Anda di halaman 1dari 4

Anak Pelacur

Edy Firmansyah

Langit makin mendung. Udara makin dingin. Tapi dinginnya cuaca tak juga mampu menahan airmata Yati. Begitu masuk rumah, airmata Yati meleleh pelan-pelan. Bergegas ia masuk kamar. Dilemparkan tas sekolahnya ke sofa panjang berwarna coklat yang warnanya mulai redup karena usia di ruang tamu itu. Dibantingnya pintu kamarnya keras-keras. Di dalam kamarnya, Yati menangis sejadi-jadinya. Segala perkataan Pak Irsyad, guru Agamanya itu pada jam terakhir pelajaran Agama tadi terus berkelebat dalam benaknya. Kau itu anak pelacur. Mestinya kau sadar dan semakin mendekatkan diri Pada Allah. Masak hanya menghafalkan doa kunut kau tak bisa. Dalam darahmu juga ada dosa-dosa ibumu. Kalau kau tak dekat dengan agama kau akan terkutuk sepanjang hidupmu. Dan neraka tempat orang-orang yang terkutuk. Dan tiap kali katakata Pak Irsyad itu semakin jelas dalam benaknya, airmatanya mengucur tak terbendung. Di saat-saat kekalahan begini, semua perlakukan buruk teman-temannya, tetangganya, lingkungannya timbul tenggelam dalam kepalanya. Tiba-tiba terlintas bagaimana cemoohon Rudi, teman sekelasnya ketika ia pertama kali berjilbab karena peraturan sekolahnya mewajibkan semua siswa putri berjilbab. Anak pelacur berjilbab mau kemana? Tempatmu nanti berakhir juga di kamar gelap seperti ibumu. Teriak Rudi sambil meludah lalu melempar telur busuk tepat kena jilbab putih hadiah ibunya. Tak ada teman-temannya membelanya. Tak ada. Semua hanya menonton. Sebagian lainnya tertawa. Dan Rudi tak pernah dapat sanksi dari sekolah atau perlakuan itu. Dan Yati hanya diam. Menahan sedih, menahan amarah menahan dendam yang berkecamuk dalam dadanya. Yang bisa dilakukan hanya menangis. Menangis. Pernah juga Yati berkeinginan untuk bunuh diri ketika merasa hidupnya hancur begini. Tapi pesan ibunya lebih kuat dari keinginannya. seburuk-buruknya hidup, sekejam-kejamnya hidup, ia anugrah. Harus dipertahankan semampunya meski maut sudah mengancam di depan mata. Ketika semua kenangan itu semakin terang, tangisnya makin keras. Indah, ibu Yati yang sedari tadi khusuk menonton berita di TV yang menyiarkan tentang Tukijo, seorang petani karena penolakannya atas penambangan pasir besi di pesisir Kulon Progo diculik secara terencana oleh Polisi karena dituduh telah melakukan penyanderaan pada 7 karyawan PT Jogya Megasa Iron (JMI) itu, kaget mendengar tangis Yati. Ia Segera mengecilkan volume TV-nya dan bergegas ke kamar Yati. Apakah kamu diolok-olok lagi Yati? Tanya Ibunya sambil membelai rambut Yati yang panjang sebahu itu. Sambil sesegukan Yati mengangguk. Kemudian bangun dari tempat tidur dan bersandar di bahu ibu sambil mengusap airmata. Kali ini siapa yang mengolok-olok kamu, anakku? Rudi? Ira? Yati menggeleng. Pak Irsyad, Bu.. Ujar Yati lirih. Indah segera memeluk Yati lebih dalam. Melihat anak semata wayangnya itu menangis perempuan paro baya itu berkaca-kaca. Yang sabar ya, Nduk. Yang sabar. Tuhan bersama orang-orang yang sabar bisik Indah sambil membelai rambut anaknya lagi. Dan pelan-pelan suara tangis Yati mereda. Kenapa aku lahir sebagai anak pelacur, Bu? Kenapa? Indah yang tak pernah menduga Anaknya yang berusia 15 tahun itu akan bertanya seperti itu tersintak. Airmatanya sedari tadi menggantung di pelupuk matanya tak terasa menetes ke pipinya. Tiba-tiba suara mami Susi, induk semangnya di lokalisasi dulu hadir lagi dalam benaknya. Masyarakat negeri adalah masyarakat terkutuk, Indah. Terkutuk dan munafik. Jangan kau korbankan hidup dan masa depan janinmu itu pada masyarakat negeri ini. Ia akan menanggung stigma dosa turunan. Dosa yang sebenarnya tak pernah ia lakukan. Gugurkan saja, Indah! Gugurkan! Cukup kita yang menanggung dosa kita sendiri. Jangan kau bawa kehidupan lain, yang sama sekali tak tahu apa-apa tapi kena getahnya. Gugurkan Indah. Sebelum terlambat. Tapi ia mahkluk, mami. Ia hidup. Ya, saya teledor waktu itu. Tapi saya tak bisa membunuhnya. Tak bisa. Saya akan mempertahankannya. Sejak kapan pelacur punya hati nurani, Indah. Sejak kapan? Gugurkan. Atau kau akan mengalami penderitaan tak habis-habisnya. Derita tak habis-habis. Derita tak habis-habis. Mungkin ini yang dimaksud derita tak habis-habis itu, batin Indah. Ini bukan kali pertama Yati pulang ke rumah dengan menangis karena diolok-olok sebagai anak pelacur dan tak berbapak. Sudah puluhan kali sejak Yati bersekolah SD ia diolok-olok macam begitu. Bahkan oleh Ira, teman sekelasnya yang anak kepala sekolah tempat Yati sekolah itu, Yati pernah dijungkalkan ke lumpur kemudian diludahi. anak pelacur sampai mati hidupnya memang penuh lumpur. Tiap kali Indah ingat cerita Yati itu ia selalu menangis. Sebenarnya Indah menyesal juga kenapa ia tak turuti nasehat Marti, teman seprofesinya dulu agar tak lekas keluar dari lokalisasi begitu anaknya lahir. Marti menyarankan agar anaknya tidak lepas dari lingkungannya. Kalau kau sedang ada pasien, titipkan saja sama mami atau teman-teman disini. Seperti yang aku lakukan pada Sandra dulu. Sekolahkan juga di sekolah sekitar sini. Di sini ada juga kok guru ngaji yang bijak dan baik sama anak-anak pelacur. Begitu ujar Marti menasehati.

