Anda di halaman 1dari 1

Kepada yang Bermobil Sambil Membaca

Tak sulit mencari pemakai jalan di Indonesia yang ceroboh, berbahaya dan
indisiplin. Karena selalu ada saja jenis pengemudi yang suka berjalan lambat di
jalur cepat dan berjalan cepat di jalur lambat. Ada saja jenis orang yang suka
belok tanpa memberi tanda, ada jenis orang yang tega buang sampah dari mobil
mewah, ada lagi yang tenang menerjang lampu merah. Tapi semua itu belum sebanding
dengan kelakuan orang ini. Orang yang karena gaya mobilnya yang oleng, karena
kecepatannya yang tidak stabil, malah menarik untuk diikuti.

Dari belakang, gaya mobil ini bisa menimbulkan banyak dugaan. Jangan-jangan
pengemudinya adalah orang yang sedang belajar. Bisa jadi ia adalah ibu-ibu yang
gugup, bisa pula ia adalah orang yang tengah bingung mencari lokasi tertentu.
Semua itu meskipun menjengkelkan, tapi bisa dimengerti. Tapi segala dugaaan itu
menjadi tak penting lagi ketika kita mulai bisa dengan jelas melihat siapa
pengemudinya: ia ternyata seorang pria yang sedang membaca!

Luar biasa ketenangan orang ini dalam melakukan kecerobohannya bisa kapanpun, di
manapun, dengan risiko apapun. Tak peduli apakah ia sedang membahayakan diri
sendiri dan orang lain. Tapi kita tidak sedang membicarakan orang yang sedang tak
peduli pada diri sendiri itu. Orang seperti itu sah-sah saja jika harus celaka
bahkan mati. Karena orang semacam itu, dalam bahasa Don Corleone, bos mafia dalam
novel Godfather, adalah orang yang menantang kematian setiap saat.

Ia bisa berupa orang yang segala aspek kelakuannya cuma memancing perkara. Maka
berkelahi, tertusuk, tertembak dan mati, adalah risiko yang menguntitnya sehari-
hari. Di Indonesia, pameran kecerobohan semacam itu setiap kali bisa terjadi.
Pelajar yang bubaran sekolah dengan bermotor gila-gilaan, kebut-kebutan liar di
jalan-jalan raya, bus-bus raksasa yang main terjang pada sesama pemakai jalan,
para penyebarang jalan yang selebor dan enggan memakai jembatan penyeberangan....

Hampir setiap hari kita temui orang-orang dengan tingkat penghargaan yang rendah
pada nyawa mereka sendiri. Tapi sekali lagi, kita tidak sedang ingin bicara
tentang mereka. Kita lebih suka bicara tentang orang-orang yang akan menjadi
korban kecerobohan mereka. Dan daftar korban ini bisa siapa saja. Ia bisa menimpa
anak-anak tak berdosa, orang-orang yang tulus, dan pribadi-pribadi yang hebat.

Ada seorang anak yang naik kereta dengan kesadaran seorang turis, tapi harus
pulang dan dirawat di rumah sakit karena kepalanya tersampit batu. Batu itu bukan
dari siapa-siapa melainkan dari pelempar iseng semata. Ada lagi remaja kebanggaan
orang tua yang pagi berangkat sekolah masih dengan kesegaran penuh seorang anak
muda, siangnya sudah pulang ke rumah sebagai mayat, korban tabrak lari. Ada pula
sekeluarga yang dengan ceria pergi berlibur bersama tapi hanya dalam beberapa jam,
mereka semua ludes tertimpa truk berem blong.

Ya, kita tidak sedang bicara soal musibah jalan raya yang memang harus kita terima
sebagai risiko sebuah peradaban. Tapi kita sedang bicara soal pelaku peradaban
yang ceroboh. Pihak yang sama sekali tertinggal dari peradaban yang menjadi norma
bersama. Dan orang-orang semacam itu ternyata masih berserakan di sekitar kita.
(03)

(PrieGS/)

Anda mungkin juga menyukai