Anda di halaman 1dari 5

CAHAYA PUTIH

Marilah berbagi kepada mereka yang tidak mampu untuk meringankan penderitaan mereka. Begitulah kata-kata yang diucapkan seorang presenter acara amal di TV yang memberikan bantuan kepada seorang wanita miskin penderita kanker perut. Kata-kata itu masih tergiang di telinga Romy, sebuah teguran baginya yang hanya bekerja setiap hari selama sebulan dan menerima gaji di awal bulan berikutnya. Demikian seterusnya. Kita harus mengumpulkan uang yang banyak, agar hidup kita sejahtera. Semakin banyak harta yang kita kumpulkan maka apa saja dapat kita beli termasuk kebahagiaan. Letak kebahagiaan itu ada di setiap benda berharga mahal yang kita punya. Rumah, mobil, tanah, dan perhiasan emas. Perkataan istrinya untuk bekerja keras mengumpulkan uang yang sanggup memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Rumah laksana istana, mobil mobil mahal yang mengkilat, perabotan dan perkakas yang serba wah sudah mereka miliki. Namun semuanya itu menimbulkan tanda tanya kepada dirinya sendiri. Apakah ini hakikat hidup manusia ?

Pagi yang cerah untuk merenungkannya di teras rumahnya sambil duduk termangu di kursi. Saat ia merenung ada cahaya putih sebesar kelereng terbang mendekatinya. Romy terkejut sambil memperhatikan dan kemudian ia ingin menyentuh cahaya putih itu. Ketika tangan kanannya ingin menggapainya, cahaya itu sedikit menjauh. Segera berdiri dari kursi ia coba lagi untuk menangkapnya dengan kedua tangannya seperti menepuk lalat namun tidak dapat.

Cahaya putih itu dapat bermanuver menghindari tangkapan tangan - tangannya. Berkali-kali ia mencoba menangkap sekaligus melompat lompat tetapi nihil. Cahaya putih yang kecil itu tampak lebih cerdas daripada kepalanya yang jauh lebih besar. Cahaya putih itu melayang lurus menjauh perlahan lahan ke halaman rumah kemudian menembus lewati gerbang rumah. Romy berusaha mengikuti, membuka gerbang rumahnya dan terus mengikuti cahaya putih itu.

Ia berjalan terus mengikuti cahaya itu. Langkah kakinya melewati rumah-rumah, pertokoan sampai turun ke bawah jembatan. Di situ ada gubuk karton dan cahaya itu masuk ke gubuk itu, Romy pun lantas masuk juga.

Di dalam gubuk itu ada seorang anak perempuan dan ibunya yang terbaring sakit di lantai beralas karton. Cahaya itu kemudian menghilang di tengah-tengah ibu dan anak perempuan itu. Bapak siapa ? Mau apa ke sini ? Bapak sedang mengikuti sebuah cahaya kecil putih sebesar kelereng. Apakah kamu melihatnya ? Anak perempuan itu menggelengkan kepalanya, tanda kejujuranya yang polos. Romy memperhatikan ibu yang berbaring lemah, niatnya untuk membantu muncul. Ayo kita bawa ibumu ke rumah sakit Dipapahnya Ibu dari anak perempuan itu kemudian naik taksi dan di bawa ke Rumah Sakit.

Di kamar rumah sakit Cahaya itu muncul lagi di kamar, sontak saja Romy yang berdiri di samping ibu yang berbaring, melihat. Ingin diikuti lagi cahaya itu. Dikeluarkannya dompet dari saku belakang celana panjangnya kemudian menyerahkan dompet dan seluruh isinya kepada anak perempuan. Dek, gunakanlah untuk biaya berobat ibumu. Nanti kita bertemu lagi seraya menyerahkan dompetnya.

Segera ia mengikuti cahaya itu, meninggalkan mereka. Dia keluar dari rumah sakit, meninggalkan ibu dan anak perempuan yang keheranan. Matanya fokus kepada cahaya kecil itu di tengah keramaian orang-orang yang lalu lalang.

Perjalanana tertuju ke sebuah gang sempit, ia bertemu pengemis buta dengan pakaian yang kotor, tidak layak pakai. Cahaya itu hilang setelah dekat dengan kakek pengemis buta. Romy tidak mengerti apa maksud kejadian ini dan berusaha memahaminya. Setelah mengamati pengemis, ia melucuti pakaian dan celananya hingga kaus singlet dan celana dalam yang melekat di badan. Tidak luput sandal juga.

Romy berfikir di rumahnya banyak sandal, baju dan celana dengan aneka rupa juga warna. Lagipula bukankah pengemis itu lebih membutuhkan pakaiannya daripada dirinya sendiri. Disapanya pengemis itu dan disuruh memakai pakaiannya.

Sambil dibantu mengenakan pakaian, pengemis itu mengucapkan terima kasih. Tanpa tahu bahwa Romy tak mengenakan pakaiannya lagi. Tak lama kemudian cahaya itu muncul dan segera kakinya mengikuti. Meninggalkan si pengemis.

Dijelajahinya jalan-jalan yang ramai orangnya, di kirinya pertokoan dan dikanannya jalan lintasan beraspal. Sudah banyak orang yang memandangnya curiga karena ia hanya mengenakan kaus. Ada yang melihat sepintas lalu sembari melanjutkan jalan. Beberapa orang sempat berhenti jalannya, memperhatikan sampai pria itu menghilang.

Romy tidak peduli selama ia masih dapat mengikuti si cahaya ajaib. Langkah kakinya yang tak beralas apapun kemudian merasakan sejuknya rumput-rumput hijau. Telah sampai dirinya di padang rumput hijau yang sejuk. Beberapa pohon rimbun dan bunga bunga menghiasi padang. Sedapat mungkin pria itu merasakan kesejukan padang yang asri.

Beberapa orang juga turut, pria dan wanita, tua dan muda, Hadir di padang mengenakan pakaian serba putih seragam dengan Romy. Mereka masih terus mengikuti cahaya putih kecil yang menuntun masing masing. Hingga mereka sampai di sebuah tengah-tengah padang . Di situ tampaklah ada sebuah meja besar putih. Cahaya-cahaya putih kecil itu kemudian melayang layang di atas meja setelahnya menyatu bersatu padu menjadi selembar kertas. Secara bergantian mereka memegang dan membaca tulisan yang ada di kertas itu.

Dan tertulis tinggalkanlah beban yang membelenggumu di sini dan pulanglah, lanjutkan hidup kalian sebagai manusia bebas dan berwelas asih.

Selanjutnya di antara mereka ada yang meletakkan pisau, daun ganja, kemenyan, botol, pil putih. Yang masih terbawa oleh tangan mereka masing masing. Tidak saling berbicara. Semua orang dalam keheningan. Romy kemudian memeriksa apa yang masih terbawa olehnya dan harus ditinggalkan. Ia kemudian melihat satu-satunya yang tersisa adalah cincin pernikahan dengan istrinya.

Cincin yang dibeli dari komisi mark up proyek pengadaan alat kantor pemerintah kota, sepuluh tahun yang lalu. Dilepaskanlah cincin dari jari manisnya, diletakkan di meja. Orang-orang di situ tersenyum dan satu per satu pergi meninggalkan meja dan kertas itu. Romy menoleh ke kanan, rumahnya kini terlihat jelas.

Data diri penulis Firdaus Situngkir,

Mahasiswa Ilmu Agribisnis, Universitas Bengkulu Lahir di Lubuk Pakam 1989 Sekarang tinggal di Kota Bengkulu Memiliki hobi membaca dan menulis puisi, cerpen dan juga bernyanyi

No. HP

: 085267252008

No. Rekening : BNI 0154930778

Anda mungkin juga menyukai