Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN-SECTION

PEMBIMBING : Dr. Edy Purwanta Sp.OG

DISUSUN OLEH : Kiki Rizkia 2007730072

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2011

I . IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Tgl MRS : Ny. D : 29 Tahun : Karyawan swasta : 23-11-2011

Dokter yang meraawat : dr. Edy Purwanta Sp.OG

II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mules yang dirasakan sejak 4 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : G3P1A1 usia 29 tahun hamil 40 minggu datang dengan keluhan mules yang dirasakan sejak 4 jam SMRS,mules dirasakan hilang timbul yang semakin lama semakin kuat dan sering. Keluhan tidak disertai dengan darah (-),lender (-), dan air-air. Os datang tanpa rujukan dan Os msih merasakan gerakan janin yang masih aktif . Riwayat Pemeriksaan Kehamilan : Os melakukan pemeriksaan ANC di RSIJ oleh dr.Edy P, SpOG dari usia kehamilan 1 bulan sampai 9 bulan. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-) , DM (-) , Asma (-) Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi (-) , DM (-) , Asma (-) Riwayat Pengobatan :

Mengkonsumsi vitamin lactafan dan cavit D3 selama masa kehamilan yang diberikan oleh dokter Riwayat Perkawinan : Perkawinan pertama,masih kawin,lama pernikahan 4 tahun. Riwayat Haid : Menarce 14 tahun , teratur , tidak sakit, siklus 28 hari , lama 7 hari , HPHT tanggal 16 februari 2011, taksiran partus /TP tanggal 23 november 2011 . Riwayat Persalinan : Gravida (3) , aterm (1) , premature (-) , abortus (1) , anak hidup (1) , SC (1) No Tempat bersalin 1 RSIJ Dokter 2008 Aterm Penolong Thn Aterm Jenis Persalinan SC CPD Penyulit Jenis BB Keadaaan

kelamin PB Lakilaki 4100gr Hidup 50cm

Abortus saat usia kehamilan 7 mg

Hamil ini

Riwayat Alergi :

Obat (-) Makanan (-)

Riwayat Operasi : Os memiliki riwayat operasi yaitu SC pada tahun 2008 Riwayat Kebiasaan : Jamu (-) Rokok (-) Alkohol (-) Makan teratur sehari 3 kali

III . PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik Kesadaran : composmentis Tanda Vital :
Tekanan Darah :120/80 mmHg Suhu : 36,5 c Nadi : 90x/menit Pernapasan : 20x/menit

Status Generalis Kepala : normocepal Mata : - konjungtiva : anemis -/- , sclera : ikterus : -/ Jantung : BJ 1&II normal regular murmur (-),gallop (-) Paru paru : vesikuler +/+ ,wh -/- ,Rh -/ Ekstremitas atas : udem -/- , akral hangat +/+ Ekstremitas bawah : udem -/- , akral hangat +/+ Status Obstetri Pemeriksaan Abdomen

Ispeksi Palpasi

: linea nigra (+) , striae (+) : Leopold 1 Lopold II : TFU 33 cm, teraba bagian bulat lunak (bokong ) : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kiri (puki)

Leopold III : Teraba bagian bulat keras (kepala) Leopold IV : Bagian terendah janin sudah masuk PAP (pintu atas panggul ) setinggi 4/5

Denyut jantung janin : 132x/ menit,teratur punctum maksimum terdengar di region lumbal kiri Taksiran berat janin His Pemeriksaan dalam : (33-11) x 155 = 3410 gram : 3 x 10 menit selama 20 detik teratur sedang : Portio tipis lunak, pembukaan 2 cm, ketuban teraba, kepala H I, BS (+)

Diagnosis :

Ibu Bayi

: G3P1A1 usia 29 tahun hamil 40 minggu inpartu kala I fase laten : Janin tunggal hidup intra uterine presentasi kepala

