Anda di halaman 1dari 44

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporannya, Senin (27/10/2008) mengumumkan bahwa penyakit jantung, infeksi dan kanker masih tetap mendominasi peringkat teratas penyebab utama kematian di dunia. Serangan jantung dan problem seputarnya masih menjadi pembunuh nomor satu dengan 29 persen kematian global setiap tahun. Gaya hidup masyarakat yang terus berubah membuat angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) meningkat. Bahkan saat ini kardiovaskuler menjadi pembunuh urutan nomor satu di Indonesia. Penyakit jantung adalah penyakit yang tersering ketiga kematian pada wanita berusia antara 25 dan 44 tahun (Martin dkk, 1999). Karena relatif sering terjadi pada wanita usia subur, penyakit jantung menjadi penyulit sekitar 1% kehamilan. Angka kejadian di Indonesia pada tahun 2005-2006 berkisar 1,2%. Ada beberapa macam penyulit jantung. Dahulu penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama, tetapi selama 3 dekade terakhir penyakit ini hampir lenyap. Selain itu ada juga penyakit jantung congenital. Namun, penyakit ini paling sedikit ditemukan dari semua kasus penyakit jantung yang ditemui pada kehamilan (Bitsch dkk., 1989). Penyakit jantung hipetensi paling sering ditemukan pada orang kegemukan, dan telah menjadi penyebab gagal jantung peripartum yang relatif sering ditemukan di Parkland Hospital (Cunningham dkk, 1986) Mortalitas ibu yang berkaitan dengan penyakit jantung telah berkurang dalam 50 tahun terakhir. Koonin dkk (1997) melaporkan bahwa penyakit jantung merupakan

penyebab 5,6% dari 1459 kematian terkait kehamilan di Amerika Serikat. Demikian juga, Jacob dkk (1998) mendapatkan penyakit jantung merupakan penyebab 15% kematian ibu hamik di Utah daritahu 1982 sampai 1994 Di inggris sari tahun 1994 sampai 1996, penyakit jantung secara tidak langsung menyebabkan 40 dari 105 kematian ibu hamil (de Swiet, 2000). (Obstetri Williams vol 2, 2006 : 1320)
1

2. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut, untuk : a. Mengetahui etiologi dari jantung dalam kehamilan b. Mengetahui factor prediposisi dari jantung dalam kehamilan c. Mengetahui patofisiologi dari jantung dalam kehamilan d. Mengetahui manifestasi klinisdari jantung dalam kehamilan e. Mengetahui diagnosa dari jantung dalam kehamilan f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari jantung dalam kehamilan g. Mengetahui penatalaksanaan dari jantung dalam kehamilan h. Mengetahui pemberian asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan penyakit jantung

BAB II TINJAUAN TEORI

1. Perubahan Kardiovaskuler pada Wanita Normal dengan Kehamilan Wanita normal yang mengalami kehamilan akan mengalami perubahan fisiologik dan anatomic pada berbagai sistem organ yang berhubungan dengan kehamilan akibat terjadi perubahan hormonal didalam tubuhnya, Perubahan yang terjadi dapat mencakup sistem gastrointestinal, respirasi, kardiovaskuler, urogenital, muskuloskeletal dan saraf Perubahan yang terjadi pada satu sistem dapat saling memberi pengaruh pada sistem lainnya dan dalam menanggulangi kelainan yang terjadi harus mempertimbangkan perubahan yang terjadi pada masing-masing sistem, Perubahan ini terjadi akibat kebutuhan metabolik yang disebabkan kebutuhan janin, plasenta dan rahim. Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk sistem kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.

Perubahan Hemodinamik Pada wanita hamil akan terjadi probahan hemodinamik karena peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan sistem vascular kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%) mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.
3

Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cardiac output saat istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cardiac output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahn sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cardiac output dimana bila dibandingkan dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cardiac output akan menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit. Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi PENYAKIT JANTUNG gejala, dan pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi pada posisi supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang disebut supine hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perubahan hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari cardiac output. Cardiac output adalah hasil denyut jantung dikali stroke volume. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan karena obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Cardiac output juga berhubungan langsung dengan tekanan darah merata dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular sistemik. Pada awal kehamilan terjadi penurunan tekanan darah dan kembali naik secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa kehamilan pada saat kehamilan aterm. Resistensi vascular sistemik akan menurun secara drastic mencapai 2/3 nilai tanpa kehamilan pada kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan mendekati nilai normal pada akhir kehamilan. Cardiac output sama dengan oxygen consumption dibagi perbedaan oksigen arteri-venous sistemik Oxygen consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20 minggu pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena kebutuhan metabolisme janin dan kebutuhan ibu hamil yang meningkat.

Cardiac output juga akan meningkat pada saat awal proses melahirkan. Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap kontraksi uterus cardiac output akan meningkat 34 persen akibat peningkatan denyut jantung dan stroke volume, dan cardiac output dapat meltingkat sebesar 9 liter/menit. Pada saat melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi cardiac output menjadi 8 liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga mengurangi cardiac output. Setelah melahirkan cardiac output akan meningkat secara drastis mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan mendekati nilai normal saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau minggu setelah melahirkan. Kenaikan cardiac output pada wanita hamil kembar dua atau tiga sedikit lebih besar dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya terjadi sedikit peningkatan cardiac output sepanjang proses laktasi. Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah akan meningkat 20-30% dan jumlah lekosit bervariasi selama kehamilan dan selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar fibronogen, factor VII, X dan XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran jantung dan perubahan posisi EKG. Ukuran jantung berobah karena dilatasi ruang jantung dan hipertrofi. Pembesaran pada katup tricuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas rongga abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan mengakibatkan posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung bergeser keluar dan keatas. Perubahan ini menyebabkan perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST segment dan sering didapati gelombang T yang inversi atau mendatar pada lead III.

Distribusi Aliran Darah Aliran Darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui. Distribusi aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal blood flow meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama dan menetap atau sedikit menurun sampai melahirkan. Aliran darah kekulit meningkat 40 - 50 persen yang berfungsi untuk menghilangkan panas. Mammary blood flow pada wanita tanpa kehamilan kurang dari 1 persen dari cardiac output. Dan dapat mencapai 2 persen pada saat kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke
5

rahim sekitar 100 ml/menit (2 persen dari cardiac output) dan akan meningkat dua kali lipat pada kehamilan 28 minggu dan meningkat mencapai 1200 ml/menit pada saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah yang mengalir ke ginjalnya sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh darah rahim berdilatasi maksimal, aliran darah meningkat akibat meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran darah. Pada dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya, apabila redistribusi aliran darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi penurunan tekanan darah maternal dan cardiac output, maka aliran darah ke uterus menurun dan tetap dipertahankan. Vasokonstriksi yang disebabkan katekolamin endogen, obat vasokonstriksi, ventilasi mekanix, dan beberapa obat anestetik yang berhubungan dengan pre eklampsi dan eklampsi akan menurunkan aliran darah ke rahim. Pada wanita normal aliran darah rahim mempunyai potensi dapat dibatasi. Dan pada wanita berpenyakit jantung, pengalihan aliran darah dari rahim menjadi masalah karena aliran darah sudah tidak teratur. Mekanisme perubahan hemodinamik juga tidak sepenuhnya dimengerti, yang diakibatkan oleh perubahan volume cairan tubuh.. Total body water semasa kehamilan meningkat 6 sampai 8 lifer yang sebagian besar berada pada ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu kehamilan volume plasma meningkat dan pada trimester kedua
1

mencapai nilai maksimal 1 / dan normal. Masa sel darah merah juga meningkat tetapi tidak
2

untuk tingkatan yang sama; hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai nilai kurang dari 30 persen, Perubahan vascular berhubungan penting dengan perubahan hemodinamik pada saat kehamilan. Arterial compliance meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas venous vascular. Perubahan ini sangat penting dalam memelihara hemodinamik dari kehamilan normal. Perubahan arterial yang berhubungan dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan vaskuler terjadi yang sering terjadi pada kehamilan dapat merugikan hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid saat kehamilan inilah yang menjadi alasan utama terjadinya perubahan pada vaskuler dan miokard.

Perubahan hemodinamik dengan exercise Kehamilan akan merobah respons hemodinamik terhadap exercise. Pada wanita hamil derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk menyebabkan peningkatan cardiac output yang lebih besar dibanding dengan wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang
6

sama. Dan maksimum cardiac output dicapai pada tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan cardiac output relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga terdapat perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang dihasilkan pada wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Keadaan ini menunjukkan pelepasan oksigen ke perifer sedikit kurang efisien selama kehamilan. Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke volume yang lebih besar dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada yang didapati pada individu yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek latihan ini tidak kelihatan dan kemungkinan karena peningkahin stroke volume dibatasi akibat kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility vena. Exercise semasa kehamilan tidak jelas apakah lebih berbahaya atau lebih bermanfaat pada wanita dengan penyakit jantung daripada pada wanita tanpa kehamilan. Pada manusia, diketahui tipe exercise mempengaruhi hemodinamik maternal dan perfusi uterus. Regular aerobic endurance exercise semasa hamil berhubungan dengan berkurangnya berat kelahiran. Sebagian besar pengurangan tersebut karena berkurangnya massa lemak janin dan tidak jelas apakah hal ini merugikan.

2.

