Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di tanah air. Beberapa faktor alami yang menyebabkan seringnya terjadi bencana tersebut antara lain banyak dijumpainya gunung api baik yang masih aktif maupun yang non aktif. Selain itu, wilayah Indonesia merupakan pertemuan 3 lempeng Australia, Eurasia dan Pasifik sehingga sering dilanda gempa bumi tektonik.
Guncangan gempa tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tanah longsor pada daerah perbukitan dengan lereng yang curam, Bencana tanah longsor yang terjadi di berbagai lokasi di Indonesia, umumnya terjadi pada musim penghujan, sehingga dampak yang ditimbulkan tidak hanya terjadi setempat (on site) namun juga disebelah hilirnya (off site), yaitu berupa hasil sedimen yang jumlahnya cukup besar untuk suatu kejadian hujan tertentu. Penyebab tanah longsor terutama disebabkan oleh ketahanan geser batuan yang menurun tajam jauh melebihi tekanan geser dan yang terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan air akibat pembasahan atau peningkatan kadar air, disamping juga karena adanya peningkatan muka air tanah.
topografi (kemiringan lereng). keadaan tanah (tekstur, struktur perlapisan). keairan termasuk curah hujan. gempa bumi dan keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan.
Dari uraian di atas diperlukan identivikasi tanah yang berpotensi longsor serta berbagai cara pengendaliannya
Pertama dilakukan identivikasi tanah berpotensi longsor dengan menggunakan teknik Penginderaan Jauh (PJ). Sedangkan teknik pengendaliannya digunakan berbagai metode yang adaptif dengan lingkungan setempat : 1) teknik penutupan retakan tanah dengan tanah liat, 2) teknik pengendalian sudut lereng, 3) teknik pemadatan tanah, 4) teknik pengendalian aliran air permukaan dan bawah permukaan/drainase tanah, 5) teknik perbaikan kualitas tanah, dan 6) teknik pengendalian vegetasi/jenis tegakan penutup tanah.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan metode pemrosesan data penginderaan jauh (PJ) untuk memudahkan di dalam melakukan zonasi daerah rawan longsor serta metode dan teknik pengendalian tanah longsor yang efektif dan efisien.
Metode Penelitian
Identifikasi Tanah Berpotensi Longsor dengan Citra Landsat 7 ETM+ Tahapan kegiatan kajian sebagai berikut : Image enhancement perbaikan citra dengan koreksi geometri dan koreksi radiometri. Penajaman citra dan pemrosesan citra dengan metode filtering Dijitasi peta situasi dan peta dasar lainnya serta peta peta pendukung lainnya seperti peta geologi, peta jaringan jalan dan sungai Klasifikasi awal daerah rawan longsor dan erosi jurang pada citra satelit Landsat TM secara visual dengan metode tidak berbantuan (unsupervised classification method). Kegiatan lapangan, untuk mengumpulkan data lapangan (seperti data koordinat penutup lahan, data curah hujan, kemiringan lereng, solum tanah dll) disamping itu untuk mengecek akurasi hasil klasifikasi awal seperti tersebut di atas. Data hasil kegiatan lapangan digunakan untuk melakukan klasifikasi ulang (reklasifikasi) dengan metode klasifikasi berbantuan (supervised classification method) Tumpang susun (overlay) hasil klasifikasi berbantuan dengan peta tematik digital seperti peta geologi, peta jaringan jalan dll. Analisa hasil Pencetakan peta hasil kegiatan
Penyelidikan gerak masa tanah dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran lubang bor yang beri stik dari basi baja dan diukur tingkat gerakannya (perubahan kemiringan) dengan kedalaman vertical lubang bor berkisar antara 0.5-2 m. Penentuan tingkat kandungan air tanah yang dapat didrainasekan dilakukan dengan menggunakan sulingan yang terbuat dari peralon yang dilobangi seperti seruling. Peralon tersebut secara horizontal ditancapkan kedalam dinding/lereng sedalam sampai pada batuan keras/bidang luncur. Rencana (Design) teknis untuk pengendalian tanah berpotensi longsor dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan rencana teknik pengendalian yang akan diterapkan yang disesuaikan dengan kondisi lokasi, tingkat potensi bahaya tanah longsor, sosial-ekonomibudaya masyarakat setempat yang meliputi: penutupan retakan tanah (sebelum hujan) dengan tanah liat pengendalian sudut lereng (tebing) dengan bronjong kawat yang diisi dengan batu kali. pengaturan drainase air permukaan dengan pembuatan saluran pembuangan air (SPA) yang dilengkapi dengan drop structure (terjunan) dari batu. Pengaturan drainase bawah permukaan tanah dengan pembuatan Sulingan yang terbuat dari pipa pralon yang ditusukkan secara horizontal pada lereng/tebing sampai pada batuan keras. Peralatan pemantau hujan, gerak masa tanah, dan efektivitas kerja dari sulingan dilakukan di masing-masing lokasi daerah rawan longsor .
Pemilihan ukuran matrik (window size) untuk pelaksanaan filter tersedia dengan ukuran 3 X 3, 5 X 5, 7 X 7, 9 X 9 dst. Disamping itu pengguna dapat membuat formula matrik tersendiri. Di bawah ini matrik yang diterapkan pada citra untuk kajian tersebut : Penerapan ketiga matrik tersebut di atas pada citra akan merubah tampilan citra pada layar (screen) komputer, disamping itu akan merubah juga nilai digital citra satelit. Oleh karena itu setelah proses filtering , citra tersebut sebaiknya tidak dilakukan klasifikasi secara digital. Dengan metode ini dimungkinkan untuk memperjelas kenampakan garis (edengane enhancement) seperti jalan, jaringan sungai dan alur alurnya sehingga sangat membantu dalam membedakan kelerengan dan topografi.
Sesudah proses filtering, masing-masing proses filtering tidak sama kelemahan dan keuntungannya.
Sedangkan topografi/ lereng dapat diinterpretasi pada citra. Daerah dengan topografi datar dapat dibedakan dengan daerah perbukitan dan pegunungan, yaitu dengan melihat alur - alur sungai yang tampak pada citra. Sedangkan penutupan lahan seperti lahan berhutan dan tidak berhutan (tegalan, lahan kosong, sawah dan pemukiman) dapat diinterpretasi pada citra. Di dalam kajian ini penutupan lahan merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan tanah longsor dan erosi jurang. Disamping itu kegiatan lapangan (survei lapangan) digunakan untuk mengumpulkan data lapangan dan mengecek hasil deliniasi awal pada citra.
Kesimpulan