Anda di halaman 1dari 8

BAB II Pembahasan

1. Pengertian Desa Siaga

Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes, 2007). Pos Kesehatan Desa Poskesdes adalah Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. UKBM yang sudah dikenal luas oleh masyarakat yaitu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Warung Obat Desa, Pondok Persalinan Desa (Polindes), Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain (Depkes, 2007). Untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa, Poskesdes memiliki kegiatan: 1. Pengamatan epidemiologi sederhana terhadap penyakit terutama penyakit menular yang berpotensi menimbulkan 2. Kejadian Luar Biasa (KLB) dan faktor resikonya termasuk status gizi serta kesehatan ibu hamil yang beresiko. 3. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB serta faktor resikonya termasuk kurang gizi. 4. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdarutan kesehatan. 5. Pelayanan medis dasar sesuai dengan kompetensinya. 6. Promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyehatan lingkungan dan lain-lain.
1

Dengan demikian Poskesdes diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM yang ada di masyarakat desa. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, Poskesdes harus didukung oleh sumber daya seperti tenaga kesehatan (minimal seorang bidan) dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya 2 orang kader. Selain itu juga harus disediakan sarana fisik berupa bangunan, perlengkapan dan peralatan kesehatan serta sarana komunikasi seperti telepon, ponsel atau kurir. Untuk sarana fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara/alternatif yaitu mengembangkan Polindes yang telah ada menjadi Poskesdes, memanfaatkan bangunan yang sudah ada misalnya Balai Warga/RW, Balai Desa dan lain-lain serta membangun baru yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah), donatur, dunia usaha, atau swadaya masyarakat. Kriteria Desa Siaga Kriteria desa siaga meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Adanya forum masyarakat desa Adanya pelayanan kesehatan dasar Adanya UKBM Mandiri yang dibutuhkan masyarakat Dibina Puskesmas Poned Memiliki system surveilans (faktor resiko dan penyakit) berbasis masyarakat. Memiliki system kewaspadaan dan kegawatdaruratan bencana berbasis desa setempat

masyarakat. 7. 8. 9. Memiliki system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat. Memiliki lingkungan yang sehat. Masyarakatnya ber perilaku hidup bersih dan sehat.

Tahapan desa siaga : 1. Bina yaitu desa yang baru memiliki forum masyarakat desa, pelayanan kesehatan dasar, serta ada UKBM Mandiri. 2. Tumbuh yaitu desa yang sudah lebih lengkap dengan criteria pada tahapan bina ditambah dengan dibina oeh puskesmas Poned, serta telah memiliki system surveilans yang berbasis masyarakat.
2

3.

Kembang yaitu desa dengan criteria tumbuh dan memiliki system kewaspadaan dan kegawatdaruratan bencana serta system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat yang telah berjalan.

4.

Paripurna yaitu desa yang telah memiliki seluruh criteria desa siaga.

SASARAN DAN KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SIAGA Sasaran Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa Siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
y

Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan

hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap per-masalahan kesehatan di wilayah desanya.
y

Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu

dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama; tokoh perempuan dan pemuda; kader; serta petugas kesehatan
y

Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan

perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain, seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan Iainnya. Kriteria
y Sebuah desa telah menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang -

kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).

A. Siaga Maternal

Tingginya komplikasi yang terjadi hingga menyebabkan kematian ibu dan


3

janin amatlah miris terjadi di negara kita. Angka kematian ibu dan bayi hingga saat ini merupakan kasus yang mencolok dalam dunia kesehatan. Selama ini perhatian dan intervensi yang diberikan oleh petugas kesehata, termasuk bidan, hanya berfokus kepada determinan langsung penanganan

komplikasi yang terjadi pada ibu hamil, bersalin maupun nifas. Pelayanan yang diberikan adalah bersifat kuratif, padahal dalam dunia kesehatan, khususnya kebidanan aspek terpenting yang harus diperhatikan dan dijalankan demi berkurangnya angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi adalah dengan promotif dan preventif.

Selama ini tenaga kesehatan lupa bahwa pohon berbuah karena adanya akar. demikianlah masalah-masalah yang timbul yang terjadi termasuk masalah kesehatan adalah berakar pada masyarakat. status kesehatan seseorang sedikit banyaknya berpengaruh karena masyarakat dan lingkungan sekitarnya. masyarakat seharusnya tahu, mau dan mampu dalam meningkatkan status kesehatannya. untuk itu

masyarakat harus diberdayakan supaya kesejahteraaan hidup tercapai.

Pemerintah telah melakukan beberapa strategi dan metoda yang dilakukan demi tercapainya pemberdayaan masyarakat, contohnya adalah desa siaga. Suatu desa dikatakan siaga bila masyarakatnya telah mampu untuk mengembangkan kesehatan warganya. Sampai kepada saat ini program-program terus dikembangkan dan digalakkan, seperti Program Perencanaan Penanganan Pencegahan dan Komplikasi atau yang dikenal dengan sebutan P4K. Spesifikasi program P4K adalah siaga maternal.

Siaga maternal merupakan suatu program yang bersumberdaya masyarakat. Bentuk dari siaga maternal berupa tabungan ibu bersalin (tabulin), dana sosial bersalin (dasolin), angkutan ibu bersalin (anglin), donor darah desa, dan notifikasi pemetaan ibu bersalin. Semua program ini akan berhasil jika dijalankan bersama-sama karena bidan tidak dapat bekerja sendiri untuk memberdayakan masyrakat. Untuk itulah dibutuhkan peran serta tokoh-tokoh desa dan masyrakat dalam mensukseskan program
4

ini.