Masalah Kardiovaskuler Pada Wanita Yang Berpenyakit Jantung Dengan Kehamilan Dahulu penyakit jantung pada wanita dengan kehamilan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas. Dengan kemajuan diagnostik, pengobatan medik dan surgical dalam penatalaksanaan penyakit jantung, secara nyata telah menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita penyakit jantung. Tindakan surgical pada penderita penyakit jantung semasa kanak-kanak menyebabkan sebagian besar wanita berpenyakit jantung dapat mengalami kehamilan dan melahirkan. Meskipun demikian beberapa hal yang dihadapi wanita berpenyakit jantung yang mengalami kehamilan masih menjadi masalah, karena dapat mengancam jiwa si ibu dan mempengaruhi keadaan janin. Pada saat kehamilan kesehatan ibu dan janin adalah sangat penting dan saling mempengaruhi. Kondisi janin yang baik sangat diperlukan tetapi keselamatan ibu menjadi prioritas utama. Idealnya pengobatan ibu dengan obat-obatan, pemeriksaan diagnostik dan pembedahan perlu dihindarkan pada ibu hamil, tetapi bila diperlukan dapat dilakukan. Mengenal kelainan kardiovaskular pada wanita yang mengalami kehamilan sangat sukar. Gejala penyakit jantung seperti kelelahan, dispnea, ortopnea, edema tungkai dlan rasa tidak
7

enak didada sering didapati pada wanita normal dengan kehamilan. Dalam pemeriksaan sistem kardiovaskuler perhatian perlu lebih ditingkatkan untuk mengenali kelainan kardiovaskuler karena penyakit jantung. Perhatian perlu ditingkatkan bila pada wanita hamil bila didapati dispnea atau ortopnea yang progressif dan membatasi aktifitas, hemoptisis, sinkope saat exercise atau nyeri dada saat exercise. Pemeriksaan fisik yang sering didapati pada wanita hamil seperti edema dorsum pedis, basilar pulmonary rales, suara jantung ketiga, bising sistolik dan pulsasi vena leher bisa didapati. Tetapi jika didapati sianosis atau clubbing, bising sistolik yang kuat ( 3/6), kardiomegali, fixed split suara jantung kedua, atau tanda-tanda hipertensi pulmonal (suara P2 mengeras) merupakan hal yang abnormal pada wanita hamil dan perhatian perlu ditingkatkan. Bising diastolic yang didapati pada wanita hamil menunjukkan tanda-tanda penyakit jantung.

3. Etiologi Sebagian besar disebabkan demam reumatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan antara insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katupulmonal dan trikuspidal.

4.

Faktor Predisposisi Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi

atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia.

5. Patofisiologi Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi perubahan dalam sistem kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena : a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu
8

b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.

Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah). 12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti sebelum hamil. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi cordis.

6. Klasifikasi Penyakit Jantung dalam Kehamilan Kelas I Tanpa pembatasan kegiatan fisik Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa Kelas II Sedikit pembatasan kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris Kelas III Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
9

Kelas IV Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun 7. Penyakit Jantung Katup Pada Wanita Dengan Kehamilan. Penyakit jantung katup pada wanita muda paling sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, kelainan kongenital, atau endokarditis sebelumnya, dan penyakit jantung katup ini menambah resiko pada ibu dan janin yang dikandung pada saat kehamilan. Pada wanita dengan manifestasi klinis miokarditis, demam rematik mesti dipertimbangkan sebagai penyebab, terutama bila didapati demam, gangguan sendi, nodul subkutan, critema marginatum, atau korea dan jika ada tanda-tanda infeksi streptokokus grup A. Demam rematik paling sering sebagai penyebab timbulnya stenosis katup mitral, kelainan regurgitasi katup mitral, aorta, dan tricuspid yang tersendiri, kelainan ganda dan tripel. Mengenali demam rematik sebagai penyebab penyakit jantung sangat penting, karena pada demam rematik diperlukan pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah berulangnya serangan demam rematik. Pemberian penisilin dua kali sehari merupakan terapi pilihan dan mesti dilanjutkan semasa kehamilan. Kelainan morfologi katup dapat dideteksi dari pemeriksaan ekokardiografi dan kelainan katup yang didapati berhubungan erat dengan jenis dan derajat kelainan yang terjadi dan akan menyebabkan kelainan kapasitas fungsional, gangguan fungsi ventrikel kiri dan tekanan di paru. a. Stenosis mitral Stenosis mitral rematik merupakan kelainan katup yang paling sering ditemui secara klinis pada wanita dengan kehamilan. Kelainan ini sering berhubungan dengan kongesti paru, edema, dan aritmia atrium semasa kehamilan dan segera setelah melahirkan. Meningkatnya volume darah dan cardiac output semasa kehamilan akan meningkatkan volume dan tekanan darah di atrium kiri, meningkatnya tekanan vena pulmonal, dispnea dan menurunkan toleransi exercise. Meningkatnya denyut jantung ibu akan menurunkan diastolic filling period dan selanjutnya akan meningkatkan tekanan di atrium kiri. Gejala klinis berhubungan dengan kongesti vaskular paru yang didapati pada 25 persen pasien dengan mitral stenosis semasa kehamilan. Gejala ini semakin jelas pada kehamilan 20 minggu dan dapat bertambah jelek pada saat melahirkan. Wanita dengan simptom stenosis mitral yang jelas dan akan hamil mesti diterapi sebelumnya dengan
10

balon dilatasi atau operasi katup sebelum konsepsi. Jika stenosis mitral diketahui saat kehamilan dan gejalanya bertambah jelas, terapi medik standard mesti diberikan. Untuk penderita dengan symptom ringan sampai sedang semasa kehamilan, terapi medik ditujukan untuk mengatasi beban volume dengan pemberian diuretika, mengurangi masukan garam yang banyak dan mengurangi aktifitas fisik. Obat penyekat beta akan mengurangi denyut jantung dan memperpanjang diastolic filling periode dan akan mengurangi symptom. Jika didapati fibrilasi atrium, diperlukan pengobatan yang segera termasuk dengan kardioversi. Obat penyekat beta dan digoksin digunakan untuk mengkontrol denyut jantung. Jika diperlukan terapi supresif antiaritmia pemberian prokainamid dan kuinidin sering digunakan. Resiko emboli sistemik pada penderita stenosis mitral dan fibrilasi atrium semakin meningkatnya karena itu diperlukan pemberian terapi antikoagulan. Pada penderita dimana terapi medik tidak dapat mengontrol simptom, atau pada penderita dengan simptom yang berat (NYHA kelas III atau IV) atau stenosis mitral yang
2

ketat (area mitral valve < 1 cm ), dapat dilakukan tindakan ballon mitral valvuloplasty pada trimester kedua dengan hasil yang cukup baik (dengan perlindungan radiasi yang cukup terhadap janin dan sebelumnya perlu diberitahu pada ibu mengenai resiko yang akan terjadi). Untuk mengurangi resiko dapat dilakukan dibawah panduan ekokardiografi transesofageal. Tindakan bedah komisurotomi katup mitral atau penggantian katup mitral pada kehamilan telah dilakukan dengan hasil yang sama dengan penderita yang tidak hamil, tetapi angka kematian pada janin lebih dari 30 persen. Partus pervaginam dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural untuk mengontrol rasa sakit dan penggunaan alat bantu kelahiran pada kala dua kelahiran (untuk menyingkirkan tekanan). Seksio sesaria mesti dilakukan bila ada indikasi. Proses kelahiran akan meningkatnya tekanan di atrium kiri atau tekanan baji pulmonal sebesar 810 mm Hg dan oleh karena itu sebaiknya dipasang kateter arteri pulmonal sebelum atau saat proses kelahiran untuk mematau perubahan hemodinamik dan penatalaksanaan perubahan hemodinamik yang terjadi.

11

b. Regurgitasi mitral Regurgitasi mitral pada wanita muda disamping disebabkan oleh demam rematik juga sering disebabkan prolaps katup mitral. Dan biasanya dapat ditoleransi semasa kehamilan karena berkurangnya resistensi vaskular sistemik. Gejala yang timbul sering dimanifestasikan dengan mudah capek dan dispnea. Pengobatan terhadap gagal jantung harus diberikan dan salah satu komponen terapi yang diperlukan adalah mengurangi beban afterload. Tetapi pemberian ACE inhibitors tidak boleh digunakan karena mempunyai pengaruh tehadap kelainan perkembangan ginjal janin. Pada penderita dengan prolaps katup mitral, kehamilan akan menyebabkan perubahan tekanan dan volume darah sehingga akan merobah gambaran yang terjadi pada pemeriksaan fisik. Komplikasi seperti aritmia, endokarditis, emboli serebral dan regurgitasi hemodinamik yang signifikan biasanya jarang terjadi dan jarang terjadi semasa kehamilan. Pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis, dan pemeriksaan diagnostik lain seperti ekokardiogram sedikit membantu penderita. Pemberian antibiotika profilaksis pada saat melahirkan direkomendasikan pada penderita dengan bising jantung.

c. Stenosis aorta Valvular stenosis aorta kongenital sering merupakan penyebab stenosis aorta pada wanita muda. Kriteria diagnostik pada masa kehamilan sama dengan stenosis aorta lainnya. Penoerita yang simtomatik atau mempunyai peak outflow gradient lebih dari 50 mm Hg atau stenosis yang berat dianjurkan untuk menunda konsepsi sampai selesai koreksi bedah atau ballon valvulotomy. Terminasi kehamilan harus dipertimbangkan jika penderita simtomatik sebelum akhir trimester pertama kehamilan. Jika kehamilan telah terjadi dan disertai dengan stenosis aorta berat, tindakan pencegahan hipovolemia sangat penting dilakukan. Jika gagal jantung terjadi, maka dapat diobati sebagaimana pengobatan gagal jantung yang sebelumnya dengan penekanan menghindarkan diuresis yang berlebihan. Jika stenosis berat menetap, ballon valvuloplasty atau bedah katup aorta dapat dilakukan semasa kehamilan dan berhubungan dengan kematian ibu dan janin yang tinggi.

12

d. Regurgitasi aorta Tidak seperti stenosis aorta yang penyebabnya sering kongenital, regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh demam rematik, endokarditis, dilatasi annulus aorta, katup aorta bicuspid dan diseksi aorta. Oilatasi aorta atau diseksi aorta dapat disebabkan oleh Sindroma Marfan. Regurgitasi aorta umumnya dapat ditoleransi semasa kehamilan. Gagal jantung dapat terjadi dan respons terhadap pengobatan dengan penekanan mengurangi afterload. Pemberian diuretika dan vasodilator sangat dianjurkan dan hindari pemakaian ACE inhibitor semasa kehamilan dan dapat digantikan dengan hidralazin atau nifedipin. Jika terjadi infektif endokarditis dan infeksi tidak cepat diatasi, angka mortalitas dengan terapi medik tinggi dan diperlukan terapi surgikal.

e. Penyakit katup pulmonal Pada beberapa wanita yang sebelumnya mempunyai kelainan katup pulmonal dan telah mengalami komisurotomi katup atau ballon valvuloplasty untuk mengatasi stenosis katupnya atau sebagai sisa koreksi Tetralogy fallot, bisa didapati stenosis atau regurgitasi katup pulmonal. Stenosis residual dan regurgitasi pulmonal mungkin mengganggu, tetapi tidak mempengaruhi kehamilan. Adakalanya penderita dengan stenosis katup pulmonal yang tidak mendapat pengobatan dapat toleransi semasa kehamilan. Kekurangan volume intravaskular mesti dihindarkan. Jika symptom berat (sinkope berulang, dispnea yang tidak terkontrol dan nyeri dada) terjadi, ballon valvuloplasty dapat dilakukan.

f. Penyakit katup trikuspid Penyakit katup tricuspid jarang didapati semasa kehamilan. lnsidens regurgitasi meningkat karena penggunaan obat intra vena dengan akibat endokarditis. Tidak diperlukan pengobatan semasa kehamilan terhadap regurgitasi. Stenosis tricuspid jarang didapati dan bila didapati hindari deplesi volume intravaskular.

g. Katup protese Katup bioprotese tidak memerlukan penggunaan antikoagulan, tetapi tidak bertahan lama seperti katup mekanik. Penggunaan katup protege mempunyai hubungan dengan komplikasi -berupa tromboemboli, perdarahan (akibat pemakaian antikoagulan),
13

endokarditis, disfungsi katup, reoperasi atau kematian- yang akan mempengaruhi penderita. Kehamilan akan menambah resiko setiap komplikasi dan katup protege itu sendiri dan obat-obatan yang digunakan untuknya akan mempengaruhi janin. Semua alasan tersebut menyebabkan katup protege merupakan kontra indikasi relatif terhadap kehamilan. Tetapi wanita dengan katup protege sering mengalami kehamilan. Kehamilan tidak akan menambah angka kegagalan katup mekanik maupun katup bioprotese dan perobahal pada katup bioprotese tidak dipacu oleh kehamilan. Kehamilan pada wanita dengan katup mekanik diperkirakan mempunyai mortalitas ibu sebesar 1 - 4 persen sebagai akibat komplikasi trombosis. Antikoagulan diperlukan pada pemakai katup mekanik. Warfarin dapat digunakan sebagai antikoagulan, tetapi sebagian menganjurkan untuk menghindari pemakaian obat tersebut (effek pada janin berupa hipoplasia nasal dan bone stippling), terutama pada trimester pertama dan trimester kedua, karena derajat kehilangan janin dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan heparin unfractionated pada periode tersebut. Penggunaan warfarin sampai akhir kehamilan mempunyai proteksi yang cukup baik bagi ibu tetapi mempunyai resiko pada janin -sebesar 30 persen berupa abortus spontan, still birth dan kematian neonatus-. Pemberian heparin subkutan dosis penuh merupakan terapi pihhan untuk memelihara antikoagulan pada "derajat terapi tinggi" (high therapeutic level) dengan menjaga partial thromboplastin time diantara 1,5 - 2 kali nilai normal. Penggunaan Low molecular weight heparin sekali sehari merupakan alternatif lain yang disukai tetapi hasilnya belum dievaluasi pada penderita dengan katup protege dan karena itu belum direkomendasikan. Bila penggunaan heparin dibandingkan warfarin pada trimester pertama, resiko tromboemboli dan kematian maternal lebih dari dua kali lipat. Penggunaan heparin dengan dosis yang disesuaikan (dengan titrasi dan pemantauan APTT) sampai akhir kehamilan mempunyai hubungan dengan tromboemboli dan kematian maternal. Protege heterograft atau homograft merupakan pilihan lain selain protege mekanik, karena resiko tromboembolinya lebih rendah sehubungan dengan jaringan protege dan tidak memerlukan antikoagulan. Menghindari pemakaian terapi antikoagulan merupakan alasan bagi wanita yang menginginkan kehamilan untuk memilih protege tersebut. Tetapi protege ini tidak menyingkirkan untuk terjadinya

14

tromboemboli yang sempurna dan derajat degenerasi katup ini tinggi pada wanita sehingga memerlukan penggantian katup. Pilihan untuk penggunaan katup mekanik atau jaringan pada wanita usia subur merupakan hal yang sulit Panduan dari The American Heart Association dan The American College of Cardiology merekomendasikan untuk melakukan evaluasi dan perawatan terhadap wanita yang menggunakan protege katup mekanik dan memakai antikoagulan dapat dilihat pada table dibawah ini. Kedua panduan dari Amerika Utara dan Eropa menyatakan bahwa penggunaan antikoagulan oral sampai akhir kehamilan dengan target INR (international normalized ratio) 2-3 memberikan proteksi yang sangat baik pada ibu dan penggunaan heparin pada trimester pertama kurang memberikan perlindungan. Konsensus terakhir

merekomendasikan unfractionated atau low molecular weight heparin dapat diberikan sampai minggu ke 13 kehamilan dengan memantau level antibody terhadap activated factor X untuk mencapai level terapeutik. Pilihan ini disarankan karena medikolegal penggunaan warfarin dan resiko embriopati. Keduan panduan ini juga menganjurkan edukasi pada orangtua dan keterlibatan mereka dalam proses membuat keputusan. Pada wailita dengan penyakit jantung katup tanpa kehamilan sering digunakan obat-obatan berupa vasodilator, diuretika, antikoagulan dan anti aritmia. Pada saat kehamilan obatobatan diatas menambah resiko pada janin, tetapi bila lebih menguntungkan pada ibu daripada resiko yang terjadi maka dapat digunakan. Bakteremia setelah partus per vaginam terjadi pada 2 persen penderita. Antibiotika profilaksis pada saat kelahiran tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita dengan penyakit jantung katup kecuali didapati infeksi secara klinis. Penderita yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya infektif endokarditis mesti diberikan antibiiotika. Obat-obatan yang sering digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

8. Penyakit Jantung Bawaan Pada Wanita Dengan Kehamilan Dengan kemajuan dalam diagnostik, terapi medik, dan terapi surgikal pada penyakit jantung bawaan, saat ini penderita tersebut dapat hidup sampai dewasa. Sebagian dari penderita ini dapat mengalami kehamilan. Tiap kelainan pada penderita penyakit jantung bawaan

15

mempunyai keunikan tersendiri, dan keunikan tersebut menjadi pertimbangan dalam menangani penderita penyakit jantung bawaan. Pertimbangan tersebut berupa: 1. Beberapa tipe kelainan pada penyakit jantung bawaan akan menambah resiko morbiditas dan mortalitas maternal secara signifikan. 2. Meningkatnya derajat lesi pada ibu, akan meningkatkan angka kematian janin. 3. Terdapatnya penyakit jantung bawaan pada orang tua atau saudaranya akan meningkatkan resiko kelainan bawaan pada jantung dan kelainan kongenital lainnya. Penyakit jantung bawaan didapati pada 0,8 - 1 persen dari seluruh kelahiran hidup, dan didapatnya penyakit jantung bawaan pada orang tua akan menambah resiko 2 - 15 persen. Resiko tersebut akan meningkat 2 - 3 kali lebih besar jika didapati pada ibu dibanding pada ayah, tetapi keadaan ini tidak bersifat universal. Resiko pada anak ini akan mencapai 50 persen bila kelainan tersebut diturunkan secara autosomal dominant pada kasus sindroma Marfan, sindroma Long - QT congenital, atau hipertropik kardiomiopati. Bila diketahui, penyakit jantung bawaan pada ibu mesti dikoreksi sebelum pembedahan. Pada beberapa kasus hal tersebut akan membuat keadaan intra uterin sangat baik untukperkembangan janin. 4. Implikasi lesi residual atau lesi yang tidak dapat dioperasi mesti dimengerti sebelum kehamilan dan mesti dilakukan tindakan terhadapnya. 5. Pemberian antibiotika profilaksis untuk mencegah infektif endokarditis semasa kehamilan mesti diberikan terhadap lesi yang peka terhadap komplikasi, sebagaimana yang diperlukan pada kelainan katup.