Rencana Tindakan : Observasi CTG Persalinan Pervaginam

Prognosis : Ibu : Diharapkan baik

Anak : Diharapkan baik

Kemajuan Persalinan : APN

02 :00 : Portio tipis lunak, pembukaan 2 cm, ketuban teraba, kepala H I, BS (+), his 3 kali dalam 10 menit selama 20 detik dengan kekuatan sedang 05:00 : Portio tipis lunak, pembukaan 5 cm, ketuban teraba, kepala H II, BS (+), his 3 kali dalam 10 menit selama 30 detik dengan kekuatan sedang 08 : 00 : Pembukaan lengkap ketuban sudah pecah dan berwarna jernih kepala H III, his 4 kali dalam 10 menit > 40 kali kekuatan his kuat 08 :30 : Bayi lahir spontan,jenis kelamin : perempuan, berat badan : 3500 gr, panjang badan : 49 cm, A/S : 9/10 . 08 : 40 : Plasenta lahir spontan, lengkap, perdarahan post partum 200 ml, laserasi perineum derajat II

Follow Up No 1. S Nyeri bekas jahitan (+),keluar darah dari jalan lahir (+),asi keluar sedikit,BAK(+), O TD : 100/80mmHg N : 96x/menit RR: 18x/menit S : 36,3o C A P2A1 29 thn dengan post partum H1 P Bactecyn 3x1 Mefinal 3x1 Milmor 2x1 Prenatin Df 1x1 Lactulac syr 3x1 2. Nyeri bekas jahitan (+) tapi sudah berkurang ,keluar darah dari jalan lahir (+),asi keluar banyak,BAK(+), TD : 100/70mmHg N : 80x/menit RR: 20x/menit S : 36o C P2A1 29 thn dengan post partum H2

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Hb Leukosit Trombosit

: 12.0 g/dL : 10,77 ribu/L : 245 ribu/ L

HbsAg (kualitatif) : negatif

TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI

VBAC ( Vaginal Birth After C-Section ) ialah proses persalinan per vaginam yang dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami seksio sesaria pada kehamilan sebelumnya.

II.

EPIDEMIOLOGI

Kejadian persalinan pada pasien pasca bedah caesar dikemukakan oleh beberapa penulis berbeda-beda. Di Amerika makin lama angka persalinan bedah caesar bertambah yakni dari 1 dalam 20 kelahiran hidup di tahun 1970, menjadi 1 dalam 4 kelahiran hidup sejak tahun 1986. Di Asia sangat bervariasi, berkisar antara 4.8% di India dan 26.6% di daratan Cina. Di Indonesia angka persalinan bedah caesar di 12 rumah sakit pendidikan berkisar antara 2.1%-11.8%. National Institutes of Health merekomendasikan bila tidak ada komplikasi maka wanita hamil dengan pasca bedah caesar transversal rendah mendapat kesempatan persalinan pervaginam. Pada tahun 1988 ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologists) Committe on Obstetrics menyatakan konsep rutin persalinan bedah caesar ulang dilakukan atas indikasi yang rasional dan wanita dengan riwayat 2 kali atau lebih bedah caesar sebelumnya dengan insisi transversal rendah bisa mendapatkan kesempatan persalinan pervaginam asal tidak ada kontraindikasi. III. PATOFISIOLOGI PARUT

Berapa peneliti, seperti Williams (1921) menyatakan bahwa uterus sembuh dengan regenerasi serabut-serabut otot, tidak dengan pembentukan jaringan parut. Pendapat ini didasarkan hasil pemeriksaan histologik pada tempat insisi dan 2 pengamatan penting. Pertama, bahwa pada pemeriksaan pandang sebelum uterus dibuka pada saat bedah caesar ulang biasanya tidak ditemukan bekas irisan pertama, atau paling banyak hanya dijumpai suatu parut berbentuk garis yang hampir tak terlihat. Kedua, bila uterus diangkat setelah melakukan fiksasi seringkali tak dijumpai parut atau hanya terlihat suatu cekungan dangkal vertikal pada permukaan dalam dan luar dinding depan uterus tanpa adanya jaringan parut diantaranya. Schwarz dkk (1938) menyatakan bahwa penyembuhan luka pada uterus hamil terjadi dengan cara pembentukan jaringan ikat. Proses ini berjalan sebagai berikut yaitu setelah dilakukan

