi. Angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif

y y y

Tabel 4.4 Hasil Uji Linearitas


Model Summaryb Change Statistics R Square Model 1 Change .897a F Change 75.659 df1 3 df2 26 Sig. F Change .000 Durbin-Watson 2.001

a. Predictors: (Constant), Tingkat.Basil, DPK, Modal.Sendiri b. Dependent Variable: pemb.musyarakah

Dari tabel 4.4 di atas terlihat bahwa nilai Durbin Watson adalah 2.001 yang berarti tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model regresi ini karena nilainya tidak melebihi 2. 4.4 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mencari pengaruh modal sendiri, dana pihak ketiga, dan tingkat bagi hasil terhadap pembiayaan musyarakah. Berdasarkan dari perhitungan dengan menggunakan program spss diperoleh hasil seperti tabel sebagai berikut : Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients 95% Confidence Interval for B Lower Model 1 (Constant) Modal.Sendiri DPK Tingkat.Basil B -.001 -.003 .018 .046 Std. Error .002 .003 .001 .014 -.104 .904 .267 Beta t -.447 -1.280 13.773 3.374 Sig. .659 .212 .000 .002 Bound -.006 -.009 .015 .018 Upper Bound .004 .002 .021 .075 .598 .918 .631 1.671 1.089 1.585 Tolerance VIF Collinearity Statistics

a.Dependent Variable : pemb.musyarakah.


Sumber : Data sekunder yang diolah 2012.

Persamaannya : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e. Y = -0.001 - 0.003X1 + 0.018X2 + 0.046X3 + e. Dari persamaan regresi berganda tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut :

1.

Nilai konstanta ( ) yang di dapat = -0.001, persamaan regresi tersebut menunjukan nilai intercept yang mengandung pengertian bahwa garis regresi memotong sumbu Y pada titik -0.001.

2.

Nilai koefisien regresi modal sendiri ( 1 ) sebesar -0.003 hal ini menunjukan bahwa variabel modal sendiri mempunyai hubungan negatif tidak signifikan terhadap variabel pembiayaan musyarakah, artinya semakin besar modal sendiri yang ada maka bank syariah justru akan menurunkan penawaran dalam pembiayaan musyarakah dikarenakan

ekuitas yang sebagai modal inti digunakan sebatas perhitungan CAR (Capital Adequate Ratio) sebagai indikator kemampuan penyerapan kerugian dan sebagai batas maksimum pemberian pembiayaan. 3. Dari hasil regresi nilai variabel DPK mempunyai hubungan positif signifikan dengan koefisien beta 0.018 yang berarti setiap kenaikan satu persen variabel dana pihak ketiga maka pembiayaan musyarakah yang disalurkan akan naik sebesar 0.018 atau 1,8 %. 4. Nilai koefisien variabel tingkat bagi hasil ( 3 ) sebesar 0.041hal ini menunjukan variabel tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap variabel pembiayaan musyarakah, artinya jika semakin tinggi tingkat bagi hasil akan semakin membuat Bank Syariah menawarkan pembiayaan musyarakah lebih banyak. 4.5 Uji Hipotesis Pengujian hipotesis yang digunakan dalan penelitian ini adalah uji secara parsial (Uji t).

Uji t ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen (modal sendiri, dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil) secara parsial terhadap variabel dependen (pembiayaan musyarakah). 1) Pengujian Hipotesis Ha1 Hipotesis Ha1 adalah hipotesis untuk variabel modal sendiri (H1) yang menyatakan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran perbankan syariah di Indonesia, dapat terlihat dari hasil olah spss signifikansi variabel modal sendiri lebih besar dari pada probabilitas yang telah ditentukan yaitu 0.212 > 0.05 , dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara modal sendiri terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran perbankan syariah di tolak. Maka dapat disimpulkan adanya kenaikan maupun penurunan pada modal sendiri perbankan tidak begitu berpengaruh terhadap pembiayaan musyarakah. 2) Pengujian Hipotesis Ha2 Hipotesis Ha2 adalah hipotesis untuk variabel dana pihak ketiga (H2) yang menyatakan berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran perbankan syariah di Indonesia, dapat terlihat dari hasil olah spss signifikansi variabel dana pihak ketiga lebih kecil dari pada probabilitas yang telah ditentukan yaitu 0.000 > 0.05, dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara dana pihak ketiga terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran perbankan syariah di Indonesia dapat diterima. Hal ini menunjukan semakin besar dana

