Anda di halaman 1dari 6

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BIOLOGIS DAN EKOLOGIS A.

Manusia Sebagai Makhluk Biologis


Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan. Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita. Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua. Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politikagama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya. Tokoh adalah istilah untuk orang yang tenar, misalnya 'tokoh politik', 'tokoh yang tampil dalam film', 'tokoh yang menerima penghargaan' dan lain-lain.

1. Ciri-ciri Fisik
Dalam biologi, manusia biasanya dipelajari sebagai salah satu dari berbagai spesies di muka Bumi. Pembelajaran biologi manusia kadang juga diperluas ke aspek psikologis serta ragawinya, tetapi biasanya tidak ke kerohanian atau keagamaan. Secara biologi, manusia diartikan sebagai hominid dari spesies Homo sapiens. Satu-satunya subspesies yang tersisa dari Homo Sapiens ini adalah Homo sapiens sapiens. Mereka biasanya dianggap sebagai satu-satunya spesies yang dapat bertahan hidup dalam genus Homo. Manusia menggunakan daya penggerak bipedalnya (dua kaki) yang sempurna. Dengan adanya kedua kaki untuk menggerakan badan, kedua tungkai depan dapat digunakan untuk memanipulasi obyek menggunakan jari jempol (ibu jari).

Rata-rata tinggi badan perempuan dewasa Amerika adalah 162 cm (64 inci) dan rata-rata berat 62 kg (137 pound). Pria umumnya lebih besar: 175 cm (69 inci) dan 78 kilogram (172 pound). Tentu saja angka tersebut hanya rata rata, bentuk fisik manusia sangat bervariasi, tergantung pada faktor tempat dan sejarah. Meskipun ukuran tubuh umumnya dipengaruhi faktor keturunan, faktor lingkungan dan kebudayaan juga dapat memengaruhinya, seperti gizi makanan. Anak manusia lahir setelah sembilan bulan dalam masa kandungan, dengan berat pada umumnya 3-4 kilogram (6-9 pound) dan 50-60 centimeter (20-24 inci) tingginya. Tak berdaya saat kelahiran, mereka terus bertumbuh selama beberapa tahun, umumnya mencapai kematangan seksual pada sekitar umur 12-15 tahun. Anak laki-laki masih akan terus tumbuh selama beberapa tahun setelah ini, biasanya pertumbuhan tersebut akan berhenti pada umur sekitar 18 tahun.

Sebuah kerangka manusia. Warna kulit manusia bervariasi dari hampir hitam hingga putih kemerahan. Secara umum, orang dengan nenek moyang yang berasal dari daerah yang terik mempunyai kulit lebih hitam dibandingkan dengan orang yang bernenek-moyang dari daerah yang hanya mendapat sedikit sinar matahari. (Namun, hal ini tentu saja bukan patokan mutlak, ada orang yang mempunyai nenek moyang yang berasal dari daerah terik dan kurang terik; dan orang-orang tersebut dapat memiliki warna kulit berbeda dalam lingkup spektrumnya.) Rata-rata, wanita memiliki kulit yang sedikit lebih terang daripada pria. Perkiraan panjang umur manusia pada kelahiran mendekati 80 tahun di negara-negara makmur, hal ini bisa tercapai berkat bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jumlah orang yang berumur seratus tahun ke atas di dunia diperkirakan berjumlah [1] sekitar 50,000 pada tahun 2003. Rentang hidup maksimal manusia diperhitungkan sekitar 120 tahun. Sementara banyak spesies lain yang punah, Manusia dapat tetap eksis dan berkembang sampai sekarang. Keberhasilan mereka disebabkan oleh daya intelektualnya yang tinggi, tetapi mereka juga mempunyai kekurangan fisik. Manusia cenderung menderita obesitas lebih dari primata lainnya. Hal ini sebagian besar disebabkan karena manusia mampu memproduksi lemak tubuh lebih banyak daripada keluarga primata lain. Karena manusia merupakan bipedal semata (hanya wajar menggunakan dua kaki untuk berjalan), daerah pinggul dan tulang punggung juga cenderung menjadi rapuh, menyebabkan kesulitan dalam bergerak pada usia lanjut. Juga, manusia perempuan menderita kerumitan melahirkan anak yang relatif (kesakitan karena melahirkan hingga 24 jam tidaklah umum). Sebelum abad ke-20, melahirkan merupakan siksaan berbahaya bagi beberapa wanita, dan masih terjadi di beberapa lokasi terpencil atau daerah yang tak berkembang di dunia saat ini.

