Anda di halaman 1dari 8

Karena Aku Mencintaimu Harris mencuri-curi pandang untuk melihat wajah Mayela yang cantik.

Yah gadis itu memang cantik bagaikan bulan purnama yang menggoda. Ia merasa bagaikan burung hantu yang berkuku riang melihat terangnya malam ketika melihat senyum Mayela. Ia berada satu sofa hanya berjarak 2-3 meter dari gadis itu namun rasanya seakan mereka begitu jauh. Suara televisi mengudarakan suara tawa yang memancing tawa Mayela tidak halnya dengan Harris yang merasa bahwa lebih menarik melihat wajah sendu istrinya tertawa riang. Dia terlihat berbeda ketika ia tertawa sayangnya ia jarang tertawa di hadapan Harris. Bayangkan Harris seorang pria berusia 34 tahun yang diam-diam setengah mati jatuh cinta pada istrinya sendiri. Betapa lucunya pikirnya sudah setua ini ia merasa tergelitik. Ia merasa seakan dirinya tua Bangka yang tak tahu malu karena menikahi gadis muda seperti Mayela yang bahkan masih punya kesempatan lain selain menjadi istri dari seorang bujang tua seperti dirinya. Mungkin sudah patutnya suami-istri saling mencintai tapi Harris sendiri mengetahui cinta ini hanyalah satu sisi darinya karena Mayela bahkan tak sedikit pun memperlihatkan ketertarikan tersebut terhadap dirinya yang merupakan suami sahnya. Apalah dayanya karena gadis itu masih begitu muda daripada dirinya. Usianya baru menginjak 22 tahun dan ia pun tahu bahwa Mayela terpaksa menikah dengannya karena paksaan orang tuanya. Mungkin, ia tahu bahwa gadis itu sedikit membencinya. Jam hotel menunjukan pukul sebelas malam ia pun melihat istrinya menguap karena kantuk yang mendera. Jujur saja ia tak ingin tidur hanya ingin berada di sisinya. Itu saja harapannya. Wajah Mayela menoleh dengan senyum di bibirnya, senyum lelah. Aku sudah mengantuk. Apa Pak Harris masih mau menonton? Harris terkesiap mendengar kata-kata Mayela ekspresi wajahnya tidak karuan. Tidurlah, saya sebentar lagi katanya seraya mengalihkan pandangannya ke layar TV. Segera saja Mayela bangkit dari duduknya berjalan menuju tempat tidur besar Hotel Sangrila. Apa yang harus ia katakan selain kata-kata itu. Bibirnya kelu hatinya perih. Bukubuku jarinya terkatup. Pak Harris. Memang tak selayaknya pria setua dirinya menikahi gadis yang lebih muda 12 tahun dibawahnya. Ia merasa dirinya bandot tua

yang tak tahu diri. Tapi tetap saja ia merasa sakit jauh di lubuk hatinya. Jauh dalam hasratnya ia ingin sekali memeluk tubuh ramping Mayela, membiarkan kepalanya bersandar di dadanya. Apa daya. Mayela sejak hari pertama pernikahannya menunjukan keengganannya. Ketidaksukaannya. Ketidaktertarikannya. Dengan terang-terangan gadis itu mengatakan di depan wajahnya bahwa ia sudah mencintai pria lain dan tak bisa menerimanya. Ah.. Mayela, si bandot tua ini cukup sadar dan tidak buta untuk melihat kenyataan itu tergambar jelas di wajahmu. Sampai hari ini ia hanya bisa menelan bergumpal-gumpal kekecewaan yang tersembunyi rapat dalam hatinya. Ia lelaki tapi ia ingin menangis menumpahkan segalanya pada Tuhan. Tapi tak ada gunanya karena bagaimanapun hati Mayela tak tergerak dengan segala tindakan Harris. Harris hanya pak Harris di matanya. Gadis itu tidur di ranjangnya. Sekalipun ia tak pernah tidur seranjang dengannya. Pernikahan ini sudah berjalan enam bulan dan entah mengapa ia masih sanggup bertahan mungkin demi melihat wajah rembulan itu pikirnya. Ia sudah memberikan apa yang bisa ia berikan pada Mayela. Perhiasan, rumah, segalanya bahkan ia tak segan menyerahkan nyawanya demi melihat mata gadis itu berbinar mengatakan betapa ia mencintanya. Harris tersenyum kecut sambil sekali lagi menoleh ke arah Mayela. Ia menarik napas panjang dan mendesah. Besok, Mayela akan menemui Joseph, pria yang begitu dicintainya. Sejauh ini ia berhasil melacak keberadaan pria itu. Seandainya Mayela sadar akan cintanya yang begitu besar, seandainya ia bisa melihat dan seandainya ia bisa membalas. Ia meregangkan tubuhnya di atas sofa. Ia berusia 34 tahun, ia mencintai istrinya dengan sangat, namun cinta tak berbalas memang begitu menyakitkan. Dengan hati lapang, rasa sakitnya ia telan asalkan ia bisa melihat Mayela bahagia itu sudah cukup baginya. Mayela mengenakan baju terbaiknya, berdandan dengan cantiknya. Hatinya begitu berdebar seakan ada ombak yang berdebur. Di sampingnya, Pak Harris, mengantarkannya pada pencarian ini. Wajahnya tenang seperti biasa, ia lebih banyak diam atau menatap langit-langit seakan melamunkan sesuatu. Pria itu mengenakan setelan jas hitam. Matanya tertunduk ke bawah seakan tengah memikirkan sesuatu. Mata itu teralih pada sosok dirinya yang berdiri di hadapannya. Dihelanya napas

