makam. Para pengantar jenazah pun juga kesulitan membedakan sirkulasi makam dengan lahan makam itu sendiri saat mengantar jenazah ke petak makam keluarganya. 4. Keberadaan lampu penerangan tidak diperhatikan. Hal ini menjadikan kompleks makam menjadi angker terutama pada malam hari. 5. Pembedaan antara satu blok makam dengan blok makam yang lain juga tidak begitu jelas. Hal ini tentunya akan menjadikan peruntukan lahan makam bagi kelompok warga tertentu akan tidak jelas juga. Selain pembedaan antar blok makam yang tidak jelas, selak belukar rerumputan yang tumbuh di lahan makam tidak dipangkas dengan teratur dan rapi. Selak belukar rerumputan yang tinggi memberi kesan tidak terawat dan kumuh. Hal ini boleh jadi salah satu penyebabnya adalah jarak antar satu petak makam dengan petak makam lainnya saling berdempetan sehingga menjadikan para petugas kebersihan mengalami kesulitan merapikan selak belukar rerumputan yang sudah meninggi. Menyikapi realita ini, warga memiliki pandangan yang berbeda-beda. Warga sekitar makam yang termasuk golongan menengah ke bawah memandang penataan makam selama ini tidak ada persoalan. Salah seorang warga yang bernama bapak Ghosin menilai bahwa pemakaman bagi dirinya dan teman-teman sewarga sebagai tempat peristirahatan yang sejuk. Ia juga menilai bahwa pemakaman tidaklah angker. (sumber : wawancara salah seorang warga di makam Islam Putat Gede). Penilaian berbeda bagi para peziarah. Salah seorang peziarah yang bernama bapak Djamaluddin menilai bahwa penataan makam begitu semrawut. Hal ini menyulitkan aktivitas berziarah ke makam keluarga yang terletak di tengah-tengah lahan makam karena peziarah harus berhati-hati jalannya agar tidak melangkahi makam orang lain dan tidak terpeleset (sumber : wawancara salah seorang peziarah di makam Islam Putat Gede). Penilaian juga berbeda bagi warga yang termasuk golongan menengah ke atas terutama yang tinggal di perumahan real estate. Mereka menilai bahwa keberadaan makam tidak dirasa nyaman jika ada di dekat atau berbatasan
2
dengan rumah mereka. Jika ada makam yang ada di dekat atau berbatasan dengan rumah mereka, mereka tidak akan membeli rumah hunian itu. Hal ini bisa ditunjukkan dengan tiga kasus pada pengadaan makam di perumahan real estate berikut ini (sumber:wawancara pelaku pengembangan Real Estate, Ir. Riswanto) : 1. Kasus pertama, PT Arthawahana Dinamika membangun
perumahan Pratama di tahun 1993. Perumahan real estate ini berlokasi di kawasan Wiyung. Menyikapi persyaratan ijin berupa pemakaman, PT ini melakukan berbagai upaya agar makam tidak diadakan di real estate agar nilai jual real estatenya tidak jatuh. Kemudian, PT ini membeli lahan baru di luar lokasi real estatenya untuk dibangunkan makam untuk memenuhi persyaratan
pemerintah ini. 2. Kasus kedua, PT Ardhi Bangun Pertiwi membangun perumahan Palem Pertiwi di tahun 1999. Perumahan real estate ini berlokasi di kawasan Menganti, Gresik. Lahan yang dia pilih rupanya memang sudah terdapat makam masyarakat. Sehingga, ia tidak bisa melakukan sebagaimana yang dilakukan PT Arthawahana
Dinamika selain mewadahi keberadaan makam yang ada di dalam lokasi real estatenya. Selain itu, ia harus menambah jumlah pemakaman yang ada sebagai persyaratan ijin pembangunan real estate. Adanya keberadaan makam ini menjadikan perumahan yang berdiri di perbatasan makam turun nilai jualnya. Kalaupun terjual, biasanya hunian ini dialih fungsikan sebagai tempat kerja saja. 3. Kasus ketiga, PT Bintang Diponggo membangun perumahan Dosen Ikip Prapen di tahun 1982. Perumahan real estate ini berlokasi di Trenggilis. Kasus yang sama dirasakan oleh PT Bintang Diponggo , yakni keberadaan makam yang sudah ada di lahan real estate. Akibatnya, perumahan yang berdiri di perbatasan makam bernasib sama dengan perumahan yang ada di Menganti, Gresik yakni nilai jualnya turun.
Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1, 2007, pasal 6 Makam Islam merupakan bagian dari ruang hijau. Dengan demikian, fungsi dari makam tidak hanya sebagai kuburan melainkan juga berfungsi sebagai tempat yang teduh dan berudara sejuk sebagaimana fungsi ruang hijau pun juga demikian (Heinz, 2006). Realitanya, para peziarah merasa kepanasan dan tidak nyaman saat berziarah. Warga menengah ke atas pun memiliki rasa takut untuk memilih hunian yang berdempetan dengan makam. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah perlu didetailkan lagi dalam sebuah panduan penataan makam Islam. Panduan itu bertujuan untuk memberikan arahan-arahan yang semakin jelas dalam implementasi penataan makam. Harapannya, dengan panduan ini penataan makam Islam benar-benar tidak hanya berfungsi sebagai kuburan tapi juga berfungsi sebagai tempat yang teduh, berudara sejuk, rekreatif. Hal ini tentu saja akan sangat bermanfaat bagi peziarah dan warga yang tinggal di sekitar makam. Dari sinilah pentingnya penelitian panduan penataan makam islam di Surabaya dilakukan.
mengakomodasi keluhan peziarah dan sebagian warga sehingga makam tidak hanya berfungsi sebagai kuburan?
pemakaman Islam yang sedang diteliti dan orang-orang yang berziarah di pemakaman tersebut berkenaan dengan penataan makam Islam 3. Mengevaluasi/mengelaborasi hasil pengamatan dan persepsi terkait penataan makam-makam Islam 4. 5. Menentukan kriteria penataan makam Islam Merumuskan panduan penataan makam Islam
Sedangkan untuk orientasi penelitiannya akan menekankan pada hal-hal berikut: 1. Pengamatan/observasi yang dilakukan sendiri oleh peneliti dalam kedudukannya sebagai peneliti akademis. Observasi ini akan dibantu dengan pendokumentasian visual sebagai dasar utama dalam mengevaluasi dan merumuskan bentuk panduan penataan makam islam dalam membuka lahan makam baru. 2. Persepsi warga kota yang tinggal di sekitar makam Islam yang sedang diteliti dan para warga yang berziarah, terkait penataan makam. 3. 4. Pendekatan melalui analisa peniliaian penataan makam islam Bentuk panduan penataan ulang makam Islam dan makam Islam baru melalui gambar-gambar sketsa.