Tapi Indah bergeming. Ia kukuh pada keputusannya. Keluar dari lokalisasi. Ia ingin Yati anaknya lepas dari kehidupan hitam. Hidup lebih baik. Ia tak mau Yati seperti Sandra. Karena tinggal di lingkungan lokalisasi, sering mendengar ibunya mendesah, merintih karena ditindih laki-laki sementara Sandra ada di kolong ranjang, akhirnya Sandra juga jadi pelacur. Ia tak mau itu terjadi pada anaknya. Indah memilih pergi dari kehidupan itu. Berjualan gorengan di pinggiran kota. Tapi kenapa orang-orang toh tahu juga masa lalunya. Tahu juga sejarah hidupnya. Bahwa ia anak perempuan bernama Ijah yang hamil karena diperkosa majikannya di kota tempatnya bekerja. Tapi bagi Indah Ijah perempuan hebat. Berani pulang kembali pada keluarga meski derita akibat luka masa silamnya akan menghantuinya. Dan begitu orang-orang mulai tahu segalanya dimulailah derita tak habis-habisnya itu. Para tetangga tak lagi ramah padanya. Tak juga ramah pada Yati. Bahkan laki-laki langganannya yang awalnya bersikap baik padanya mulai juga bertindak gila. Kadang menepuk pantatnya ketika berjalan. Kadang juga memegang payudaranya. Dan Yati pernah beberapakali melihat itu semua. Kenapa aku dilahirkan jadi anak pelacur, bu? Yati mengulang lagi pertanyaannya. Dan Indahpun tersadar dari segala lamunannya. Kau bukan anak pelacur, Yati. Pelacur itu hanya sebutan saja. hanya sebutan. Kau anak Ibu. Anak manusia. Sama seperti anak-anak lainnya. Tapi semua orang bilang Ibu pelacur. Dan Ibu diam. Tak membantah. Ibu dipegang-pegang laki-laki dan Ibu juga diam. Kenapa Ibu jadi pelacur. Itu khan jahat, bu? Kebanyakan manusia terlalu pendek pikirannya untuk mendalami dan memahami kehidupan orang lain, anakku. Kehidupan terdalam orang lain. Bukan tampak luarnya saja. Banyak yang lebih jahat dari sekedar melacur, anakku. Suasana kamar tiba-tiba hening. Yati dan Ibunya bersitatap. Cukup dalam. Keduanya sama-sama saling mengusap airmata. Angin dingin menyusup dari sela-sela jendela. Gorden dan kalender dekat jendela bergerak-gerak. Apakah anak pelacur bisa masuk surga, Ibu? Semua manusia punya hak untuk masuk surga, anakku. Kecuali orang yang menindas orang lain karena kekuasaannya. Dan kau punya kesempatan itu. Lihatlah tulisan-tulisanmu itu ujar Indah sambil menunjuk guntingan-guntingan Koran berisi cerpen yang Yati tulis dan berhasil dimuat yang ditempel di dinding kamar Yati. tak banyak anak semua kamu yang bisa menulis seperti itu. Mestinya kau tak hirau dengan segala olok-olok itu. Kau bisa lebih baik dari mereka bukan? Tapi aku tak mau jadi penulis Ibu? Kau mau jadi apa? Aku mau membantu Ibu saja. Ibu akan bangga jika masa depanmu lebih baik dari Ibu, anakku. Yati dan Ibunya sama tersenyum. Kemudian keduanya berpelukan erat sekali. Tak terasa hari sudah beranjak sore. Yati dan Ibunya kemudian bergegas mandi dan melaksanakan sholat ashar bersama. Sambil menunggu waktu maghrib keduanya memasak pisang goreng di dapur untuk jualan nanti malam. Tampak cahaya baru dalam wajah mereka. Cahaya hidup yang menyala. Tapi semua itu peristiwa 10 tahun yang lewat. Kehidupan cepat berubah dan tak terduga. Nasib juga begitu. Tapi kenangan tetap. Nasib dan kehidupan adalah pilihan masing-masing orang. Yati kini sudah dewasa. Indah, ibunya sudah meninggal 1 tahun lalu. Kini Yati hidup dengan mewah. Tak lagi ia dengar olok-olok seperti masa dulu. Semua orang tak peduli lagi dengan masa lalunya. Tiap kali ingat masa lalunya Yati selalu tertawa. olok-olok hanya milik orang miskin dan kalah. Orang kaya tak akan merasakan sakitnya diejek. Begitu selalu batinnya bersuara. Maklumlah Yati kini tidak lagi tinggal di pinggiran kota tempat ia dan ibunya memulai hidup dulu. Ia kini tinggal di apartemen mewah. Menjadi istri simpanan seorang anggota dewan. Namun tiap kali Yati ingat ibunya, segala kesedihannya datang. Dan ia akan mengurung diri di kamar seperti dulu ketika ia pulang ke rumah usai diolokolok teman atau gurunya sebagai anak pelacur. Dan tanpa terasa bantalnya basah oleh airmata. Disaat-saat begitu ia merasa sangat berdosa. Berdosa pada ibunya. Dan segala pencapaian hidupnya yang sekarang seakan tak punya makna.