dalam-dalam dan serentak ia bangun dari tempat duduknya mengikuti langkah Mayela. Pak Harris tak mengatakan apapun selama perjalanan. Ia lebih banyak melemaparkan pandangannya ke luar. Air mukanya sedih. Mereka berdua lebih banyak diam seraya melihat trotoar jalan yang begitu sibuk dengan aktivitas lalu lintas lalu lalangnya kendaraan. Kota kecil ini lumayan padat. Segala hal terasa indah, menyenangkan, berbeda. Mayela akan merasakan debaran ini setiap saat, ketika bersama Joseph dunianya berwarna. Mayela ingin melangkah panjang-panjang karena setiap detik mengantarkannya kepada Joseph. Karena tergesa-gesanya ia tak memperhatikan langkahnya membawa maut. sebuah mobil sedan melintas di depannya dan dengan tiba-tiba tubuhya terhempas. Peristiwa itu sekejap hanya sekilas bahkan ia tak sadar apa yang tengah terjadinya dan tiba-tiba darah membasahi bajunya. Ketika ia membuka mata dilihatnya Pak Harris memeluk tubuhnya dengan erat. Dan darah itu berasal dari dahinya. Wajahnya cemas Kau tidak terluka? tanyanya dengan panik. Padahal keadaannyalah yang seharusnya dicemaskan. Mayela segera bangkit dan tubuh Pak Harris masih terkapar di jalan dengan darah dari dahinya yang menutupi matanya. Orang-orang berdatangan dari segala penjuru dan pengemudi sedan itupun menghampiri. Kita bawa ke rumah sakit sekarang juga kata pria muda perlente yang mengendarai sedan metalik itu membantu Pak Harris berdiri menopang tubuhnya. Mayela terdiam tak tahu apa yang harus ia lakukan karena di seberang sana masa depannya menunggu dan disini ia masih berdiri dalam kebingungan yang melandanya. Pak Harris menoleh ke arahnya dengan pandangan pengertian ia berkata Pergilah, saya tidak apa-apa. Ada banyak orang yang bisa membantu saya, kalau kau tidak menemuinya saat ini mungkin kau tidak akan menemuinya lagi. Dengan tangannya yang terkena percikan darah ia menggenggam jemari Mayela, rasanya hangat. Pergilah! ia menoleh ke kerumunan dan menoleh pada pemuda di sampingnya. Tolong antar saja saya ke rumah sakit. Katanya. Ia tersenyum lembut pada Mayela yang gamang mengenai apa yang harus ia lakukan. Apa anda tidak apa-apa nona? Tanya seorang wanita tua yang bergegas menghampiri Mayela. Mayela hanya menggelengkan kepalanya. Wanita itu

