Anda di halaman 1dari 6

Tinjauan Pustaka

Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam

Mohammad Sulchan, Endang Nur W


Program Pasca Sarjana, Prodi Gizi Biomedik FK UNDIP, Semarang, Indonesia

Abstrak: Dalam dua darsawarsa terakhir, kemasan plastik mampu merebut pangsa pasar kemasan dunia menggantikan kemasan kaleng dan gelas. Di Indonesia kemasan plastik juga mulai mendominasi industri makanan, dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80%. Bahan kemasan plastik tersusun dari polimer-polimer yang berasal dari bahan mentah yang berupa monomer, selain itu juga mengandung bahan aditif. Aspek negatif kemasan plastik adalah bila monomer-monomer bermigrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas, yang merupakan bagian yang berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogenik. Kata kunci : kemasan plastik, industri makanan, polimer, karsinogen

Food Safety of Plastic and Styrofoam Packaging Mohammad Sulchan, Endang Nur. W
*Program Pasca Sarjana, Prodi Gizi BiomedikFK UNDIP, Semarang, Indonesia

Abstract: During the last two decades the use of plastic and styrofoam for food packaging has dominated the market share of replacing tin and glass. In Indonesia, plastic packaging has dominated around 80 persen of the food industry and flexible packaging. The material of plastic and styrofoam packaging consists of polymere, originated from monomers of the raw material, plus additive. The negative aspects of plastic packaging for food is that its monomere will stick to the food. Monomers are carcinogens, thus they are harmful to health. Keyword: Plastic packaging, food industry, polymere, carcinogens.

54

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam Pendahuluan Dari sisi food safety kemasan makanan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar makanan aman dikonsumsi. Kemasan pada makanan juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua kemasan makanan aman bagi makanan yang dikemasnya. Kemasan yang paling sering kita jumpai saat ini adalah plastik dan styrofoam.l,2 Plastik telah merupakan bagian kehidupan sehari-hari manusia. Dalam dua dasarwarsa terakhir, kemasan plastik telah merebut pangsa pasar kemasan dunia, menggantikan kemasan kaleng dan gelas. Kemasan plastik sudah mendominasi industri makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80%. Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku sudah mulai banyak digunakan untuk minuman. 3,4 Bahan kemasan plastik dibuat melalui proses polimerisasi. Selain bahan dasar monomer, plastik juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat fisiko kimia plastik tersebut, dan disebut komponen non plastik. 