Anda di halaman 1dari 2

Kenangan yang Tak Ingin Saya Kenang

Ada di dalam hidup ini kejadian yang tak ingin saya kenang karena seluruhnya cuma
berisi soal yang memalukan. Saya amat gemar menulis surat cinta di zaman sekolah.
Dan ketika surat-surat itu saya baca ulang bertahun kemudian, hasilnya adalah aib
berkepanjangan. Membayangkan surat-surat ini dibaca orang bisa membuat saya mati
berdiri. Akhirnya gunungan surat itu saya sobek-sobek menjadi serpihan, saya bakar
agar lenyap jadi asap. Sekarang baru saya sadari, betapa tidak perlu tindakan itu.
Betapa ingin saya berani memungut kembali satu-persatu kenangan itu, betapapun ia
bikin malu. Karena hidup yang sekarang, pasti tidak disusun cuma berdasarkan
kebenaran dan kemuliaan. Di antaranya, ia pasti disusun juga dengan kebodohan, aib
dan kekeliruan.

Maka kedudukan aib dan kesalahan itu, sesungguhnya setara dengan kebenaran dan
keberhasilan. Ia sama-sama menjadi batu penyangga hidup saya. Jadi ia tak perlu
diruntuhkan. Maka di hari-hari ini, saya kembali asyik mengenang aib itu satu
persatu, walau untuk itu saya harus memompa seluruh keberanian. Saya di hari ini,
adalah saya yang bisa mengeluhkan gaya anak-anak sekolah yang naik motor setara
orang kesurupan. Tapi di masa lalu, gaya itu pula yang saya peragakan. Malu
rasanya naik motor pelan. Jika malam, lampu harus dimatikan biar tambah seram.
Semakin gelap, semakin kencang, semakin bikin kaget orang, semakin girang
perasaan. Jika menikung harus dengan kemiringan penuh. Malah jika belum nyebur
got, rasanya belum seorang jagoan.

Di satu sisi, hidup saya sebenarnya sudah mulai berprestasi. Sejak SMA saya telah
mulai bisa membiayai diri lewat honor kartun yang mulai ramai dimuat di media
massa. Begitu menjadi mahasiswa pemula, saya sudah bisa membeli motor meskipun
manula. Bangga sekali rasanya punya motor pertama, walau karena umurnya, ia mulai
tak tahan cuaca, Jika hujan tiba, ngadat mesinnya. Tetapi prestasi di satu sisi
ini, cuma kekeliruan di sisi yang lain. Sejak punya motor saya mulai dijauhi
teman-teman karena dianggap lebih sibuk mengurus motor katimbang mengurus mereka.
''Ia tak pernah lagi mudah dicari di rumah,'' kata teman yang kecewa. Mereka
benar. Saya memang jadi jarang di rumah, karena harus ke bengkel melulu!

Tetapi apapun alasannya, prestasi itu, jika belum matang waktu, memang cuma
seperti taplak meja. Jika ia ditarik kemari, ia akan bolong di sana. Motor tua itu
saya jual untuk ganti yang baru. Lebih keren dan kencang lajunya. Ini prestasi
lagi. Tetapi prestasi baru selalu diikuti oleh kesalahan yang baru, itulah
anugerah yang saya sebut sebagai belum matang waktu itu. Bakat ngebut saya
mendapat dukungan penuh dari motor baru ini termasuk munculnya sikap lupa diri
sebagai bakat baru. Meksipun belum punya SIM, tetapi ke manapun, saya berani
pergi. Maka ketika suatu kali saya terjaring operasi, saya panik sekali sehingga
memutuskan tindakan yang tak habis saya mengerti hingga di hari ini: yakni
melarikan diri.

Tapi sekencang-kencang saya berlari, saya pasti bukan penjahat tangguh melainkan
sekadar mahasiswa ingusan yang kurang tahu menakar diri. Maka cuma dalam satu
sentakan gas, polisi yang mengejar itu telah berhasil mencengkeram krah saya. Tak
ada pilihan lain kecuali berhenti. Polisi ini marah sekali. Tak ada lagi negosiasi
apapun. Telak sudah dosa-dosa saya. Tanpa SIM, kabur pula. Motor itu ditahan dan
saya harus pulang jalan kaki.

Apa perasaan saya waktu itu? Terhina dan merasa sangat terzalimi. Perasaan inilah
yang ingin saya kenang, karena betapa berbahaya sebetulnya kerancuan berpikir ini.
Padahal lihatlah daftar kesalahan saya itu: ngebut adalah kesalahan pertama, tanpa
SIM adalah kesalahan kedua, kabur adalah kesalahan ketiga. Jadi sempurna.
Beruntung cuma motor saya yang ditahan, bukan saya yang harus menghuni tahanan.
Tetapi orang yang lagi beruntung inilah justru orang yang merasa dizalimi lalu
menggunakan seluruh koneksi untuk membela diri. Kenangan buruk ini adalah
pelajaran yang amat saya ingat betapa persoalan terbesar saya sebagai manusia yang
paling pertama adalah kemampuan melihat kesalahan diri sendiri!
(Prie GS/CN05)

Anda mungkin juga menyukai