Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FARMASI FISIKA

Oleh NURFIDDIN FARID

JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR SAMATA - GOWA 2012

KERAPATAN DAN BERAT JENIS Berat jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya pada suhu 25C), sedangkan rapat jenis (specific gravity) adalah perbandingan antara bobot zat pada suhu tertentu ( dalam bidang farmasi biasanya digunakan 25/25). Berat jenis didefenisikan sebagai perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan air. Harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika dengan tidak cara lain yang khusus. Oleh karena itu, dilihat dari defenisinya, istilah berat jenis sangat lemah. Akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni bermassa jenis 1 g/cm atau 1000 kg/m. Berat jenis merupakan bilangan murni tanpa dimensi (Berat jenis tidak memiliki satuan), dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Dalam bidang farmasi kerapatan dan berat jenis suatu zat atau cairan digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat. alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu piknometer. Piknometer digunakan untuk mencari bobot jenis dan hidrometer digunakan untuk mencari rapat jenis. Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas antara 10ml-50ml.. Pengujian kerapatan dilakukan untuk menentukan 3 macam kerapatan jenis yaitu : 1. Kerapatan sejati, Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang terbuka dan tertutup. 3. Kerapatan nyata. Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori/lubang terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup.

4. Kerapatan efektif. Massa parikel dibagi volume partikel termausk pori yang tebuka dan tertutup. Seperti titik lebur, titik didih atau indeks bias (bilangan bias). Kerapatan relatif merupakan besaran spesifik zat. Besaran ini dapat digunakan untuk pemeriksan konsentrasi dan kemurniaan senyawa aktif, senyawa bantu dan sediaan farmasi. Metode penentuan untuk cairan : Metode Piknometer. Prinsip metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruang, yang ditempati cairan ini. Untuk ini dibutuhkan wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian metode piknometer akan bertambah hingga mencapai keoptimuman tertentu dengan bertambahnya volume piknometer. Keoptimuman ini terletak pada sekitar isi ruang 30 ml. Metode Neraca Hidrostatik. Metode ini berdasarkan hukum Archimedes yaitu suatu benda yang dicelupkan ke dalam cairan akan kehilangan massa sebesar berat volume cairan yang terdesak. Metode Neraca Mohr-Westphal. Benda dari kaca dibenamkan tergantung pada balok timbangan yang ditoreh menjadi 10 bagian sama dan disitimbangkan dengan bobot lawan. Keuntungan penentuan kerapatan dengan neraca Mohr-Westphal adalah penggunan waktu yang singkat dan mudah dlaksanakan. Metode areometer. Penentuan kerapatan dengan areometer berskala (timbangan benam, sumbu) didasarkan pada pembacaan seberapa dalamnya tabung gelas tercelup yang sepihak diberati dan pada kedua ujung ditutup dengan pelelehan.

A. KELARUTAN Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam

sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh. Kristal gula + air larutan gula Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble). Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya disebut lewat jenuh (supersaturated). Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada larutan jenuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain jenis zat terlarut, jenis pelarut, temperatur, dan tekanan.

Aturan kelarutan unsur kimia Garam-garam yang larut 1. Semua garam dari logam alkali dapat larut. 2. Semua garam dari ion amonia (NH4+) dapat larut.
3. Semua garam dari anion berikut ini larut : ion nitrat (NO3-), ion klorat

(ClO3), ion perklorat (ClO4 -), dan ion asetat (C2H3O2-). Garam yang umumnya larut dengan beberapa pengecualian
1. Semua klorida, bromida dan iodida larut kecuali Ag+, Pb2+, dan Hg2 2+.

(Perhatikan bahwa air raksa pada keadaan bilangan oksidasi +1 berada sebagai ion diatomik Hg2 2+).
2. Semua sulfat (SO4 2-) larut kecuali dari Ca2+, Sr2+, Ba2+, dan Pb2+.

Garam yang umumnya taklarut dengan beberapa pengecualian 1. Semua oksida logam tak larut, keciali oksida logam alkali Ca2+, Sr2+, dan Ba2+. Ingat bahwa oksida logam adalah anhidrida basa yang bila bereaksi dengan air akan memberikan ion hidroksida : O2 + H2O 2OH Sebab itu, oksida logam yang larut bila bereaksi dengan air, dalam larutan akan memberikan hidroksidanya misalnya : CaO(S) + H2O Ca2+ (aq) + 2 OH- (aq) 2. Semua hidroksida tak larut, kecuali hidroksida dari logam alkali, Ca2+, Sr2+, dan Ba2+.
3. Semua karbonat (CO3 2-), fosfat (PO43-), sulfida (S2-) san sulfit (SO32-) tak

larut kecuali dari ion NH4+ dan logam alkali (tentu saja kekecualian ini sudah diketahui karena telah diketahui bahwa semua garam amonium dan garam logam alkali adalah larut).

A. EMULSIFIKASI Emulsifikasi merupakan proses pembentukan emulsi pada suatu sediaan farmasi (susanti.2008) . Terdapat beberapa pengertian tentang emulsi, yaitu :

1. Menurut FI III : 9 Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. 2. Menurut Parrot : 354 Emulsi adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran yang tidak saling bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan emulgator keseluruh partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya 0.2 50 m. 3. Menurut Physical Pharmacy : 522 Emulsi adalah sistem yang tidak stabil secara termodinamika mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur satu diantaranya terdispersi sebagai globulglobul (fase pendispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan adanya bahan pengemulsi/emulgator. Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi dapat dibuat dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masing-masing berbeda bergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang berbeda untuk mencapai suatu produk yang stabil. Zat pengemulsi bisa dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut : a) Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorpsi pada antarmuka minyak/air membentuk lapisan monomolekular dan mengurangi tegangan antarmuka. b) Koloid hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar tetesan tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi o/w. c) Partikel-partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorpsi pada batas antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur dan membentuk suatu lapisan partikel di sekitar bola-bola terdispers. Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi yang mempunyai fase dalam

minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi m/a. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi a/m. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat). Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang tidak sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil. a. Pengaruh emulgator yang tidak sesuai b. Pengaruh suhu
c. Penambahan air

Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah : 1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension) Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis

yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawasenyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik tetentu antara lain sabun. Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur. 2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge) Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni : Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air. Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak 3. Teori Interparsial Film Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers. Dengan

terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah : Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.

Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.

1. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda) Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung bermuatan bermuatan berhubungan sejenis, yang dengan permukaan lapisan minyak akan akan sedangkan berikutnya

berlawanan

dengan

lapisan

didepannya.

Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena susunan listrik yang menyelubungisesama partikel akan tolak menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel. Terjadinya disekitarnya.
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya

absorpsi

ion

oleh

partikel

dari

cairan

A. DISOLUSI Disolusi didefenisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut. Secara prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut. Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul. Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat kedalam larutan pada suatu medium. Disolusi menunjukkan jumlah bahan obat yang terlarut dalam waktu tertentu. Disolusi menggambarkan efek obat secara invitro, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat secara invitro. Metode Uji Disolusi Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Dari jenis alat penggunaannya dari salah satu sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi yaitu: a. Tipe keranjang Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan

suhu dalam wadah pada 37 0,5C selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. b. Tipe dayung Bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi. Jarak 25 mm 2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori yaitu: 1. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat Sifat-sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi kelarutan, bentuk kristal, bentuk hidrat solvasi dan komleksasi serta ukuran partikel. Sifat-sifat fisikokimia lain seperti kekentalan serta keterbasahan berperan terhadap munculnya permasalahan dalam disolusi seperti terbentuknya flokulasi, flotasi dan aglomerasi. 2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan pembantu dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan pada laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung di dalamnya. Secara umum laju disolusi akan menurun menurut urutan sebagai brikut: suspensi, kapsul, tablet, dan tablet salut. Secara teoritis disolusi bermacam sediaan padat tidak selalu urutan dan

masalahnya sama, karena diantara masing-masing bentuk sediaan padat tersebut akan ada perbedaan baik ditinjau dari segi teori maupun peralatan uji disolusi, seperti pada sediaan berbentuk serbuk, kapsul, tablet-kaplet, suppositoria, suspensi, topikal dan transdermal. 3. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji Faktor ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan yang meliputi kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang dipakai. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang berkontak dengan pelarut. Suhu medium berpengaruh terhadap kelarutan zat aktif. Untuk zat yang kelarutannya tidak tergantung pH, perubahan pH medium disolusi tidak akan mempengaruhi laju disolusi. A. MIKROMERITIK Mikromeritik biasanya diartikan sebagai ilmu dan teknologi tentang partikel yang kecil. Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan berbagai cara. Ukuran diameter rata-rata, ukuran luas permukaan rata-rata, volume rata-rata dan sebagainya. Pengertian ukuran partikel adalah ukuran diameter rata-rata. Pentingnya mempelajari mikromiretik, yaitu: 1. 2. 3. dan topikal 4. 5. Pembuatan obat bentuk emulsi, suspensi dan duspensi Stabilitas obat (tergantung dari ukuran partikel). Menghitung luas permukaan Sifat kimia dan fisika dalam formulasi obat

Secara teknis mempelajari pelepasan obat yang diberikan secara per oral, suntikan

Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel: Mikroskopi Optik Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan atau tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas mekanik.

Di bawah mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel terlihat, diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Pemandangan dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar di mana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan diproyeksikan ke layar untuk diukur. Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang harus dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi , menjadikan metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun demikian pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikelpartikel lebih dari satu komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini. Pengayakan Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini penentunya adalah pengukuran geometrik partikel. Sampel diayak melalui sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya. Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah kirakira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan. Dengan cara sedimentasi Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks. Dasar untuk metode ini adalah Aturan Stokes: d = 18
(- o)g

h t

Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini adalah metode pipet, metode hidrometer dan metode malance.(1). Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran kurang lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan suatu batasan dengan istilah very coarse, coarse, moderately coarse, fine and very fine, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mempu melalui lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya, pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis. A. STABILITAS OBAT Stabilitas obat merupakan kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat ( identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan ( shelf- life ). Sediaan obat / kosmetik yang setabil merupakan suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat dterima selama priode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Shelf life (waktu simpan) adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi penjualan dipasar. Waktu simpan minimum adalah periode yang dibutuhkan suatu produk yang berada pada batas spesifikasi release saat pembuatan untuk mencpai batas spesifikasi periksa. Suatu produk dinyatakan stabil jika tidak menunjukan degradasi bermakna , tida terjadi perubahan fisika, kimia, mikrobiologi, sifat biologi, dan produk tetap dalam batas spesifikasi release / simpan. Efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan obat: 1. Hilangnya zat aktif

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Naiknya konsentrasi zat aktif Hilangnya keseragaman kandungan Menurunnya status mikrobiologis Pembentukan hasil urai yang toksik Hilangnya kekedapan kemasan Menurunnya kuaitas label Modifikasi factor hubungan fungsional. Jenis jenis stabilitas yang umum dikenal:

1. Stabilitas kimia : mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yang tertera pada etiket dalam batasan spesifikasi 2. Stabilitas fisika : mempertahankan sifat fisika awal dari suatu sediaan ( penampian,kesesuaian, keseragaman, disolusi, disintegrasi, kekerasan, kemampuan disuspensikan) 3. Stabilitas mikrobiologi : sterilitas atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan 4. Stabilitas Terapi : efek terapi tidak berubah selama waktu simpan ( shelf life ) sediaan 5. Stabilitas toxikologi : tidk terjadi peningkatan toksisitas yang bermakna selama waktu simpan ( tidak terbentuk senyawa epi dan anhidro dalam suspense tetrasiklin ) B. FENOMENA DISTRIBUSI Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seseorang farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja obat pada tempat / organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.

Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Fenomena distribusi termasuk di dalamnya adalah koefisien partisi yang erat hubungannya dengan ilmu farmasi (ilmu resep). Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob. Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu. Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh. Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu, sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang seharusnya pada temperatur tertentu. Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika nilai

koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya. C. KOMPLEKSOMETRI Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2 Hg2+ + 2Cl- HgCl2 Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan : M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang

mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul. Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan. Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue. Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikelsianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu. Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk komplekskompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya

sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium.

Anda mungkin juga menyukai