Anda di halaman 1dari 5

Kepada Yth: Redaktur Opini Harian Merapi Salam sejahtera kami sampaikan.

Bersama ini saya kirimkan sebuah artikel dengan judul Konsisten dan tetap hanya memproduksi produk lokal (Pernak-pernik Keagamaan). Secara ringkas, artikel ini mengulas bagaimana menjaga konsistensi dalam memproduksi budaya lokal.Berkomitmen terhadap etika kepenulisan sebagai pemerhati masalah dalam pemproduksi budaya lokal, maka saya kirimkan tema opini ini hanya kepada harian ini saja. Besar harapan kami ide gagasan ini menjadi pertimbangan dan pilihan untuk dimuat dalam harian ini. Demikian atas perhatian dan kesediaannya, kami mengucapkan terima kasih.

Nguda Rasa Konsisten dan tetap hanya memproduksi produk lokal (Pernak-pernik Keagamaan) Oleh:Luluuatul Faaizah, Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.Penulis sebagai pemerhati dalam melestarikan produk lokal. Belakangan ini, banyak orang yang mengalihkan perhatiannya untuk berdagang yang serba mewah, barang-barang ekspor dan sudah tidak butuh lagi barang impor yang nilai jualnya lebih rendah dibandingkan barang exspor. Namun kondisi yang positif yang terjadi di masyarakat belakangan rasanya seperti dikhianati ketika barang impor yang tidak laku dijual lagi di negerinya sendiri, melainkan yang laris dipasaran adalah barangbarang exspor. Dengan kegelisahan yang menimpa masyarakat Indonesia, masih ada orang yang mampu mempertahankan barang lokal sebut saja bapak Sigit. Beliau lahir di Yogyakarta tanggal lahirnya penulis kurang tahu, sejak kecil ia hanya merasakan bangku sekolah sampai SD itupun dalam kondisi yang memprihatinkan. Setelah lulus dari SD ia langsung diajak untuk bekerja yang mana jualan khas Jogja yaitu pernak-pernik tulisan atau kaligrafi yang ditulis dibambu dan kulit kambing yang mana itu mempunyai nilai-nilai keagamaan (simbol agama). Bapak Sigit dari kecil sudah bisa bekerja, pertama ia bekerja pada tahun 1976 sampai sekarang ini dan pastinya mengetahui bagaimana rasa pahitnya orang mencari uang. Kadang ramai kalau hari liburan dan sepi kalau hari-hari biasa. Bapak Purwo ini jualan barang-barang antik yaitu tulisan atau kaligrafi yang terbuat dari bambu dan ditulis dikulit kambing. Beliau salah satu orang yang masih konsisiten dan tetap dengan produk lokal yaitu buatan asli Indonesia. Di pagi hari yang cerah bapak Sigit menyiapkan barang dagangannya untuk segera dijual dipasar Malioboro, biasanya dibuka jam 10.00 pagi sampai 22.00 malam itu setiap hari ia lakukan dengan istiqomah, konsisiten dan tepat waktu meskipun dikala lagi terkena cobaan sakit ia masih tetap berjualan. Karena dengan berdagang hidup terasa nyaman tutur bapak Sigit sejak pemimpinnya soeharto. Kata beliau dengan gaya pemimpin soeharto masyarakat bisa makan dengan enak semua barang murah kalau dibandingkan dengan presiden sekarang tidak adanya rasa