5 Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Kemasan plastik juga mempunyai kelemahan yaitu adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Di lapangan sering dijumpai pembungkus yang umum disebut tas kresek. Pembungkus ini sering dibuat dari bahan dasar yang berasal dari daur ulang berbagai jenis plastik. Pemakaian tas kresek yang tidak pada tempatnya, perlu ditelaah lebih lanjut misalnya pemakaian untuk pembungkus bakso kuah panas, bakmi kuah panas, bubur panas, dan sebagainya. Juga sering dijumpai para produsen membuat makanan yang dibungkus daun pisang dengan tambahan lembaran plastik di sisi dalam yang merupakan bagian yang langsung bersentuhan dengan makanan, yang bertujuan agar air/bumbu tidak keluar/bocor, misalnya untuk membuat garang asem, gadon dan lain-lain. Perlu ditelaah juga pemakaian tempat plastik untuk memanaskan lauk, menyebabkan monomer-monomer plastik ikut bercampur dengan makanan. Selama ini telah diketahui bahwa monomer mempunyai efek karsinogenik. 3-7 Selain plastik, styrofoam atau yang dikenal dengan plastik busa juga sedang marak digunakan untuk pembungkus makanan terutama untuk makanan cepat saji. Keunggulan plastik dan styrofoam yang praktis dan tahan lama rupanya merupakan daya tarik yang cukup kuat bagi para penjual maupun konsumen makanan untuk menggunakannya. Sampai saat ini belum banyak yang sadar bahaya dibalik penggunaan kemasan plastik atau styrofoam. 1 Jenis dan Sifat Fisiko Kimia Plastik 1. Plastik Termoset Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada suhu tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan struktur kimianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset dalam industri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan kontrak langsung dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung. 3 2. Jenis termoplastik Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang-ulang tanpa terjadi perubahan khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena (CH2 = CH2). Dinamakan plastik vynil karena mengandung gugus vynil (CHz = CHz) atau polyolefin. Poliolefin a. Polietilen Polietilen (PE), unsur atom-atom karbonnya bergabung melalui ikatan kovalen yang kuat. Antara rantai satu dengan yang lain dihubungkan oleh ikatan Vander Waals yang sifatnya jauh lebih lemah sehingga memberikan efek plastis. Terdapat dua jenis polietilen yaitu Polietilen Densitas Rendah (PEDR) dihasilkan dari proses polimerisasi pada tekanan tinggi. Bahan ini bersifat kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaannya terasa agak berlemak. Di bawah temperatur 60 C sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa kimia. Di atas temperatur tersebut polimer ini menjadi larut dalam pelarut karbon dan hidrokarbon klorida. Daya proteksinya terhadap uap air baik, tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, sehingga tak tahan untuk proses steriilisasi dengan uap panas dan bila ada senyawa kimia yang bersifat polar akan mengalami stress cracking (retak oleh tekanan). Jenis polietilen yang lain adalah Polietilen Densitas Tinggi (PEDT) yang dihasilkan dengan polimerisasi pada tekanan dan temperatur rendah (50-75) C memakai katalisator Zeglier, mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak. b. Polipropilen Polipropilen termasuk kelompok olefin, bersifat lebih keras dan titik lunaknya lebih tinggi daripada PEDT, lebih kenyal tetapi mempunyai daya tahan terhadap kejutan lebih rendah. Tidak mengalami stress cracking oleh perubahan kondisi lingkungan, tahan terhadap sebagian besar

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

55

Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam senyawa kimia kecuali pelarut aromatik dan hidrokarbon klorida dalam keadaan panas, serta sifat permeabilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT. c. Polivinil Klorida (PVC) Polivinil Klorida dibuat dari monomer yang mngandung gugus vinil. PVC mempunyai sifat kaku, keras, namun jernih dan lengkap, sangat sukar ditembus air dan permeabilitas gasnya rendah. Pemberian plasticizers (biasanya ester aromatik) dapat melunakkan film yang membuatnya lebih fleksibel tetapi regang putusnya rendah, tergantung jumlah plasticizers yang ditambahkan. d. Vinilidin Khlorida (VC) Mengandung dua atom klorin, merupakan bahan padat yang keras, bersifat tidak larut dalam sebagian besar pelarut dan daya serap airnya sangat rendah. Dapat menghasilkan film yang kuat, jernih dengan permeabilitas terhadap gas cukup rendah. e. Politetrafluoroetilen (PTFE) Bersifat sangat inert terhadap reaksi-reaksi kimia. Polimer ini bersifat halus, berlemak dan umumnya berwarna abu-abu. Koefisien gesekannya sangat rendah sehingga menghasilkan permukaan yang tidak mudah lengket serta bertahan pada daerah suhu kerja yang luas. f. Polistiren (PS) Bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai indeks refraksi tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air. Dapat larut dalam alcohol rantai panjang, kitin, ester hidrokarbon yang mengikat khlorin. Polimer ini mudah rapuh, sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena atau akrilonitril.5-9 Termoplastik Selain Kelompok Etilen a. Poliamid (nilon), merupakan polimer yang dihasilkan dengan proses kondensasi. Nilon bersifat kuat, ulet, persentase kristalinitasnya besar, titik leleh dan titik lunaknya tinggi. Nilon mempunyai gaya gesek rendah, tidak mudah abrasi dan sukar ditembus gas. b. Polikarbonat, polimer ini mempunyai titik leleh bervariasi sampai 300 C, kuat, ulet, keras dan tembus cahaya, serta mudah larut dalam pelarut hidrokarbon klorida. Kopolimer Monomer-monomer yang tersebut di atas dipolimerisasikan untuk menghasilkan suatu unit berulang tunggal yang disebut homopolimer. Dalam beberapa hal polimer dapat dibuat dengan proses adisi lebih dari satu macam monomer, atau dengan reaksi kondensasi tiga macam monomer. Dalam kedua hal tersebut, akan diperoleh unit berulang lebih dari satu jenis monomer yang disebut kopolimer. a. Etilen Venil Asetat (EVA), terdiri dari 20% vinil asetat, sehingga sifatnya mirip dengan PEDR, dengan kelebihan dalam hal sifat tembus cahaya dan sifat fisis terutama fleksibilitasnya pada temperatur rendah, lebih sukar ditembus oleh uap air dan gas lain. b. Kopolimer vinil khlorida, lebih feksibel, terutama dimanfaatkan sebagai film atau pelapis bahan yang memerlukan persyaratan sukar ditembus gas dan uap air. Banyak dimanfaatkan untuk memperbaiki daya proteksi bahan lain seperti kertas, polipropilena dan film selulosa. c. Kopolimer polistirena, polimer ini mempunyai daya tahan pukulan yang jauh lebih baik dibandingkan polistirena, bersifat sangat sukar ditembus gas. 2,3,4 Plastik Sebagai Kemasan Makanan Atau Minuman Berbagai jenis bahan kemasan lemas seperti misalnya polietilen, polipropilen, nilon poliester dan film vinil dapat digunakan secara tunggal untuk membungkus makanan atau dalam bentuk lapisan dengan bahan lain yang direkatkan bersama. Kombinasi ini disebut laminasi. Sifat-sifat yang dihasilkan oleh kemasan laminasi dua atau lebih film dapat memiliki sifat yang unik. Contohnya kemasan yang terdiri dari lapisan kertas/polietilen/aluminium foil/polipropilen baik sekali untuk kemasan makanan kering. Lapisan luar yang terdiri dari kertas berfungsi untuk cetakan permukaan yang ekonomis dan murah. Polietilen berfungsi sebagai perekat antara aluminium foil dengan kertas, sedangkan polietilen bagian dalam mampu memberikan kekuatan dan kemampuan untuk direkat atau ditutupi dengan panas. Dengan konsep laminasi, masing-masing lapisan saling menutupi kekurangannya menghasilkan lembar kemasan yang bermutu tinggi. l Beberapa aditif yang terdapat pada plastik dan styrofoam diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu dikelompokkan sebagai komponen nonplastik, berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat dan lain-lain. l Selain mempunyai banyak keunggulan, ternyata kemasan plastik menyimpan kelemahan yaitu kemungkinan terjadinya migrasi atau berpindahnya zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tak cocok dengan kemasan atau wadah penyim-pannya. Pada makanan yang dikemas dalam kemasan plastik, adanya migrasi ini tidak mungkin dapat dicegah 100% (terutama jika plastik yang digunakan tidak cocok dengan jenis makanannya). Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu tersebut, semakin banyak monomer yang dapat bermigrasi ke dalam makanan. Semakin lama kontak antara makanan tersebut dengan kemasan plastik, jumlah monomer yang bermigrasi dapat makin tinggi. 11

56

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam Monomer yang perlu diwaspadai yaitu vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitil, vinylidene klorida serta styrene. Monomer vinil klorida dan akrilonitril cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia. Vinil klorida dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA sedangkan akrilonitril bereaksi dengan adenin. Vinil asetat telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati pada hewan. Akrilonitril menimbulkan cacat lahir pada tikus yang memakannya. Monomer lain seperti akrilat, stirena dan metakriat serta senyawa turunannya, seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa metilandiamin, melamin, epodilokkloridin, bispenol dan akrilonitril dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung. Aditif plastik jenis plasticizer, stabilizer dan antioksidan dapat menjadi sumber pencemaran organoleptik yang membuat makanan berubah rasa serta aroma dan bisa menimbulkan keracunan.ll Pada suhu kamar dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa berberat molekul kecil dapat masuk ke dalam makanan secara bebas, baik yang berasal dari zat aditif maupun plasticizer. Migrasi monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi dalam kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak maupun cairan tak berminyak. Semakin panas makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi ke dalam bahan makanan.11 Barier dan Migrasi Barier Berbagai kemasan plastik memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan, khususnya terhadap daya permeabilitas (barrier) terhadap beberapa jenis gas dan uap air, sehinga memungkinkan terjadinya perpindahan molekul-molekul gas baik luar plastik (udara) maupun sebaliknya dari makanan ke luar melalui lapisan plastik. Adanya perpindahan senyawasenyawa tersebut dapat menimbulkan berbagai bentuk penyimpangan organoleptik, baik rasa maupun bau. Sebagai contoh, pada jenis minuman karbonasi, lepasnya karbondioksida dari dalam minuman ke dalam dinding kemasan plastik, dan akhirnya keluar ke udara, akan menurunkan cita rasa. 2,3,5,7 Migrasi Migrasi merupakan perpindahan yang terdapat dalam kemasan ke dalam bahan makanan. Migrasi dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: luas permukaan yang kontak dengan makanan; kecepatan migrasi; jenis bahan plastik dan suhu serta lamanya kontak. Menurut Vander Herdt, penyimpanan selama 10 hari pada suhu 45 C menghasilkan migrasi yang tak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 6 hari pada suhu 25 C, Mc. Gueness melaporkan bahwa semakin panas bahan makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan. 2,3,5,7 Salah satu zat aditif adalah dioktil ptalat (DOP). DOP menyimpan zat benzen suatu larutan kimia yang sulit dilumat
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

oleh sistem pencernaan. Benzen juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses atau urin. Akibatnya zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut lemak. Hal tersebut bisa memicu munculnya penyakit kanker. Hasil penelitian aditif plastik dibutil ptalat (DBP) dan DOP pada PVC termigrasi cukup banyak ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kedelai. Pada suhu 3C selama 60 hari kontak jumlah aditif DBP dan DOP yang termigrasi berkisar 155-189 mg.10, 11 DOP merupakan aditif yang populer digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai 50-60% dari total produksi plasticizer. DOP juga memberikan viskositas yang stabil pada saat aplikasinya pada PVC. Lebih dari itu, harga DOP paling murah di antara sekitar 300 plasticizer yang dikembangkan, karena proses sintesanya sederhana dan bahan baku industri petrokimia ini juga melimpah.l0 Ancaman lain kemasan plastik adalah pigmen warna kantong plastik bisa bermigrasi ke makanan. Pada kantong plastik yang berwarna-warni seringkali tidak diketahui bahan pewarna yang digunakan. Pewarna food grade untuk kantong plastik yang aman untuk makanan sudah ada tetapi di Indonesia biasanya produsen menggunakan pewarna nonfood grade. Yang perlu diwaspadai adalah plastik yang tidak berwarna. Semakin jernih, bening dan bersih palstik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya dan tidak aman bagi kesehatan manusia. l0 Styrofoam sebagai kemasan Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Styrofoam lazim digunakan sebagai bahan pelindung dan penahan getaran barang yang fragile seperti elektronik. Namun, saat ini bahan tersebut menjadi salah satu pilihan bahan pengemas makanan dan minuman. Bahan dasar styrofoam adalah polisterin, suatu jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut, polisterin dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan polisterin kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil ptalat (DOP), butil hidroksi toluena atau n butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas klorofluorokarbon (CFC). Hasilnya adalah bentuk seperti yang sering dipergunakan saat ini.13 Pemakaian styrofoam sebagai kemasan atau wadah makanan karena bahan ini memiliki beberapa kelebihan. Bahan tersebut mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang, mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, serta ringan. 12 Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan
57

Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endokrin disrupter (EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.l2 Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen. Semakin lama waktu pengemasan dengan styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau minuman. Apalagi bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung lemak atau minyak. Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya. Sementara itu CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam merupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi yang bisa menimbulkan kanker.12 Beberapa monomer yang dicurigai berbahaya adalah vynil khlorida, akri lonitril, meta crylonitril venylidine chloride serta shyrene. Bahan-bahan ini memiliki monomer-monomer yang cukup beracun dan diduga keras sebagai senyawa karsinogen. Kedua monomer tersebut dapat bereaksi dengan komponen-komponen DNA seperti vynl khlorida dengan guanine dan sitosin, sedangkan akrilonisil (vynil cyanida) dengan adenine monomer vinile khlorida mengalami metabolisme dalam tubuh melalui pembentukan hasil antara senyawa epoksi cloreshyan oksida. Senyawa epoksida ini sangat reaktif dan bersifat karsinogenik.2,3,5,9 Bahaya penggunaan kemasan plastik untuk makanan tidak hanya berasal dari komponen plastik itu saja, tapi juga dapat diakibatkan oleh rekasi antara komponen dalam plastik. Sebagai contoh timbulnya senyawa nitrosamine yang bersifat karsinogen. Semakin tinggi suhu makanan, semakin banyak komponen yang mengalami migrasi, masuk dan bercampur dengan makanan, sehingga setiap kita mengkonsumsi makanan tersebut kita secara tak sadar mengkonsumsi zatzat yang termigrasi itu. Semakin lama produk disimpan, batas maksimum komponen-komponen yang bermigrasi semakin terlampaui. Karena alasan tersebut keterangan batas ambang waktu kadaluwarsa bagi produk yang dikemas plastik perlu diberitahukan secara jelas kepada konsumen. Di pasaran diperkirakan banyak dijumpai bahan kemasan yang sebetulnya tidak cocok dengan jenis makanan yang dikemas. Setiap jenis makanan memilki sifat yang perlu dilindungi, yang harus dapat ditanggulangi oleh jenis plastik tertentu. Kesalahan material kemasan dapat mengakibatkan kerusakan bahan makanan yang dikemas. Beberapa contoh bahan yang membutuhkan kemasan dengan persyaratan tertentu : a. Roti tawar, sangat membutuhkan perlindungan terhadap kelembaban, karena itu kemasan yang memiliki barier terhadap uap seperti LDPE sudah cukup baik. b. Susu membutuhkan persyaratan yang lebih ketat sehingga perlu PE dengan densitas tinggi. c. Keju dan kripik kentang memerlukan kemasan yang memiliki barier terhadap oksigen dan uap air serta tahan lama. Untuk itu kemasan yang tepat adalah PVDC yang dilapisi selofan atau dilaminasi alumunium atau PVDC glassi. d. Daging segar, jus daging harus dilindungi oleh jenis kemasan yang tepat yaitu yang tinggi daya transmisi okesigen dan tinggi tingkat pencegahan hilangnya kadar air, dengan pembalut plasticizea PVC. Sebaliknya daging olahan memerlukan kemasan yang memiliki sifat-sifat barier yang baik terhadap oksigen ditambah tingginya daya menjaga uap air. Kemasan plastik PVDC adalah pilihan yang tepat.2,3,5,7 Dalam pemakaian sehari-hari sering digunakan kantung kresek dengan bahan dasar dari plastik golongan polietilen berdensitas tinggi (PEDT). Selain itu juga mengandung bahan poliprovilen. Akhir-akhir ini banyak digunakan bahan dasar dari daur ulang berbagai jenis plastik. Kantung kresek sering dipakai untuk membungkus makanan dalam kondisi panas. Hal tersebut menyebabkan terlepasnya monomer plastik dan bercampur dengan komponen bahan makanan yang dikemas. Kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang menggunakan bahan baku polivinil khlorida dan kopolimer akrilonitril perlu disimpan di tempat yang bebas dari panas matahari, untuk mencegah lepasnya monomer-monomer plastik. Di dalam perdagangan sering kita melihat para penjual meletakkan AMDK di bawah terik matahari. Hal ini perlu dihindarkan karena semakin tinggi suhu semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam bahan yang dikemas. Kemungkinan toksisitas plastik sebagai pengemas makanan juga berasal dari komponen aditif yang mempunyai berat molekul rendah. Senyawa ini terlepas dari plastik pada waktu proses pengemasan. Senyawa ini akan terlepas pada temperatur tinggi atau jika kontak dengan bahan makanan panas. Bagaimana Menghindari Bahaya Plastik ? Tidak mudah untuk menentukan jenis plastik pada kemasan atau wadah plastik. Salah satu cara untuk meminimalkan bahaya plastik dengan cara meminimalkan penggunaannya. Misalnya kalau ingin membeli soto, bakso atau makanan lain dalam kondisi panas pakai rantang atau mangkuk atau wadah lain yang bukan dari plastik atau styrofoam. Bila ingin memanaskan makanan dengan oven microwave jangan menggunakan wadah dari plastik atau
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 2, Pebruari 2007

