Anda di halaman 1dari 4

Nabi Ibrahim Mengajak Aahnya Bertaubat Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk cepat bertobat dan memeluk agama

Allah, seperti tercantum di dalam AL-Quran, surah Maryam, ayat 41 45, Sesungguhnya ia adalah Nabi yang benar. Ketika ia berkata kepada Bapaknya, ya Bapakku! mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat dan tiada bermanfaat kepada Engkau sedikitpun? Ya Bapakku!, jangan engkau sembah setan, sesungguhnya Setan itu durhaka kepada Allah. Ya Bapakku!, sesungguhnya aku takut kepada siksaan Allah yang akan menimpa engkau, maka engkau akan berteman dengan setan di dalam Neraka. Ayah Nabi Ibrahim menjawab, Adakah engkau membenci kepada sesembahanku (patung-patung) ya Ibrahim?, ingatlah, jika engkau tidak berhenti menghina Tuhanku, niscaya aku akan melempar (menyiksa)-mu, dan enyahlah engkau dari sini selama-lamanya. (Maryam: 46). Karena negeri Babilon tidak aman lagi bagi Nabi Ibrahim maka ia memutuskan untuk pindah ke Syam (Palestina), bersama Luth yang kemudian juga menjadi Nabi, dan beberapa pengikutnya ia meninggalkan Babilon. Namun tidak beberapa lama negeri Palestina diserang bahaya kelaparan dan penyakit menular. Ibrahim dan pengikutnya kemudian pindah ke Mesir. Mesir waktu itu diperintah oleh Raja yang kejam dan suka berbuat seenaknya. Raja Mesir suka merampas wanita-wanita cantik walaupun wanita itu sudah bersuami. Ketika Raja Mesir mendengar bahwa Sarah adalah perempuan yang cantik, maka Ibrahim dan Sarah dipanggil menghadap. Ibrahim berdebar, Raja Mesir memang mempunyai kebiasaan aneh, yaitu merampas istri orang yang berwajah cantik sekedar untuk menunjukkan betapa besar kekuasaannya. Tak seorangpun berani menghalangi perbuatannya. Setelah menghadap raja Mesir. Ibrahim di tanya, Siapakah perempuan itu? Saudaraku jawab Ibrahim, sengaja ia berbohong, sebab jika ia berkata terus terang, pasti ia akan dibunuh oleh Raja Mesir itu dan istrinya akan dirampas. Nabi Ibrahim dan istrinya boleh tinggal di Istana. Pada suatu hari Sarah dapat menyembuhkan sakit Raja Mesir itu, yaitu sepasang tangan Raja itu mengatup rapat tidak dapat digerakkan. Atas jasanya itu Sarah kemudian diberi hadiah

seorang budak perempuan bernama Hajar. Dan dengan ikhlas Hajar kemudian diberikan kepada Ibrahim untuk dijadikan isteri. Di Mesir, Ibrahim dapat hidup tenteram dan makmur, hartanya melimpah ruah. Tapi justru ini menjadikan iri hati bagi penduduk asli Mesir. Maka kemudian Ibrahim memutuskan kembali ke Palestina. Sejak saat itulah, Nabi Ibrahim hijrah ke Negeri Kanan (Palestina), dan disanalah ia membina rumah tangga sampai mendapat keturunan. Nabi Ibrahim menikahi Siti Sarah, karena tidak mendapat keturunan, ia menikah lagi dengan Siti Hajar. Pernikahannya dengan Siti Hajar dianugrahi Allah seorang putra bernama Ismail. Setelah Siti Sarah berusia lanjut, dia hamil. Lahirlah seorang putra yang diberi nama Ishak. Kelak Nabi Ishak mempunyai anak bernama Yakub. Menurut riwayat, keturunan Nabi Ishak selanjutnya adalah Nabi Musa. Keturunan dari Nabi Ismaillah yang kemudian menurunkan Nabi Muhammad SAW. Menurut silsilah, Nabi Ismail adalah kakek Nabi Muhammad yang kedua Puluh. Istri pertama Nabi Ibrahim, Siti Sarah tinggal di Palestina. Sedangkan istri keduanya, Siti Hajar, dan putranya Ismail tinggal di Mekah. Karena itu Nabi Ibrahim kadang pergi ke Palestina, kadang tinggal di Mekah. Setelah Ismail besar, Ibrahim mengajaknya membangun Baitullah (Kabah) sesuai dengan perintah Allah SWT. Selanjutnya Kabah menjadi kiblat bagi umat Islam yang mendirikan salat. Nabi Ibrahim dan Ujian Keimanan dari Allah Suatu hari Nabi Ibrahim AS bermimpi diperintah Tuhan untuk menyembelih anaknya (Ismail). Beliau kemudian bermusyawarah dengan anak-istrinya (Siti Hajar dan Ismail) ia bertanya bagaimana pendapat keduanya tentang mimpi itu. Siti Hajar berkata, Barangkali mimpi itu hanyalah permainan tidur belaka, maka dari itu janganlah engkau melakukannya. Akan tetapi apabila mimpi itu merupakan wahyu Tuhan yang harus ditaati, maka saya berserah diri kepada Allah yang sangat pengasih dan penyayang kepada hambanya. Selanjutnya Ismail berkata, Ayahku! Apabila ini merupakan wahyu yang harus kita taati, maka saya rela untuk disembelih. Ketiga orang mulya tersebut ikhlas melakukan perintah Tuhannya. Maka pada keesokan harinya dilakukanlah perintah itu.

