Anda di halaman 1dari 4

Bentuk Tes Uraian adalah suatu tes yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, membandingkan.

Dengan kata lain bentuk tes tersebut menuntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan (Nana Sudjana, 1990; 35). Dengan demikian dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui tulisannya. Jadi tes uraian adalah tes yang mengandung pertanyaan yang jawabannya harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas dari tes uraian ini jawaban terhadap tes tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkonstruksi butir tes tersebut. Bentuk tes uraian ini terdiri dari, bentuk tes uraian terstruktur (Structure response), adalah suatu bentuk tes yang pertanyaannya diarahkan pada hal-hal tertentu. Dalam menjawab tes uraian terstruktur ini peserta tes lebih dibatasi oleh berbagai ramburambu yang ditentukan oleh butir tes. Pembatasan ini dapat dilihat dari segi: (1) ruang lingkupnya, (2) sudut pandang menjawabnya, dan (3) indikator-indikatornya. Bentuk tes ini, cara penilaiannya lebih jelas pada indikator-indikatornya. gifted-disinkroni.com

Menurut Budhi Setiyono (2006:96), mengungkapkan bahwa ada dua pendekatan dalam mengajar soal cerita yaitu pendekatan model dan pendekatan terjemahan (translasi). 1. Dalam pendekatan model ini siswa membaca atau mendengar soal cerita kemudian siswa mencocokkan situasi yang dihadapi itu dengan model yang sudah mereka pelajari sebelumnya. 2. Pendekatan terjemahan (translasi) melibatkan siswa pada kegiatan membaca kata demi kata dan ungkapan dari soal cerita yang sedang dihadapinya untuk kemudian menerjemahkan kata-kata dan ungkapanungkapan itu ke dalam kalimat matematika. Menurut Pramono (2007:5) soal bentuk cerita atau soal uraian merupakan bentuk aplikasi dalam kehidupan nyata sehari-hari. Walau dalam bentuk cerita sederhana, hakikat soal uraian adalah pemecahan masalah. Ketidakmampuan atau miskonsepsi (kesalahan konsep) dalam memecahkan masalah yang dilakukan siswa seperti yang diungkapkan oleh Nitsa Movshovits, Hadar, Zaslavksy dan Inbar (dalam Pramono 2007:5) disebabkan adanya missued data, missinterpretated and technical error. Russeffendi (dalam Pramono, 2007:5) mengemukakan bahwa jika siswa memahami soal cerita, berarti siswa tersebut mengerti tentang mengubah informasi ke dalam bentuk pernyataan yang lebih bermakna, dapat

memberikan interpretasi, mampu mengubah soal kata-kata ke dalam bentuk simbol dan sebaliknya, mampu mengartikan suatu kecenderungan dari suatu diagram. Agar dapat menyelesaikan soal uraian dengan baik dan benar, ONeil (dalam Pramono, 2007:5) secara rinci mengemukakan empat langkah utama, yakni : 1. Kemampuan untuk memahami konteks bahasa atau masalah verbal. 2. Kemampuan untuk menyusun model yang relevan 3. Kemampuan untuk memodifikasi atau memanipulasi dan menyelesaikan model, dan 4. Kemampuan untuk menarik kesimpulan secara kontekstual. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pembelajaran matematika dengan pemberian evaluasi pembelajaran soal uraian berbentuk cerita akan sangat bermanfaat, karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis dari siswa yang pada akhirnya akan sangat mendukung penguasaan konsep-konsep matematika. 3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Siswa Mengalami Kesulitan untuk Menyelesaikan Soal Cerita Menurut Budhi Setyono (2006:35-36) Posisi lain dari potensi matematika, masih terdapat masalah dalam pembelajaran, masalah tersebut dapat datang dari karakteristik matematika itu sendiri, dari media, dan dari siswa itu sendiri atau gurunya. 1. Masalah yang berasal dari karakteristik matematika. Karakteristik matematika, yaitu objeknya selalu abstrak, konsep dan prinsipnya berjenjang, dan prosedur pengerjaannya banyak memanipulasi bentukbentuk, ternyata banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika. Siswa memerlukan waktu dan peragaan untuk dapat menangkap konsep yang abstrak itu. Siswa kesulitan mempelajari konsep berikutnya, jika konsep yang mendahuluinya belum terbentuk dengan benar. 2. Masalah dari media. Soal cerita yang banyak membicarakan hal-hal abstrak itu perlu sekali adanya peraga yang cocok, mungkin gambar, mungkin tiruan benda atau malahan bendanya sendiri yang jadi alat peraga sangat penting dalam membantu proses berpikir siswa. 3. Masalah yang berasal dari siswa. Setiap siswa mempunyai kecepatan belajar yang berbeda, dan gaya belajar yang berbeda pula. Setiap siswa mempunyai kecenderungan untuk membentuk konsep sendiri, yang akhirnya membentuk miskonsepsi siswa independen, memandang objek dalam lingkungan sebagai tersendiri atau dapat dipisahkan dari lingkugannya. Sebaliknya siswa dependen, sukar memisahkan bagian kecil dari suatu keseluruhan. Siswa devergen, berpikirnya luas, mampu menghubungkan pengetahuan yang ada, sekalipun tidak tampak jelas kaitannya. Ia menarik simpulan dalam berbagai alternatif. Sebaliknya, siswa konvergen cenderung mempunyai fokus yang sempit dan membatasi pada pengetahuan yang jelas sekali kaitannya. Siswa implusif sangat cepat bereaksi, tanpa perenungan yang cermat, sedangkan siswa

