Anda di halaman 1dari 10

Apa itu Pemanasan Global ( Global Warming )?

Mungkin anda pernah membayangkan berada di dalam mobil yang tertutup rapat pada siang hari. Sinar matahari dengan leluasa dapat memasuki ruangan mobil melalui kaca mobil, sehingga menyebabkan udara di dalam mobil menjadi lebih panas. Udara di dalam mobil menghangat, karena panas sinar matahari yang masuk tidak dapat leluasa keluar. Sehingga panas tersebut terperangkap di dalam mobil. Demikian halnya dengan pemanasan global. Matahari memancarkan radiasinya ke bumi menembus lapisan atmosfer bumi. Radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa, namun sebagian gelombang tersebut diserap oleh gas rumah kaca, yaitu CO2, CH4, N2O, HFCs dan SF4 yang berada di atmosfer. Sebagai akibatnya gelombang tersebut terperangkap di dalam atmosfer bumi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga menyebabkan suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Peristiwa inilah yang sering disebut dengan pemanasan global. Apakah Penyebab Pemanasan Global? Pemanasan global merupakan fenomena global yang disebabkan oleh aktivitas manusia di seluruh dunia, pertambahan populasi penduduk, serta pertumbuhan teknologi dan industri. Oleh karena itu peristiwa ini berdampak global. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global terdiri dari: Konsumsi energi bahan bakar fosil. Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar, sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2003), konsumsi energi bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi, sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari total konsumsi energi. Dari sektor ini, Indonesia mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca. Indonesia termasuk negara pengkonsumsi energi terbesar di Asia setelah Cina, Jepang, India dan Korea Selatan. Konsumsi energi yang besar ini diperoleh karena banyaknya penduduk yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya, walaupun dalam perhitungan penggunaan energi per orang di negara berkembang, tidak sebesar penggunaan energi per orang di negara maju. Menurut Prof. Emil Salim, USA mengemisikan 20 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah penduduk 1,1 milyar penduduk, Cina mengemisikan 3 ton CO2/orang per tahun dengan jumlah 1,3 milyar penduduk, sementara India mengemisikan 1,2 ton CO2/orang dengan jumlah 1 milyar penduduk. Dengan demikian, banyaknya gas rumah kaca yang dibuang ke atmosfer dari sektor ini berkaitan dengan gaya hidup dan jumlah penduduk. USA merupakan negara dengan penduduk yang mempunyai gaya hidup sangat boros, dalam mengkonsumsi energi yang berasal dari bahan bakar fosil, berbeda dengan negara berkembang yang mengemisikan sejumlah gas rumah kaca, karena akumulasi banyaknya penduduk. Sampah. Sampah menghasilkan gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Sampah merupakan masalah besar yang dihadapi kota-kota di Indonesia. Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1995 rata-rata orang di

perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 0,8 kg/hari dan pada tahun 2000 terus meningkat menjadi 1 kg/hari. Dilain pihak jumlah penduduk terus meningkat sehingga, diperkirakan, pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan mencapai 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun. Dengan jumlah ini maka sampah akan mengemisikan gas metana sebesar 9500 ton/tahun. Dengan demikian, sampah di perkotaan merupakan sektor yang sangat potensial, mempercepat proses terjadinya pemanasan global. Kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2). Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah. Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal. Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global. Menurut data dari Yayasan Pelangi, pada tahun 1990, emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan, termasuk perubahan tata guna lahan, mencapai 64 % dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61 kiloTon. Pada tahun 1994 terjadi peningkatan emisi karbon menjadi 74%. Pertanian dan peternakan. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca melalui sawah-sawah yang tergenang yang menghasilkan gas metana, pemanfaatan pupuk serta praktek pertanian, pembakaran sisa-sisa tanaman, dan pembusukan sisa-sisa pertanian, serta pembusukan kotoran ternak. Dari sektor ini gas rumah kaca yang dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan gas dinitro oksida (N20). Di Indonesia, sektor pertanian dan peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8.05 % dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer. Dampak Pemanasan Global Sebagai sebuah fenomena global, dampak pemanasan global dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia, termasuk Indonesia. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, menempatkan Indonesia dalam kondisi yang rentan menghadapi terjadinya pemanasan global. Sebagai akibat terjadinya pemanasan global, Indonesia akan menghadapi peristiwa : Pertama, Kenaikan temperatur global, menyebabkan mencairnya es di kutub utara dan selatan, sehingga mengakibatkan terjadinya pemuaian massa air laut, dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang, serta terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching), dan punahnya berbagai jenis ikan. Selain itu, naiknya permukaan air laut akan mengakibatkan pulau-pulau kecil dan daerah landai di Indonesia akan hilang. Ancaman lain yang dihadapi masyarakat yaitu memburuknya kualitas air tanah, sebagai akibat dari masuknya atau merembesnya air laut, serta infrastruktur perkotaan yang mengalami kerusakan, sebagai akibat tergenang oleh air laut. Kedua, Pergeseran musim sebagai akibat dari adanya perubahan pola curah hujan. Perubahan iklim mengakibatkan intensitas hujan yang tinggi pada periode yang singkat serta musim