pihak ketiga yang ada, maka bank syariah akan lebih banyak menawarkan pembiayaan musyarakahnya. 3) Pengujian Hipotesis Ha3 Hipotesis Ha3 adalah hipotesis untuk variabel tingkat bagi hasil (H3) yang menyatakan berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran perbankan syariah di Indonesia, dapat terlihat dari hasil olah spss signifikansi variabel dana pihak ketiga lebih kecil dari pada probabilitas yang telah ditentukan yaitu 0.02 > 0.05, dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara tingkta bagi hasil terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran perbankan syariah di Indonesia dapat diterima. Hal ini menunjukan semakin tinggi tingkat bagi hasil yang diberikan akan semakin membuat bank syariah menawarkan pembiayaan musyarakah lebih banyak. 4.6 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui perubahan

pembiayaan musyarakah (Y1) yang disebabkan modal sendiri (X1), dana pihak ketiga (X2) dan tingkat bagi hasil (X3). Berikut tabel koefisien determinasi : Tabel 4.6 Nilai Koefisien Determinasi

Std. Error Adjusted R Model R .947a R Square .897 Square .885 of the Estimate .011096 R square Durbinchange .897 Watson 2.001

a. Predictors: (Constant), Basil, Dpk, modl.sendiri

b. Dependent Variable: Pemb.Musyarakah

Sumber : Data sekunder yang diolah 2012.

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.6 di dapatkan Adjusted R Square sebesar 0,885. Hal ini berarti bahwa 88,5% variasi pembiayaan musyarakah dijelaskan oleh ketiga variabel independen modal sendiri, dana pihak ketiga dan tingkat bagi hasil. Sedangkan sisanya 11,5% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. 4.7 Uji Beda t-Test Dalam penelitian ini juga menggunakan uji beda. Uji beda t-Test digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Tabel 4.7 Hasil Independent Sampel T test
Group Statistics Status Pemb.Musyarakah BUS UUS N 15 15 Mean .01620 .00760 Std. Deviation .044725 .013600 Std. Error Mean .011548 .003512

Sumber : Data sekunder yang diolah 2012

Dari tabel 4.7 terlihat bahwa rata-rata pembiayaan musyarakah di Bank Umum Syariah (BUS) sebesar 0,01620atau 1,6%, sedangkan untuk pembiayaan musyarakah di Unit Usaha Syariah (UUS) dengan rata-rata sebesar 0,00760 atau 0,7%.

Tabel 4.8 Perbandingan BUS dan UUS


Independen Sample Test Levene's Test for Equality of Variances F Sig Pemb.Musyarakah equal varians assumed equal varians not assumed
Sumber : Data sekunder yang diolah 2012

t-test for Equality of Mean t Sig (2-tailed) .713 .713 .482 .486

1.660

.208

Terlihat dari output spss tabel 4.8 F hitung levene test sebesar

1.660

dengan probabilitas 0,208 , karena propabiltas lebih besar dari nilai 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H0 di terima atau memiliki variance yang sama.

Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variances assumed. Dari output spss tabel ini terlihat bahwa nilai t pada equal variance assumed adalah 713 dengan probabilitas signifikansi 0,482 (two tailed). Jadi disimpulkan bahwa rata-rata pembiayaan musyarakah antara BUS dan UUS sama. 4.8 Pembahasan 4.8.1 Modal Sendiri Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa modal sendiri memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran di Perbankan Syariah, sehingga H0 di terima. Hal tersebut ditunjukan dengan tingkat signifikansi t dengan probabilitas 0,212 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian membuktikan bahwa variabel modal sendiri tidak begitu mempengaruhi pembiayaan musyarakah dari sisi penawaran pada perbankan syariah di Indonesia. Hal