menggenggam tangan pak Harris seraya bertanya padanya. Apakah nona ini istri anda? Tentu saja bukan lihat saja gadis itu masih muda jawab perempuan yang berdiri di samping wanita tua itu. pak Harris hanya menunduk dan kemudian menjawab saya.. saya cuma teman yang ingin membantunya.. ketika tadi ia menyebrang Pak Harris berdiri walaupun limbung. Ia membersihkan darah dari dahinya dengan tisu yang diberikan oleh wanita tua itu. Mayela mematung. Terima kasih. Saya sudah cukup baikan.. digenggamnya tangan Mayela erat seraya melangkah. Dengan bergandengan tangan mereka berjalan menuju kafe yang terletak satu tikungan lagi. Mayela memandang tangan yang digenggamnya dan sosok pria di sampingnya. Ia tak mengerti pada pak Harris. Ia selalu bersikap dingin padanya bahkan selalu mengacuhkannya tapi ia tak pernah sekalipun berbuat kurang ajar dan ia hanya diam dan meminta maaf seakan-akan semua ini adalah kesalahannya. Mereka sudah sampai di depan kafe dan pak Harris tersenyum masuklah Mayela masuk namun matanya masih memandangi sosok pria jangkung itu. Matanya nanar tapi ia memaksakan diri untuk bergegas menemui Joseph. ia sampai di kafe tempat Joseph menyanyi. Ia menoleh ke belakang melihat sosok suaminya. Tanpa ia sadari ia melihat ke arah bajunya, darah, darah suaminya. Di tangannya pun ada darah suaminya. Ini dia, jalan Bougenville dan ia dapat melihat papan besar bertuliskan Kafe La Limbrose. Kafe bergaya Eropa yang merupakan tempat dimana ia akan bertemu dengan Joseph dan suara merdunya lagi. Ia memasuki kafe itu, matanya mencari-cari meneliti satu demi satu demi wajah yang dikenalnya. Dan disitulah Joseph tengah duduk memegang gitarnya. Sosoknya seperti apa yang ia bayangkan. Ia segera menghampiri dengan berdiri di depan pria yang mempunyai wajah yang tampan itu. Mata Joseph teralih dari gitar itu pada sosok Mayela dan terlihat matanya yang menyiratkan kerinduan dan rasa bahagia. Ia memandang Joseph Hai suaranya syahdu seperti dulu. Joseph seperti yang dulu dan harusnya ia bahagia karena akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama mereka terpisah hanya karena orang tuanya tidak setuju dengan pemusik tidak jelas

seperti Joseph dan lebih memilih menikahkannya dengan pengusaha kaya seperti Pak Harris yang jauh lebih tua darinya. Pak Harris. Tiba-tiba air matanya meleleh. Ia sadar bukan karena pertemuannya dengan Joseph tapi karena Pak Harris. Ia menganggap pria itu tak lebih dari penghalang, pria menjijikan yang tak sudi ia ladeni. Tapi pria itulah yang mengantarkannya pada Joseph sekarang. Pria yang sekarang mungkin sedang terkapar di salah satu ruangan di rumah sakit dan ia istri sahnya tengah asyik berduaan dengan pria lain. Oh betapa otaknya bebal, hatinya tertutup. Ia hanya melihat cintanya tanpa melihat setiap tatapan Pak Harris, cinta dan lukanya. Selama ini hatinya tertutup hanya dengan sosok Joseph yang ia percayai dapat memberikan cinta yang begitu besar namun di luar sana ada orang yang bahkan rela melakukan apapun demi dirinya. Menjaga hatinya, menjaga dirinya siang dan malam. Selama ini ia tak menyadari hal itu. Ia yang menjaga dirinya ketika sakit. Tidur berhari-hari di sampingnya, mengupaskan apel yang tak mau ia terima karena keangkuhannya. Ia yang rela menunggu di bawah guyuran hujan berjam-jam hanya untuk menjemputnya dan memastikan ia selamat dan sehat hingga ia mencapai kamar tidurnya yang selalu ia kunci rapat-rapat menghindari masuknya pria yang ia benci itu. ia bahkan rela menerima bulan-bulanan preman yang menggoda dirinya di jalan hingga babak belur dan hidungnya patah. ia yang selalu menjadi tempat berlindung. Ia yang dianggap menjijikan. Ia tak pernah mengeluh dengan perlakuan yang ia terima, ia hanya tersenyum dengan tulus. Setulus hatinya ia mengatakan akan mencari Joseph ketika ia menangis dari balik kursi. Pernahkah ia memikirkan perasaannya barang sedikitpun? Ia memang tidak tampan. Ia tidak semenarik Joseph. Tapi ia tulus, ia tulus mencintai dirinya. Pria mana yang akan membawa istrinya menemui mantan kekasihnya? Ia tak pernah mengatakan ia mencintainya karena ia sudah tahu apa isi hatinya. Ia yang hanya bisa mencuri pandang, memandang dengan nanar kemudian tersenyum dan baru saja ia mengorbankan tubuhnya sendiri demi wanita yang tak menghargai keberadaannya. Tak menghargai cintanya, ketulusannya, segala pengorbanannya. Apakah ia pernah perduli dengan suaminya? Air mata membanjiri pelupuk matanya. Joseph mengelus pipinya Hei.. hei kenapa kau menangis? ujarnya dengan lembut. Ia ingat pak Harris mengelus

rambutnya dan mendekapnya dengan erat seakan tak akan pernah ia bisa mendekap dirinya. Mayela menggeleng-gelengkan kepala diantara isak tangisnya. Rasa sesak yang menghampiri dan rasa sesal yang begitu besar tiba-tiba menyeruak dalam dadanya. Tak dirasakannya lagi perasaan yang begitu besar pada Joseph layaknya dahulu. sekarang yang ada dalam pikirannya adalah Pak Harris. Kita sudah bersama lagi tak ada yang perlu dicemaskan ujarnya menenangkan. Maafkan aku Joseph. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa bersamamu. Sudah ada orang lain yang mengisi hatiku setelah kepergianmu dan ia orang yang mencintaiku lebih dari dirinya sendiri. Maafkan aku. Kata-kata itu begitu saja keluar dari mulutnya namun terasa melegakan dapat mengatakannya di depan Joseph. Joseph terdiam dibuatnya. Matanya mencari-cari. Tak mengerti. Maafkan aku dan terima kasih. Selamat tinggal Joseph ia bangkit dan segera berlari keluar dari tempat itu mencari taksi untuk membawanya ke rumah sakit terdekat dari sini. Oh.. betapa butanya ia selama ini. selama ini yang terluka bukanlah ia tapi Pak Harris yang selalu menelan kekecewaan atas semua penolakannya. Ia tidak pernah sekalipun melecehkannya walaupun ia adalah suaminya yang lebih berhak dari siapapun atas dirinya. Tak pernah sekalipun berlaku kasar terhadapnya. Dan ia dengan pongahnya menganggap ia tak pantas akan cintanya. Mayela sampai di depan pintu kamar ruang perawatan suaminya. Ia ragu untuk membuka kenop pintu. Ia mendengar suara rendah Pak Harris. Ia bersama dengan orang yang dicintainya Kau sudah gila membiarkan istrimu menjalin hubungan dengan pria lain di depan mukamu? Tanya sebuah suara dengan nada iba. Apa yang bisa kulakukan aku tidak bisa membuatnya bahagia. Aku tidak bisa melihatnya menderita seperti ini terus bersamaku. Aku egois jika membiarkannya tetap seperti itu.

Tapi kau mencintainya kan? suara pria itu marah. Aku sangat mencintai Tom hingga aku merasa sakit setiap kali aku melihatnya. Aku sudah mencoba agar dia bisa mencintaiku Tom tapi hatinya bukan untukku. Aku melihat matanya, sinar matanya ada cinta tapi bukan untukku. Hatiku akan merasa tenang melihat dia bisa tertawa dan bahagia yah walaupun ia tidak di sisiku. Ujarnya tenang. Kau memang orang bodoh Harris ujar suara itu dengan prihatin. Mayela menelan ludah saat mendengar tiap kalimat tersebut. Mayela tak dapat menahan tangisnya. Ia tergugu. Tanpa disadarinya Tom berdiri di depannya memandang heran ke arahnya. Tom sahabat pak Harris yang tinggal di kota ini. Ia menepuk pundak Mayela dan kemudian berlalu setelah mengatakan Masuklah. Mayela melihat sosok Harris Natalegawa yang tergolek di tempat tidur dengan perban di dahi dan tangan patah yang diperban. Salah satu jempolnya diperban namun ada yang aneh tak ada yang bentuk jempol menggembung disitu hanya perban belaka. Mayela tahu apa artinya itu. Jempolnya hilang. Sembari sesegukan ia menghampiri suaminya yang masih menutup mata. Mayela tak berani bersuara. Ia hanya memeluk tubuh Harris yang memar-memar. Memeluknya dengan lembut dan mendengar desahan napasnya. Perlahan mata Harris terbuka. Ia merasa ia bermimpi bahwa Mayela memeluknya. Yah.. jika ini mimpi biarlah ia tak akan menghentikan mimpinya ini. Mimpi ini begitu nyata karena ia bisa merasakan berat tubuh Mayela. Ia tersenyum dan Mayela merangkul lehernya seraya menitikan air mata. Aku minta maaf maafkan aku. Aku berjanji aku akan menjadi istri yang baik. Tubuh Mayela berguncang namun Harris hanya melihatnya dengan tatapan kosong. Mayela mencium bibirnya. Terasa hangat dan basah. Dan ia menyadari bahwa sosok di depannya bukanlah mimpi. Mayela.. ucapnya. ia mengusap air mata di pipi Mayela dengan tangan kirinya yang tak patah. Mayela merasa sentuhan itu menjalar di sekujur tubuhnya. Terasa hangat dan nyaman. Boleh aku menciummu lagi? tanyanya dengan senyum lebar.

Anda mungkin juga menyukai