kemanusiaan yang miskin tetap miskin yang kaya tetap kaya, becandanya bapak Sigit ketika ditanya. Penulis benar-benar prihatin dengan keadaan sekarang begitu banyak produk dari luar, seolah-olah produk kita tidak ada harganya. Di mata dunia Indonesia adalah negara yang subur, makmur, dan banyak penghasilan dari perut bumi. Bapak Sigit salah satu orang yang cinta terhadap produk lokal, dia setiap harinya mendapatkan kurang lebih 20 biji tulisan kaligrafi yang terbuat dari berbagai macam bentuk, mulai dari bambu, kulit kambing, kain. Penulisan kaligrafi ini menggunakan tinta emas, adapun untuk harganya beragam, kalau yang kecil Rp 20.000 dan yang besar Rp 40.000. Setiap harinya tidak tentu kadang laku 8 sampai 20 biji. Bapak Sigit rumahnya tidak jauh dengan tempat jualannya yaitu Malioboro, semua yang dijual barang-barang yang tidak terlepas dari simbol-simbol keagamaan. Macam-macam barang yang ada diantaranya; kalung salib yang mencirikan itu kristen dan menganggap bahwa Tuhan dekat dengan dirinya karena menurut yang memakai itu sebagai pengganti dan mengingatkan kita untuk beriman. Selain itu ada juga simbol keagamaan yang mencirikan Islam yaitu berbagai bentuk mulai dari bentuk bangunan masjid, kabah, tulisan-tulisan arab yang ditulis dengan indah di atas kulit kambing, bambu dan sebagainya. Semua itu memberikan inspirasi terhadap masingmasing orang yang memakainya. Setelah penulis bertanya dengan salah seorang yang memakai simbol keagamaan, hanya satu yang diinginkan yakni ingin dekat Tuhan. Tempat yang dipakai bapak Sigit untuk jualan adalah tempat yang sudah ternama di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri yaitu Malioboro. Setiap harinya bapak jualan dari pagi sampai malam, dan tempat itu tidak lepas dari bagian koperasi yang pastinya terkena pajak. Begitu juga dengan bapak Sigit yang jualan di tempat itu setiap harinya membayar Rp 2000 dan pengambilan pajaknya perbulan sekali. Semua barang yang ada bukan murni asli buatannya sendiri ada yang mensuplai tiap harinya, bapak Sigit tinggal menjualkan saja laku tidaknya tidak masalahnya baginya. Barang-barang yang didapatkan dari Bantul yang konon terkenal dengan pasar seni. Sudah menjadi hal biasa setiap penjual di mana tempat tinggalnya masih dilingkup daerah pemerintahan pastinya ada pembayaran pajak. Begitu juga bapak Sigit yang sabar ketika ditagih untuk membayar pajak tempat dia jualan. Tapi semua itu untuk kebaikan para pedagang juga, dan kesejahteraan bersama dalam bentuk fasilitias tempat yang memadai, lingkungan yang bersih, serta aman setiap harinya. Penulis ketika mengunjungi tempat di mana di situ terjadi interaksi jual beli antara pedagang dengan pembeli, dan yang tidak habis pikir menurut penulis orang-orang penjual di sini (Malioboro) ramahramah, sopan, dan tutur katanya enak didengar apa mungkin karena di Yogyakarta kota yang masih kental dengan bahasa Jawanya ataupun mungkin faktor lain. Apa yang sudah dilakukan oleh bapak Sigit dan pedagang lainnya menjadi salah satu contoh bahwa produk sendiri masih mempunyai nilai yang tinggi dan konsisten dengan apa yang mereka lakukan. Sangat tidak mungkin jika manusia tidak memiliki modal (kapital), karena di dalam diri manusia tertanam apa yang dinamakan pengepul. Dan yang dijual oleh bapak Sigit adalah barang-barang antik yang mengandung makna dan memiliki simbol keagamaan. Simbol di sini bisa membangkitkan semangat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan atau menghubungkan kepada Tuhan (arti symbollein; Yunani). Kemudian menurut Victor Turner simbol memiliki unsur-unsur ritual yang

memberikan semangat kepada manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena dengan itu hidup terasa nyaman dan tentram. Ketika penulis mewawancari, beliau merasa senang dengan kedatangan kami, karena kata beliau pembeli jangan cuma beli barang yang serba ada, tapi mencoba untuk mengetahui dari mana pembuatannya, siapa orangnya, dan sebagainya yang masih banyak harus ditanyakan. Dengan semua itu kita bisa melihat langsung interaksi sebenarnya. Luluuatul Faaizah, Mahasiswa JurusanSosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga jalan Laksda Adisucipto, Yogyakarta. Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Rhetor UIN Sunan Kalijaga. Beberapa tulisannya mulai termuat di berbagai media massa. Seperti: KEDAULATAN RAKYAT, HARIAN JOGJA, SUARA MERDEKA,dan BERNAS. HP: 085643940996 Email: aizza28@gmail.com