sayatan maka antara kedua sisi luka timbul eksudat, pembentukan dan deposit fibrin, proliferasi dan infilrasi fibroblast, kemudian terbentuklah jaringan parut. Jaringan parut kemudian menarik kedua sisi otot sehingga hampir tidak tampak lagi jaringan parutnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah kebutuhan oksigen jaringan, suhu, adanya proses infeksi, kerusakan jaringan, antiseptik, sirkulasi darah dan limfe, tempat yang bergerak. Tindakan aseptik bukanlah jaminan untuk mencegah timbulnya infeksi, tetapi lebih dari itu persiapan tindakan bedah yang baik, keadaan umum dan imunitas penderita, pencegahan perdarahan dan syok, serta seleksi penderita yang memadai turut memengaruhi keberhasilan.

IV.

RUPTUR UTERUS PADA PERSALINAN PASCA BEDAH CAESAR

Ruptur uterus secara anatomis dibedakan menjadi ruptura uteri komplit (symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptur uteri komplit terjadi diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterus dan membran khorioamnion. Sedangkan dehisens terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa robekan lapisan serosa uterus dan tidak terjadi perdarahan. Ruptur uterus umumnya bermanifestasi sebagai deselerasi memanjang denyut jantung janin, bradikardi, atau dapat hilang sama sekali. Kurang dari 10 % wanita yang mengalami ruptur uterus mengalami nyeri dan perdarahan sebagai temuan utama. Temuan klinis lain yang berkaitan dengan ruptur uterus adalah iritasi diafragma akibat hemoperitoneum dan tidak diketahuinya tinggi janin yang terdeteksi sewaktu pemeriksaan dalam. Beberapa wanita mengalami penghentian kontraksi setelah ruptur. Penatalaksanaan ruptur uterus antara lain adalah sesar darurat atas indikasi gawat janian, terapi pendarahan ibu, dan perbaikan defek uterus atau histerektomi jika perbaikan dianggap tidak mungkin. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999) menyimpulkan bahwa bukti ilmah masih inkonsisten atau terbatas, wanita dengan insisi vertikal di segmen bawah uterus yang tidak meluas ke fundus dapat menjadi kandidat untuk VBAC. Sebaliknya, riwayat insisi uterus klasik atau berbentuk T dianggap kontraindikasi untuk VBAC. Namun, berdasarkan indikasi insisi vertical saat ini, hanya sedikit insisi yang tidak meluas hingga ke segmen aktif. Dalam

mempersiapkan

laporan

operasi

setelah

insisi

uterus

vertical

jenis

apapun,

perlu

didokumentasikan secara pasti luas jaringan parut dengan suatu cara yang tidak dapat disalahartikan oleh dokter berikutnya. Ruptura uteri merupakan komplikasi langsung yang dapat terjadi pada VBAC, meskipun kejadiannya kecil, tapi dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas bagi ibu dan janin. Untuk menghindari terjadinya komplikasi ini, kita harus dapat mengenali faktor risiko yang terdapat pada pasien sebelum dilakukannya VBAC. Adapun faktor risiko itu adalah : Riwayat Persalinan , meliputi : a. Jenis parut (tipe insisi operasi sebelumnya)

The incision made in the uterine wall for a cesarean birth may be low transverse, low vertical, or high vertical. The type of incision made in the skin may not be the same type of incision made in the uterus.

Insisi transversal rendah risikonya, 0,2-1,5% , insisi vertikal rendah resikonya 1-7% dapat dipertimbangkan untuk VBAC, sedangkan insisi klasik (vertikal tinggi) resikonya sebesa 4-9% dan tidak direkomendasikan untuk VBAC, T-shaped resikonya 4-8% tidak direkomendasikan untuk VBAC.

