Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH NEW DISCOVERY DRUG

CELASTROL SEBAGAI ANTI ANGIOGENESIS BARU


PENDAHULUAN Kanker adalah penyakit yang menyebabkan kematian peringkat kedua di Eropa dan Amerika Utara. Tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Semua sumber alam di seluruh dunia telah dieksplorasi untuk keperluan pencegahan, menciptakan alat diagnosa dan terapi kanker. Penelusuran penemuan obat kanker merupakan sesuatu pekerjaan yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Banyak kasus dalam penemuan antikanker pada akhirnya terputus ditengah jalan atau pada akhirnya tidak berhasil mengobati dan menyembuhkan kanker. Schwartsmaann et.al. (1988) mencatatat lebih dari 600.000 senyawa telah discreening sebagai antikanker, akan tetapi kemudian hanya kurang dari 40 senyawa yang rutin digunakan di klinik sebagai antikanker [1]. Kanker adalah penyakit yang berbahaya yang ditandai dengan proliferasi sel yang tidak terkontrol dan abnormal. Pertumbuhan kanker tergantung dari sel kanker dan lingkungan sekitar yang mendukung pertumbuhan kanker itu sendiri. Semua jenis kanker membutuhkan suplai darah dan oksigen yang cukup untuk mendukung perkembangannya. Oleh karena itu, sel kanker akan mengembangkan suatu sistem pada lingkungan di sekitarnya untuk mengarahkan pertumbuhan pembuluh darah yang telah ada menuju ke sel kanker itu sendiri, dan peristiwa ini kita sebut sebagai proses angiogenesis [2]. Dalam peristiwa angiogenesis, sel kanker akan mengembangkan dua lingkungan utama, yaitu (1) kanker mikrovaskulatur dan (2) kanker mikroenvirontment, dimana kedua lingkungan ini akan mendukung proses pembentukan pembuluh darah baru. Sebagai akibatnya adalah, terbentuknya pembuluh darah yang baru sebagai tempat untuk mengalirkan kebutuhan pasok oksigen, nutrisi dan faktor pertumbuhan serta sebagai tempat pembuangan sisa metabolisme dari sel kanker, sehingga akan mendukung pertumbuhan sel kanker yang progresif [2]. Selain itu, pembuluh darah juga merupakan tempat untuk berpindahnya sel kanker dari tempat yang satu ke temapat yang lain (metastasis) [1].

B A C

Gambar 1. Peristiwa Angiogenesis. (A) Sel kanker dengan ukuran diameter <1mm mendapatkan pasokkan oksigen dan nutrisi dari host vaskulature. (B) Sel Kanker yang lebih besar membutuhkan jaringan aliran darah baru, sel kanker melepaskan faktor angiogenesis yang akan menstimulasi perpindahan, proliferasi dan pembentukkan pembuluh darah dari sel endotel yang terletak di dekat pembuluh yang telah ada. (C) Pembuluh darah mengalir langsung kepada sel kanker dari pembuluh darah utama untuk mendukung pertumbuhan sel kanker yang progresif (Konerding, et.al., Blood Perfusion and microenvirontment of Human tumours, 2002). Mencegah peristiwa angiogenesis adalah salah satu cara dalam menterapi kanker karena akan menghambat penghantaran oksigen dan nutrisi ke arah sel kanker dan akan mengakibatkan regresi pada sel kanker. Terdapat tiga langkah kunci dalam peristiwa angiogenesis, yaitu proliferasi dan migrasi sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru serta remodeling ekstraselluler matrix. Beberapa molekul signal transduksi yang berasal dari sel kanker memainkan peranan dalam proses angiogenesis telah berhasil diidentifikasi, termasuk dalam hal ini adalah Vaskular Endothelial Growth Factor (VEGF), integrins, system aktifasi plasminogen dan Matrix Metalloproteinases (MMPs). Target obat juga telah berhasil diidentifikasi untuk menghambat satu aspek atau lebih dari jalur ini seperti antagonis reseptor VEGF dan VEGF antibody [1]. Telah banyak ditemukan obat-obatan yang berasal dari bahan alam yang telah terbukti menghambat peristiwa angiogenesis pada sel kanker. Diantaranya adalah celastrol [3], suatu triterpenoid yang berasal dari tumbuhan Tripterium wilfordii F Hook yang merupakan tanaman obat tradisional yang telah digunakan selama berabad-abad di

China. Pada makalah ini kita akan membahas tentang suatu penelitian yang dilakukan oleh Zhou and Huang (2009) yang membuktikan efek celastrol sebagai antiangiogenesis.