kemarau yang panjang. Di beberapa tempat terjadi peningkatan curah hujan sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor, sementara di tempat lain terjadi penurunan curah hujan yang berpotensi menimbulkan kekeringan. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan terjadi perbedaan tingkat air pasang dan surut yang makin tajam. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kekerapan terjadinya banjir atau kekeringan. Kondisi ini akan semakin parah apabila daya tampung badan sungai atau waduk tidak terpelihara akibat erosi. Kedua peristiwa tersebut akan menimbulkan dampak pada beberapa sektor, yaitu : Kehutanan. Terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan, sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati. Perikanan. Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan selanjutnya matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka. Pertanian. Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya, perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Kesehatan. Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan. Selain dampak diatas, tercatat beberapa kejadian luar biasa yang mengindikasikan terjadinya pemanasan global, yaitu : 1. Tahun 2005 merupakan tahun terpanas. NASA melaporkan bahwa temperatur rata-rata global telah meningkat 0,060 C.

2. Pencairan Artik terbesar terjadi di tahun 2005. Hasil foto salah satu satelit menunjukkan area yang tertutup es permanen merupakan area tersempit pada akhir musim panas tahun 2005. 3. Tahun 2005 merupakan tahun dengan air di Karibia terpanas, lebih lama dari yang pernah terjadi dan menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) besar-besaran di sepanjang wilayah mulai dari Karibia hingga Florida Keys, Amerika Serikat. 4. Tahun 2005 tercatat sebagai tahun dengan nama badai terbanyak. Terdapat 26 nama badai yang melampaui daftar nama resmi. Pada tahun ini juga terdapat sekitar 14 badai, yang disebut sebagai badai hebat (hurricane), karena memiliki kecepatan angin melebihi 119 km/jam. Rekor tahun sebelumnya hanya 12 badai dalam setahun. Tahun 2005 juga merupakan tahun dengan kategori 5 badai terbanyak dengan kecepatan angin 249 km/jam. Tahun 2005 merupakan tahun yang mengalami kerugian termahal akibat badai. 5. Tahun 2005 merupakan tahun terkering yang pernah terjadi sejak beberapa dekade lalu di Amazon, Amerika Selatan. Dan Amerika bagian barat menderita akibat kekeringan yang panjang. Sumber informasi : Bumi Makin Panas (booklet). 2004. Diterbitkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup, JICA dan Yayasan Pelangi. Indonesia dan Perubahan Iklim (booklet). Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia. www.wwf.or.id/climate Climate Change Scenarios for Indonesia (leaflet). 1999. Diterbitkan oleh Climatic Research Unit (CRU), UEA, UK dan WWF. Perilaku Ramah Lingkungan. 2007. Website WWF Indonesia : www.wwf.or.id

Apa yang menyebabkan pemanasan global? Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yg terus bertambah di udara, Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon. Yang terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga gas rumah kaca menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gasgas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi atap sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global. Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan

tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera mungkin; dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50%, demikian Panel Inter Pemerintah. Jika tidak melakukan apa-apa maka hal-hal berikut akan membawa dampak yang merusak: Daur Ulang/menggunakan kembali: Memperhatikan kebiasaan konsumen, dan membeli atau menggunakan barangbarang yang tidak dipaket. Mencari merk yang memperhatikan lingkungan dan sabun-sabun dan agenagen pembersih. Mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang: plastik, kupasan buah segar dan sayur mayur, kertas dan kardus, gelas dan kaleng. Mulailah dengan membuat kompos. Tambahkan cacing dan juga daun-daun, rantingranting dan kotoran dari kebun dan kompos itu akan menjadi pupuk alam untuk tanah. Mendorong industri kerajinan untuk menjalankan tanggungjawab bagi daur ulang bahanbahan sisa dan alat-alat elektro seperti tv dan komputer. Apa lagi ...? Mengurangi Hemat dalam menggunakan air Mengurangi pembakaran barang-barang yang tidak dapat didaur ulang Mengurangi emisi CFC dan emisi pengganti CFC dengan tidak menggunakan aerosol dan menggunakan energi efisien. Mengurangi penggunakan listrik dengan menggunakan lampu hemat energi. Apa lagi...? Mengingatkan Pemerintah setempat akan komitmen mereka untuk mendaur ulang dan mengurangi pemborosan serta mempertahankan hukum daur ulang dan pemborosan agar tetap relevan. Mendorong pengusaha setempat agar mengurangi produk-produk paket. Mengingatkan otoritas setempat untuk memelihara listrik dan menggunakannya dalam system yang efisien.