cerpen merupakan cerita yang mengisahkan sebagian kecil aspek dalam kehidupan manusia yang diceritakan secara terpusat pada tokoh dan kejadian yang menjadi pokok cerita Alur atau disebut juga plot adalah rangkaian peristiwa yang dijalin berdasarkan hubungan urutan waktu atau hubungan sebab akibat sehingga membentuk keutuhan cerita. Sebagai rangkaian cerita, alur menggambarkan tahapan cerita. Ada beberapa tahapan dalam alur cerita. Bagimanakah tahapannya? (a) Paparan (exposition), yakni tahap cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan awal cerita. Pada tahap ini pengarang sudah mengenalkan tokoh, latar, dan suasana. (b) Ransangan (inciting moment), yakni munculnya peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. (c) Gawatan (rising action), yakni tahapan cerita yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak. Pada tahap ini sudah mulai ada tanda-tanda konflik yang terjadi antartokoh atau mungkin antara tokoh dengan dirinnya. (d) Pertikaian (conflict), yaitu mulai munculnya perselisihan antartokoh atau tokoh dengan dirinya sendiri, tetapi belum diselesaikan. (e) Perumitan (complication), yakni tahapan cerita yang melukiskan konflik mulai memuncak. (f) Klimaks (climax), yaknik tahapan cerita yang melukiskan konflik mencapai puncaknya. (g) Peleraian (falling action), yakni tahapan alur yang melukiskan pemecahan masalah dari konflik yang ada. (h) Penyelesaian (denouement), yakni tahapan alur yang melukiskan akhir suatu cerita yang merupakan penyelesaian masalah.

a. Latar Tempat Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.

b. Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu c. Latar Sosial Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
Di samping itu, mungkin cerita berakhir secara menyenangkan (happy ending) atau menyedihkan (sad ending). Beberapa jenis alur 1. Alur maju (progresif): pengarang menyajikan cerita dimulai dari awal menuju akhir cerita. 2. Alur mundur (flash back): pengarang bisa memulai cerita dari klimaks, kemudian kembali ke awal cerita menuju akhir 3. Alur campuran: pengarang menceritakan banyak tokoh utama sehingga cerita yang satu belum selesai, kembali ke awal untuk menceritakan tokoh yang lain.