ANGIOGENESIS Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru yang terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Angiogenesis juga terlibat dalam proses penyembuhan, seperti pembentukan jaringan baru setelah cidera. Akan tetapi, angiogenesis juga merupakan langkah yang sangat penting dalam karsinogenesis atau pertumbuhan sel kanker sehingga terjadi perkembangan sel kanker yang tidak terkendali dan bersifat ganas [4]. Angiogenesis juga berkembang menjadi sesuatu yang bersifat patologis dan berhubungan dengan kanker, inflamasi, penyakit kulit dan penyakit mata [5]. Kondisi patologi angiogenesis ini dikarakterisasi oleh pembentukan pembuluh darah baru dan penghancuran sel normal yang ada di sekitarnya. Berbeda dangan angiogenesis fisiologis, angiogenesis patologi ini dapat berlangsung lama sampai beberapa tahun dan biasanya berhubungan dengan beberapa gejala klinis. Angiogenesis patologi adalah pembentukan pembuluh darah baru yang tidak normal dimana tubuh akan kehilangan kontrol dalam mengatur keseimbangan sekresi angiogenik stimulator dan inhibitor. Sel kanker akan memproduksi angiogenics growth factor yang menyimpang dalam jumlah yang banyak dimana efeknya akan kuat sekali dalam meniadakan efek angiogeneics inhibitor. Sebagai akibatnya adalah terjadinya pembentukan pembuluh darah yang baru dengan sangat cepat dalam pola yang tidak terkontrol [2]. Awal kejadian angiogenesis secara molekular dapat di lihat pada gambar 2. Pertumbuhan sel kanker yang sangat cepat akan menginduksi keadaan kekurangan oksigen (hypoksia) pada sel kanker tersebut, oleh karena itu sel kanker akan merespon dengan mengekspresikan hypoxia inducible factor (HIF). Dalam keadaan hipoksia, HIF akan masuk dan terakumulasi dalam nukleus (inti sel), dimana HIF ini merupakan signal tranduksi ekspresi gen beberapa protein, diantaranya adalah beberapa protein penting bagi sel kanker dalam menginduksi peristiwa angiogenesis sel endotel.

Gambar 2. Induksi angiogenesis oleh sel kanker [6]. Faktor pertumbuhan seperti VEGF, Fibroblas Growth Factor (FGF) dan TGF akan menginduksi jalur-jalur (seperti PLC, PI3K, Src, Smad signaling) yang akan mengakibatkan proliferasi sel endotel, peningkatan permeabilitas vascular dan migrasi sel endotel. Ekstrasellular Matrix Protease dan beberapa regulator akan menginduksi matrix remodeling yang akan mempersiapkan migrasi sel endotel dari pembuluh darah yang telah ada (host) membentuk pembuluh baru. Cytokines akan meningkatkan pertumbuhan kanker [6]. Selain keadaan hipoksia, jalur PI3K dan Ras juga dapat meningkatkan ekspresi HIF dengan cara meningkatkan translasi HIF. Kerusakan jaringan normal, keadaan ischemia dan inflamasi akan mengakibatkan munculnya magropagh dan bone marrowderived inflammatory cells (BDMC) pada area yang didesak oleh sel kanker, dimana dan menginduksi ekspresi protein signal (seperti Slit2) yang akan mengembangkan pembentukan jaringan penghubung pembuluh darah dengan sel kanker

monosit ini akan menginduksi angiogenesis dengan cara yang sama, yaitu dengan pelepasan protein-protein yang akan menginduksi pembentukan pembuluh darah baru [6]. Vaskular Endothel Growth Factor (VEGF) Napoleon ferrara (ilmuan Genentech) adalah orang pertama yang membuktikan bahwa dengan menghambat angiogenesis akan dapat memaksa tumor menderita kekurangan pasokan oksigen dan selanjutnya akan menghambat pertumbuhan sel tumor. Lima belas tahun yang lalu, Ferarra dan timnya mengidentifikasi protein Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), sebuah protein pengatur utama dalam proses angiogenesis. Selain itu VEGF juga merupakan mediator kunci dalam patologi angiogenesis pada beberapa tumor dan penyakit mata [7]. Illustrasi keterlibatan VEGF dalam peristiwa angiogenesis dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram yang mengilustrasikan peranan VEGF dalam pembentukan pembuluh darah baru untuk mensupport pertumbuhan sel kanker [7]. Terjadinya ikatan VEGF pada VEGF reseptor (VEGFR-2) akan memulai signal tirosine kinase cascade yang akan menstimulasi permeabilitas pembuluh darah dengan berbagai cara (eNOS akan memproduksi NO), proliferasi dan pendesakkan (oleh bFGF) dan dengan berbagai pengaruh oleh faktor lainnya akan membuat diferensiasi sel menjadi pembuluh darah yang matang. Secara mekanis, upregulations VEGF akan

mengakibatkan banyaknya ekspresi NO dan mengakibatkan kontraksi otot polos sel endotel pembuluh yang akan meningkatkan aliran darah pada area yang dipengaruhi. Akibat dari keadaan ini adalah akan memicu produksi mRNA yang menyandi sintesis VEGFR-1 dan VEGFR-2, dengan kata lain keadaan ini akan mempercepat peristiwa angiogenesis. Oleh karena itu, NO juga merupakan kontributor utama dalam peristiwa angiogenesis, dimana jika NO dihambat juga akan dapat mengurangi efek angiogenesis. ANGIOGENESIS INHIBITOR Salah satu cara dalam terapi kanker adalah dengan menghambat peristiwa angiogenesis. Penghambatan pembentukan pembuluh darah baru telah banyak dilakukan untuk beberapa indikasi, diantaranya adalah dengan menginterfensi angiogenesis pada pertumbuhan sel kanker. Beberapa mekanisme kerja obat dalam menghambat angiogenesis dapat dilihat pada gambar 4. Salah satunya adalah dengan menghambat kerja VEGF dan atau memblokade reseptor VEGF (VEGFR-1 dan VEGFR-2).

Gambar 4. Beberapa titik tangkap sebagai target utama antiangiogenesis. VEGF dan VEGFR (lingkaran biru) merupakan salah satu target dalam penghambatan angiogenesis sel kanker [5].

Antiangiogenesis dikembangkan dengan dua cara, yaitu : (1) target utama adalah terhadap faktor angiogeniknya dan (2) adalah terhadap reseptornya. Mekanismenya adalah dengan menghambat aktifitas molekul faktor angiogenik yang akan menginduksi enzim ekstraselluar matrix yang akan menyerang dinding sel endotel pembuluh darah dan menghambat proliferasi sel endotel pembuluh [8]; [9]; [4]. Tripterium wilfordii F Hook Tripterium wilfordii F Hook merupakan tumbuhan merambat yang banyak tumbuh di daerah China bagian selatan [10]. Selain itu, tanaman ini juga banyak tumbuh di Taiwan dan Burma. Orang China telah banyak menggunakan serbuk dan ekstrak T. wilfordii sebagai obat herbal selama lebih dari 200 tahun. Ekstrak Khloroform/Ekstak Metanol akar Tripterygium wilfordy Hook F (T2) telah digunakan untuk terapi penyakit autoimmune dan inflamasi selama beberapa tahun belakangan ini [11].

Gambar 5. Bagian dari tumbuhan Tripterium wilfordii F Hook. Penelitian terkini menyimpulkan bahwa T2 sangat poten digunakan sebagai antiinflamasi dan immunsupressan. Laporan lain menyatakan bahwa mekanisme kerja dari T2 ini adalah dengan menghambat induksi COX-2 sehingga akan menurunkan produksi prostaglandin [12]. Sebagai immunosupresan dengan studi in vitro dan in vivo, T2 bekerja dengan menghambat respon mitogen limfosit T dan limfosit B, produksi Ig, phagositosis bakteri dan produksi beberapa cytokines penting yang memediasi respon

immune (IL 1, 2, ,4 6, 8) dan TNF- [13]; [14]; [15]. FDA telah mengeksplorasi uji klinik terhadap T2, terutama efek farmakologi T2 sebagai obat reumatik arthritis. Disamping memiliki efek yang menguntungkan, T2 ternyata juga merupakan senyawa yang toksik untuk beberapa target, diantaranya terhadap system hemapoetic dan penggunaannya pada beberapa kasus menimbulkan leukopenia, thrombocytopenia dan anemia aplastic [10]. Efek samping lainnya adalah gangguan gastrointestinal, amenorrea dan disfungsi ginjal [14]; [16]. Hasil penelitian yang dilakukan Pyatt, et.al. (2000) membuktikan T2 pada dosis terapi memicu efek cytotoksis yang signifikan, walaupun secara tidak langsung, yaitu dengan cara menghambat respon faktor pertumbuhan pada CD34+ sumsum tulang punggung manusia secara in vitro, dan memberikan kesan menghambat Nuclear Factor kappa-B (NFk-B), dimana akan merubah pengaturan transkripsi yang merupakan syarat dalam pembentukan koloni pertumbuhan sel. Potensi hematotoksis yang sangat serius dari T2 mengakibatkan resiko kesehatan yang signifikan dari penggunaan herbal ini [10]. Setelah diketahui memiliki efek toksik, T2 mulai ditinggalkan dan sebagai gantinya, masyarakat China pada beberapa tahun belakangan ini lebih sering menggunakan ekstrak etanol, ekstrak etil asetat dan plyglikosida dari Tripterium wilfordii F Hook sebagai pengganti T2. Ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat T. wilfordy Hook F memberikan efek terapi yang cukup bagus pada pasien rhematic arthritis (RA) yang sulit disembuhkan. Pada dosis terapi, ekstrak ini dapat ditoleransi dengan baik oleh kebanyakan tubuh pasien tanpa menimbulkan efek samping yang nyata. Ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat dari Tripterium wilfordii F Hook ini juga telah digunakan untuk penyakit SLE, ankylosing sponditis, psoriasis, dan idopati IgA-nephropaty . Senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap efek terapi dan efek samping dari ekstrak T. Wilfordii tidak pernah dilukiskan secara jelas. Diterpenoid dan tripdiolide adalah komponen utama yang ditemukan dalam ekstrak T. Wilfordii dan nampaknya bertanggung jawab terhadap kedua efek tersebut. Tripdiolide, diterpenoid lain yang terdapat Tripterium wilfordii F Hook juga telah berhasil diidentifikasi dan terbukti bertanggung jawab terhadap efek antiinflamasi dan immunosupressan, sama dengan tritodiolide. Kedua diterpenoid ini telah dilaporkan bertanggung jawab terhadap efek terapi, baik secara in vivo dan in vitro [11].

CELASTROL Celastrol adalah suatu triterpenoid (a quinon methide triterpene) yang merupakan komponen aktif dari Tripterium wilfordii F Hook [17]. Celastrol memiliki nama kimia 3hidroxy-9,13-dimetil-2-oxo-24,25,26-trinorolena-1 (10), 3,5,7-tetraen-29-oic acid, dengan rumus molekul C29H38O4 dan berat molekul sebesar 450,6. pelarut organik seperti etanol, DMSO, dimetil formamide (DMF) [18] struktur kimia celastrol dapat dilihat pada gambar 6. Celastrol berbentuk kristal padat yang larut dalam

Gambar 6. Struktur kimia celastrol [17] PENELITIAN TERDAHULU CELASTROL Selain memiliki aktifitas sebagai antioksidan dan antiinflamasi, celastrol juga efektif digunakan dalam terapi penyakit autoimmune, asthma, inflamasi kronis dan penyakit neurodegenerative [19]; [20]. Penelitian secara in vitro celastrol mampu menghambat proliferasi sel kanker dan menginduksi kematian sel leukomia [21]. Celastrol adalah penghambat proteasome alami yang sangat potensial untuk pencegahan dan pengobatan kanker prostate. Aksi chelastrol sebagai penghambat proteasome berhubungan dengan chimotripsin like-activity yang berhubungan dengan induksi apoptosis pada sel kanker prostate. Penggunaan celastrol dalam terapi kanker prostate pada mencit menunjukkan penghambatan yang signifikan (65 93 %) pada pertumbuhan sel kanker [17]. Selain itu, pemuan yang dilakukan oleh Zhang, et.al (2006) menyatakan bahwa celastrol pada dosis non toksik (20 200 nmol/L) mampu menghambat (mengikuti pola tergantung dosis) ekspresi dari E-selectin, Vascular Cell Adhesion Molecule (VCAM-1), dan Intracelullar Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) pada sel endotel

vena umbilical manusia (HUVEC). Celastrol juga mampu menghambat TNF- yang mengendalikan transkripsi mRNA Cell Adhesion Molecule (CAM) dan translokasi Nuclear Factor-Kappa B (NF-kappa B) [22]

PENELITIAN ZHOU and HUANG (2009) CELASTROL SEBAGAI ANTIANGIOGENESIS BARU, MAMPU MENGHAMBAT ANGIOGENESIS SECARA IN VIVO DAN IN VITRO [3] Sebuah penelitian terbaru mengenai celastrol sebagai antiangiogenesis ini adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zhou and Huang (2009). Langkah pertama yang dilakukan pada penelitian ini adalah membuktikan apakan celastrol mampu menghambat pertumbuhan sel endotel secara in vitro. yang sesuai dan diamati petumbuhannya. Sel yang digunakan adalah Endothelial Cell Vascular (ECV-304) yang kemudian dikultur pada media dan kondisi Perhitungan pertumbuhan sel dilakukan Kemampuan dengan metode MTT assay dan sebagai kontrol digunakan kurkumin.

celastrol dalam menghambat pertumbuhan sel ECV-304 dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Efek celastrol terhadap pertumbuhan sel ECV-304. Sel ditreatment dengan celastrol dan kurkumin pada konsentrasi 0 25 g/mL selama 24 jam. Proliferasi sel diukur dengan metode MTT colorimetry assay [3]. Dari data yang dihasilkan dapat disimpulkan, celastrol yang dimurnikan dari T. wilfordii menghambat proliferasi ECV-304 dengan IC50 sebesar 1.33 g/mL. Untuk

mengkonfirmasi hasil ini, pada penelitian yang sama juga dilakukan pembuktian kemampuan celastrol dalam menghambat proliferasi sel yang diinduksi oleh VEGF dan bFGF untuk melihat mekanisme spesifik dari efek celastrol dalam penghambatan proliferasi sel endotel vaskuler. Pada kondisi eksperiment yang sama, celastrol mampu menghambat rangsangan pertumbuhan sel endotel pembuluh (aktifitas mitogenik) yang diinduksi oleh bFGF (data tidak dimunculkan). Langkah berikutnya dilakukan berdasarkan pertanyaan apakah celastrol mampu menghambat migrasi sel endotel yang merupakan bagian dari proses angiogenesis. Migrasi sel endotel pembuluh darah merupakan langkah penting dalam angiogenesis. Migrasi sel endotel dapat diinduksi oleh bFGF pada metode Transwell Assay. Kemampuan celastrol dalam menghambat migrasi sel dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Efek celastrol terhadap migrasi sel ECV yang diinduksi oleh bFGF dan pembentukan pembuluh. (A) Endotelial migration Assay terhadap sel ECV dalam medium DMEM yang ditumbuhkan dalam matrigel selama 72 jam. (B) Jumlah sel yang mengalami migrasi pada seri konsentrasi celastrol [3]. Data penelitian di atas menyimpulkan, celastrol pada konsentrasi 0.2 5.0 g/ml, secara signifikan menghambat migrasi sel dan pembentukan pembuluh baru. Penghambatan migrasi sel ini mengikuti pola tergantung dosis pada metode bFGFinduced cell migration in Transwell Assay. Migrasi sel endotel yang diinduksi oleh bFGF dosis 3 ng/mL dapat dihambat secara signifikan (p<0,01) oleh pemberian celastrol konsentrasi 0,04 ng/mL (gambar 8A). Analisis kuantitatif menunjukkan penghambatan

bFGF-dependent cell migration oleh celastrol (0,04 5 g/mL) adalah sebesar 23 60 % (gambar 8B). Pada sel kanker, angiogenesis adalah peristiwa pembentukan pembuluh darah baru yang diarahkan pada sel kanker untuk mendukung kebutuhan suplai oksigen dan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan sel yang cepat dan tidak terkendali. Selain itu, pembuluh darah ini juga sangat berperan dalam peristiwa metastasis, yaitu berpindahnya sel kanker dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Peristiwa pembentukkan pembuluh ini juga merupakan langkah kunci dalam angiogenesis pada sel kanker. Mekanisme kerja obat yang mampu menghambat pembentukkan pembuluh baru merupakan salah satu mekanisme yang menjelaskan efek dari antikanker dalam menghambat pertumbuhan sel kanker. Zhou dan Huang juga telah membuktikan aktifitas celastrol sebagai antiangiogenesis, yaitu dengan mekanisme menghambat pembentukan pembuluh baru, baik secara in vitro ataupun in vivo. Secara in vitro digunakan metode Matrigel-coated well. Penghambatan angiogenesis secara in vivo dilakukan dengan menggunakan model hewan percobaan (mencit), dimana angiogenesis diinduksi dengan faktor angiogenik dan angiogenesis diamati 7 hari setelah dilakukan induksi angiogenesis dan pemberian celastrol pada Pellet Matrigel. Metode lain yang digunakan untuk menggambarkan celastrol sebagai antiangiogenesis secara in vivo adalah dengan metode Cicken Corioallantoic Membrane (CAM). Pada metode ini digunakan telur ayam sebagai model untuk menggambarkan pembentukkan pembuluh darah baru, dimana pada proses pembentukkan embrio ayam dalam telur, tentu saja terjadi pembentukkan pembuluh darah sebagai sistem kardiovaskular dari embrio ayam. Sebagai parameternya adalah jumlah kapiler yang terbentuk di dalam telur. Ilustasi pengamatan jumlah pembuluh kapiler dengan metode CAM ini dapat dilihat pada gambar 9. Sebagai parameter pada metode angiogenesis secara in vitro dengan metode Matrigel-coated well adalah visualisasi migrasi sel endotel pembuluh kapiler baru yang dimodifikasi dengan teknik imaging optic dan gambar discan dengan menggunakan software Adope Photoshop. Perhitungan pembentukkan pembuluh baru dihitung dengan menggunakan software LeciaQ500IW. Data penghambatan pembentukan pembuluh kapiler baru oleh celastrol dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 9. Pengamatan jumlah kapiler pada metode Cicken Corioallontoic Membrane (CAM) sebagai model percobaan antiangiogenesis secara in vivo Dari data yang dihasilkan, celastrol (0.008 -5.000 g/mL) dapat menghambat pembentukan kapiler baru dan tidak menghambat vialibilitas sel dengan metode MTT assay (ECVs iduced by 3 ng/mL bFGF) (gambar 10A). Hasil ini dapat menggambarkan bahwa celastrol dapat menghambat aktifitas bFGF dalam menginduksi angiogenesis. Data penelitian juga menggambarkan bahwa penghambatan pembentukan pembuluh oleh celastrol terjadi dalam tiga tingkatan. Celastrol dosis (0,008 0,04 g/mL) menunjukkan pembentukan pembuluh yang sedikit dan pembentukkan pembuluh tersebut tidak lengkap. Hal ini membuktikan celastrol mampu menghambat pembentukan pembuluh baru. Treatment dengan celastrol dosis 0,2 g/mL menunjukkan pembuluh yang terbentuk terlihat menyusut dan hal ini mengindikasikan bahwa celastrol mampu memecah pembuluh darah yang telah terbentuk sebelumnya sampai 80%. Pada dosis yang lebih tinggi 1 g/mL, pembentukkan pembuluh darah dihambat secara sempurna, dimana pada dosis ini celastrol menunjukkan efek paling maksimal.

Gambar 10. Efek pemberian celastrol terhadap pembentukan pembuluh kapiler baru dengan metode Matrigel-coates well. (A) Migrasi sel endotel yang divisualisasi dengan teknik imaging optic dengan Adope Photoshop. (B) Analisis kuantitatif penghambatan pembentukkan pembuluh kapiler baru oleh celastrol [3]. Efek celastrol terhadap pembentukan pembuluh darah baru (neovascular effect) secara in vivo juga telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan metode angiogenesis yang diinduksi oleh faktor angiogenik yang ditanamkan dalam pallet-matrigel (In Vivo Matrigel Plug Assay). Pada metode ini, faktor angiogenik diinjeksikan kepada mencit secara subkutan. Tingkat angiogenesis dievaluasi pada hari ketujuh setelah injeksi. Pengamatan angiogenesis menggunakan HE Staining dan dapat dilihat pada gambar 11. Setelah didapatkan data penelitian dapat diambil kesimpulan, plugs matrigel yang terukur pada mencit yang diinjeksi dengan Endothelial Cell Growth Suplement (ECGS) (100 ng/mL) dan 5,0 g/mL celastrol menunjukkan penurunan yang signifikan pada jumlah plugs dibandingkan dengan kelompok kontrol (gambar 11A). Data ini menunjukkan bahwa celastrol adalah senyawa antiangiogenesis yang cukup poten secara invivo dan celastrol dosis 5,0 g/mL mampu menghambat pembentukan pembuluh darah baru dengan efek penghambatan lebih dari 90% secara in vivo (gambar 11B).

Gambar 11. Efek celastrol dalam menghambat angiogenesis secara in vivo. (A) Matrigel yang menggambarkan pembuluh darah yang terbentuk. (B) Analisis kuantitatif yang menggambarkan jumlah sel mengalami migrasi pada matrigel yang dihambat oleh celastrol dosis 5 g/mL [3]. Pada metode in vivo, selain metode Matrigel-coated well, juga digunakan metode CAM Assay. Dosis celastrol yang digunakan adalah 10 L. Sebagai pembanding digunakan kurkumin dosis 30 L. Data kemampuan celastrol dalam menghambat

angiogenesis dengan metode CAM assay dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Analisa Kuantitatif pengambatan angiogenesis oleh celastrol dan kurkumin dengan metode CAM assay. Sebagai kontrol negatif digunakan DMSO. Pemberian senyawa uji dilakukan pada hari ke-6 setelah pengeraman telur dengan mesin dan pengamatan angiogenesis dilakukan 48 jam setelah pemberian senyawa uji [3].

Data diatas menunjukkan kemampuan celastrol dalam menghambat angiogenesis dengan metode Cicken Chorioallantoic Membrane (CAM) Assay. Celastrol dosis 10g/eggs mampu menghambat neovascularizations sebesar 85% secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol dan hasil ini lebih tinggi daripada yang ditujukkan oleh kurkumin dosis 30 g/eggs yang hanya mampu menghambat sebesar 60%. Data ini mengindikasikan bahwa celastrol adalah agen antiangiogenesis yang poten secara invivo dan kemampuannya dalam menghambat angiogenesis secara invivo sebanding dengan kurkumin. Setelah terbukti menghambat pertumbuhan dan migrasi sel endotel, menghambat pembentukan pembuluh kapiler baru, menghambat angiogenesis secara in vitro dan in vivo, Zhou dan Huang kemudian ingin mengetahui apakah celastrol mempunyai efek sebagai antikanker secara in vivo. Untuk keperluan ini, mereka menggunakan model hewan percobaan, dengan menggunakan mecit galur BALB/c berumur enam minggu yang diinjeksi secara subkutan dengan sel Spongioblastoma Human Glioma (SHG-44). Setelah 14 hari kemudian mencit mengembangkan kanker dan diinjeksi dengan celastrol dosis (1, 2 dan 4) mg/kgBB dan sebagai kontrol digunakan cisplastin dosis 2 mg/KgBB. Pemberian senyawa uji dilakukan selama lima hari dalam satu minggu dan pengujian berlangsung selama 4 minggu (28 hari). Parameter pertumbuhan tumor adalah luas dari tumor ((panjang x lebar) : 2) dan pengukuran dilakuan setiap hari. Pada hari terakhir, dilakukan pembedahan untuk memisahkan jaringan kanker dan diawetkan dengan menggunakan formalin 10%. Kemudian, dilakukan preparasi membuat irisan melintang sel kanker untuk dilakukan pengamatan sel kanker. Efek celastrol terhadap penghambatan pertumbuhan sel kanker SHG-44 dapat dilihat pada gambar 13. Dari data yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa celastrol pada dosis tertinggi (4 mg/KgBB) merupakan senyawa antikanker yang memiliki aktifitas dengan spektrum yang luas. Selama percobaan ini, pemberian celastrol tidak menunjukkan efek toksik dan mencit tidak mengalami penurunan berat badan.

Gambar 13. Efek penghambatan celastrol terhadap pertumbuhan sel kanker dengan menggunakan Tumor Model SHG44 yang diinjeksikan secara subkutan Percobaan selanjutnya adalah melihat pengaruh celastrol terhadap pembentukan pembuluh darah baru (neovascularization) dengan metode tumor bearing nude mice. Sebagai parameter akhir adalah Microvessel Density (MVD) yang menggambarkan jumlah aliran darah per unit area. Berikut adalah data MVD pada mencit yang diinduksi dengan SHG-44-glioma dan ditreatment dengan celastrol. Tabel I. Microvessel Density (MVD) SHG-44 Glioma Xenografts pada mencit yang ditreatment dengan celastrol dan cisplatin [3]

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian ini adalah celastrol dengan setiap dosis yang berbeda mampu mengurangi tingkat kerapatan MVD secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian ini juga menyimpulkan salah satu mekanisme aksi celastrol dalam menghambat pertumbuhan sel kanker adalah celastrol mampu mengurangi kerapatan aliran darah (MVD) pada sel kanker tersebut. Telah diketahui bahwa VEGF, VEGFR-1 dan VEGFR-2 adalah faktor angiogenik yang sangat berperan dalam mengatur angiogenesis pada pertumbuhan sel kanker.

Langkah terakhir yang dilakukan dalam penelitian Zhou dan Huang ini adalah melihat pengaruh pemberian celastrol terhadap ekspresi faktor angiogenik VEGF dan stimulasi biosintesis reseptror VEGF (VEGFR-1 dan VEGFR-2) dengan teknik immnostaining. Metode ini juga disebut immunohistologically stained tumour microvessel (CD34) dimana CD34 adalah sebagai marker dari se endotel. Data Ekspresi dari VEGF, VEGFR1 dan VEGFR-2 setelah pemberian celastrol cisplatin dapat dilihat pada tabel II. Tabel II. Ekspresi dari VEGF, VEGFR-1 dan VEGFR-2 setelah pemberian celastrol cisplatin [3]

Data pada tabel II menunjukkan, eksperimen dengan metode immunohistochemistry telah membuktikan bahwa celastrol juga menurunkan tingkat ekspresi VEGFR-1 dan VEGFR-2, tetapi tidak pada tingkat ekspresi VEGF. Pada spongioblastoma, terutama pada multi-form glioblastoma terjadi tidak hanya ekspresi VEGF dan VEGFR-1, tetapi juga terjadi ekspresi VEGFR-2 dengan sangat intensif. Hasil eksperiment pada penelitian lain, penghambatan terhadap jalur signal tranduksi VEGF dan VEGFR dengan metode yang lain akan mencegah pembentukan pembuluh baru, metastasis dan udem pada binatang yang diinduksi dengan tumor, hal tersebut akan membatasi pertumbuhan tumor. Semua kelompok yang ditreatment dengan celastrol pada semua peringkat dosis, menunjukkan penekanan ekspresi protein VEGFR-1 pada mencit yang diinduksi dengan SHG-44. Celastrol dosis 4 mg/Kg dan 2 mg/Kg mampu menekan ekspresi protein VEGFR-2 tetapi tidak pada celastrol dosis 1 mg/Kg. Oleh karena itu, celastrol mampu menekan atau menurunkan ekspresi protein VEGFR-1 dan VEGFR-2 dan memperlemah signal tranduksi VEGF. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat hebat sekali dalam mengurangi aksi dari VEGF sehingga akan dapat menekan proliferasi dan differensiasi dari sel endotel pembuluh darah dalam peristiwa angiogenesis.

KESIMPULAN 1. Kanker adalah penyakit berbahaya yang ditandai dengan proliferasi sel yang tidak terkontrol dan abnormal. Pertumbuhan sel kanker tergantung dari sel kanker itu sendiri dan lingkungan sekitar yang mendukung pertumbuhan sel kanker. 2. Pada sel kanker, angiogenesis adalah peristiwa pembentukan pembuluh darah baru yang diarahkan pada sel kanker untuk mendukung kebutuhan suplai oksigen dan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan sel yang cepat dan tidak terkendali. Selain itu, pembuluh darah ini juga sangat berperan dalam peristiwa metastasis, yaitu berpindahnya sel kanker dari tempat yang satu ke tempat yang lain. 3. Salah satu cara dalam terapi kanker adalah dengan menghambat peristiwa angiogenesis. Antiangiogenesis dikembangkan dengan dua cara, yaitu : target utama adalah terhadap faktor angiogeniknya dan (2) adalah terhadap reseptornya. Mekanisme kerjada dari antiangiogenesis adalah dengan menghambat aktifitas molekul faktor angiogenik yang akan menginduksi enzim ekstraselluar matrix yang akan menyerang dinding sel endotel pembuluh darah dan menghambat proliferasi sel endotel pembuluh. Salah satunya adalah dengan menghambat kerja VEGF dan atau memblokade reseptor VEGF (VEGFR-1 dan VEGFR-2). 4. Celastrol adalah suatu triterpenoid (a quinon methide triterpene) yang merupakan komponen aktif dari Tripterium wilfordii F Hook. Celastrol efektif digunakan dalam terapi penyakit autoimmune, asthma, inflamasi kronis dan penyakit neurodegenerative dan celastrol mampu menghambat proliferasi sel kanker dan menginduksi kematian sel leukomia. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan Huang (2009) membuktikan celastrol sebagai senyawa antikanker baru dengan mekanisme sebagai antiangiogenesis. Celastrol mampu menghambat proliferasi ECV-304 dengan IC50 sebesar 1.33 g/mL dan juga mampu menghambat rangsangan pertumbuhan sel endotel pembuluh (aktifitas mitogenik) yang diinduksi oleh bFGF. Analisis kuantitatif menunjukkan penghambatan bFGF-dependent cell migration oleh celastrol (0,04 5 g/mL) adalah sebesar 23 60 %. Celastrol (0.008 -5.000 g/mL) dapat menghambat pembentukan kapiler baru dan tidak menghambat vialibilitas sel dengan metode MTT assay (ECVs iduced by 3 ng/mL bFGF). Celastrol adalah senyawa antiangiogenesis yang cukup

