Anda di halaman 1dari 3

IEboE Penghargaan Agama maupun norma sosial terhadap perjuangan ibu sungguh tiada tara, melebihi penghargaan apapun

atas siapapun di dunia. Hati nurani siapapun pasti akan meleleh saat bersentuhan dengan kelembutan dan ketulusan bakti ibu pada keluarga terutama pada anakanaknya. Ketulusan dan pengabdiannya sungguh di luar nalar sehat manusia. Betapa tidak? Di saat hamil, dia rela bersakit-sakit dalam kondisi fisik yang lemah, bentuk tubuh yang tidak lagi ideal. Andaikan dia tidak memiliki harapan bahwa anak yang dikandungnya tersebut kelak menjadi anak yang taat dan mampu berbakti padanya, pastilah dia akan hindari tragedi itu semua. Mungkin dia lebih suka ber-KB atau kalau terpaksa hamil dia akan gugurkan janin itu.

Kemudian, di kala sang anak masih bayi (0-4 th), dia rela terganggu tidur dan kenyamanan hidupnya baik siang maupun malam, dia korbankan kenyaman tidur dan indahnya mimpi serta nikmatnya bermesraan dengan suami. Belum lagi, ketika sang buah hati sakit, berbagai upaya dilakukan; cari hutang, cari obat, cari dokter, doa tiada henti. Bahkan, sering ibu merasakan sakit psikologis yang melebihi perihnya sakit sang anak. Itu semua dilakukan tanpa imbalan sepeserpun dan tanpa berharap pujian dari manapun, hanya satu keyakinan yang menguatkan sang ibu, bahwa kelak anaknya akan menjadi qurrata ayun (penyejuk pandangan dan hati buat keluarga). Seiring perjalanan waktu, anak sudah mulai besar, dia masuk sekolah. Nestapa ibu belum terhenti sampai di situ. Setiap pagi dia harus menyiapkan makan pagi buat sang anak, memandikan, mengenakan baju anak. Tidak jarang, ibu, setiap pagi rela ngomel dan marah bahkan tengkar dengan anak, semata dia ingin agar anaknya tidak terlambat sekolah, tidak lapar di sekolah, tidak kena hukum di sekolah. Terlebih bila sang anak ditakdirkan menjadi ujian bagi ibu, kadang dia menangis sendiri di sudut rumah sambil meratapi kenakalan anak. Upaya maksimal sudah dilakukan, tak kunjung dia taat seperti teman sebayanya. Di malam hari juga demikian, tak bosan ibu menyuruh dan menemani anaknya belajar. Ibu juga ikut mengerjakan PR anak, ikut menggambar, ikut membuat karangan, demi kecemerlangan masa depan anak. Sang anak mulai menginjak usia remaja. Nestapa sang ibu juga belum reda. Anak memiliki tuntutan yang semakin macam-macam pada orang tua. Ia ingin dibelikan motor, HP, laptop sebagaimana teman sebayanya. Meski ekonomi pas-pasan, ibu lebih memilih mengurangi biaya dapur dan kebutuhan pribadinya demi untuk menyenangkan hati sang anak. Kalaupun tidak mampu, dia rela cari hutang kesana kemari asalkan anak bahagia dan gembira.