yang reflektif lebih lambat bereaksi karena memerlukan proses pemikiran yang cermat. 4. Masalah yang datangnya dari guru. Setiap guru mempunyai gaya kognitif, gaya mengajar sendiri dan mempunyai keterbatasan pengetahuannya dan keterampilannya. Demikian kesulitan-kesulitan yang dapat timbul dalam pembelajaran matematika, sehingga matematika dapat menjadi momok bagi siswa di sekolah, dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya. 2. Hakikat Pembelajaran dan Tes Uraian Berbentuk Cerita 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan suatu proses dalam pendidikan. Pembelajaran adalah subset dari pendidikan. Pembelajaran yaitu suatu proses yang didalamnya terjadi proses belajar-mengajar serta terjadi komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Menurut Corey (dalam Saeful Sagala, 2007:61), pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Sedangkan menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (dalam Saeful Sagala, 2007:62). Ada beberapa pengertian tentang belajar seperti yang dikutip dalam Muhibbin Syah (2006:64-68) adalah sebagai berikut: a. Skiner, seperti yang dikutip Barlow (1985) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. b. Chaplin (1972) membatasi belajar dengan dua rumusan. Rumusan pertama berbunyi: belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya adalah: belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus. c. Hintzman (1978) berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. d. Witting (1981) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman. e. Reber (1980) membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. f. Biggs (1991) mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu perubahan dan tingkah laku ditinjau secara Kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), Institusional (tinjauan kelembagaan) dan Kualitatif (tinjauan mutu).

Jadi dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Pentingnya soal cerita bagi siswa yang disebutkan oleh Kiemer (dalam Sumarjatie, 2005:16), mengungkapkan bahwa: One of the main objective in the teaching of secondary is the development of the ability to solve verbal problems. Pemberian soal cerita merupakan suatu upaya dalam mencapai tujuan pengajaran Matematika yang bersifat formal dan material. Aspek formal terlihat dengan adanya langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita. Sedangkan aspek material terlihat pada soal cerita yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan kehidupan seharihari. Disamping itu, soal cerita merupakan salah satu bahan ajar yang dapat melatih ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah. Melalui kegiatan pemecahan masalah diharapkan pemahaman materi Matematika akan lebih mantap dan kreatifitas siswa dapat ditumbuhkan. Untuk dapat menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai materi yang dipelajari, agar siswa dapat memahami maksud soal. Di samping itu, seorang siswa yang dihadapkan dengan soal cerita harus memahami langkahlangkah sistematik untuk menyelesaikannya. Haji Saleh, mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan awal, yaitu kemampuan dalam mengikuti langkah-langkah berikut yang dapat menumbuhkan daya analisis siswa: a. Siswa dapat menentukan hal yang diketahui dalam soal. b. Siswa dapat menentukan hal yang ditanyakan dalam soal. c. Siswa dapat membuat model matematikanya. d. Siswa dapat melakukan perhitungan. e. Siswa dapat menentukan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal. Dari pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam menyelesaikan suatu soal cerita adalah pemahaman terhadap suatu masalah sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Untuk melakukan hal ini, Hudoyo dan Surawidjaja memberikan petunjuk: a. Baca dan bacalah ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat. b. Identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut. c. Identifikasikan apa yang hendak dicari. d. Abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan. e. Jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi. S U B H A N /sastra5angka.files.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai