Anda di halaman 1dari 18

Pemeriksaan & penyidikan pajak Berdasarkan UU KUP Pasal 1 angka 24, pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan

untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak diaksanakan oleh petugas pemeriksa pajak yang jelas indentitasnya, dan harus memiliki tanda pengenal pemeriksa yang dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa. Dalam pemeriksaan pajak, wajib pajak wajib:

memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. Menyerahkan sekurang-kurangnya data yang berkaitan dengan peredaran usaha, aliran uang, aliran barang, laporan bulanan, rekening Koran bank, saham dan harta yang dimiliki baik di dalam maupun luar negeri. Memberikan keterangan lain yang diperlukan Selain itu, wajib pajak berhak:
a) b) c) d) Meminta surat perintah pemeriksaan Melihat tanda pengenal pemeriksaan Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan rincian SPT.

Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan pajak dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Pemeriksaan Lapangan pemeriksaan lapangan dilakukan atas suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau tujuan lain yang dilakukan di tempat wajib pajak. Pemeriksaan lapangan ini dilaksanakan dapat dengan cara pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. Untuk Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan, yang
dihitung sejak tanggal surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Jangka waktu ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.

Apabila dalam pemeriksaan Lapangan ditemukan adanya indikasi terjadi transaksi yang terkait dengan transfer pricing atau rekayasa keuangan, maka jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang paling banyak 5 (lima) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.

2. Pemeriksaa Kantor Pemeriksaan kantor dilakukan atas suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan ini hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
jangka waktu pemeriksan kantor adalah 3 (tiga) bulan sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Jangka waktu ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.

http://syafrianto.blogspot.com/2011/05/tata-cara-pemeriksaan-pajak.html Penyidikan Pajak

Menurut UU KUP, penyidikan


tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

pihak yang berwenang untuk melakukan proses penyidikan adalah Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Tujuan utama dari dilakukanya proses penyidikan adalah untuk menemukan tersangka yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan. Dengan dilakukanya penyidikan, barang bukti untuk menemukan tersangka diharapkan dapat ditemukan untuk kemudian segera menjadi dasar dalam menetapkan tersangka Ketetapan Pajak

Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (c.q. Kantor Pelayanan Pajak/KPP) berdasarkan hasil pemeriksaan pajak maupun penelitian SPT (umumnya SKP diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT WP).

Adapun fungsi dari Surat Ketetapan Pajak adalah :

a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan. b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.

c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak. d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang. Menurut UU KUP, Jenis-Jenis Ketetapan Pajak antara lain: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya. c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
www.pajak.go.id http://armuhammad.wordpress.com Penagihan Pajak dan Penagihan Pajak dengan Surat Pajak
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
Pejabat untuk penagihan pajak pusat ditunjuk oleh Menteri Keuangan misalnya Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan Pejabat untuk penagihan pajak daerah ditunjuk oleh Kepala Daerah, seperti Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Penagihan pajak dengan surat paksa

Penyebab penagihan pajak dengan surat paksa adalah masih adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tujuan adanya penagihan pajak dengan surat paksa adalah: a. Membentuk keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara.

b. c.

Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk Meningkatkan penerimaan negara dari sektor bea masuk, cukai, denda

membayar pajak. administrasi, utamanya yang merupakan piutang macet. Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang KUP adalah Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa sekurang-kurangnya memuat : 1. 2. 3. 1. nama wajib pajak atau nama wajib pajak dan penanggung pajak besarnya uang pajak perintah untukmembayar

Surat Paksa diterbitkan apabila : penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. 2. 3. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus. Penanggung pajak tidak memenuhi ketetentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
a)

Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta Peninggalan dan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

b)

Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita pajak meninggalkan surat paksa dimaksud dan mencatatnya dalam berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksa dan surat paksa dianggap telah diberitahukan.

Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat waktu 2 x 24 jam setelah surat paksa diberitahukan . Sanksi-Sanksi Pajak Berdasarkan pasal 7 UU KUP no 28 tahun 2007, sanksi pajak dikenakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT tepat waktu sesuai dalam jangka waktu penyampaian SPT atau batas

waktu perpanjangan SPT. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana menurut undang-undang perpajakan, a. kenaikan. Ketentuan sanksi administrasi Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi administrasi, yaitu berupa denda, bunga, dan kenaikan 50% dan 100%. Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dapat dibagi menjadi, a) Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi antara lain : 1) Bunga karena pembetulan SPT 2) Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran 3) Bunga karena terlambat membayar 4) Bunga karena selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak sementara b) Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, dan SKPKBT tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan pada umumnya ditagih dengan STP. c) Bunga Ketetapan adalah bunga yang dimasukan dalam surat ketetapan pajak sebagai tambahan pokok. Bunga ketetapan dikenakan maksimal 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB. b. Sanksi pidana Sanksi administrasi

Merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan

Merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu a) Denda pidana

Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun yang bersifat kejahatan yang dapat dikenakan kepada pejabat, wajib pajak, atau pihak ke 3 yang melanggar norma. b) Pidana kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan pihak ke 3, karena pidana kurungan yang diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian. c) Pidana penjara Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancam terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditunjuk kepada pihak ke 3, adanya kepada pejabat dan kepada wajib pajak. Penjelasan tambahan: 1) Pidana penjara atau denda pidana dapat dilipatduakan bila melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat 1 tahun. 2) Penuntutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari wajib pajak (delik aduan). 3) Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau 10 tahun. 4) Pihak ke-3 yang sengaja tidak memperlihatkan atau memberikan keterangan yang diperlukan juga dapat dipidana.

Restitusi Pajak
Restitusi atau pengembalian kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan yang menetapkan adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Masa adalah wajib dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status pembayaran pajak dari Pengusaha Kena Pajak.

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN Keberatan merupakan suatu cara yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak apabila merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga. Ketentuan Pengajuan Keberatan Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat: a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas. c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/masa pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses. d. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Wajib Pajak dapat mengajukan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan apabila dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Penyelesaian Keberatan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang. Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan a. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan. b. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan. Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada Penanggung Pajak terhadap: 1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; 2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; 3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP; 4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP; Jangka Waktu Pengajuan Gugatan 1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;

2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat. TATA CARA PENGAJUAN BANDING Jika WP tidak puas atas keputusan keberatan maka ia dapat mengajukan banding hanya kepada badan peradilan pajak. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. (UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 27) Syarat yang harus dipenuhi WP dalam mengajukan banding Tata Cara pengajuan surat permohonan banding : 1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
2. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan

diterima,

dengan

dilampiri

salinan

dari

Surat

Keputusan

keberatan

tersebut.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding (force majeur). Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 bulan tersebut. 3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. 4. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. 5. Selain dari persyaratan di atas, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen). Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan. PENGADILAN PAJAK Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan

antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat paksa. Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Kedudukan Pengadilan Pajak berada di ibu kota negara. Persidangan oleh Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya, dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2002 tetang Pengadilan pajak, pembinaan serta pengawasan umum terhadap hakkim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan ditanggulangi oleh Kementrian Keuangan. Selain itu, ada juga penjelasan dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 , secara tegas dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan PutusanMahkamah Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. PENINJAUAN KEMBALI PAJAK Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali. Alasan-alasan Peninjauan Kembali 1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat; 2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;

3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut. 4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; 5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jangka Waktu Peninjauan Kembali 1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru; 2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.

DAFTAR RUJUKAN
http://www.pajak.go.id/dmdocuments/KEBERATAN.pdf http://tax-center.pajak.go.id/tkb/PBB/32/PBB-187 http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Pajak http://www.pajak.go.id/dmdocuments/PENINJAUAN%20KEMBALI.pdf

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN Keberatan merupakan suatu cara yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak apabila merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); e. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga. Ketentuan Pengajuan Keberatan Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat WP terdaftar, dengan syarat: a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia. b. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas. c. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/masa pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses. d. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Wajib Pajak dapat mengajukan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan apabila dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Penyelesaian Keberatan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang. Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan a. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan. b. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan. Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada Penanggung Pajak terhadap: 1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; 2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; 3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP; 4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP; Jangka Waktu Pengajuan Gugatan 1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;

2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat. TATA CARA PENGAJUAN BANDING Jika WP tidak puas atas keputusan keberatan maka ia dapat mengajukan banding hanya kepada badan peradilan pajak. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. (UU Nomor 28 Tahun 2007 Ps 27) Syarat yang harus dipenuhi WP dalam mengajukan banding Tata Cara pengajuan surat permohonan banding : 6. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
7. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan

diterima,

dengan

dilampiri

salinan

dari

Surat

Keputusan

keberatan

tersebut.

Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding (force majeur). Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 bulan tersebut. 8. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. 9. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. 10. Selain dari persyaratan di atas, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen). Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan. PENGADILAN PAJAK Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan

antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat paksa. Pengadilan pajak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Kedudukan Pengadilan Pajak berada di ibu kota negara. Persidangan oleh Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya, dan dapat pula dilakukan di tempat lain berdasarkan ketetapan Ketua Pengadilan Pajak. Susunan Pengadilan Pajak terdiri atas: Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera. Pimpinan Pengadilan Pajak sendiri terdiri dari seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 5 orang Wakil Ketua. Menurut UU Nomor 14 Tahun 2002 tetang Pengadilan pajak, pembinaan serta pengawasan umum terhadap hakkim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan ditanggulangi oleh Kementrian Keuangan. Selain itu, ada juga penjelasan dalam pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 , secara tegas dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Adapun dasar untuk menegaskan kedudukan Pengadilan Pajak dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, adalah berdasarkan PutusanMahkamah Konstitusi atas perkara nomor 004/PUU-11/2004 dinyatakan, pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. PENINJAUAN KEMBALI PAJAK Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali. Alasan-alasan Peninjauan Kembali 1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat; 2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;

3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut. 4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; 5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Jangka Waktu Peninjauan Kembali 1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru; 2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.

DAFTAR RUJUKAN
http://www.pajak.go.id/dmdocuments/KEBERATAN.pdf http://tax-center.pajak.go.id/tkb/PBB/32/PBB-187 http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Pajak http://www.pajak.go.id/dmdocuments/PENINJAUAN%20KEMBALI.pdf

Anda mungkin juga menyukai