Anda di halaman 1dari 9

Tema pahlawan :

Puisi 17 Agustus 1945


oleh: Ade Sanjaya 17 Agustus 1945 Hari Ini Aku berdiri Menghadap sang saka Hentak beraniku Menyonsong cita ku Suci jiwaku menggapai harapan ku Aku Anak Bangsa Indonesia Suara lantang Menyuarakan Merdeka Merdeka Merdeka Majulah Indonesiaku 17 Agustus 1945 Hari ini Hari Kemerdekaan indonesia Hari Kebangsaan indonesia Hari Lahirnya Bangsa Indonesia Semangat Juang Para Pahlawan Gugur damai di medan Perang Harum Nama mu di kandung badan Merdeka Merdeka Merdeka Jaya lah Indonesia Ku

Kapten Pattimura
Kapten sungguh aku berbangga hati Hormat padamu kapten dari Maluku Jutaan rakyat Indonesiaku kini mengenang Jutaan jasamu yang benderang Kau torehkan garis keberanianmu Melawan cambuk-cambuk di benteng Victoria Kau lawan keganasan pecut-pecut itu Walaupun akhirnya engkau harus rela menancap di tembok Victoria itu Keberanianmu kini membawakan bekas pada kami untuk ikut dalam lenteramu.

Kemerdekaan Indonesia
Aku bisa tertawa Aku bisa bergaya Aku bisa berpesta Aku bisa tamasya Karena Indonesia telah merdeka Kemerdekaan yang mahal harganya yang tak dapat diukur dengan harta sekalipun segunung, sepulau bahkan sebenua Kini kewajibanku sebagai anak bangsa Belajar tekun untuk membangun bangsa Agar nanti menjadi negara yang kaya raya Aku ingin. Pahlawan yang telah gugur dahulu dapat tertawa lega melihat anak cucunya bahagia Mereka dapat tidur nyenyak di sisi-Nya

Buat Ibu tercinta


Ibu, kala aku beranjak dewasa, kala aku membutuhkan tempat bertanya, kenapa Ibu pergi? Ibu, ibu tahu tidak kalau aku sedih? ibu tahu tidak kalau aku takut? tapi kenapa Ibu pergi? Ibu, bicara dong, kenapa cuma diam saja? memang beban ini cuma milikku saja? Ibu, kalau memang begitu adanya, doakan aku supaya kuat, doakan aku supaya bijak dan tidak terinjak-injak

PAK GURU Oleh : Triono


Pak guru engkau mengajari kami dengan kasih sayang kepada kami engkau membuatku melihat dunia karena engkau aku menjadi aku ilmu yang bermanfaat bagiku Ilmu bermanfaat untuk kehidupan Lapar dahaga tak kau hiraukan Panas matahari menyengat kulit Sebagai rasa yang selalu ada

Satu Buat Ibu Pertiwi


Negri Langit Biru Dalam dongeng Ibuku Tentang Tanah harum Di Ujung Pulau Yang Kehilangan Bapa Sunyinya nyanyian Anak-anak seribu pulau Rataplah. Senyum-senyum awan Yang Hampir Pudar Bunga-bunga indah Yang Berguguran Hilangnya Buaian-buaian angin Yang Lembut Tentang benang-benang Yang kusut Kaca-kaca yang retak Dalam keluh kesahnya Dekaplah Seribu pulau yang sedang piatu Taburkan Bunga-bunga Yang Kembali Mekar Rentangkan benang-benang yang kusut Satukan kaca-kaca yang retak Dalam Satu Ibu

Agar Awan-awan Kembali Tersenyum Dalam persembahahan Nyanyian Anak-anak Seribu pulau Untuk Satu Ibu Pertiwi.