b. Cara penjahitan uterus pada operasi sebelumnya

c. Jumlah SC sebelumnya Risiko ruptur uterus meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya. Secara spesifik, terjadi peningkatan sekitar tiga kali lipat resiko ruptur uterus pada wanita yang mencoba melahirkan per vaginam dengan riwayat dua kali sesar dibandingkan dengan riwayat satu kali sesar. American College of Obstetricians and Gynecologists mengambil posisi bahwa wanita dengan riwayat dua kali sesar transversal-rendah dapat dijadikan kandidat untuk VBAC. d. Riwayat persalinan pervaginam Suatu penelitian yang sangat besar menunjukkan efek protektif yang signifikan dari riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea satu kali, dan mungkin merupakan faktor protektif juga pada bekas seksio sesarea dua kali. Penelitian kohort yang besar oleh Zelop dkk. menemukan bahwa riwayat persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea menurunkan resiko terjadinya ruptur uterus. Ruptur 1,1% terjadi pada wanita tanpa riwayat persalinan pervaginam dan hanya 0,2% pada wanita yang pernah mengalami persalinan pervaginam setelah seksio sesarea. e. Interval persalinan Shipp dkk. menyatakan bahwa waktu yang pendek antara seksio sesarea dan percobaan persalinan pervaginam berikutnya dapat meningkatkan resiko terjadinya ruptur uterus karena tidak tersedia waktu yang adekuat untuk penyembuhan luka. Wanita dengan interval persalinan kurang dari 18 bulan, mempunyai resiko 2,3% dibandingkan dengan yang intervalnya lebih dari 18 bulan yaitu 1%. f. Indikasi Sesar Sebelumnya Angka keberhasilan untuk percobaan persalinan sedikit banyak bergantung pada indikasi sesar sebelumnya. Angka keberhasilan agak meningkat jika sesar sebelumnya dilakukan atas indikasi

presentasi bokong atau distress janin dibandingkan jika indikasinya adalah distosia. Faktor prognostik yang paling mendukung adalah riwayat pelahiran pervaginam.

Faktor Ibu a. Umur Suatu studi oleh Shipp dkk menyatakan bahwa usia diatas 30 tahun mungkin berhubungan dengan kejadian ruptur yang lebih tinggi. b. Anomali uterus Terdapat kejadian ruptur yang lebih tinggi pada wanita dengan anomali uterus.

Karakteristik kehamilan saat ini a. Makrosomia Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat badan janin karena terjadinya distensi uterus. b. Kehamilan ganda Hanya satu penelitian mengenai hal ini dan ternyata dari 92 wanita, tidak terjadi ruptura uteri. c. Ketebalan segmen bawah uterus (SBU) Ketebalan SBU dapat diperiksa dengan USG. Risiko terjadinya ruptur 0% bila ketebalan SBU > 4,5 mm; 0,6% bila 2,6-3,5 mm dan 9,8% bila tebalnya < 2,5 mm d. Malpresentasi Flamm dkk. melaporkan tidak terjadi ruptur pada 56 pasien yang dilakukan versi luar pada presentasi bokong saat hamil aterm, namun karena tidak ada data yang definitif, prosedur ini mungkin bisa berhubungan dengan terjadinya ruptur uterus.

V.

KEBERHASILAN VBAC

Angka keberhasilan VBAC bergantung pada indikasi seksio sesarea sebelumnya. Jika indikasi operasi sebelumnya karena faktor menetap seperti panggul sempit, jelas tidak boleh melakukan

VBAC. Tetapi VBAC sering berhasil jika indikasi operasi sebelumnya adalah presentasi bokong, fetal distress, partus tak maju atau partus macet. Pada partus tak maju, VBAC akan mempunyai keberhasilan lebih tinggi jika operasi sebelumnya dilakukan pada pembukaan lebih dari 5 cm. Hoskins dan Gomez (1997) menganalisis angka kejadian VBAC pada 1917 wanita dalam kaitannya dengan besar pembukaan serviks yang dicapai sebelum dilakukan seksio sesarea sebelumnya atas indikasi distosia. Angka keberhasilan VBAC adalah 67% untuk yang seksio sesarea pada pembukaan servik 5 cm atau kurang, dan 73% untuk pembukaan 6-9 cm. Angka keberhasilan VBAC turun menjadi 13% apabila distosia didiagnosis pada kala dua persalinan.