Posisi Perempuan Dalam Dunia Politik

Politik itu hal yang terkait langsung dengan kehidupan manusia yang berinteraksi dalam ranah kehidupan masyarakat. Politik ibarat seni untuk mengelola setiap kehidupan bagian dari diri manusia. Untuk mempelajari politik penulis mencoba untuk membedah, memahami dan menerapkannya ke dalam seni pengelolaan hidup manusia. Sebagaimana prinsip di dalam politik dapat dibentuk disiplin ilmunya sehingga dapat dipelajari secara sistematis dan disusun pedomannya. Sayangnya pendidikan politik di negeri ini masih didominasi oleh organisasi-organisasi sosial politik dan menjadi suatu pembelajaran yang elit di beberapa jurusan di perguruan tinggi. Sehingga sangat wajar jika masih banyak anggota masyarakat kita yang belum memahami dan mengerti apa itu hak-hak yang terkait di dalam dunia berpolitik dengan baik dan menyampaikan aspirasinya secara benar dalam konteks hukum. Perlu kita cermati bersama bahwa dunia politik itu tidak selamanya baik dan benar di dalam kehidupan masyarakat. Memang dalam dunia politik lebih banyak laki-laki ketimbang perempuan. Penulis sebagai perempuan menyadari posisi perempuan dalam posisi pemerintahan yang ada memang sedikit. Perempuan dalam posisi pemerintahan mendapat peluang kurang lebih 20% namun posisi itu tidak terisi dengan penuh oleh perempuan hanya 0,8% saja posisi itu di duduki oleh perempuan. Dimungkinkan karena imej masyarakat tentang gender yang mengatakan perempuan di dapur saja. Agama membatasi gerak perempuan dengan mengancam pemimpin perempuan itu tidak baik karena laki-laki yang pantas menjadi pemimpin. Penulis telah melihat faktanya dan menyadarinya perempuan bukan hanya di dapur saja dan perempuan di era sekarang ini sudah di anggap sama hak dengan laki-laki karena perempuan diciptakan sebagai mahluk sosial untuk pendamping laki-laki bukan sebagai penguasa. Perempuan lebih susah ketika mengambil suatu keputusan secara tegas sebab perempuan lebih mengunakan perasaannya ketika akan mengambil sebuah keputusan yang ada pada dirinya sehingga menjadikan suatu pekerjaan yang ia lakukan kurang maksimal. Laki-laki lebih menggunakan pikirannya sehingga masyarakat menilai bahwa laki-laki itu lebih dominan dalam memimpin dan laki-laki mampu melindungi perempuan. Sebenarnya agama tidak membatasi gerak perempuan dari apa yang sudah di miliki dan dapat melaksanakan kewajibannya perempuan tidak ada salahnya untuk mengembangkan potensi dan bakatnya di dalam dunia berkarir di dalam dunia politik. Dalam kenyataannya perempuan sekarang sudah mengalami kemajuan jaman dalam pekerjaan yang ia alami dengan kesadaran serta pemahaman politik yang ada pada saat ini. Selain itu perempuan di dalam dunia perpolitikan sendiri masih berjalan meskipun hasilnya kurang maksimal dan tidak menyatu dengan kedisiplinnan waktu dalam bekerja. Kondisi tersebut tentunya menciptakan pemahaman dan penerapan atas politik yang beretika, benar dan efektif akan kedisiplinan waktu dan ketepatan dalam bekerja. Yang paling utama adalah kesejahteraan sosial yang adil dan beradab harus dapat terwujud dalam kerangka demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam pengembangan karir terhadap perempuan. Luluuatul Faaizah, Mahasiswa JurusanSosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga jalan Laksda Adisucipto, Yogyakarta.

HP: 085643940996

Email: aizza28@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai