Anda di halaman 1dari 8

TUGAS STRUKTUR BANGUNAN BETON

BEBBY IDHIANI NIKITA (3109100075)

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2012

A. RING OF FIRE
Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (bahasa Inggris: Ring of Fire) adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya (56% dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar) adalah sabuk Alpide yang membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika. Berikutnya adalah Mid-Atlantic Ridge

Gambar Ring of Fire

Beberapa daratan dan lautan yang membentuk Lingkaran Api Pasifik (dari arah barat daya, berlawanan arah jarum jam):
y y y y y y y y y y y y

Selandia Baru Palung Kermadec Palung Tonga Palung Bougainville Indonesia Gunung Merapi Filipina Palung Filipina Palung Yap Palung Mariana Palung Izu Bonin Palung Ryukyu

y y y y y y y y y y y y

Jepang Gunung Fuji Palung Jepang Palung Kurile Kamchatka Kepulauan Aleutia Palung Aleutia American cordillera Alaska Pacific Coast Range British Columbia Barisan Peg. Cascade

y y y y y y y y y y

Gunung St. Helens California Meksiko Palung Amerika Tengah Guatemala Nikaragua Kolombia Ekuador Peru Palung Peru-Chili Trench

B. SUBDUCTION
Zona subduksi atau penekukan terjadi ketika lempeng samudra bertabrakan dengan lempeng benua, dan menelusup ke bawah lempeng benua tersebut ke dalam astenosfer. Lempeng litosfer samudra mengalami subduksi karena memiliki densitas yang lebih tinggi. Lempeng ini kemudian mencair dan menjadi magma. Subduksi menyebabkan terbentuknya palung laut, misalnya palung Mariana, serta menyebabkan terbentuknya pegunungan. Gunung berapi yang terjadi sepanjang zona perbatasan ini, seperti misalnya Puncak Saint Helens dan Krakatau, disebut sebagai gunung berapi zona subduksi. y Subduction angle: a. Flat-slab subduction (<30): terjadi ketika subduction di litosfer, yang disebut slab, bersubduksi horizontal atau hampir-horizontal. Lempengan slab datar dapat memanjang hingga ribuan kilometer. b. Steep-angle subduction (>70): terjadi di zona subduksi di mana kerak samudera bumi dan litosfer sudah tua dan tebal sehingga kehilangan daya apungnya.

C. SEBAB-SEBAB TERJADINYA GEMPA BUMI


Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi. Litosfer pada mulanya berupa lempeng berupa lempeng raksasa yang disebut pangea kemudian karena adanya arus konveksi pada lapisan atmosfer sehingga menyebabkan lempeng tadi bergerak dan terbagi menjadi segmen segmen atau lempeng lempeng yang lebih kecil. Sampai sekarang lempeng-lempeng tadi masih terus bergerak. Lempeng lempeng tersebut antara lain : lempeng Indoaustralia, lempeng Pasifik, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Selatan, lempeng Amerika Utara, dll. Teori ini disebut dengan teori lempeng tektonik yang pertama kali dikemukakan oleh Alfred Weigner.

Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidap dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-15cm pertahun. Kadang-kadang, derakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.

D. SKALA RICHTER (SR)


Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak 100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini diusulkan oleh fisikawan Charles Richter. Untuk memudahkan orang dalam menentukan skala Richter ini, tanpa melakukan perhitungan matematis yang rumit, dibuatlah tabel sederhana seperti gambar di samping ini. Parameter yang harus diketahui adalah amplitudo maksimum yang terekam oleh seismometer (dalam milimeter) dan beda waktu tempuh antara gelombang-P dan gelombang-S (dalam detik) atau jarak antara seismometer dengan pusat gempa (dalam kilometer). Dalam gambar di samping ini dicontohkan sebuah seismogram mempunyai amplitudo maksimum sebesar 23 milimeter dan selisih antara gelombang P dan gelombang S adalah 24 detik maka dengan menarik garis dari titik 24 dt di sebelah kiri ke titik 23 mm di sebelah kanan maka garis tersebut akan memotong skala 5,0. Jadi skala gempa tersebut sebesar 5,0 skala Richter. Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya. Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi.

E. PLATE (LEMPENG)
>> Lempeng Tektonik Teori tektonika Lempeng (Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an. Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi. Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a.

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor gerakannya

Jenis-jenis Batas Lempeng:


Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah: 1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San Andreas di California. 2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen 3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua. Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air), sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary)

Peta lempeng-lempeng tektonik

F. GEMPA YANG TERJADI DI DUNIA. Skala gempa dalam Richter


Goncangan 1: 7.8 SR Goncangan 2: 7.3 SR Goncangan 3: 7.2 SR 7.9 SR 9.5 SR 9.2 SR 6.9 SR

Lokasi/Negara/Kota
Kanto, Jepang (1923)

Keterangan Korban Jiwa


Korban meninggal dan hilang sebanyak lebih dari 105.000 orang

Perkiraan Biaya Kerugian

Sumatera Barat, Indonesia Chile, Amerika (1960) Prince Silliam Sound, Alaska (1964) Nabire, Papua (2004)

1.195 orang, terdiri atas 983 orang ditemukan jasadnya dan teridentifikasi serta 212 orang hilang tak ditemukan sekitar 5.000 orang tewas dan dua juta orang kehilangan rumah merenggut 125 nyawa sebanyak 26 orang

Rp 21,58 Triliun

311 juta dolar AS Rp 360 miliar

Anda mungkin juga menyukai