Untuk menentukan keberhasilan persalinan pervaginam setelah seksio sesaria (VBAC) dalam suatu penelitian observasional yang melibatkan 5022 pasien, Bruce L. Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD membuat Admission Scoring System berikut: No. Kriteria 1 2 Usia dibawah 40 tahun Riwayat persalinan pervaginam: - sebelum dan setelah seksio sesarea - setelah seksio sesarea pertama - sebelum seksio pertama - Belum pernah 3 4 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan persalinan Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit - > 75% - 25 75 % - < 25% 2 1 0 4 2 1 0 1 Nilai 2

Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit 4 cm

Interpretasi: Nilai 0 2 : 49% Nilai 3 8 : 50 94% Nilai 8 10: 95% kemungkinan persalinan pervaginam kemungkinan persalinan pervaginam kemungkinan persalinan pervaginam.

(Dikutip dari: Klein GH. Commentary and review: vaginal birth after cesarean delivery: an admission scoring system).

VI. Syarat:

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

- Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu 41 minggu ). - Presentasi belakang kepala ( verteks ) dan tunggal - Ketuban masih utuh atau sudah pecah tak lebih dari enam jam - Tidak ada tanda-tanda infeksi - Janin dalam keadaan sejahtera dengan pemeriksaan Doppler atau CTG Kontraindikasi Mutlak
1. Seksio sesarea terdahulu adalah seksio korporal ( klasik ). 2. Adanya APB ( Ante Partum Bleeding ) oleh sebab apapun. 3. Terbukti bahwa seksio sebelumnya adalah karena CPD ( Cephalo Pelvic Dysproportion). 4. Malpresentasi atau malposisi. 5. Bayi besar ( makrosomia ). 6. Seksio sesaria lebih dari satu kali. 7. Kehamilan post term ( > 42 minggu ) dengan pelvic score rendah. 8. Terdapat tanda-tanda hipoksia intrauterin ( dari frekuensi bunyi jantung janin, NST

ataupun CST ). Kontraindikasi Relatif


1. Kehamilan kembar / gemeli

2. Hipertensi dalam kehamilan, termasuk preeklamsia. 3. Seksio terdahulu pasien dirawat lebih dari kewajaran ( > 7 hari ) 4. Terdahulu adalah operasi miomektomi multipel.

I.

MANFAAT VBAC

Menghindari bekas luka lain pada rahim, mengingat jika ibu ingin hamil lagi maka resiko masalah pada kehamilan berikutnya lebih sedikit. Lebih sedikit kehilangan darah dan lebih sedikit memerlukan tranfusi darah. Resiko infeksi pada ibu dan bayi lebih kecil. Biaya yang dibutuhkan lebih sedikit sedikit. Waktu pemulihan pasca melahirkan lebih cepat pada ibu.

DAFTAR PUSTAKA
1. ACOG Practice Bulletin #54: vaginal birth after previous cesarean. Obstet Gynecol

2004; 104:203.
2. American College of Obstetricians and Gynecologists.1999. Vaginal birth after previous

cesaean delivery. ACOG Practice Bulletin #5, American College of Obstetricians and Gynecologists, Washington DC.
3. Caughey, AB, Shipp, TD, Repke, JT, et al.1998. Trial of labor after cesarean delivery:

the effect of previous vaginal delivery. Am J Obstet Gynecol; 179:938.


4. Cunningham, Mcdonald, Gant, 2005. Obstetry Williams. EGC : Jakarta. 5. Flamm BL, Geiger AM. 1997. Vaginal Birth After Cesarean Delivery : an admission

scoring system. Obstet Gynecol 90 : 907-10.


6. Hoskins, IA, Gomez, JL. Correlation between maximum cervical dilatation at cesarean

delivery and subsequent vaginal birth after cesarean delivery. Obstet Gynecol 1997; 89:591.
7. Macones, GA, Peipert, J, Nelson, DB, et al. Maternal complications with vaginal birth

after cesarean delivery: a multicenter study. Am J Obstet Gynecol 2005;193:1656. 8. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dan Patologi. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai