Anda di halaman 1dari 17

PENERAPAN MODEL EXPLICIT INSTRUCTION DALAM MEMENUHI KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI

DAN KOMUNIKASI (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 11 Cirebon)

Shali Dwi Qirana Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI shali.qirana03@yahoo.com Dr. Dedi Rohendi, M.T. Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI dedir@upi.edu

Jajang Kusnendar, M.T. Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA UPI jkusnendar@gmail.com

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Model Explicit Instruction dapat membantu siswa kelas VIII untuk memenuhi nilai KKM yang ditetapkan. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research pada sampel siswa SMP kelas VIII SMP Negeri 11 Cirebon. Penggunaan metode ini karena peneliti dan guru merasa pemenuhan nilai KKM ini pada kenyataannya menjadi suatu masalah di lapangan. Instrumen yang digunakan dalah tes formatif, lembar kerja praktikum, dan pekerjaan rumah. Dari penelitian ini didapat data

bahwa nilai rata-rata tes formatif siklus I sebesar 67,52; siklus II sebesar 70,86; dan siklus III sebesar 78,76. Kemudian didapat gain ternormalisir siklus I sebesar 0,26; siklus II sebesar 0,10; dan siklus III sebesar 0,27. Ketiga siklus memiliki kriteria rendah karena beda nilai rata-rata tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat dibuat keputusan bahwa hipotesis tindakan diterima artinya siswa dapat memenuhi nilai KKM yang sudah ditetapkan dan siswa mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari KKM yang ditetapkan setelah menggunakan Model Explicit Instruction.

Kata kunci: Model Explicit Instruction, Penelitian Tindakan Kelas, Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), Teknologi Informasi dan Komunikasi.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum yang dipakai saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana ditambahkan satu mata pelajaran baru yaitu TIK. Siswa dapat dikatakan tuntas dalam satu mata pelajaran jika nilai mereka telah memenuhi KKM.

KKM merupakan salah satu prinsip penilaian pada KTSP yang merupakan batas minimal ketercapaian kompetensi setiap indikator, kompetensi dasar, standar kompetensi. KKM ditentukan pada awal tahun pelajaran oleh MGMP sekolah, penetapannya berdasarkan intensitas materi (kompleksitas), dukungan sarana dan prasarana termasuk kualitas guru dan kualitas siswa yang bersangkutan (intake)[16]. Tetapi kenyataannya di lapangan siswa masih mengalami kesulitan dalam memenuhi nilai KKM ini. Hal ini menjadi masalah yang dialami oleh peneliti ketika bertindak sebagai guru, kita harus memikirkan cara agar anak didik bisa memenuhi nilai KKM. Dari beberapa jurnal [2][3][4][5][7][8][10][11][12][14], model pembelajaran yang mendekati kriteria paling baik dalam pemenuhan KKM adalah model Explicit Instruction. Model pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sehingga cocok untuk materi pelajaran TIK.

Penerapan model ini dilakukan dengan metode penelitian tindakan kelas (PTK).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana nilai siswa setelah diterapkan model Explicit Instruction dan sebelum diterapkan model Explicit Instruction? 2. Bagaimana penggunaan model Explicit Instruction dalam memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran TIK? 3. Bagaimana respon siswa terhadap model Explicit Instruction?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui bagaimana nilai siswa setelah diterapkan model Explicit Instruction dan sebelum diterapkan model Explicit Instruction. 2. Mengetahui bagaimana penerapan model Explicit Instruction dalam memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal pada siswa kelas VIII. 3. Mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan menggunakan model Explicit Instruction.

1.4 Hipotesis Tindakan

Dalam penelitian ini disusun hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis yang diuji kebenarannya pada penelitian ini adalah : Siswa dapat memenuhi nilai KKM yang sudah ditetapkan setelah menggunakan Model Explicit Instruction pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Explicit Instruction

Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Rosenshine dan Steven pada tahun 1986. Arends (2001) menyebutkan teori yang melandasi model ini yaitu teori behavioral, penelitian tentang efektifitas guru, dan teori belajar sosial[6].