Ciri2 cerpen:
o o o o o o o Bersifat rekaan (fiction) ; Bersifat naratif ; dan Memiliki kesan tunggal. Cerita Pendek harus mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita. Cerita pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama. Cerita pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.

o Ciri-ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and intensity). http://unsilster.com/2011/01/pengertian-cerpen-dan-ciri-ciri-cerita-pendek/
Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni. 1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah. 2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah. 3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14).
http://farhan-bjm.blogspot.com/2011/09/pengertian-cerpen-dan-unsur-unsur.html

Lebih lanjut Sumardjo & K.M mengemukakan empat macam jenis sudut pandang yang biasa dipergunakan pengarang, yaitu:

1. Omniscient point of view /Cara pengarang sebagai orang yang serba tahu (Sudut penglihatan yang berkuasa). Pengarang jadi pencipta yang berkuasa. Ia dapat menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi cerita sehingga mencapai efek yang diinginkannya. Ia bisa keluar masukkan para tokohnya. Bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, dan jalan pikiran para pelaku ceritanya. Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan para pelakunya. Bahkan pengarang bisa bicara langsung dengan pembacanya. 2. Objective point of view. Teknik ini tidak jauh berbeda dengan teknik pertama, hanya pengarang tidak memberikan komentar apa pun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata. Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan sandiwara. 3. Point of view orang pertama. Gaya ini bercerita dengan sudut pandangan aku. Jadi seperti orang yang menceritakan pengalamannya. Dengan teknik ini pembaca diajak masuk ke pusat kejadian untuk melihat dan merasakan melalui mata dan kesadaran orang yang bersangkutan. 4. Point of view peninjau. Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita kita ikuti bersama tokoh ini. Jadi teknik ini berupa penuturan pengalaman seseorang, atau dapat juga disebut sudut pandang dia. http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=10150478699266864 Pengarang memiliki bermacam-macam teknik dalam menceritakan suatu cerita. a. Author-Omniscient (pengarang serbatahu, sebagai orang ketiga) pengarang biasanya mempergunakan kata dia untuk tokoh utama. Contoh: Waktu kuliah dia biasa saja. Dan jarang sekali dia tidak ikut. Hanya tempo-tempo kelihatan dalam berkuliah itu, dia resah gelisah. Pikirannya terbayang seperti tidak penuh ke sana, tetapi tampak dipakainya juga. Yang demikian itu biasanya timbul bila ia sudah menerima surat dari orang tuanya. Dalam cerpen tersebut pengarang menetapkan dirinya sebagai orang ketiga, serbatahu dengan mengguna kata dia. b. Author-Participant (pengarang turut serta mengambil bagian dalam cerita). Pengarang menggunakan kata aku sebagai tokoh utama atau hanya mengambil bagian kecil. Contoh: Pernah aku pancing-pancing supaya dia menceritakan sesuatu halnya kepadaku, tetapi tidak berhasil. Ia tiada pernah menceritakan tentang suka duka dirinya. Biar kepada aku sebagai temannya ataupun kepada orang lain, setahuku. Dikutip dari: Dari Kuliah sampai ke Lembah, karya: O.R. Mandank Dalam cerpen tersebut pengarang menempatkan dirinya dalam cerita sebagai tokoh utama dengan menggunakan kata aku. c. Author-Observer (pengarang sebagai peninjau, pemerhati, dan pengamat). Dengan teknik ini pengarang hanya sebagai pengamat, seolah-olah tidak mengetahui jalan pikiran tokohnya. Contoh: Sesuai dengan kehendak sang Mitos, para pemilik tuyul itu pun lantas menyusul bersama-sama dan pada detik yang sama mereka sampai di halaman bank. Kemudian tanpa ba bi bu, mereka langsung saling tempele saling jambak, saling pithing, dan saling tindih. Halaman bank berubah menjadi arena perkelahian massal yang benar-benar seru. Dikutip dari: Arisan, karya: Ahmadun Y. Herfa Penggalan cerpen tersebut menggambarkan tempat atau lokasi terjadinya peristiwa. Peristiwa dalam cerpen tersebut terjadi di sebuah halaman bank. d. Multiple (campur-aduk), yaitu campuran dari ketiga cara di atas. http://flplampung.byethost13.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=42&Itemid=39

Anda mungkin juga menyukai