Ketika sang anak mulai punya perasaan cinta terhadap lawan jenisnya, nestapa sang ibu menjadijadi. Tiap malam dia berdoa pada tuhan, agar anaknya diselamatkan dari pergaulan bebas mudamudi ala artis. Setiap jam 5 sore, sang ibu sudah menanti di depan pintu rumah sambil harapharap cemas, kapan gerangan anakku pulang?! Apakah dia terlambat pulang karena les pelajaran ataukah bersama pacarnya. Anak kadang sudah mulai sering marah-marah pada ibunya; ibu kolot, ibu jadul (gaya jaman dulu), ibu kejam, ibu nggak ngerti, ibu diam saja, ibu jangan ikut campur. Subhanallah, naudzubilla min dzalik, ternyata kepenatan demi kepenatan, nestapa demi nestapa yang dialami sang ibu semakin menambah penderitaannya. Anak yang senantiasa disayang tak kunjung memahami jasa besar dan perjuangan sang ibu. Dengan meneteskan air mata, sang ibu masih sabar dan berharap semoga kelak anaknya semakin dewasa dan paham akan keinginan keluarga. Sang anak yang sudah remaja ini, merasa kesal terhadap omelan ibu, sambil bergumam: saya kan sudah remaja kenapa masih diatur-atur, ini tidak boleh, itu tidak boleh. Lebih enak berada di luar rumah saja, kumpul dengan teman-teman nonton bareng, canda bareng, supaya gak cepat tua dan pusing terus. Fenomena nestapa pilu seperti ini, mungkin dialami oleh mayoritas ibu-ibu. Padahal siapapun mengakui, apapun sikap ibu pada anaknya adalah cerminan kasih sayang yang tulus. Ketika dia melarang anaknya keluar rumah sampai larut malam, hakikatnya si ibu tidak ingin terjadi sesuatu pada anaknya, ingin si anak tidak terjerumus ke jurang nista, ingin si anak lebih fokus pada belajarnya yang diyakini akan mengantarkan anak tersebut bahagia di kemudian hari. Kadang ibu ikut campur masalah jodoh, juga demi menghindari kepahitan hidup yang mungkin si ibu dulu pernah mengalaminya dan itu jangan sampai terjadi pada diri anak. Ibu biasanya ingin menantunya adalah orang yang setia, berakhlak baik, peduli pada keluarga, perhatian pada orangtua dan agamanya baik. Dalam hal ini, ibu memiliki kepekaan lebih tentang karakter seseorang yang akan bersanding dengan anaknya di pelaminan. Tetapi bagi anak, hal itu sering disalahpahami. Baginya cinta adalah segala-galanya. Cinta akan menjamin kebahagiaan. Cinta akan berbanding lurus dengan kesetiaan. Cinta akan meningkatkan status perekonomian keluarga. Cinta akan membuat semua anggota keluarga bahagia. Cinta akan membungkam segala protes. Cinta mampu melejitkan prestasi. Cinta memuluskan perjalan bahtera rumah tangga. Si anak kerapkali melupakan, bahwa cinta hanya satu dari sekian puluh faktor penentu kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan itu abstrak, tempatnya dalam relung hati terdalam yang menyelinap dalam sanubari yang suci dan bersinar. Restu orangtua terutama ibu, menjadi jalan munculnya faktor-faktor lain. Rasulullah bersabda: Kerelaan Allah tergantung pada kerelaan orangtua dan kemarahan Allah tergantung kemarahan orangtua. Bahkan satu tiket sorga milik kita, sudah dipegang ibu. Rasululullah bersabda: Sorga itu di bawah telapak kaki ibu. Bahkan Allah memerintahkan kita untuk bersyukur pada orangtua, setelah pada Allah. Lebih didahulukan dari pada syukur pada Rasulullah, guru, mertua, apalagi pacar.

Alasan apapun tidak bisa dibenarkan, apabila seorang anak berpaling atau bermusuhan dengan orangtuanya. Sebab, tidak ada seorangpun di bumi ini yang melebihi jasa orangtua terutama ibu. Tidak ada nestapa yang terberat dan terpanjang, kecuali nestapa ibu dalam melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Kalau ternyata pacar/pasangan yang memalingkan seseorang dari orangtuanya, marilah ditimbang-timbang jasa mereka. Bahwa ibu yang telah mencucurkan keringatnya untuknya adalah fakta yang tak terbantahkan. Sementara pacar atau pasangan hidup yang berjasa dan peduli pada kita itu fakta yang masih perlu bukti. Pacar mungkin telah mengorbankan perhatian dan finansial untuk kita, dia melakukannya semata berharap pada kemolekan tubuh kita, keindahan paras wajah kita. Padahal ibu selama ini berkorban sekeras dan sepayah itu tidak mengharap apa-apa dari kita kecuali kebahagian kita sendiri di dunia dan akherat. Semua orang memang tidak ada yang sempurna, punya salah dan punya khilaf, akankah kesalahan seorang ibu karena mungkin ketidakfpahamannya akan dunia anak, menjadikan kita meninggalkannya untuk selamanya. Ingatlah, cinta yang kita punya bisa hilang dan tenggelam, ia bisa datang dan pergi, namun cinta dan perjuangan sang ibu sudah menjadi darah, daging yang mengkristal dalam tubuh kita. Antara dia dan kita tidakkan pernah terpisah secara rohani dan naluri. Upaya untuk memisahkan dia dan kita, sama halnya dengan membendung aliran takdir dan sunnatullah dan akan mendatangkan murka Allah dan karma dari anak cucu kita. Ibu terima kasih atas perjuangan dan jerih payahmu selama ini, kan ku kejar sekuat tenaga apa yang menjadi cita-cita dan harapanmu padaku. Ibu . semoga jasamu yang besar padaku dan keluarga menjadi pahala yang tak terputus, sehingga hidupmu senantiasa bahagia selamanya. Selamat hari Ibu 2010

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahasa Arab
    Bahasa Arab
    Dokumen3 halaman
    Bahasa Arab
    imron89940
    Belum ada peringkat
  • Had Is
    Had Is
    Dokumen5 halaman
    Had Is
    imron89940
    Belum ada peringkat
  • README
    README
    Dokumen1 halaman
    README
    Fahmi Wahyu Trihasno
    Belum ada peringkat
  • Bab V Penutup
    Bab V Penutup
    Dokumen1 halaman
    Bab V Penutup
    imron89940
    Belum ada peringkat
  • 5 Resensi
    5 Resensi
    Dokumen4 halaman
    5 Resensi
    imron89940
    Belum ada peringkat