58

Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam styrofoam. Lebih baik menggunakan wadah dari gelas. Jangan pula menghangatkan sayuran misalnya mengukus sayuran dengan menggunakan wadah plastik. Apabila terpaksa harus menggunakan wadah plastik atau styrofoam sebaiknya pada makanan atau minuman yang dingin (bersuhu rendah). Bila ingin memilih plastik lemas untuk penutup makanan, dipilih yang labelnya tertera polietilen. Bila ingin membeli wadah dari plastik pilihlah yang ada food gradenya. Makanan atau minuman yang akan diberikan pada bayi misalnya pemilihan botol susu harus benar-benar selektif karena dampak negatif kemasan plastik tidak langsung dapat dilihat tetapi sifatnya yang akumulatif dan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang sangat perlu diwaspadai. Kesimpulan Banyak jenis plastik sebagai kemasan makanan yang beredar di pasaran yang dibuat dengan kemajuan teknologi. Pemakaian kemasan plastik untuk makanan mempunyai aspek positif maupun negatif. Aspek negatif penggunaan kemasan ini perlu diperhatikan, penggunaan kemasan plastik untuk makanan/minuman dengan temperatur tinggi akan menyebabkan migrasi monomer-monomer bahan dasar plastik bercampur dengan bahan makanan, sehingga tanpa sadar kita mengkonsumsi zat-zat yang bermigrasi tersebut. Vinil Khlorida dan akrilonitril merupakan monomer-monomer yang berbahaya karena cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker. Daftar Pustaka
1. Nurminah M. Penelitian sifat berbagai bahan kemasan plastik dan kertas serta pengaruhnya terhadap bahan yang dikemas.US U Digital library 2002. 2. Suyitno. Bahan-bahan pengemas. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1990:19-20. 3. Winarno FG. Bahan tambahan untuk makanan dan kontaminan. Pusat Sinar Harapan. Jakarta, 1994:191-206. 4. Harris RS. Evaluasi gizi pada pengelolaan bahan pangan. ITB Bandung, 1989:450-93. 5. Winarno FG. Pangan, gizi, teknologi dan konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1993:165-6. 6. Noor Z. Senyawa anti gizi. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1992:246. 7. Donatus IA. Toksin Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta,1990:160-92. 8. Mulyani S. Karsinogenik dan antineoplastik, PAU Bioteknologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,1992:30. 9. Persyaratan teknis industri dan perdagangan air minum dalam kemasan. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, No.167/MPP/Kep/5/1997. 10. http://forum.upi.edu/v3. 18 September 2006. 11. Koswara, S. http://ebookpangan.com. 18 September 2006. 12. Tadinur. Dampak negatif kemasan makanan. Pikiran Rakyat Cyber Media. 13. Widjajarta M. Bahaya kemasan styrofoam. KOMPAS Cyber Media.

HQ

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007

59

Anda mungkin juga menyukai