Anda di halaman 1dari 1

Jogja, kerinduan kota yang terus di rindukan Di persimpangan, langkahku terhenti Ramai kaki lima menjajakan sajian khas

berselera Orang duduk bersila Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
-Kla ProjeckJogjakarta-

Awal januari 2012, ketika kerinduan akan pesona kota Jogja kembali mengejala pasca kedatang pertama kalinya di kota pelajar itu 12 juni 2011 dalam rangka study banding, sedikit terkecewakan karena saat itu kegiatan simbolik justru memenjarakan raga ini menikmati kota jogja. Kesempatan kedua pun hadir, ibarat hasrat yang terlampiaskan. Saya menikmati betul tiga hari di kota itu. Wisata buku menjadi agenda utama, di sini di mana akses pengetahuan di beri ruang sebesar-besarnya. Ketersediaan buku begitu lengkap, fasilitas berpengethuan yang begitu padat, serta keramahan suasana yang begitu memanjakan para penuntut ilmu. Harus saya akui, Jogja ibarat putaw yang senatiasa menciptakan nuansa kecanduan bagi mereka yang mampu meresapi keindahannya. Kesan sederhana serta sikap PD terhadap lokalitasnya menjadi pemicuh kerinduan kota. Di tengah cengkraman beberapa kota yang menawarkan gaya hidup glamor, Jogja ibarat oase dimana segala hal bisa menjadi indah, teriakan pedagang kaki lima di pasar Malioboro, diskusi dan budaya membaca masyarakat pelajar, serta nuansa pluralitas keberagamaan yang begitu damai. Menikmati Jogja dengan berjalan kaki menjadi alternative gemilang, hak pejalan kaki begitu di hargai di kota ini, sehingga nuansa ramah lingkungan nampak jelas, semakin indah lagi dengan hadirnya masyarakat yang tiap hari beraktifitas dengan mengunakan sepeda tradisonal alat transportasi yang di beberapa kota besar mulai di geserkan maknanya sebagai transportasi kaum elite dengan munculnya merk sepeda dengan harga yang melangit. Mengingat masa lalu, seribu tahun silam, Jogjakarta merupakan pusat kerajaan Mataram Kuno yang makmur dan memiliki peradaban tinggi. Kerajaan inilah yang mendirikan Candi Borobudur yang merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Di era digital dewasa ini eksotisme Jogjakarta masih menjadi pusat peradaban terkemuka yang di miliki bangsa ini. Semoga pertemu ketiga kalinya akan terjadi lagi, masih banyak kerinduan kota yng belum terjamahi. Berharap kelak bias menikmati hiding penegtahuan di kota pelajar ini, SEMOGA

Anda mungkin juga menyukai