Tema Lingkungan:

Rinduku pada hutan


Oleh : Evelyn R.A Rinduku pada Hutan Menghirup udaranya Memandang Rimbunya Hijau Daunnya Sepinya Rinduku pada hutan Menginjak rumputnya Embunnya Rinduku pada hutan Mendengar kicau burungnya Teriakan sang kera Auman harimau Kegesitan kijang Atau ular yang melata Rinduku pada hutan Rindunya kehidupan

Lingkungan Sekitarku
Oleh : Luther Lie Aku lupa memedulikan lingkunganku Saat lingkungan ku kotor Aku lupa membersihkannya Saat ku tercemar Aku tidak membersihkannya Lingkunganku Kau menjadi berpolusi karena manusia Kau menjadi kotor karena kami Semua ulah itu kesalahan kami Lingkungan hidupku Maafkanlah perbuatan kami Maafkan pula kelalaian kami Mulai saat ini kami pasti akanme njagamu

Tema : Tanah Air NEGERI YANG TERLUKA Ibu pertiwi seperti buku yang tergeletak, lupa tak tersentuh, dan membiarkan anak negeri berlari dengan senja, setelah lelah menantang mentari pagi. Ibu pertiwi seperti Durga yang terbelalak, melihat tugu yang runtuh, dan membiaskan rona yang berbusur seroja, menuju ke pusara yang diguyur doa dan sesaji, Visit Indonesia, Enjoy Jakarta, Stay with us .. But what for ???

Penyakit dan Bangkit


Badannya penuh borok mukanya penuh jerawat bernanah kulitnya ditumbuhi bisul beringas semua menambah bebannya Hamparan kulit mulus yang dulu ku lihat hancur tercabik-cabik luka luka durjana karena bakteri yang memiliki otak pintar pintar membuat luka di dalam hatinya Jantung yang tertusuk perasaan marah namun hanya gempa dan bencana yang dapat membalasnya walaupun sudah berjuang melepas cinta dalam tumbuhnya benih-benih pohon harapan namun yang ada masih saja polusi laknat untuk kegemukan segelintir kuman penyakit Biarkan aku menjadi ulat walaupun menjijikkan namun bisa menjadi kupu-kupu yang memperindah parasmu biarkan aku menjadi pohon yang akan tumbuh kokoh beranak pinak yang menyembuhkan lukamu biarkan aku menjadi diriku yang mencintaimu apa adanya karena hanya turut menanggung hutang dari orang yang tidak merasa harus bertanggung jawab biarkan doaku menyelimutimu biarkan cintaku membakar semua kelam sejarahmu sekarang kita akan bangkit bersama menyongsong hari esok yang cemerlang yang tiada luka matilah semua durjana perusak bangsa, penyakit semesta. damailah bangsaku, puaslah rakyatku.

* kami pewaris negeri ini *


kami disini menatap langit membelah cakrawala tanah air kami tak apa, bersandal jepit kami bersekolah kadang tak beralas ini kaki dengan sepatu model terbaru melewati tanah basah kaki-kaki kami dimana tersiram hujan sawah padi menguning menelusuri ngarai sungai berlari kami pada tanah pertiwi,hijau menghampar surga hutanku sesekali menyeka peluh pada wajah peluh jatuh dari badan karena cinta pada negeri karena cita-cita tanah air gemilang ada pada puncak jiwa kami tak gentar kami bila badai hujan menghadang dimana membasahi baju dan tas terbuat dari anyaman bambu karena kami tahu membangun tanah air adalah mulia gunung krakatau menampakan kegagahanya karang dihantam deburan ombak mengila tetap kokoh ia berdiri jiwa semangat ditempa sang guru agar tak menjadi generasi cengeng lihat! matahari mulai menampakan sinar cahayanya berlari kita bersama menuju indonesia bangkit karena kami pewaris negeri ini.