poten secara invivo. Pada metode In Vivo Matrigel Plug Assay, celastrol dosis 5,0 g/mL mampu menghambat pembentukan pembuluh darah baru dengan efek penghambatan lebih dari 90%. Celastrol dosis 10g/eggs sebagai antiangiogenesis dengan metode CAM, mampu menghambat neovascularizations sebesar 85% secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol dan hasil ini lebih tinggi daripada yang ditujukkan oleh kurkumin dosis 30 g/eggs yang hanya mampu menghambat sebesar 60%. Celastrol juga terbukti menghambat pertumbuhan sel kanker SGH-44. Celastrol dosis 4 mg/KgBB merupakan senyawa antikanker yang memiliki aktifitas dengan spektrum yang luas. Selain itu, salah satu mekanisme aksi celastrol dalam menghambat pertumbuhan sel kanker adalah mampu mengurangi kerapatan aliran darah (MVD) pada sel kanker tersebut. Mekanisme lainnya adalah celastrol mampu menurunkan tingkat ekspresi VEGFR-1 dan VEGFR-2, tetapi tidak pada tingkat ekspresi VEGF, dengan demikian celatrol akan dapat menekan proliferasi dan differensiasi dari sel endotel pembuluh darah dalam peristiwa angiogenesis. DAFTAR PUSTAKA [1] A.S. Narang and D.S. Desai, Anticancer Drug Development : Unique Aspects of Pharmaceutical Development, in Y. Lu and R.I Mahato (Eds.),, Pharmaceutical Prespective of Cancer Therapeutics, New York: Spinger, 2009, pp. 49-50. [2] O.M. Chikizie and Y. Lu, Tumor Microvasculature and Microenvironment: Therapeutic Targets for Inhibition of Tumor Angiogenesis and Metastasis, in Y. Lu and R.I. mahato (Eds.),, Pharmaceutical Prespective of Cancer Therapeutics, New York: Spinger, 2009, pp. 1-3. [3] Y. Zhou and Y. Huang, Antiangiogenic effect of celastrol on the growth of human glioma: an in vitro and in vivo study, Chin.Med.J, vol. 14, 2009, pp. 1666-1673. [4] Folkman J, Angiogenic therapy of the human heart, Circulation, vol. 97, Feb. 1998, pp. 6289. [5] S. Offermanns and W. Rosenthal, Encyclopedia of Molecular pharmacology, New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2008. [6] Q. Ke and M. Costa, Hypoxia-inducible factor-1 (HIF-1)., Mol.Pharmacol, vol. 2, 2005, pp. 134-157. [7] N. Ferarra, Angiogenesis, www.gene.com/.../oncology/angiogenesis.html, Nopember. 2009. [8] J. Denekamp, Endothelial cell proliferation as a novel approach to targeting tumour therapy, British Journal of Cancer, vol. 45, Jan. 1982, pp. 136-139. [9] M. Sato, W. Arap, and R. Pasqualini, Molecular targets on blood vessels for cancer therapies in clinical trials, Oncology (Williston Park, N.Y.), vol. 21, Oct. 2007, pp. 1346-1352; discussion 1354-1355, 1367, 1370 passim.

[10] D.W. Pyatt, Y. Yang, B. Mehos, A. Le, W. Stillman, and R.D. Irons, Hematotoxicity of the chinese herbal medicine Tripterygium wilfordii hook f in CD34-positive human bone marrow cells, Molecular Pharmacology, vol. 57, Mar. 2000, pp. 512-518. [11] X. Tao, J.J. Cai, and P.E. Lipsky, The identity of immunosuppressive components of the ethyl acetate extract and chloroform methanol extract (T2) of Tripterygium wilfordii Hook. F, The Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics, vol. 272, Mar. 1995, pp. 1305-1312. [12] X.L. Tao, [Mechanism of treating rheumatoid arthritis with Tripterygium wilfordii hook. II. Effect on PGE2 secretion], Zhongguo Yi Xue Ke Xue Yuan Xue Bao. Acta Academiae Medicinae Sinicae, vol. 11, Feb. 1989, pp. 36-40. [13] X.W. Li and M.R. Weir, Radix Tripterygium wilfordii--a Chinese herbal medicine with potent immunosuppressive properties, Transplantation, vol. 50, Jul. 1990, pp. 82-86. [14] X. Tao, J.J. Cush, M. Garret, and P.E. Lipsky, A phase I study of ethyl acetate extract of the chinese antirheumatic herb Tripterygium wilfordii hook F in rheumatoid arthritis, The Journal of Rheumatology, vol. 28, Oct. 2001, pp. 21602167. [15] D.M. Chang, W.Y. Chang, S.Y. Kuo, and M.L. Chang, The effects of traditional antirheumatic herbal medicines on immune response cells, The Journal of Rheumatology, vol. 24, Mar. 1997, pp. 436-441. [16] X. Tao and P.E. Lipsky, The Chinese anti-inflammatory and immunosuppressive herbal remedy Tripterygium wilfordii Hook F, Rheumatic Diseases Clinics of North America, vol. 26, Feb. 2000, pp. 29-50, viii. [17] H. Yang, D. Chen, Q.C. Cui, X. Yuan, and Q.P. Dou, Celastrol, a triterpene extracted from the Chinese "Thunder of God Vine," is a potent proteasome inhibitor and suppresses human prostate cancer growth in nude mice, Cancer Research, vol. 66, May. 2006, pp. 4758-4765. [18] Anonim, Celastrol, www.chemachem.com/celastrol.html, Nopember. 2009. [19] G.F. Pinna, M. Fiorucci, J. Reimund, N. Taquet, Y. Arondel, and C.D. Muller, Celastrol inhibits pro-inflammatory cytokine secretion in Crohn's disease biopsies, Biochemical and Biophysical Research Communications, vol. 322, Sep. 2004, pp. 778-786. [20] C. Cleren, N.Y. Calingasan, J. Chen, and M.F. Beal, Celastrol protects against MPTP- and 3-nitropropionic acid-induced neurotoxicity, Journal of Neurochemistry, vol. 94, Aug. 2005, pp. 995-1004. [21] M. Nagase, J. Oto, S. Sugiyama, K. Yube, Y. Takaishi, and N. Sakato, Apoptosis Induction in HL60 and Inhibition Topoisomerase II by Tripterine Celastrol, Biosch Biotecnol. Biochem, vol. 9, 2003, pp. 1883 - 1887. [22] D. Zhang, A. Marconi, L. Xu, C. Yang, G. Sun, X. Feng, C. Ling, W. Qin, G. Uzan, and P. d'Alessio, Tripterine inhibits the expression of adhesion molecules in activated endothelial cells, Journal of Leukocyte Biology, vol. 80, Aug. 2006, pp. 309-319.

Anda mungkin juga menyukai