Anda di halaman 1dari 2

Mbak Ani adalah pembantu rumah tangga kami.

Kami sekeluarga sangat menyayanginya karena dia sudah lebih dari lima belas tahun tinggal bersama kami. bagi saya sendiri, mbak Ani sudah seperti ibu saya sendiri, dialah yang mengurus saya sejak kecil. Selama ini, tidak ada masalah dengan mbak Ani, sampai pada suatu waktu terjadilah sebuah peristiwa. Mbak Ani menangis tersedu-sedu setelah aku pulang dari sekolah. Aku merasa kaget melihat hal itu. Mbak, kenapa nangis? tanyaku. Mbak Ani tidak menjawab, Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil tetap menangis tersedu-sedu. Mbak, apa sebenarnya yang terjadi ? tanyaku kembali. Mbak Ani berhenti sesaat. Di pandangnya wajahku dalam-dalam. enggak ada apa-apa, han, jawabnya perlahan-lahan. Aku tak percaya. Tidak mungkin kalau tidak ada masalah, Mbak Ani akan menangis. Selama bekerja pada keluarga kami, saya tak pernah mendengar Mbak Ani mengelu. Semua situasi dihadapinya dengan tabah. Akh, yang bener Mbak. Saya tahu benar Mbak. Bagi saya Mbak sudah seperti ibu. Oleh karena itu apa yang Mbak rasakan, dapat saya rasakan, kataku sambil memeluk Mbak Ani. Merasa dirinya dipeluk Mbak Ani bukanya diam.tangisanya makin menjadi. Dan tak terasa air mataku juga ikut meleleh. Mbak, ada apa? Katakan padaku! kataku sambil merengek. Mbak Ani berusaha menghentikan tangisannya. Eh anu han, Mbak akan berhenti bekerja. Mbak akan pulang kampung! Saat itu saya merasa terkejut seperti ada petir di siang bolong. Mbak, Mengapa Mbak pulang kampung? Mbak tidak betah lagi tinggal di rumah ini ? tanyaku beruntun. Sejenak Mbak Ani terdiam. Tapi akhirnya dia berkata juga, Mbak tidak enak, karena tadi pagi tuan dan nyonya bertengkar. Mereka bertengkar saat Jehan sekolah. Katanya, nyonya kehilangan perhiasan. Nyonya menuduh tuan telah menjualnya untuk diberikan kepada teman selingkuhannya. Sedangkan tuan tidak merasa mengambilnya, Lalu apa hubungannya dengan Mbak Ani? tanyaku tak mengerti. Mbak Ani diam sejenak. Tiba-tiba air matanya kembali merembes melalui selasela mata. Anu, han Mbak Ani yang mengambil perhiasan tersebut !

Jawabnya terbata-bata. Pengakuan Mbak Ani ini lebih mengejutkan lagi. Saya sama sekali tidak mempercayainya walaupun keluar dari mulut Mbak Ani. Selama ini, Mbak Ani orang yang sangat jujur. Mbak Ani tidak pernah melakukan kecurangan, apalagi mencuri. Mbak Ani sangat tekun beribadah. Berapa gram, Mbak ? Lima gram ? Hanya lima gram? Untuk apa Mbak melakukan semua itu ? Mbak Ani diam lagi. Kemudian dipandangnya wajahku dalam-dalam. Lalu merunduk kembali sambil berkata perlahan. Mbak melakukan untuk menolong si Intan, pembantu rumah sebelah. Kemarin Intan datang kesini. Intan menangis, katanya dia sering disiksa oleh dunungannya, bahkan sering disulut oleh rokok, dan bahkan disetrika. Dia mau kabur tapi dia tak punya uang. Dia minjem kepada Mbak, tapi tak ada, Karena kasihan, Mbak mencari uang ke laci kaca hias Nyonya. Tapi tak ada. Tiba-tiba Mbak melihat cincin Nyonya tergeletak di atas meja. Tanpa pikir panjang Mbak mengambilnya dan menyerahkannya kepada si Intan untuk dijual agar dia bisa pulang, Aku terenyuh mendengar kata-kata Mbak Ani. Ternyata Mbak Ani melakukan semuanya untuk menolong orang lain. Secara spontan aku memeluk kembali Mbak Ani kuat-kuat, lalu menciumnya. Mbak Ani tanpak heran. Mbak, ternyata Mbak berhati mulia. Aku bangga diasuh dan dibesarkan oleh Mbak. Jangan menyesali perbuatan yang sudah dilakukan, Aku punya tabungan Mbak,kita beli lagi cincin itu,ke tokok di mana si Inem menjualnya ? katanya ke toko Mustika ! Aku dan Mbak Ani pergi ke toko Mustika, tak lama,cincin itu masih ada. Aku membelinya kembali. Mbak Ani terlihat gembira, Mbak, jangan pulang ya ? kataku sambil tersenyum, kulihat mata Mbak Ani berkca-kaca.

Anda mungkin juga menyukai