Meningkatnya pemanasan : Sebelas dari dua belas tahun terakhir merupakan tahuntahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkat pemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari rata-rata seratus tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74 C selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada lautan. Jumlah karbondioksida yang lebih banyak di atmosfer : Karbondioksida adalah penyebab paling dominan terhadap adanya perubahan iklim saat ini dan konsentrasinya di atmosfer telah naik dari masa pra-industri yaitu 278 ppm (partspermillion) menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Lebih banyak air, tetapi penyebarannya tidak merata : Adanya peningkatan presipitasi pada beberapa dekade terakhir telah diamati di bagian Timur dari Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa Utara, Asia Utara serta Asia Tengah. Tetapi pada daerah Sahel, Mediteranian, Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami pengurangan presipitasi. Sejak tahun 1970 telah terjadi kekeringan yang lebih kuat dan lebih lama. Kenaikan permukaan Laut : Saat ini dilaporkan tengah terjadi kenaikan muka laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20, dan kenaikannya pada abad 20 adalah sebesar 0.17 meter. Pengamatan geologi mengindikasikan bahwa kenaikan muka laut pada 2000 tahun sebelumnya jauh lebih sedikit daripada kenaikan muka laut pada abad 20. Temperatur rata-rata laut global telah meningkat pada kedalaman paling sedikit 3000 meter. Pengurangan tutupan salju : Tutupan salju semakin sedikit di beberapa daerah, terutama pada saat musim semi. Sejak 1900, luasan maksimum daerah yang tertutup salju pada musim dingin/semi telah berkurang sekitar 7% pada Belahan Bumi Utara dan sungai-sungai akan lebih lambat membeku (5.8 hari lebih lambat daripada satu abad yang lalu) dan mencair lebih cepat 6.5 hari. Gletser yang mencair : Pegunungan gletser dan tutupan salju rata-rata berkurang pada kedua belahan bumi dan memiliki kontribusi terhadap kenaikan muka laut sebesar 0.77 milimeter per tahun sejak 1993 2003. Berkurangnya lapisan es di Greenland dan Antartika berkontribusi sebesar 0.4 mm pertahun untuk kenaikan muka laut (antara 1993 2003). Benua Arktik menghangat : Temperatur rata-rata Benua Arktik mengalami peningkatan hingga mencapai dua kali lipat dari temperatur rata-rata seratus tahun terakhir. Data satelit yang diambil sejak 1978 menunjukkan bahwa luasan laut es rata-rata di Arktik telah berkurang sebesar 2.7% per dekade. Proyeksi-Proyeksi Saat Ini Mengindikasikan Percepatan Pemanasan Emisi gas rumah kaca (GRK) yang kontinu pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global selama abad ke-21 yang dampaknya lebih besar daripada yang diamati pada abad ke-20.
o

Tingkat pemanasan bergantung kepada tingkat emisi : Jika konsentrasi karbondioksida stabil pada 550 ppm dua kali lipat dari masa pra-industri pemanasan rata-rata diperkirakan mencapai 2-4.5 C, dengan perkiraan terbaik adalah 3 C atau 5.4 F. Untuk dua dekade ke depan diperkirakan tingkat pemanasan sebesar 0.2 C per dekade dengan skenario yang tidak memasukkan pengurangan emisi GRK. GRK lain turut berperan dalam pemanasan dan jika dampak dari kombinasi GRK tersebut setara dengan dampak karbondioksida 650 ppm, iklim global akan memanas sebesar 3.6 C, sedangkan angka 750 ppm akan mengakibatkan terjadinya pemanasan sebesar 4.3 C. Proyeksi bergantung kepada beberapa faktor seperti pertumbuhan ekonomi, populasi, perkembangan teknologi dan faktor lainnya.
o o o o o o

Perubahan Iklim di Indonesia Indonesia mempunyai karakteristik khusus, baik dilihat dari posisi, maupun keberadaannya, sehingga mempunyai karakteristik iklim yang spesifik. Di Indonesia terdapat tiga jenis iklim yang mempengaruhi iklim di Indonesia, yaitu iklim musim (muson), iklim tropika (iklim panas), dan iklim laut. (Ref: http://iklim.dirgantaralapan.or.id/) Ketiga jenis iklim tersebut adalah: 1. Iklim Musim (Iklim Muson) Iklim jenis ini sangat dipengaruhi oleh angin musiman yang berubah-ubah setiap periode tertentu. Biasanya satu periode perubahan angin muson adalah 6 bulan. Iklim musim terdiri dari 2 jenis, yaitu Angin musim barat daya (Muson Barat) dan Angin musim timur laut (Muson Tumur). Angin muson barat bertiup sekitar bulan Oktober hingga April yang basah sehingga membawa musim hujan/penghujan. Angin muson timur bertiup sekitar bulan April hingga bulan Oktober yang sifatnya kering yang mengakibatkan wilayah Indonesia mengalami musim kering/kemarau. 2. Iklim Tropis/Tropika (Iklim Panas) Wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Umumnya wilayah Asia tenggara memiliki iklim tropis, sedangkan negara Eropa dan Amerika Utara mengalami iklim subtropis. Iklim tropis bersifat panas sehingga wilayah Indonesia panas yang mengundang banyak curah hujan atau Hujan Naik Tropika. 3. Iklim Laut Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah laut mengakibatkan penguapan air laut menjadi udara yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Jika kita cermati unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama, diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. c. Hubungan Perubahan Iklim Terhadap Bencana Alam di Indonesia

Menurut beberapa sumber (Diantaranya dari http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/), iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3 C sejak 1900 dengan suhu tahun 1990an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, hampir 1 C di atas rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi dalam semua musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi selama perioda DesemberFebuari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun.

Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi kuat oleh kejadian El Nino dan kekeringan umumnya telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir dalam tahun 1082/1983, 1986/1987 dan 1997/1998. Banjir dan kekeringan pada dasarnya terkait dengan kemampuan alam dan manusia mengelola ketersediaan air di Bumi. Banjir terjadi karena jumlah air hujan yang turun di daratan dalam intensitas berlebihan pada saat alam tidak mampu menampung. Kemudian dalam skala lokal intensitas curah hujan yang amat ekstrem dalam waktu lama akan menjadi penyebab banjir besar dan longsor di banyak tempat. Sementara itu, kekeringan terjadi karena jumlah hujan yang turun tidak mencukupi kebutuhan kehidupan. Kemudian ketersediaan air yang kian terbatas akan meningkatkan kompetisi untuk mendapatkan dan tidak jarang menimbulkan konflik dalam pemanfaatan. (Ref: http://www.duniaesai.com/). Jika kita melihat dalam skala lebih luas, peningkatan suhu secara global menyebabkan terjadinya percepatan pelelehan lapisan es di Kutub Utara dan Kutub Selatan sekaligus terjadinya pencairan dan penipisan lapisan gunung-gunung es di dunia. Dilain pihak kemarau panjang yang disebabkan fenomena El Nino yang memengaruhi siklus hidrologi lokal dan regional akan menyebabkan kian kritisnya ketersediaan air untuk menopang kebutuhan 6,5 miliar penduduk Bumi saat ini. d. Potensi Banjir di Wilayah Indonesia Berbicara mengenai potensi banjir di wilayah Indonesia, maka hal itu tidak dapat lepas dari gangguan terhadap siklus hidrologi di Indonesia itu sendiri. Siklus air/hidrologi yang mengalami gangguan tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap musim atau iklim lokal di Indonesia, lebih jauh hal itu terlihat pada terjadinya perubahan musim hujan atau kemarau yang akan berdampak serius terhadap manajemen ketersediaan air. Dampak lain yang juga serius adalah meningkatnya tinggi muka air laut yang terjadi hampir bersamaan dengan penurunan permukaan tanah (land subsidence) yang diakibatkan penurunan muka air tanah karena eksploitasi air tanah yang berlebihan dikota-kota besar. Keadaan ini akan menyebabkan sebagian wilayah kota yang selama ini relatif aman dari ancaman banjir akan menjadi daerah potensi banjir baru. Jika eksploitasi air tanah terus berlangsung, maka penurunan muka tanah dan intrusi air laut kian sulit dicegah dan dikendalikan (Hal ini biasa terjadi di kota-kota besar yang berada di daerah pantai, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya). Kondisi ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang makin parah dan membutuhkan biaya besar untuk dapat memulihkannya.

Anda mungkin juga menyukai