Tabulin adalah program yang dirancang untuk ibu yang akan bersalin untuk memenuhi biaya persalinannya. Sejak kapan ibu harus menabung? Jawaban yang paling tepat adalah sejak ibu merencanakan kehamilan. Tentunya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam justifikasi program ini, seperti ibu tidak punya uang untuk ditabung. Untuk makan sehari-hari saja sudah sulit apalagi untuk menabung. Sebagai pengelola, bidan harus mempunyai solusi. Solusi yang ditawarkan adalah dengan menggunakan dasolin. Ya, sumbangan sukarela yang dikumpulkan masyarakat akan membantu memenuhi kebutuhan biaya persalinan. Tentunya

dasolin dibuat berdasarkan kesepakan bersama. Misalnya setiap kepala keluarga menyisihkan Rp.1000,-/ bulan ke kotak dasolin. Dasolin ini sebenarnya dibuat dengan berbagai mcam tujuan selain untuk biaya persalinan, seperti kematian atau untuk pembangunan musola. Bila berdasarkan kesepakatan, misalnya hanya 10 % dasolin untuk membantu biaya persalinan ibu "A", tentunya si ibu harus mempunyai strategi untuk manabung karena dasolin hanya bersifat membantu. Selain itu ada anglin. Anglin atau yang kerap kali disebut ambulan desa bisa berupa kendaraan milik pribadi ataupun nonpribadi, bisa berbentuk mobil, motor, becak, andong, atau bahkan tandu. Hal ini disesuaikan dengan keadaan dan kondisi fisik dari suatu tempat. Donor darah desa dikoordinir oleh bidan, bekerja sama dengan rumah sakit. Sebelumnya warga yang akan mendonorkan darahnya dites pakah golongan darah sesuai atau tidak, jika sesuai dilakukan pengambilan darah sehingga nantinya jika ibu mengalami komplikasi bisa segera dicegah. Notifikasi pemetaan ibu hamil bersalin dan nifas dilakukan oleh bidan bekerjasama dengan mAasyrakat. Hal ini berkaitan dengan data yang akan dilaporkan ke pemda dalam pencatatan dengan tujuan mengetahui perkembangan ibu hamil di daerah tersebut sehingga terpenuhinya upaya kesejahteraan ibu hamil.

B. Tanggap darurat bencana Pengertian Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kesakitan, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Jenis bencana Secara garis besar, bencana digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, misalnya: gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin puyuh, dan tanah longsor. 2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam, misalnya bencana akibat kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh interaksi antar manusia, misalnya konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas di dalam masyarakat, teror dan kerusuhan. Tanggap Darurat Bencana

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Segera setelah bencana alam yang tergolong berskala besar terjadi, selain Pemerintah juga banyak pihak baik kelompok maupun Instansi/Lembaga di dalam masyarakat, dari dalam maupun luar negeri ingin berkontribusi menolong sesama yang terkena dampak bencana. Banyaknya pihak yang berkontribusi pada saat yang bersamaan di suatu lokasi yang sama dapat mengakibatkan tidak terkoordinasi dan tidak terpadunya upaya penanggulangan bencana apabila tidak dilakukan upaya

pengendalian/pengaturan yang terkoordinasi. Untuk menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh maka semua pihak (Instansi/Lembaga/Kelompok) yang terlibat dalam penanggulangan bencana harus mengacu pada sistem yang sama yang disebut Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat bencana meliputi:

1. Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan kerugian di daerah bencana serta sumber daya yang tersedia. 2. Menentukan status keadaan darurat bencana. 3. Melakukan penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena bencana. 4. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang terkena bencana. 5. Melindungi kelompok rentan (bayi, anak-anak, ibu hamil, wanita, lansia, dan penduduk dengan kebutuhan khusus (misal: cacat jasmani dan orang sakit). 6. Melakukan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

Semua kegiatan dalam dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana dikendalikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sesuai dengan

kewenangannya.

Pengkajian secara cepat dan tepat dilakukan oleh Tim Kaji Cepat berdasarkan

penugasan dari Kepala BNPB atau Kepala BPBD sesuai dengan kewenangannya. Tujuan pengkajian ini untuk menentukan kebutuhan dan tindakan yang tepat.

Penentuan status bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dan ditetapkan oleh presiden untuk tingkat nasional, oleh Gubernur untuk tingkat provinsi dan oleh Bupati untuk tingkat kabupaten/kota.

Penyelamatan dan evakuasi dilakukan oleh Tim Gerak Cepat dengan melibatkan masyarakat dibawah komando Komandan Penanganan Darurat Bencana.

Pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, lembaga usaha, lembaga internasional dan/ lembaga asing nonpemerintah sesuai dengan standar minimum sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan prioritas kepada korban bencana yang mengalami luka parah dan kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial. Kegiatan ini dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/ Kepala BPBD dengan pola pendampingan.

Pemulihan segera prasarana dan sarana vital bertujuan agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung. Kegiatan ini dilakukan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan kewenangannya oleh Kepala BNPB dan/ Kepala BPBD sesuai dengan

Anda mungkin juga menyukai