tersebut mungkin dikarenakan modal sendiri sebagai modal inti lebih digunakan sebatas untuk perhitungan CAR (Capital Adequate Ratio) sebagai indikator kemampuan penyerapan kerugian dan sebagai batas maksimum pemberian kredit / pembiayaan, padahal untuk memperoleh tingkat CAR yang baik bank tidak hanya mengandalkan modal inti saja, bisa mencari sumber dana yang lain seperti modal pinjaman maupun pinjaman subordinasi. Hal tersebut menjadikan menurunnya tingkat pembiayaan musyarakah jika modal sendiri lebih digunakan sebagai penyerap kerugian dan sebagai batas pemberian maksimum pembiayaan. Akhirnya modal sendiri bank bukan membantu dalam menyalurkan pembiayaan, tapi justru sebagai penutup kerugian. Hasil temuan tersebut menolak hipotesis pertama dalam penelitian ini yaitu semakin besar modal sendiri yang ada belum tentu bank syariah juga mampu menyalurkan pembiayaan musyarakah yang banyak pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh pratin dan adnan akhyar (2005) yang menyatakan bahwa modal sendiri berpengaruh positif tidak signifikan terhadap seluruh pembiayaan di perbankan syariah study kasus pada BMI. 4.8.2 Dana Pihak Ketiga Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial menunjukan bahwa dana pihak ketiga berpengaruh positif secara signifikan terhadap pembiayaan musyarakah, sehingga H0 ditolak, Hal tersebut ditunjukan dengan tingkat signifikansi t dengan probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05.

Hasil penelitian ini menunjukan kesesuaian dengan hipotesis, yang berarti apabila semakin besar dana pihak ketiga yang tersedia maka bank syariah akan dapat menyalurkan pembiayaan musyarakah yang lebih besar pula. Hal ini konsisten dengan teori yang dikatakan oleh Sudarsono (2003) dan Karim (2004) dalam Pratin dan Adnan (2005), salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan atau dana pihak ketiga, sehingga semakin besar dana pihak ketiga yang ada maka bank akan dapat menawarkan pembiayaan musyarakah yang lebih besar pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2001) yang menunjukan bahwa dana bank mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap penyaluran kredit usaha kecil oleh bank-bank Indonesia. 4.8.3 Tingkat Bagi Hasil Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial menunjukan bahwa tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap pembiayaan musyarakah, sehingga H0 ditolak. Terlihat dari hasil olah data spss dengan tingkat probabilitas yang dimiliki variabel tingkat bagi hasil lebih kecil dari pada tingkat probabilitas yang ditentukan yaitu 0,002 < 0,05. Yakni berarti bahwa semakin tinggi tingkat bagi hasil akan membuat bank syariah mampu menawarkan pembiayaan musyarakah lebih banyak. Karena dari sisi penawaran bank syariah, tingkat bagi hasil merupakan kunci keadilan bersama baik bagi pihak nasabah maupun dari pihak bank tersebut.

Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Duddy dan Nurul (2008) yang menyatakan tingkat bagi hasil berpengaruh positif terhadap pembiayaan musyarakah. Karena tingkat bagi hasil dapat menggerakan pembiayaan musyarakah dalam mengembangkan sektor riil baik digunakan untuk investasi maupun modal kerja. Dengan demikian banyak pelanggan (nasabah) bank syariah yang pada umumnya adalah konsumen yang sensitif dan kritis dalam hal system syariah. Mereka pada umumnya lebih mementingkan keuntungan yang didapat secara halal sesuai secara kebutuhan hukum islam, yaitu keuntungan dengan system bagi hasil tanpa adanya unsur riba. 4.8.4 Uji Beda t-test Setelah dilakukan uji beda t-test, terlihat bahwa dari rata-rata perbandingan pembiayaan musyarakah pada BUS (Bank Umum Syariah) maupun UUS (Unit Usaha Syariah) sama. Hal ini menunjukan skema pembiayaan musyarakah yang dilakukan BUS ( Bank Umum Syariah ) dan UUS (Unit Usaha Syariah) tidak terdapat perbedaan meskipun Bank Umum Syariah statusnya independent tidak bernaung di bawah sistem perbankan konvensional, sementara Unit Usaha Syariah masih bernaung di bawah aturan manajemen perbankan konvensional.

Padahal untuk memperoleh tingkat CAR yang baik bank tidak hanya mengandalkan modal inti saja, bank juga bisa mencari sumber dana lain seperti modal pinjaman dan pinjaman subordinasi.

Anda mungkin juga menyukai