Hal ini banyak diketahui oleh banyak orang, mereka menyangka, bahwa Nabi Ibrahim sudah gila, karena itu dia harus di bunuh, jika tidak, pasti kita semua nantinya juga akan disembelihnya. Ismail usul kepada ayahnya: Sebaiknya saya disembelih dalam keadaan menelungkup, tetapi mata ayah hendaklah di tutup. Kemudian ayah harus dapat mengira-ngira arah mana pedang yang tajam itu ayah pukulkan, supaya tidak meleset dan tepat mengenai leher saya. Nabi Ibrahim AS menerima dan melaksanakan usul itu, dengan mengucapkan kalimat atas nama Allah, seraya memancungkan pedangnya yang tajam itu ke leher anaknya. Menyemburlah darah segar ke sekujur tubuh Nabi Ibrahim, ia gemetar, membayangkan anaknya telah mati dengan kepala terpisah dari badannya. Namun alangkah terkejut dan gembiranya dia setelah membuka kain penutup matanya, apa yang terjadi? Ternyata anaknya Ismail selamat tidak tersembelih, tidak kurang suatu apapun, malahan seekor Kibas yang tersembelih. Padahal tadinya tidak ada seekor kibas di sekitar tempat itu, dan Ismail berdiri tepat disamping nya. Dengan memuji kebesaran dan kekuasaan Allah, mereka berdua berangkulan, karena mereka bersyukur telah dapat melaksanakan perintah tuhannya. Setelah itu, mereka pulang ke rumahnya, di sepanjang jalan mereka bertakbir dan bertasbih sambil memuji kebesaran Allah, tuhan yang menjadikan alam semesta alam ini. Siti Hajar mendengar suara takbir dan tasbih dari jauh yang semakin lama semakin dekat, ternyata suara itu adalah suara suami dan anaknya. Betapa terkejutnya ia sambil berlari menyongsong suami dan anaknya itu. Ketiga orang itu bukan main senangnya, karena telah dapat melaksanakan ibadah dan darma baktinya kepada Tuhan. Orang-orang yang tadinya berniat jahat untuk membunuh Ibrahim yang di kiranya sudah gila itu, akhirnya tidak jadi dilaksanakan. Kisah Haji dan Khitan di Masa Nabi Ibrahim Sesudah Kabah berdiri, Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah SWT, agar memanggil kaum muslimin untuk menunaikan ibadah haji, mengunjungi Baitullah, baik yang dekat dengan Kabah maupun yang jauh, sesuai surah Al-Hajji ayat 27, Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, mereka akan datang

kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Pada saat berusia 90 tahun (sebagian riwayat menjelaskan pada usia 80 tahun), Nabi Ibrahim menerima perintah Khitan, maka Nabi Ibrahim pun mengkhitan dirinya. Sedang Ismail di khitan pada usia 13 tahun (dalam kitab Injil Barnabas diterangkan, dulu Nabi Adam AS, berdosa setelah memakan buah yang dilarang Allah, buah Khuldi, setelah bertobat, dan diampuni dosanya oleh Allah, Nabi Adam bernazar, akan memotong sebagian dagingnya, kemudian Malaikat menunjukkan bagian daging yang dipotong, yakni pada bagian yang dikhitan). Selanjutnya khitan menjadi syariat agama Islam. Akhir Hayat Raja Namrud Manusia keji seperti Namrud, atas kehendak Allah, mengakhiri hayatnya dengan menyedihkan. Bagaimana Namrud ingkar atas kekuasaa Allah di riwayatkan dalam bentuk dialog antara Raja itu dengan Nabi Ibrahim. Suatu hari Raja Namrud berdebat hebat dengan Ibrahim. Ibrahim, siapakah yang menjadikan alam ini? tanya Raja Namrud. Yang menjadikan alam ini adalah Dzat yang dapat menghidupkan dan yang dapat mematikan, dan berkuasa atas segala-galanya, jawab Nabi Ibrahim tangkas. Aku juga berkuasa, sahut Raja Namrud. Barangsiapa yang aku perintahkan untuk membunuhnya, matilah dia, dan apabila aku tidak bunuh, hiduplah dia. Nabi Ibrahim segera menukas, Tuhan kami adalah yang menerbitkan matahari dari sebelah timur, maka cobalah engkau putar terbitnya dari sebelah barat! Mendengar perkataan Nabi Ibrahim, tercenganglah Raja Namrud. Dia tidak dapat menjawab, namun ia tetap tak mau beriman. Akhirnya raja Namrud dan pengikutnya mendapat siksa. Allah mengirimkan nyamuk yang sangat banyak untuk menyerang. Ternyata kekuasaan sang Raja yang begitu hebat, tak ada artinya saat menghadapi makhluk kecil itu. Pasukan nyamuk menyerbu lubang telinga sang Raja sampai akhirnya ia mati kesakitan.

Anda mungkin juga menyukai