2. Ciri-ciri Mental
Banyak manusia menganggap dirinya organisme terpintar dalam kerajaan hewan, meski ada perdebatan apakah cetaceans seperti lumba-lumba dapat saja mempunyai intelektual sebanding. Tentunya, manusia adalah satu-satunya hewan yang terbukti berteknologi tinggi. Manusia memiliki perbandingan massa otak dengan tubuh terbesar di antara semua hewan besar (Lumba-lumba memiliki yang kedua terbesar; hiu memiliki yang terbesar untuk ikan; dan gurita memiliki yang tertinggi untuk invertebrata). Meski bukanlah pengukuran mutlak (sebab massa otak minimum penting untuk fungsi "berumahtangga" tertentu), perbandingan massa otak dengan tubuh memang memberikan petunjuk baik dari intelektual relatif. (Carl Sagan, The Dragons of Eden, 38) Kemampuan manusia untuk mengenali bayangannya dalam cermin, merupakan salah satu hal yang jarang ditemui dalam kerajaan hewan. Manusia adalah satu dari empat spesies yang lulus tes cermin untuk pengenalan pantulan diri - yang lainnya adalah simpanse, orang utan, dan lumba-lumba. Pengujian membuktikan bahwa sebuah simpanse yang sudah bertumbuh sempurna memiliki kemampuan yang hampir sama dengan seorang anak manusia berumur empat tahun untuk mengenali bayangannya di cermin. Pengenalan pola (mengenali susunan gambar dan warna serta meneladani sifat) merupakan bukti lain bahwa manusia mempunyai mental yang baik. Kemampuan mental manusia dan kepandaiannya, membuat mereka, menurut Pascal, makhluk tersedih di antara semua hewan. Kemampuan memiliki perasaan, seperti kesedihan atau kebahagiaan, membedakan mereka dari organisme lain, walaupun pernyataan ini sukar dibuktikan menggunakan tes hewan. Keberadaan manusia, menurut sebagian besar ahli filsafat, membentuk dirinya sebagai sumber kebahagiaan.

B. Manusia Sebagai Makhluk Ekologis


Pemahaman yang kurang tepat Pada suatu kesempatan diskusi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi terkenal di Bogor, tersebutlah dalam kata sambutan dari seorang ahli setempat yang mengatakan bahwa Kita manusia yang tinggal di kota adalah manusia ekonomi, berbagai hal dinilai dengan uang. Disebutkan pula bahwa Jauh dari kota, di suatu tempat pinggiran hutan biasanya manusia di sana adalah manusia ekologi, mereka sejak dulu sudah memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya secara langsung, Sehingga hal tersebut adalah normal, dan tidak perlu dilarang. Misalnya masyarakat lokal yang masih mengkonsumsi satwa liar tertentu, seperti Yaki. Itu adalah alami, tidak perlu dilarang. Biarkanlah mereka berkembang sebagai manusia ekologi. Apakah pernyataan tersebut tepat dan arif? Jawabannya adalah relatif, namun secara umum bisa dikatakan kurang tepat. Kita setuju pernyataan bahwa masyarakat tradisional, pada umumnya masih memiliki berhubungan yang kuat dalam pemanfaatan hutan dan sumberdaya

alam lainnya. Mereka umumnya memiliki norma adat atau kearifan tradisional yang mereka yakini. Hal tersebut memang hak mereka, dan tetap mempertimbangkan keseimbangan alam adalah catatan utamanya.

Prinsip keseimbangan ekonomi dan ekologi: sebuah dinamika Ketika kita membicarakan fenomena ekologi, yang di dalamnya ada keseimbangan alami dari semua komponen ekosistem yang ada di dalamnya, maka kurang tepat untuk melihat ekonomi dan ekologi dari sudut yang berlawanan. Justru sudut pandang harus kita ubah, kita harus lihat bahwa manusia, sebagai makhluk beradab dan mengklaim memiliki kecerdasan paling tinggi di antara makhluk lainnya, maka ketika memanfaatkan sumberdaya alam atau dengan kata lain sebagai manusia ekonomi, tetap juga tetap mempertimbangkan keseimbangan ekologi. Perlu diingat, bahwa keseimbangan ekologi juga bergeser dengan berjalannya waktu. Mungkin pernyataan bahwa suatu kelompok masyarakat yang mengkonsumsi Yaki itu adalah manusia ekologi yang tidak perlu dilarang, adalah tepat pada waktu populasi manusia di tempat tersebut masih belum terlalu besar, sumberdaya alam masih cukup melimpah, populasi Yaki pun bisa seimbang kembali. Pernyataan menjadi kurang tepat ketika hal tersebut terjadi pada saat ini, dimana pemanfaatann sumberdaya alam terjadi secara berlebihan. Kemampuan alam untuk merespon kepada kondisi yang seimbang juga terbatas, demikian pula pemulihan populasi Yaki secara alami. Pada tataran ini, mereka sudah tidak berbeda dengan yang dimaksud sebagai manusia ekonomi. Yang berbeda hanyalah tempat di mana proses tersebut berlangsung. Konsep mereka sebagai manusia ekologi sudah bergeser. Lalu apa yang terjadi? Justru itulah, sebenarnya tidak bisa dipisahkan antara konsep ekologi dan ekonomi. Kita sebagai manusia adalah sekaligus berperan sebagai keduanya, sebagai manusia ekonomi dan ekologi. Oleh karena itu, kalau dilihat dari prinsip pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan, maka dirasa perlu ada pendekatan baru dalam pemanfaatan tersebut, di samping norma-norma yang ada. Keseimbangan ekosistem tetap harus dipertahankan. Kalau pun manusia harus mengkonsumsi daging, kalau bisa dari jenis yang bisa dibudidayakan kenapa tidak? Kenapa harus memburu satwaliar? Apalagi jenis tersebut sudah termasuk jenis dilindungi Undang-undang oleh Pemerintah RI. Termasuk juga keperluan tengkorak Yaki untuk upacara adat, haruskah tengkorak yang asli dari hasil berburu di alam? Atau barangkali bisa dibuat tengkorak imitasi dari bahan resin? Belum lagi masalah potensi penularan penyakit dengan mengkonsumsi daging satwaliar dari alam, adalah hal lain yang perlu dipertimbangkan.

Hakekat pemahaman keseimbangan alam dan fitrah manusia sebagai khalifah Hal-hal tersebut bukankah berarti membatasi pemanfaatan sumberdaya alam? Bukannya kita diperbolehkan memanfaatkan alam ini? Benar, kita tidak bisa hidup tanpa memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Namun sekali lagi, kita sebagai makhluk berbudaya yang dikaruniai akal dan fikiran, akan lebih arif dan bijaksana apabila kita juga memperhatikan kesinambungan dalam pemanfaatan. Bahasa kerennya ikut berpartisipasi dalam konservasi, karena hakekat konservasi bukan hanya melindungi tetapi juga memanfaatkan dengan prinsip kelestarian. Adalah menarik ketika ada pertanyaan, Mengapa kita mesti mendiskusikan tentang perlunya perlindungan satwaliar? Bukannya sudah cukup kepada alasan tentang hak hidup semua satwa dan bahwa manusia diperintahkan Tuhan untuk tidak membunuh segala makhluk yang hidup? Kembali, kita diuji tentang pertanyaan mendasar, dan tidak bisa lagi dibicarakan tentang manusia ekologi dan manusia ekonomi. Namun demikian ternyata manusia memang sangat unik. Bahkan untuk sesuatu yang sudah jelas digariskan dalam perintah Penciptanya pun, kenyataannya masih terjadi kerusakan akibat ekploitasi sumberdaya alam yang berlebihan. Ada beberapa pendekatan yang harus kita fahami ketika kita sebagai manusia melakukan hubungan dengan manusia lainnya. Perlu pula disadari bahwa tingkat kepekaan dan pemahaman masing-masing kita sebagai manusia pun cukup beragam. Apalagi di jaman informasi global seperti saat ini, berbagai macam informasi seperti berlomba menghantam masyarakat, baik itu informasi yang bersifat positif maupun negatif. Sepertinya, kalau masyarakat tidak dibantu dengan berbagai informasi yang berfungsi untuk menyaring arus informasi yang cukup deras tadi, maka kerusakan global juga akan semakin cepat terjadi.

Dimulai dari diri kita Disadari ataupun tidak, dengan kemampuan manusia yang memiliki kelebihan dari makhluk lainnya, yaitu berkomunikasi dan berfikir, bisa menimbulkan sisi positif dan negatif. Manusia cenderung meniru satu sama lain, bahkan ada yang mengatakan, hal positif hanya ditiru 50%-nya, sedangkan hal negatif ditiru 2 kali lebih banyak [200%]. Betapa dahsyat percepatan kerusakan global yang akan terjadi kalau kita berfikir dan bertindak secara gegabah dan tidak bijaksana dalam menyikapi berbagai fenomena yang terjadi di sekitar kita. Jelaslah, tidak bisa dipertentangkan antara konsep manusia ekonomi dan ekologi lagi. Kegiatan diskusi, seminar dan segala bentuknya dimaksudkan untuk selalu menularkan semangat akan kebaikan, hidup dengan prinsip menjaga keseimbangan alam dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Mulai dari pengenalan terhadap berbagai fenomena alam yang bisa dilogika ataupun

belum bisa dilogika, hingga pemahaman proses alam tersebut dengan respon akhir yang diharapkan adalah partisipasi langsung dalam bentuk apapun yang direalisasikan dalam fakir, sikap dan perilaku sehari-hari. Penting juga untuk saling berbagi pengalaman, mengasah kepekaan dan kemampuan, serta belajar berfikir dan berkomunikasi secara positif. Kita tidak bisa berharap banyak terhadap orang lain, termasuk di dalamnya masyarakat luas, pemerintah, akademisi, pengusaha ataupun kelompok manusia lainnya. Satu-satunya yang bisa kita harapkan, dan kalau perlu dengan sedikit pemaksaan, adalah diri kita sendiri. Atau lebih tepatnya adalah saya. Segala sesuatu dimulai dari diri sendiri ataupun saya tadi, baik itu menjadikan lebih baik ataupun lebih buruk, saya juga yang menentukan. Namun yang perlu diingat, saya tidak akan bisa mengharap keadaan menjadi lebih baik tanpa usaha dari saya, sementara saya sendiri belum baik. Dikatakan pula bahwa nasib suatu kaum, merekalah yang menentukan, bukan Tuhan. Harapan terakhir, diri sendiri tetap baik dan selalu berupaya menjadi lebih baik, semoga akan menular dan menjadikan lingkungan sekitar juga lebih baik, hingga lingkungan yang lebih besar lagi. Kerusakan global bisa ditekan, keseimbangan alam tetap terjaga.

Anda mungkin juga menyukai