Langkah-langkah pembelajaran model Explicit Instruction adalah sebagai berikut [9]: 1. Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa; 2. Guru mendemonstrasikan materi; 3. Guru membimbing murid dalam pelatihan; 4. Guru memberikan umpan balik; 5. Pelatihan mandiri.

2.2 Penelitian Tindakan Kelas

PTK adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri. Para guru dapat mencobakan suatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu[15].

2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

Model Explicit Intruction digunakan oleh beberapa peneliti khususnya pada pelajaran bahasa [11][12][2][3][7] dan eksakta [4]. Hasil pembelajaran menggunakan model Explicit Instruction, siswa menjadi lebih mahir pada pelajaran tersebut.

Beberapa peneliti membandingkan model Explicit Instruction ini dengan model Implicit Instruction pada pelajaran yang sama [11][12][2][5]. Hasil yang didapat adalah model Explicit Instruction lebih baik dibandingkan Implicit Instruction dilihat dari penerimaan informasi pemilihan strategi dan level formalitas bagi siswa [11].

Selain itu, model Explicit Instruction dapat diarahkan

kepada anak-anak yang sedang belajar membaca. Dimana pada usia ini anak lebih mudah meniru dibandingkan diberikan latihan karena itu Explicit Instruction dapat meningkatkan kemampuan membaca lebih baik. [5].

Pada penelitian lainnya membandingkan pembelajaran Explicit dan modifikasinya. Yang pertama guru sebagai pusat di kelas, yang kedua selain guru sebagai pusat di kelas dilakukan tutoring antar peserta didik dengan rentang usia yang sama, dan yang ketiga guru sebagai pusat di kelas ditambah dengan tutoring antar peserta didik dengan rentang usia yang berbeda. Hasilnya menunjukan guru sebagai pusat di kelas dan guru sebagai pusat di kelas ditambah dengan tutoring antar peserta didik dengan rentang usia yang berbeda memberikan hasil yang lebih baik dalam kemampuan membaca [10].

Dari kesepuluh jurnal yang dianalisis dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Explicit Instruction sangat baik digunakan dalam pembelajaran yang membutuhkan demonstrasi atau guru sebagai pusat di dalam kelas.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research. 3.2 Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 11 Cirebon dengan subyek penelitian kelas VIII-E sebanyak 35 orang siswa.

3.3 Prosedur Penelitian

Orientasi Lapangan- Observasi awal Pembelajaran TIK- Identifikasi masalahPerenca naan keseluruhan tindakan: - Perencanaan pembelajaran Siklus I- Perencanaan pembelajaran Siklus II- Perenca naan pembelajaran Siklus IIIPelaksanaan Siklus IEvaluasi Siklus (Observasi, Tes Formatif 1, Jurnal) Analisis dan RefleksiIdentifikasi hal-hal yang perlu

diperbaikiRencana Siklus IIPelaksanaan Siklus IIEvaluasi Siklus (Observasi, Tes Formatif 2, Jurnal) Analisis dan RefleksiIdentifikasi hal-hal yang perlu diperbaikiRencana Siklus IIIPelaksanaan Siklus IIIEvaluasi Siklus (Observasi, Tes Formatif 3, Jurnal) Evaluasi keseluruhan siklus (Wawancara dan angket siswa)

Bagan 3.1 Alur PTK menggunakan model Explicit Instructiom

Berdasarkan bagan diatas berikut prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini:

1. Orientasi atau Observasi Awal Hasil dari kegiatan ini dijadikan sebagai dasar pemikiran untuk melakukan penelitian tindakan kelas dan sebagai langkah awal untuk merumuskan perencanaan tindakan yang akan dilakukan.

2. Perencanaan Tindakan a) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk masing-masing siklus. b) Pembuatan bahan ajar meliputi media pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan digunakan pada proses pembelajaran tiap siklus. c) Pembuatan soal tes formatif per siklus untuk melihat ketercapaian nilai KKM siswa. d) Pembuatan format observasi, wawancara dan angket untuk guru dan siswa. e) Uji coba instrumen tes kepada siswa kelas VIII. Penetapan kelas yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian.

3. Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Penelitian mengambil Kompetensi Dasar (KD) 1.4 Membuat dokumen pengolah kata sederhana. Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan peneliti tiap siklus adalah sebagai berikut: a) Tindakan Pembelajaran Siklus I Pembelajaran TIK menggunakan model Explicit Instruction dengan materi pokok membuat dan menyimpan dokumen baru, format teks, serta edit teks. Dilanjutkan mengisi tes formatif I dan jurnal pembelajaran harian. Peneliti menganalisis dan merefleksi hasil tindakan siklus I sebagai bahan pertimbangan untuk pelaksanaan tindakan siklus II. b) Tindakan Pembelajaran Siklus II Pembelajaran TIK menggunakan model Explicit Instruction dengan materi pokok format paragraf, dan penyisipan objek. Dilanjutkan mengisi tes formatif II dan jurnal pembelajaran harian. Peneliti menganalisis dan merefleksi hasil tindakan siklus II sebagai bahan pertimbangan untuk pelaksanaan tindakan siklus III. c) Tindakan Pembelajaran Siklus III Pembelajaran TIK menggunakan model Explicit Instruction dengan materi pokok format halaman dan mencetak dokumen. Dilanjutkan mengisi tes formatif II dan jurnal pembelajaran harian. Peneliti menganalisis dan merefleksi hasil tindakan siklus III. d) Setelah ketiga siklus selesai dilaksanakan pengisian angket oleh siswa dan wawancara kepada siswa terhadap pembelajaran TIK yang sudah dilaksanakan dengan menggunakan model Explicit Instruction.

3.4 Analisis Data 1. Menganalisis Hasil Tes Formatif Data hasil tes formatif dari setiap siklus tindakan pembelajaran yang telah dilakukan diolah dan dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut[4]:

Setelah nilai G diperoleh, maka dilakukan penafsiran dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.1 Interpretasi nilai G Nilai G Interpretasi G 0.70 Tinggi 0.30 G 0.70 Sedang G 0.30 Rendah

2. Menganalisis angket Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dengan: P = persentase jawaban f = frekuensi jawaban n = banyak responden hasil dari perhitungan kemudian ditafsirkan sesuai dengan kriteria sebagai berikut:[1]

Tabel 3.2 Klasifikasi Interpretasi Perhitungan Persentase Angket Besar Persentase Interpretasi

0 % Tidak ada

1 % - 25 % Sebagian kecil 26 % - 49 % Hampir setengahnya 50 % Setengahnya 51 % - 75 % Sebagian besar 76 % - 99 % Pada umumnya 100 % Seluruhnya

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan Tes Formatif Nilai Rata-Rata Tes Formatif Siklus I 67,52; Siklus II 70,86; Siklus III 78,76. Disajikan pada diagram 4.1:

Diagram 4.1 Nilai Rata-rata Tes Formatif

Setelah melihat perbedaan rata-rata, untuk lebih jelasnya tentang pemenuhan nilai KKM yang ditetapkan setelah pembelajaran dengan Model Explicit Instruction digunakan perhitungan Gain yang ternormalisir dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Gain Ternormalisir Tes Formatif

Tes Formatif (%) Beda Gain Ternormalisir Kriteria Nilai awal 55,91 11,61 0,26 Rendah Siklus I 67,52 Siklus I 67,52 3,33 0,10 Rendah Siklus II 70,86 Siklus II 70,86 7,90 0,27 Rendah Siklus

III 78,76

Nilai gain ternormalisir dari ketiga siklus ini memiliki kriteria rendah. Tetapi meskipun memiliki kriteria rendah setiap siklus mengalami peningkatan nilai. Data pada tabel 4.1 disajikan dalam diagram 4.2:

Diagram 4.2 Gain Ternormalisir Tes Formatif

4.2 Hasil Perhitungan Angket Sikap Siswa Angket sikap siswa diisi setelah berakhirnya pembelajaran seluruh siklus, terdapat 10 pernyataan yang diberikan yang semuanya merupakan tipe pernyataan positif. Perhitungan persentase setiap pernyataan yang terdapat dalam setiap soal dalam angket diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Hampir setengahnya siswa setuju (49 %) bahwa mereka menyukai pelajaran TIK. 2. Hampir setengahnya siswa setuju (43 %) bahwa mereka dapat mengikuti pelajaran TIK dengan baik. 3. Sebagian besar siswa bersikap netral (54 %) bahwa mereka lebih menyukai model Explicit Instruction digunakan pada pembelajaran TIK. 4. Sebagian besar siswa setuju (63 %) bahwa mereka merasakan adanya perbedaan antara pembelajaran biasa (yang lama) dengan pembelajaran pada saat ini (model Explicit Instruction). 5. Hampir setengahnya siswa bersikap setuju dan netral (43 %) bahwa setiap guru harus mengajar dengan model Explicit Instruction. 6. Hampir setengahnya siswa setuju (46 %) bahwa mereka lebih memahami materi yang diberikan pada saat pembelajaran menggunakan model Explicit Instruction. 7. Hampir setengahnya siswa bersikap setuju dan netral (37 %) bahwa mereka tidak perlu khawatir tertinggal ketika mengerjakan latihan pada saat praktikum TIK. 8. Hampir setengahnya siswa bersikap netral (49 %) bahwa mereka dapat mengerjakan soal-soal latihan praktikum yang diberikan dengan baik. 9. Sebagian besar siswa bersikap netral (57 %) bahwa mereka dapat memenuhi nilai KKM setelah mengikuti pelajaran TIK dengan model Explicit Instruction. 10. Sebagian besar siswa bersikap netral (54 %) bahwa mereka bisa mendapatkan nilai yang lebih besar dari nilai KKM yang sudah ditetapkan, setelah mengikuti pelajaran TIK dengan model Explicit Instruction.

4.3 Hasil Wawancara Wawancara dilakukan terhadap beberapa orang siswa yang merupakan perwakilan dari kelas VIII-E. Berdasarkan hasil wawancara, siswa menjawab bahwa mereka mengetahui nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75 dan berpendapat dengan adanya nilai KKM mempermudah mereka untuk mengetahui berapa nilai yang harus dicapai agar tuntas. Selain itu dengan adanya nilai KKM memotivasi mereka untuk lebih giat belajar sehingga bisa mencapai nilai KKM dan tidak harus

melakukan remedial. Mereka juga berpendapat bahwa pembelajaran TIK dengan menggunakan model Explicit Instruction itu menyenangkan, seru dan asyik. Siswa merasa lebih cepat paham dengan materi yang diajarkan karena adanya demonstrasi dari guru dan lebih banyak praktikum serta guru membimbing siswa untuk mengerjakan soal praktikum.

5. KESIMPULAN 1. Setelah diterapkan model Explicit Instruction nilai TIK siswa kelas VIII-E lebih tinggi dari sebelum diterapkannya model Explicit Instruction. Sebelum dilakukan tindakan hanya ada 3 orang siswa yang nilainya sudah memenuhi KKM atau sekitar 8,57 %. setelah dilakukan tindakan setiap siklusnya semakin bertambah siswa yang nilainya sudah memenuhi KKM . Siklus I sebanyak 7 orang siswa sekitar 20 %, siklus II sebanyak 9 orang siswa sekitar 25,71 %, dan siklus III sebanyak 29 orang siswa sekitar 82,86 %.

2. Pembelajaran dengan model Explicit Instruction cocok diterapkan pada pembelajaran praktikum TIK. Karena model ini bersifat prosedural, langkah demi langkah bertahap. Dengan demikian dapat dibuat keputusan bahwa hipotesis tindakan diterima artinya siswa dapat memenuhi nilai KKM yang sudah ditetapkan dan siswa mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari KKM yang ditetapkan setelah menggunakan Model Explicit Instruction.

Dengan hasil tes formatif sebagai berikut: Siklus I sebesar 67,52 didapat gain ternormalisir sebesar 0,26; Siklus II sebesar 70,86 didapat gain ternormalisir sebesar 0,10; dan Siklus III sebesar 78,76 didapat gain ternormalisir sebesar 0,27. Ketiganya memiliki kriteria rendah.

3. Berdasarkan hasil angket dan wawancara, pada umumnya siswa kelas VIII E SMP Negeri 11 Cirebon memberikan komentar positif terhadap pembelajaran TIK dengan menggunakan model Explicit Instruction pada siklus I, siklus II dan siklus III. Pada umumnya siswa menunjukan sikap positif terhadap pembelajaran TIK dengan menggunakan model Explicit Instruction. Diperlihatkan dengan rata-rata butir angket sebesar 56% untuk respon positif, 40% untuk respon netral, dan 4% untuk respon negatif. 6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Amalia, Lia. 2006. Penerapan Metode Improve dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Media Komputer untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI: tidak diterbitkan. [2] Andrews, Karen L. Ziemer. 2007. The Effects of Implicit and Explicit Instruction on Simple and Complex Grammatical Structures for Adult English Language Learners. TESL-EJ vol.11 no.2 [3] Bray, Eric. 1997. The Role of Explicit Instruction of English Phonology in Communicative Language Teaching. Kansai University. Vol. 2 [4] Chi, Min dan Kurt Vanlehn. Accelerated Future Learning via Explicit Instruction of a Problem Solving Strategy. Learning Research and Development Center University of Pittsburgh. [5] Cunningham, Anne Elizabeth. 1990. Explicit versus Implicit Instruction in Phonemic Awareness. Journal Of Experimental Child Psychology 50. [6] Dzaki, Muhammad Faiq. 2009. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction). Tersedia: http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/ [7] Garcia, Nicole M. 1999. The Impact Of Explicit Instruction On Phonological Acquisition. Submitted to the Graduate Faculty of Arts and Sciences in partial fulfillment of the requirements for the degree of Master of Arts in Hispanic Linguistics [8] Ghabanchi, Zargham dan Marjan Vosooghi. 2006. The Role of Explicit Contractive Instruction in Learning Difficult L2 Grammatical Forms: A Cross-Linguistic Approach To Language Awarness. The Reading Matrix vol.6 no.2.

[9] Herdian, S.Pd. 2009. Model Pembelajaran Explicit Instruction. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2009/04/29/modelapembelajaran-explicit-instruction/ [10] Keer, Hilde Van. Fostering reading comprehension in fifth grade by explicit instruction in reading strategies and peer tutoring. British Journal of Educational Psychology, 74, 37 70 [11] Lingli, Duan dan Anchalee Wannaruk. 2010. The Effects of Explicit and Implicit Instruction in English Refusals. Chinese Journal of Applied Linguistics (Bimonthly) Vol. 33 No. 3. [12] MacWhinney, Brian. 1997. Implicit and Explicit Processes. Cambridge University Press. [13] Meltzer, David E. 2002. The relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: A possible hidden variable.. in diagnostic pretest scores. Journal Physic. Vol 70, (12 Desember 2002), 1259-1268 Iowa State University. [14] Raadt, Michael de, Richard Watson dan Mark Toleman. 2006. Chick Sexing and Novice Programmers: Explicit Instruction of Problem Solvung Strategies. Australian Computer Society Inc. Vol. 52. [15] Wiriaatmadja, Rochiati, Prof. Dr. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya [16] http://www.bpgdisdik-jabar.net/materi/5_SD_1.pdf Penentapan Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )

Anda mungkin juga menyukai