TEMA : PENDIDIKAN
Pahlawan Kehidupan
Karya : Nur Wachid

Ku lihat kau berbuat Ku dengar kau berbicara Ku rasakan kau merasakan Mata binar tak khayal menjadi panutan Sejuk terasa haluan kata katamu Menjadi sugesti pada diri kami Hingga jiwa ini tak sanggup berlari Menjauhi jalan hakiki Lelah dirimu tak kau risaukan Hiruk pikuk kehidupan mengharu biru Itu jasa tentang pengabdian Bukan jasa tentang perekonomian Semangatmu menjadi penghidupan Untuk kami menjalani kehidupan Jangan pernah kau bosan Jadi haluan panutan Meski pertiwi dalam kesengsaraan Kaulah pelita cahaya kehidupan Terima kasih untukmu Sang pahlawan kehidupan

Aku
Karya : Nur Wachid

Aku berdiri ditengah penjuru Aku besar dengan nama itu Aku bukan manusia Aku hanya sebuah kata Namaku lambang kecerdasan Namaku membunuh kebodohan Betapa hebatnya aku ? Tak ada yang menandingiku Sampai ini ku tak merasa hebat Ini kali ku menangis Bukan yang pertama Bukan yang kedua

Tiada pemakai namaku Yang menjadikanku hebat Disana sini kebodohan Belum terbunuh olehku Tangisan ini penuh pilu Belum banyak kecerdasan Yang bertaburan Jadilah pahlawanku anak negeri Hentikan pilu tangisku Buatlah aku tersenyum Merasa bangga akan namaku

Lilin Kegelapan
Karya : Nur Wachid

Titik air menitik Berbaris jarum jam berdetik Tak henti dalam putaran waktu Menembus masuk roda itu Menjadi pilar generasi penerus Bermuara menjelma sebagai arus Berbaris ditengah tangisan pertiwi Tak buat henti langkahkan kaki Baktiku hanya tuk negeri ini Ku akan jadi lilin ditengah kegelapan Melawan segala kemunafikan Semangatku bagai pejuang 45 Penerus cita cita pahlawan kita Wahai sang guruku Tuntunlah aku menjadi aku Jasamu tak tampak mata Berwujud dalam hati sanubari Titik air menitik Ilmu mu kan ku petik Bukan buat negara munafik

Baca Tulis
Karya : Nur Wachid

Senja meradang kerinduan Goresan pena menyayat kalbu Tangisanku tak membuat pilu Hei .. wahai pemimpinku Pandanglah aku yang kusut ini Duduk di sekolah ku tak bisa Bagaimana ku tak bisa bodoh ? Hiduppun beralas tanah Tidurpun beratap langit Ahhh,.... Bosan ku tak dapat membaca Bingung ku tak dapat menulis Seandainya ada pemimpin menangis Pasti ku dapat baca tulis

Doa dan Harapku


Karya : Nur Wachid

Fajar pagi tampak layuh Sinarnya tak tampak Jangan kau melihat itu Bagiku itu palsu Ku hanya ingin semangatmu Bukan ingin egomu Langkahkan kakimu anak didikku Cepat dan semakin cepat Sekali jangan buat lambat Beribu ribu kata akan tersendat Besar sungguh harapku Pada anak berpacu dengan waktu Doa ku selalu iringi langkahmu

Taman Ilmu
Karya : Nur Wachid

Musim kemarau panas berkepanjangan Musim penghujan hujan berdatangan Itulah hebatnya dirimu Panas hujan tetap buat kau berdiri Kau hanya tumpukan bata merah Tulang mu hanya dari besi Seindah dirimu namamu sama Seburuk bentukmu tak kurangi gunamu Kaulah taman kehidupan Tempat tertanam berjuta ilmu Bunga merekah terlahir darimu Hiruk pikuk pendidikan tertelan olehmu Tanpamu semua tampak bodoh Alangkah indahnya ..... Jika dirimu berdiri dimana mana Tanpa ada beda di desa dan kota Sayangnya kau bukan manusia Kakimu tertanam di bumi Tak dapat jalan kemana mana

Anda mungkin juga menyukai