Dalam penatalaksanaan terhadap wanita hamil dengan penyakit jantung bawaan perlu diperhatikan perlu dijelaskan kemungkinan resiko yang dialami janin yang dikandungnya. Pada tabel dibawah ini disampaikan resiko penyakit jantung bawaan pada bayi yang orang tuanya menderita penyakit jantung bawaan.

a. Pirau kiri ke kanan Penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan, pada sebagian wanita, sering tidak diketahui sampai usia dewasa dan sampai mereka mengalami kehamilan. Pirau kiri ke kanan akan meningkatkan kejadian untuk terjadinya hipertensi pulmonal, gagal
16

jantung kanan, aritmia dan emboli, walaupun komplikasi ini tidak jelas disebabkan oleh kehamilan. Derajat pirau dipengaruhi oleh resitensi relatif sirkuit sistemik dan pulmonal yang biasanya akan menurun semasa kehamilan. Beban volume ventrikel kanan yang meningkat pada pirau kiri ke kanan umumnya dapat ditoleransi selama kehamilan. Sebaiknya penderita dengan pirau kiri ke kanan harus menjalani bedah koreksi sebelum menjalani kehamilan. Tindakan bedah koreksi ini tidak mempengaruhi insidens penyakit jantung bawaan pada keturunannya.

Defek Septum Atrium Defek septum atrium bisa tidak diketahui sebelum kehamilan, karena gejala dan tandanya sering sering tidak jelas. Pada wanita dengan defek tipe ostium sekundum, kehamilan dapat ditoleransi oleh ibu dan janin. Bila salah satu orang tua mengalami defek septum atrium, kemungkinan anaknya mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya. Defek tipe primum juga dapat ditoleransi selama kehamilan, kecuali jika disertai kelainan kongenital lain yang signifikan.

Defek Septum Ventrikel Lebih dari setengah defek septum ventrikel akan menutup pada masa kanak-kanak. Dan bising jantung biasanya dapat dideteksi bila lesi masih menetap dan dapat dikenali semasa kehamilan. Pada penderita defek septum ventrikel, kehamilan umumnya masih dapat ditoleransi. Kadang-kadang dapat disertai gagal jantung kongestif atau aritmia semasa kehamilan dan mesti diterapi. Jika tidak disertai hipertensi pulmonal, tidak akan mempengaruhi mortalitas maternal. Mortalitas janin dapat mencapai 20 persen jika ibu yang lesinya tidak dikoreksi. Kemungkinan janin mempunyai penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya.

Duktus arteriosus persisten Duktus arteriosus persisten umumnya dapat ditoleransi semasa kehamilan. Bila terjadi gagal jantung kongestif, pengobatan dengan terapi standard umumnya cukup efektif
17

Pemberian antibiotika profilaksis untuk pencegahan infektif endokarditis sangat dianjurkan. Angka mortalitas janin tidak lebih besar dari angka yang didapati pada wanita tanpa penyakit jantung.

b. Pirau kanan ke kiri (Penyakit jantung sianotik) Pirau kanan ke kiri dapat terjadi melalui defek ditingkat atrium, ventrikel atau duktus arteriosus persisten, dimana resistensi vascular paru melebihi resistensi vascular sistemik atau bila didapati obstruksi pada right ventricular outflow sedangkan resistensi vascular paru dalam keadaan normal. Semuanya akan menimbulkan penyakit jantung sianotik. Sianosis sendiri akan menyebabkan peningkatan kadar hemoglobin dan akan menyebabkan kematian janin yang tinggi, prematuritas dan berat badan lahir rendah. Keadaan resistensi vascular paru yang tinggi atau sindroma Eisenmenger ini disebut juga dengan hipertensi pulmonal, dan dalam keadaan ini dianjurkan untuk menghindarkan atau menghentikan kehamilan. Bila sianosis bukan karena sindroma eisenmenger, angka kematian ibu berkurang dan resiko untuk terjadinya gagal jantung meningkat (kira-kira 15 persen) dan dari tromboemboli, aritmia dan endokarditis (4,5 persen).

Tetralogy Fallot Merupakan pirau kanan ke kiri yang terbanyak, akibat obstruksi aliran darah ke paru dimana resistensi vascular paru masih normal. Bila kelainan ini tidak dikoreksi, kehamilan yang sempurna dapat dicapai tetapi mortalitas maternal masih tinggi dan angka kehilangan janin mencapai lebih dari 50 persen. Setelah tindakan operasi koreksi total defek, mortalitas maternal tidak jelas melebihi dari wanita tanpa penyakit jantung; kesempatan keturunan untuk mendapatkan penyakit jantung sekitar 5 - 10 persen.

c. LESI OBSTRUKTIF Ada dua rekomendasi pada wanita dengan lesi jantung obstruktif. Pertama deplesi cairan mesti dihindarkan, karena akan menyebabkan penurunan cardiac output yang bermakna dimana lesi obtruksi terjadi dibagian sisi kiri atau sisi kanan jantung. Kedua, tindakan bedah atau tindakan pemasangan kateter untuk mengatasi obstruksi dianjurkan sebelum

18

kehamilan dengan tujuan tidak hanya untuk meningkatkan keselamatan maternal tetapi juga untuk menurunkan kesempatan penyakit jantung bawaan pada keturunan. Obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan lebih disukai dikoreksi sebelum kehamilan dan cara ini akan menurunkan morbiditas maternal dan kemungkinan menurunkan insidens penyakit jantung bawaan pada turunan. Jika lesi obstruktif menetap sampai saat kehamilan, pencegahan deplesi volume cairan sangat penting diperhatikan. Lesi obstruksi pada sisi kiri jantung termasuk stenosis aorta valvular telah dijelaskan sebelumnya. Hanya sedikit pengalaman yang diketahui pada stenosis aorta valvular yang isolated, yang disertai band atau dengan subvalvular band, tetapi pendekatan yang direkomendasi untuk stenosis aorta valvular akan dapat dipakai. Dua proses penyakit lesi obstruksi kiri yang lain yaitu koarktasio aorta dan kardiomiopati hipertrofi obstruktif memerlukan beberapa diskusi.

Koarktasio aorta Kelainan ini lebih sering pada laki-laki, tetapi dapat juga terjadi pada wanita, dan pada laki-laki sering disertai katup aorta bicuspid. Individu yang dikenainya dapat mencapai usia dewasa muda dan mengalami kehamilan. Mortalitas maternal bervariasi dari 3 - 8 persen. Koreksi bedah sebelum operasi akan mengurangi resiko untuk diseksi aorta atau furfur -dan kematian- kurang dari 1 persen. Jika kehamilan terjadi pada wanita dengan koarktasio aorta, perlu kontrol tekanan darah dan profilaksis antibiotika diperlukan karena sering berhubungan dengan katup aorta bicuspid. Efek dilatasi koarktasio dengan menggunakan kateter pada kehamilan yang berikutnya tidak dapat ditentukan, tetapi tampaknya kemungkinan menurunkan resiko yang berhubungan dengan kehamilan sebagaimana dengan prosedur bedah. Tidak jelas apakah terapi mekanik menurunkan derajat yang berhubungan dengan ruptur aneurisma intracranial.

Kardiomiopati hipertrofi obstruktif Kardiomiopati hipertrofi obstruktif (HOCM) (disebut juga dengan idiopathic

hypertrophic sub aortic stenosis = IHSS) merupakan penyakit turunan yang bersifat autosomal dominan dengan penembusan yang bervariasi; jadi turunan akan mempunyai kesempatan kelainan yang sama sebesar 50 persen. Penurunan pada resistensi vascular
19

periper dan penumpukan darah diperiper dapat menyebabkan hipotensi dan peningkatan katekolamin yang intermiten pada kehamilan dapat mmeningkatkan obstruksi left ventricular outflow. Peningkatan gejala dispnea, rasa tidak enak didada dan palpitasi selama kehamilan dapat terjadi selama kehamilan. Tidak jelas apakah kehamilan akan meningkatkan kira-kira 1-3 persen kesempatan kematian mendadak pertahunnya, walaupun kematian telah dilaporkan pada sindroma ini pada masa kehamilan. Pada lesi obstruktif ini peflu dihindarkan hipovolemia. Terapi dengan penyekat beta sangat dianjurkan pada saat kelahiran dan konsep ini dapat dimengerti walaupun tidak terbukti.

d. LESI KONGENITAL KOMPLEKS Amat sulit menduga hasil kehamilan pada wanita dengan kelainan jantung congenital yang kompleks. Secara umum angka mortalitas dan morbiditas sangat tinggi terutama bila kelainan tersebut menyebabkan sianosis pada ibu. Tindakan bedah telah membuat kehamilan dipertimbangkan, meskipun pada wanita dengan penyakit yang berat seperti ventrikel tunggal yang fungsional atau atresia tricuspid.

Transposisi pembuluh darah besar Wanita dengan d-transposition of the great arteries (beberapa dengan ventrikel tunggal) dapat mengalami kehamilan. Sedikit informasi yang tersedia menunjukkan hasil pada ibu dan janin sangat jelek. Koreksi bedah yang parsial maupun yang komplit terhadap lesi yang ada dan dilakukan sebelum kehamilan memperlihatkan hasil yang lebih baik terhadap ibu dan janin. Pada l-transposition of the great arteries dan tidak disertai kelainan yang sulit seperti sianosis, disfungsi ventrikel atau blok jantung, umumnya kehamilan dapat ditoleransi.

Anomali Ebstein katup tricuspid Keadaan ini bisa ringan atau tidak dikenali selama kehamilan. Meningkatnya problema disfungsi ventrikel kanan, obtruksi pada sisi kanan jantung dan pirau kanan ke kiri yang mengakibatkan sianosis akan meningkatkan resiko pada wanita selama kehamilan. Mortalitas ibu dan janin rendah jika penderita tidak mempunyai penyakit yang berat dan

20

angka kehilangan janin sekitar 25 persen. Adanya pirau kanan ke kiri menjadi alasan untuk menghindarkan kehamilan.

Sindroma Marfan Kemungkinan amat sulit untuk menegakkan sindroma Marfan, tetapi hal ini sangat penting dilakukan karena kehamilan sangat berbahaya pada wanita yang menderita sindroma Marfan. Pertama karena resiko kematian akibat ruptur aorta atau diseksi aorta sangat tinggi semasa kehamilan, terutama jika aorta sangat besar (lebih dari 40 mm pada ekokardiografi). Kedua angka harapan hidup wanita dengan sindroma Marfan berkurang kira-kira separuh dari normal, secara tidak langsung usia ibu akan terbatas. Ketiga setengah dari keturunannya akan dikenai sindroma ini. Alasan ini yang menyebabkan wanita dengan sindroma marfan dianjurkan untuk tidak hamil. Resiko diatas juga menjadi rekomendasi untuk menghentikan kehamilan jika telah terjadi. Jika orang tua memilih untuk meneruskan kehamilan, maka aktivitas mesti dibatasi dan hipertensi mesti dicegah. Obat penyekat beta jelas terbukti tidak bermanfaat bila digunakan sebagai profilaksis, tetapi penggunaannya pada penderita sindroma Marfan dengan kehamilan kelihatan menjadi suatu alasan. Sindroma Marfan merupakan salah satu sindroma kardiovaskuler dimana seksio sesaria dianjurkan untuk mencegah stress hemodinamik pada saat kelahiran.

e. PENYAKIT MIOKARD Kardiomiopati hipertropik Kardiomiopati hipertropik diatandai sebagai konsentrik atau asimetrik. Bentuk asimetrik dikenal sebagai kardiomiopati hipertropik obstruktif dan diketahui sebagai lesi obstruktif Kardiomiopati hipertropik konsentrik bisa terjadi sebagai akibat stenosis aorta atau hipertensi. Jika bukan disebabkan kedua hal diatas, penyebab, prognosis dan penatalaksanaan sering tidak jelas, walaupun tidak berhubungan dengan kehamilan. Jika gagal jantung kongestif atau irama abnormal terjadi maka terapi standard cukup memadai. Selanjutnya hipovolemia mesti dihindarkan.

21

Kardiomiopati dilatasi Penyebab kardiomiopati dilatasi tidak jelas diketahui, tetapi sekitar 30-50 persen bersifat familial. Kejadian ini yang menyokong alasan untuk mennghindarkan kehamilan. Rekomendasl ini tidak didukung data percobaan prospektif, tetapi sebagaimana diketahui disfungsi miokard berhubungan dengan meningkatnya mortalitas maternal dan janin dalam berbagai bentuk penyakit miokard. Keadaan diatas juga berasal dan observasi dimana berkembangnya problem diatas sebagai akibat kehamilan. Kardiomiopati peripartum merupakan kardiomiopati dilatasi yang terjadi semasa kehamilan, tetapi kenyataannya hampir semata-mata terjadi dalam trimester ketiga atau enam minggu pertama postpartum dan merupakan kelainan yang unik. Beberapa laporan kasus menyokong bahwa miokarditis merupakan bagian dari penyakit ini dan dibuktikan dengan biopsy endomiokardial, dan pengobatan dengan obat anti inflamasi bisa mempengaruhi hasil dengan baik. Dan tidak jelas apakah miokarditis merupakan bentuk tersering dari bentuk kardiomiopati. Dan percobaan prospektif besar pada situasi rniokarditis lain telah gagal mcnyokong nilai pengobatan ini. Suatu studi kecil telah rnenyokong peranan pengobatan dengan imun globulin. Pada wanita dengan kardiomiopati dilatasi, semasa kehamilan, terapi standard untuk gagal jantung, tromboemboli dan aritmia cukup sempurna. Jika fungsi ventrikel tidak kembali normal setelah kehamilan, kehamilan berikutnya berhubungan dengan mortalitas maternal yang mencapai 50 persen. Bila fungsi ventrikel kembali normal, kehamilan berikutnya memungkinkan, tepai mortalitas maternal masih mencapai 10 persen.

Penyakit Jantung Koroner Nyeri dada sering terjadi semasa kehamilan normal dan sebagian besar disebabkan distensi abdomen atau retluks gastroesofageal. Penyakit jantung koroner jarang sebagai penyebab, tetapi mungkin terjadi. Angina dan infark miokard dilaporkan telah terjadi semasa kehamilan. Penyakit jantung koroner dalam kehamilan dapat sebagai akibat aterosklerosis, terutama dengan hiperlipidemia familial, diabetes mellitus, hipertensi atau riwayat merokok. Penyebab lain adalah diseksi arteri koroner, spasme, emboli atau vaskulitis. Vaskulitis dapat sebagai akibat penyakit Kawasaki atau Takayasu yang sering terjadi pada wanita dari pada pria dan sebagai penyebab stenosis arteri yang proksimal
22

dan dapat mempengaruhi arteri koroner. Jika penyakit jantung koroner dipertimbangkan sebagai penyebab pemeriksaan elektrokardiogram dan test stress exercise dapat membantu diagnosis. Jika diperlukan pemeriksaan image talium dan angiografi dapat dilakukan. Jika penyakit jantung koroner terbukti atau dipertimbangkan sebagai penyebab maka pengobatan terapi standard medik mesti diberikan. Jika gejala tidak berkurang maka agioplasti atau tindakan bedah by pass dapat dilakukan.

9. Diagnosis Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria: a. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus b. Pembesaran jantung yang jelas c. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill d. Arimia berat Pada wanita hamil yang tidak menunjukan salah satu gejala tersebut jarang menderita penyakit jantung. Bila terdapat gejala decompensasi jantung pasien harus di golongkan satu kelas lebih tinggi dan segera dirawat

10. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik Evaluasi status kardiovaskular pada wanita hamil lebih baik hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adakalanya diperlukan pemeriksaan lain yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan resikonya terhadap wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Pemeriksaah oleh orang yang berpengalaman sangat diperlukan untuk menghindarkan kesalahan dalam diagnosis yang dapat menimbulkan kecemasan, ketakutan dan biaya yang tidak diperlukan. Selain pemeriksaan laboratorium rutin juga dilakukanpemeriksaan. a. Pemeriksaan ekokardiografi Pemeriksaan ekokardiografi, termasuk Doppler sangat aman dan tanpa resiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan tranesofageal ekokardiografi pada wanita hamil tidak dianjurkan karena resiko anestesi selama prosedur Pemeriksaan radiografi. Semua pemeriksaan radiografi mesti dihindarkan terutama pada awal kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai resiko terhadap organogenesis abnormal pada janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama leukemia. Jika pemeriksaan sangat
23

diperlukan sebaiknya dilakukan pada kehamilan lanjut, dosis radiasi seminimal mungkin dan perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin.

b. Pemeriksaan elektrokardiografi Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab pertanyaan rang spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasa, Depresi segmen ST inferior sering didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS kekiri sering didapati, tetapi deviasi aksis kekiri yang nyata (-30) menyatakan adanya kelainan jantung.

c. Pemeriksaan radionuklide. Beberapa pemeriksaan radionuklide akan mengikat albumin dan tidak akan mencapai fetus, pemisahan akan terjadidan eksposure terhadap janin mungkin terjadi. Sebaiknya pemeriksaan ini dihindarkan. Adakalanya pemeriksaan ventilasi pulmonal/perfusi scan atau scan perfusi miokard thallium diperlukan saat kehamilan. Diperkirakan eksposur terhadap fetua rendah.

d. Magnetic resonance imaging Meskipun tidak tersedia informasi mengenai keamanan prosedur MRI pada evaluasi wanita hamil dengan kehamilan, dilaporkan tidak didapati efek fetal yang merugikan bila digunakan pada tujuan yang lain. Pemeriksaan ini mesti dihindarkan pada wanita dengan implantasi pacu jantung atau defibrillator.

11. Manifestasi Klinis Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan. Namun gejala dan tanda ini dapat pula terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya terdapat riwayat penyakit jantung dari anamnesis atau dalam rekam medis.

24

Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil yaitu : a. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi perubahan hemodinamik, terutama minggu ke 28 dan 32, saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung maksimum b. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus meningkatkan jumlah darah ke dalam sirkulasi sistemik sebesar 15 - 20% dan ketika meneran pada partus kala ii, saat arus balik vena dihambat kembali ke jantung. c. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi sistemik. d. 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi penurunan resistensi perifer dan emboli pulmonal dari thrombus iliofemoral.

Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-lahan, diawali ronkhi yang menetap di dasar paru dan tidak hilang seteah menarik nafas dalam 2-3 kali. Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat atau progresif, paroxysmal nocturnal dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada, batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh, sianosis, edema persisten pada ekstremitas, peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split bunyi jantung II, ejection click, late systolic click, opening snap, friction rub, bising sistolik derajat III atau IV, bising diastolic, dan cardio megali dengan heaving ventrikel kiri atau kanan yang difus.

12. Menilai resiko pada pasien yang berpenyakit jantung Bila memungkinkan wanita yang mempunyai kelainan jantung harus mendapat nasihat sebelum hamil, termasuk membicarakan kontrasepsi, resiko maternal dan janin yang dikandungnya saat hamil, kemungkinan jangka panjang mengenai morbidity dan mortalitas. Fungsional klas dari The New York Heart Association (NYHA) selalu digunakan sebagai tolok ukur untuk meramalkan akibat dari penyakit jantung yang diderita pasien. Wanita dengan NYHA klas III dan IV akan menghadapi mortality rate sampai 7% dan morbiditas rate lebih dari 30% dan harus mendapat perhatian yang lebih dalam kehamilan. Ada lima factor yang dapat dipakai meramalkan komplikasi jantung pada wanita hamil seperti yang dapat dilihat pada tabel

25

13. Penatalaksanaan Sindroma Kardiovaskuler Komplikasi kardiovaskuler dapat terjadi pada penderita penyakit jantung yang memerlukan penatalaksanaan. Penatalaksanaan antara satu penderita dengan penderita lainnya sangat individual dan berbeda, dibawah ini disampaikan rekomendasi yang dapat digunakan pada sebagian besar penderita. a. Sindroma Cardiac output Rendah Cardiac output yang rendah merupakan suatu tanda yang tidak menyenangkan pada setiap penderita, terutama pada wanita hamil. Keadaan ini akan menimbulkan tanda-tanda perfusi yang jelek seperti gangguan mental, konstriksi vaskuler perifer, urine output yang berkurang dan tekanan darah yang rendah. Walaupun keadaan ini dapat diobati tetapi penyakit lain seperti tamponade jantung, atau stenosis katup yang berat mesti dipertimbangkan, karena akan menimbulkan berkurangnya volume intravaskuler. Bila memungkin sindroma cardiac output yang rendah mesti dicegah dan harus dikoreksi bila diketahui. Pada setiap wanita hamil berkurangnya volume intravaskuler merupakan hal yang sangat berbahaya pada lesi jantung yang membatasi aliran darah seperti hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal atau aorta, kardiomiopati hipertropik, atau stenosis mitral. Tindakan atau sikap yang perlu dilakukan untuk mencegah atau mengobati penurunan volume darah sentral dapat dilihat pada tabel 4 dibawah.

b. Gagal Jantung kongestif Penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada masa kehamilan tidak banyak berbeda dengan keadaan gagal jantung lainnya. Masukan garam mesti dikurangi dan aktifitas fisik dibatasi sampai dibawah tingkatan yang menimbulkan gejala gagal jantung. Pada wanita dengan gejala gagal jantung yang signifikan atau edema paru, terapi standard dapat digunakan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat digunakan pada wanita dengan kehamilan . Penggunaan obat ACE inhibitor mesti dihindarkan. Gagal jantung kongestif pads kehamilan adalah suatu keadaan dimana posisi supinasi sangat bermanfaat karena akan mengurangi beban preload dengan obstruksi aliran darah dari vena cava inferior.

26

c. Komplikasi tromboemboli Resiko untuk mendapat tromboemboli vena meningkat lima kali lipat semasa dan segera setelah kehamilan dan juga terdapat perdebatan peningkatan dalam tromboemboli arteri. Kedua hal diatas bisa akibat status hiperkoagulasi wanita yang meningkat semasa kehamilan, dan kemungkinan untuk terjadinya trombosis vena meningkat karena stasis vena. Pencegahan merupakan hal yang paling baik dan dapat dilakukan dengan pemberian heparin dosis penuh atau heparin berat molekul rendah, terutama pada wanita dengan resiko tinggi komplikasi tromboemboli, termasuk wanita dengan riwayat tromboemboli semasa kehamilan sebelumnya (resiko 4-15 persen), defisiensi antitrombin III (resiko 70 persen), defisiensi protein C (resiko 33 persen), defisiensi protein S dan sindroma anti cardiolipin antibodi. Mutasi gen protrombin dan mutasi factor V mengakibatkan resistensi mengaktifasi protein C (didapati 3 - 5 persen pada populasi) yang akhirnya bisa menjadi alasan untuk terapi profilaksis. Jika trombus stall emboli diketahui, dianjurkan untuk memberikan terapi heparin intravena selama 5-10 hari dan diikuti heparin subkutan dosis penuh. Jika tromboemboli mengancam kehidupan (seperti pada emboli paru yang massif atau trombosis pada katup protese) terapi trombolitik dapat digunakan.

d. Hipertensi Hipertensi bisa didapati sebelum kehamilan (1-5 persen) dan menetap semasa kehamilan atau dapat terjadi dengan kehamilan. Bila wanita normotensi mengalami kehamilan, maka hipertensi dapat terjadi sebesar 5-7 persen. Karena sistemik vascular resisted yang menurun pada awal kehamilan, maka hipertensi ini sering tidak didapati hingga pertengahan kedua kehamilan. Keadaan ini disebut dengan pregnancy-induced atau gestational hypertension atau toxemia. Bila disertai dengan proteinuria, edema kaki, iritabilitas SSP, peningkatan enzim hati, gangguan koagulasi, maka sindroma hipertensi ini disebut preeklamsi. Jika disertai konvulsi maka disebut eklamsi. Tidak jelas apakah hipertensi sendiri menempatkan ibu atau janin mempunyai resiko selama kehamilan, tetapi preklamsi jelas akan meningkatkan resiko pada ibu (kira-kira 1-2 persen perubahan perdarahan SSP, konvulsi atau penyakit sistemik berat lainnya) dan retardasi perkembangan janin (10-15 persen). Morbiditas dan mortalitas ibu dan janin meningkat dengan berlanjutnya eklampsi.
27

Panduan untuk mengatur tekanan darah pada wanita dengan kehamilan belum ditetapkan dengan sempurna. Hingga saat ini masih didapati perbedaan pendapat dalam memelihara tekanan darah pada wanita dengan kehamilan dan dianjurkan tekanan darah sistolik dibawah 160 mm Hg dan tekanan darah diastolic dibawah 100 mm Hg. Angka ini merupakan batas keselamatan dalam menghadapi episode hipertensi berat dan untuk meningkatkan survival janin. Terapi non farmakologi bila memungkinkan lebih disukai, walaupun tidak jelas hasilnya. Meskipun bed rest yang ketat dapat menurunkan tekanan darah, tetapi umumnya keadaan ini tidak direkomendasikan. Membatasi aktifitas fisik dan mengurangi stress selalu dianjurkan. Membatasi masukan garam tidak dianjurkan, kecuali pada penderita yang jelas diketahui sebelumnya mempunyai hipertensi sensitive terhadap garam (salt-sensitive hypertension), karena wanita hamil dengan hipertensi mempunyai volume plasma yang lebih rendah dibanding wanita dengan normotensi. Jika diperlukan pengobatan farmakologik, methyldopa menjadi menjadi pilihan. Sebaliknya penggunaan antihipertensi tidak selalu menunjukkan meningkatkan survival pada janin dan menghasilkan anak dengan mental dan perkembangan fisik yang normal. Penggunaan obat-obat anti hipertensi lain akan mempunyai hasil yang sama, tetapi belum diteliti dengan sempurna. Termasuk terapi awal dengan beta bloker 1 selektif atau diuretic. Calcium channel blocker terbukti telah efektif dan penggunaan ACE inhibitor tidak boleh digunakan dan keamanan penggunaan angiotensin II blocking agent belum diketahui.

e. Hipertensi pulmonal Hipertensi pulmonal baik itu primer atau sekunder karena pirau kiri-kanan yang berlangsung lama (Sindroma Eisenmenger), salah-guna obat, sindroma penyakit vascular primer (primary vascular disease) atau emboli paru berulang- akan menyebabkan mortalitas sekitar 30 - 70 persen. Bila ibu selamat, angka kematian janin lebih dari 40%. Kematian ibu dapat terjadi setiap saat semasa kehamilan, saat melahirkan dan dalam minggu pertama post pactum merupakan masa yang sangat rawan. Jika hipertensi pulmonal diketahui pada awal kehamilan, penghentian kehamilan sangat dianjurkan. Bila ibu menolak untuk hal tersebut, atau hipertensi pulmonal diketahui pada kehamilan yang lanjut maka diperlukan follow up yang ketal. Deplesi volume intravaskular akan menempatkan pasien pada resiko yang tinggi.

28

Resistensi vascular sistemik dan tekanan darah mesti dijaga pada penderita hipertensi pulmonal dengan pirau kanan-kiri. Perhatian yang ketat harus dilakukan untuk menghindarkan trombus atau emboli udara yang berasal dari kateter intravena yang dapat menimbulkan emboli sistemik. Pada saat melahirkan, vena sentral pertu dipasang untuk memantau pemberian cairan yang adekuat, dan kateter arteri pertu dipasang untuk memantau tekanan darah dan saturasi oksigen.

f. Aritmia Pada wanita dengan kehamilan yang disertai rasa pusing, palpitasi dan sakit kepala ringan, aritmia mesti dipertimbangkan sebagai penyebabnya. Tata cara pengobatan aritmia pada wanita dengan kehamilan sama dengan wanita yang tidak hamil dengan kemungkinan pengecualian bahwa aritmia dapat menyebabkan ketidak stabilan hemodinamik dan mesti segera mendapat pengobatan dan agresif karena pengalihan aliran darah pada aritmia dapat menjauhi rahim. Jika kemungkinan penyebab reversible diketahui maka mesti segera dikoreksi. Jika diperlukan pengobatan maka diperlukan pemeriksaan elektrokardiografi untuk mencatat irama jantung. Takiaritmia sering didapati semasa kehamilan dan juga pada keadaan lainnya. Didapatinya atrial atau ventricular premature beat, atau sinus takikardia, mesti dicari dan dikoreksi penyebabnya, dan bukan alasan untuk memulai pengobatan spesifik. Paroksismal supraventrikular takikardia agak sering terjadi semasa kehamilan dibanding tanpa masa kehamilan, dapat disebabkan mekanisme AV node reentry ("dual AV node mechanism") atau atrial ventricular reentry ("accessory pathway mechanism"). Paroksismal supraventricular tachycardia merupakan irama abnormal yang paling sering didapati pada masa kehamilan dan pengobatan awal dengan vagal maneuvers cukup tepat pada waktu lain. Jika diperlukan terapi medik pemberian adenosine intravena atau verapamil cukup efektif. Kardioversi dapat dilakukan jika diperlukan, tetapi harus diingat "kardioversi tidak pernah dilakukan pada penderita sadar" dan hanya dilakukan semasa kehamilan pada keadaan lainnya. Jika episode tersebut berulang dipertukan pengobatan hari demi hari dan verapamil atau obat penyekat beta adalah pilihan optimal. Digoksin juga efektif, walaupun mesti dihindarkan jika pasien mempunyai preeksitasi. Penatalaksanaan atrial fibrilasi dan atrial fluter juga seperti pada wanita tanpa kehamilan. Jika kelainan irama ini terdapat pada
29

wanita dengan stenosis mitral, disfungsi ventrikel kiri yang berat atau riwayat tromboemboli sebelumnya, maka terapi anti trombotik dengan heparin diindikasikan. Ventrikular takikardi dapat terjadi semasa kehamilan. Jika menyokong suatu takikardia right ventricular outflow tract (left bundle branch block dengan morfologi aksis vertical) obat penyekat beta barangkali efektif. Jika takikardia fasikularventrikular (selalu dengan right bundle branch block dan left axis deviasi), verapamil atau diltiazem barangkali efektif. Penatalaksanaan emergensi rapid ventricular tachycardia atau ventricular fibrillasi direkomendasikan seperti juga pada wanita tanpa kehamilan. Jika memungkinkan pinggul dimiringkan kekiri untuk meningkatkan aliran darah balik dari ekstremitas bawah. Jika umur kehamilan lebih dari 24 minggu dan keselamatan ibu dalam pertimbangan, tindakan seksio sesaria emergensi dapat dipertimbangkan. Sindroma Interval QT memanjang dapat diagnosis pertama kali saat kehamilan. Jika keadaan ini ditemui dan merupakan bentuk yang didapat (sering disebabkan obat-obatan) maka penyebabnya mesti dieliminasi. Jika sindroma ini merupakan bentuk congenital obat penyekat beta semasa kehamilan diperlukan. Defibrilator implantable telah digunakan pada aritmia ventrikel berulang, tetapi hasilnya tidak terbukti pada sindroma ini, walaupun tidak berhubungan dengan kehamilan. Pada penderita dengan sindroma congenital, transmisi dengan autosomal dominan dapat mempengaruhi anak. Bradiaritmia juga dapat terjadi semasa kehamilan, dan mesti dicari penyebabnya yang reversible. Pengobatan umumnya tidak diperlukan kecuali mengakibatkan gangguan hemodinamik. Komplit heart blok yang sering bersifat bawaan pacta kelompok ini, dapat menyelesaikan kehamilan dengan sempurna. Jika diperlukan dapat dilakukan pemasangan pace maker permanen.

g. Serangan kehilangan kesadaran ( Loss of consciouness spells) Melakukan pemeriksaan kehilangan kesadaran pada kehamilan lebih sulit daripada keadaan yang biasa ditemui. Sindroma supinasi hipotensi dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Menghindarkan supinasi merupakan salah satu usaha pengobatan. Diperlukan evaluasi pemeriksaan elektroenselografi untuk menyingkirkan kejang sebagai penyebab. Jika kejang tidak memungkinkan sebagai penyebab atau telah disingkirkan, maka sinkope sebagai perlu dipertimbangkan.
30

14. Obat-Obat Kardiovaskuler Dan Kehamilan Penggunaan obat-obat kardiovaskuler pada masa kehamilan dan menyusukan sangat penting diketahui dan dikuasai karena hampir sebagian besar obat-obat kardiovaskuler akan melewati plasenta dan disekresikan melalui air susu ibu. Bila informasi mengenai penggunaan obat-obat kardiovaskuler tidak lengkap, bila memungkinkan sangat baik untuk menghindarkan penggunaanya. Rekomendasi yang delinitif mengenai penggunaan obat-obat pada kehamilan sangat sukar, tetapi jika diperlukan untuk keselamatan ibu maka tidak dapat dihalangi penggunaannya. a. Diuretika Diuretika dapat digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif yang tidak dapat dikontrol dengan restriksi natrium dan merupakan obat lini terdepan untuk pengobatan hipertensi. Tidak satu diuretika pun merupakan kontra indikasi dan yang paling sering digunakan adalah golongan diuretika tiazide dan furosemide. Diuretika tidak boleh digunakan untuk profilaksis terhadap toksemia atau pengobatan terhadap edema pedis.

b. Obat inotropik Indikasi pengunaan digitalis tidak berobah pada kehamilan. Digoksin dan digitoksin dapat melalui plasenta dan kadar serum pada janin lebih kurang sama dengan pada ibu. Digoksin dengan dosis yang sama bila diberikan pada ibu hamil, akan menghasilkan kadar serum yang lebih rendah bila dibanding diberikan pada wanita yang tidak hamil. Jika effek klinis yang diinginkan tidak tercapai, maka perlu diukur kadarnya dalam serum. Digitalis dapat memperpendek masa gestasi dan kelahiran karena effeknya pada miometrium sama dengan effek inotropiknya pada miokardium. Bila inotropik intravena atau vasopressor diperlukan, obat-obat standard seperti dopamine, dobutamin atau norepineprin dapat digunakan, tetapi effeknya menbahayakan janin karena akan menurunkan aliran darah ke uterus dan menstimulasi kontraksi uterus. Efedrin adalah obat awal yang baik pada percobaan binatang dan tidak mempengaruhi aliran darah ke uterus yang merugikan. Informasi mengenai keselamatan dan kemanjuran penggunaan inhibitor fosfodies terasa seperti amrinone atau milrinone belum ada sehingga penggunaanya pada wanita hamil masih dipertanyakan.

31

c. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik Dalam observasi terlihat bahwa penggunaan obat penghambat beta dapat menurunkan aliran darah ke umbilikus, memulai kelahiran premature, dan mengakibatkan plasenta yang kecil serta infark plasenta dan mempunyai potensi untuk menimbulkan bayi berat badan lahir rendah, sehingga penggunaannya memerlukan perhatian. Sebagian besar penelitian tidak menyokong hal ini dan obat penghambat beta telah banyak digunakan pada wanita hamil tanpa effek yang merugikan. Sehingga penggunaannya untuk indikasi klinis sangat beralasan. Semua obat penghambat beta dapat melewati plasenta dan terdapat pada air susu ibu dan dapat mencapai kadar yang bermakna pada janin atau bayi. Akhir-akhir ini perhatian ditujukan pada bayi berat badan lahir rendah yang lahir dari ibu yang menggunakan atenolol pada awal kehamilan, sehingga membuat penggunaan obat beta -selektif lebih
1

disukai. Jika obat-obat ini digunakan semasa kehamilan, diperlukan pemantauan denyut jantung janin, juga denyut jantung bayi, gula darah dan status respirasi segera setelah kelahiran. Pengalaman dalam penggunaan obat penghambat alfa seperti penoksibenzamin dan pentolamin sangat jarang. Obat klonidin, prasozin, dan labetalol, dengan gabungan penghambat alfa dan beta, telah digunakan untuk terapi hipertensi, tetapi effek gangguannya tidak jelas.

d. Obat Calcium channel blocking Nifedipin, verapamil, diltiazem, dan isradipin, telah digunakan untuk pengobatan hipertensi dan aritmia tanpa effek yang merugikan pada janin dan bayi. Obat ini menyebabkan relaksasi uterus dan nifedipin telah digunakan untuk tujuan tersebut.

e. Obat anti aritmia Menghambat Atrioventrkuler (A V) node kadang-kadang diperlukan semasa kehamilan. Untuk itu dapat digunakan digoksin, penyekat beta dan penyekat kalsium. Laporan awal menyokong, penggunaan adenosin yang dapat digunakan secara aman sebagai obat penyekat nodus. Umumnya lebih disukai untuk menghindarkan pemakaian

32

obat anti aritmia standard pada pasien semasa kehamilan. Bila diperlukan untuk aritmia berulang atau untuk keselamatan ibu maka dapat digunakan. Tidak cukup data yang terkumpul untuk mengetahui apakah obat anti aritmia menambah resiko atau tidak terhadap tehadap janin atau anak. Jika obat anti aritmia diperlukan, lidokain merupakan obat garis pertama yang diberikan. Depresi neonatus transien telah terbukti terjadi bila kadar lidokain darah pada janin melebihi 2,5 g/L, untuk itu direkomendasikan untuk memelihara kadar lidokain darah pada ibu 4 g/L karena kadar pada janin 60 persen dari kadar pada ibu. Prokainamid atau kuinidin intravena bisa menyebabkan hipotensi dan tidak ada informasi mengenai amiodaron intravena. Berdasarkan effek pada tekanan darah ibu, bretilium kelihatannya menurunkan perfusi uterus. Jika diperlukan obat anti aritmia oral dapat dimulai dengan kuinidin karena mempunyai availabilitas jangka panjang. Dan obat ini paling sering digunakan karena tidak jelas efek yang membahayakan pada bayi. Ada beberapa informasi mengenai prokainamid, disopiramid, mexiletine tlekainid dan sotalol, tetapi tidak cukup untuk merekomendasikan penggunaannya kecuali bila penggunaannya sangat diperlukan ibu. Informasi awal yang tersedia mengenai amiodaron menyokong kemungkinan meningkatnya angka kehilangan janin dan deformitas janin.

f. Obat vasodilator Bila diperlukan, pada krisis hipertensi atau untuk mengurangi afterload dan preload emergensi, nitropruside merupakan obat vasodilator pilihan. Meskipun informasi mengenai penggunaannya semasa kehamilan masih kurang, rekomendasi yang kontroversi telah dibuat karena obat ini sangat effektif, bekerja segera, dan mudah ditoleransi. Juga effeknya segera menghilang bila penggunaan obat tersebut dihentikan. Perhatian mengenai penggunaan nitroprusside yaitu metabolit, sianide, dapat dideteksi pada janin, tetapi telah ditunjukkan tidak menjadi problem yang signifikan pada manusia. Metabolit ini menjadi salah satu alasan untuk membatasi penggunaan obat ini dalam jangka waktu bila memungkinkan. Hidralazin, nitrogliserin, atau labetalol intravena adalah pilihan lain untuk obat parenteral. Reduksi afterload kronik untuk pengobatan hipertensi, regurgitasi aorta atau mitral, atau disfungsi ventrikel semasa kehamilan telah
33

didapat dengan obat calcium channel blocker, hidralazin dan metildopa. Effek yang membahayakan terhadap janin tidak dilaporkan. ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor merupakan kontra indlkasi pada kehamilan, karena obat ini menambah resiko untuk terjadinya kelainan pada perkembangan ginjal janin. Tidak ada data yang tersedia mengenai penggunaan losartin, valsartin dan penghambat angiotensin II.

g. Obat Antitrombotik. Penggunaan warfarin jangka lama berhubungan dengan kecenderungan untuk terjadinya perdarahan yang bermakna 1 - 5 persen pertahun. Dan lebih penting lagi dalam penggunaannya semasa kehamilan, karena warfarin dapat melewati plasenta dan eksposure pada janin dalam 3 bulan pertama kehamilan dan berhubungan dengan insidens malformasi sebesar 5-25 persen yang terdiri dari abnormalitas wajah, atropi optik, abnormalitas digital, perubahan epithelial, dan kelemahan mental. Wanita yang menggunakan obat ini pada minggu ke 7 sampai ke 12 kehamilan cenderung mempunyai sindroma ini pada anaknya. Sindroma ini berhubungan dengan dosis yang digunakan. Suatu penelitian memperlihatkan bahwa sindroma ini hanya terjadi dengan dosis yang lebih besar dan 5 mg perhari. Penggunaan warfarin yang terus menerus pada masa kehamilan menambah resiko untuk terjadinya perdarahan janin dan perdarahan rahim ibu. Pada wanita yang memerlukan antikoagulan, heparin lebih disukai daripada warfarin. Penggunaan heparin dosis tinggi subkutan (16.000 sampai 24.000 unit per hari) telah terbukti dapat dilakukan dengan mudah dan bermanfaat. Obat ini tidak melewati plasenta. Data yang ada menunjukkan bahwa penggunaan heparin berat molekul rendah, yang harganya lebih mahal sangat effektif dan mudah digunakan (satu atau dua kali sehari tanpa memerlukan pemeriksaan darah serial) dan keamanannya sama dengan terapi standard heparin. Meskipun telah ada evaluasi untuk profilaksis trombosis vena dalam mencegah tromboemboli ternyata manfaatnya pada pasien dengan protege mekanik tidak terbukti. Bila diperlukan antikoagulan, sebagian penulis menganjurkan menggunakan heparin untuk trimester pertama dan kemudian dilanjutkkan dengan pemberian warfarin pada lima bulan berikutnya dan kembali lagi menggunakan heparin sebelum melahirkan.
34

Walaupun kehamilan yang sukses dapat dicapai dengan cara ini, penulis memilih untuk menghindarkan penggunaan warfarin selama kehamilan. Obat anti platelet tenyata meningkatkan kesempatan untuk terjadinya perdarahan maternal dan dapat melewati plasenta. Sebagian besar penggunaan aspirin telah diamati dan secara teoritis merugikan, karena aspirin berhubungan dengan meningkatnya insidens abortus dan retardasi pertumbuhan janin. Juga aspirin menginhibisi sintesis prostaglandin dan bisa mengakibatkan penutupan duktus arteriosus semasa kehidupan janin. Sampai saat ini aspirin sering digunakan dan masih diindikasikan untuk hal-hal yang spesifik dan juga sebagai profilaksis pre eklamsi. Penggantian aspirin sulit untuk dievaluasi. Tidak ada data yang tersedia mengenai effek penggunaan clopidogrel atau ticlopidine selama kehamilan.

h. Penggunaan obat anestesi dan obat obstetri sewaktu kehamilan Obat-obat rang digunakan untuk hal yang spesifik pada kehamilan dapat menyebabkan perubahan hemodinamik. Walaupun ada beberapa pertanyaan terhadap manfaatnya, beta simpatetik amin yang digunakan untuk menghentikan kelahiran premature akan menyebabkan takikardia maternal. Ritodrine dan terbutalin telah dihubungkan dengan edema pulmonal, biasanya bila glukokortikoid digunakan bersamaan untuk meningkatkan kematangan paru janin. Edema pulmonal ini memberi reaksi yang segera dengan menghentikan pemakaian obat tersebut dan memulai terapi dengan diuretic. Pada keadaan lain prostaglandin E2 dan F2 digunakan untuk merangsang kelahiran dan tidak mempunyai effek hemodinamik yang bermakna. Oksitosin sintetik (pitocin) diberikan untuk meminimalisir perdarahan setelah kelahiran. Ohat sintetik ini mencegah vasokonstriksi dan telah dihubungkan dengan hipotensi yang transien. Anestesi untuk tindakan pembedahan sewaktu kehamilan dan pada saat proses kelahiran dapat memberikan effek yang merugikan pada wanita dengan penyakit jantung. Pada sebagian besar kasus anestesi lumbal epidural dengan blok saraf pudendal untuk meminimalisir rasa sakit terbukti sangat efektif dan sedikit kemungkinan untuk menimbulkan hemodinamik yang membahayakan.

35

11. Penatalaksanaan berdasarkan Klasifikasi Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan deuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitalis, dan menurunkan after load dengan vasodilator. Kelas I Tidak memerlukan pengobatan tambahan. Kelas II Umumnya tidak memerlukan pengobatan tambahan, hanya harus menghindari aktifitas yang berlebihan, terutama pada UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila keadaan memburuk. Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam, namun harus diawasi dengan ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10 jam, istirahat baring minimal setengah jam setelah makan, membatasi masuknya cairan (75 mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu. Rawat pasien di RS sejak 1 minggun sebelum waktu kelahiran. Lakukan persalinan pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi obstetric. Metode anastesi terpilih adalah epidural Kala persalinan biasanya tidak berbahaya. Lakukan pengawasan dengan ketat. Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan kala II setiap 10 menit. Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak nafas (ancaman gagal jantung), berikan digitalis berupa suntikan sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg, dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen, morfin (10-15 mg), dan diuretic. Pada kala II dapat spontan bila tidak ada gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit dan ibu tidak dapat dilarang meneran akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum dengan segera Tidak diperbolehkan memaki ergometrin karena kontraksi uterus yang bersifat tonik akan menyebabkan pengembalian darah ke sirkulasi sistemik dala jumlah besar. Rawat pasien sampai hari ke 14, mobilisasi bertahap dan pencegahan infeksi, bila fisik memungkinkan pasien dapat menusui.

36

Kelas III Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK 28 minggu dapat diberikan diuretic

Kelas IV Harus dirawat di RS

Kedua kelas ini, yaitu kelas III dan IV tidak boleh hamil karena resiko terlalu berat. Pertimbangkan abortus terapeutik pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien harus terus berbaring selama hamil dan nifas. Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya gejala gagal jantung akan cepat hilang.

Pemberian oksitosin cukup aman. Umumnya persalinan pervaginam lebih aman namun kala II harus diakhiri dengan cunam atau vacuum. Setelah kala III selesai, awasi dengan ketat, untuk menilai terjadinya decompensasi atau edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien kelas III dan IV.

Operasi pada jantungn untuk memperbaiki fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil. Pada wanita hamil saat yang paling baik adalah trimester II namun berbahaya bagi bayinya karena setelah operasi harus diberikan obat anti pembekuan terus menerus dan akan menyebabkan bahaya perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih adalah heparin secara SC, hati-hati memberikan obat tokolitik pada pasien dengan penyakit jantung karena dapat menyebabkan edema paru atau iskemia miocard terutama pada kasus stenosis aorta atau mitral.

Pembedahan Kira-kira 0,5 sampai 2 persen wanita hamil mempunyai kesempatan untuk menjalani pembedahan -meskipun bukan sebagai komplikasi kehamilan- seperti juga pada wanita tanpa kehamilan. Beberapa persyaratan dan pertimbangan perlu dipikirkan sebelum melakukan tindakan pembedahan. Venous return mesti dijaga dan bila memungkinkan pembedahan dilakukail dalam posisi lateral kiri. Bila tidak didapati gagal jantung kongestif, pemberian cairan 1500 ml cairan NaCl 0,9% sebelum pembedahan atau proses kelahiran
37

diperlukan untuk memenuhi beban volume. Cairan ini tidak termasuk glucose pada saat proses kelahiran, karena dapat terjadi hipoglikemia pada janin setelah proses kelahiran. Jika diperlukan bantuan ventilasi, hiperventilasi mesti dihindarkan karena dapat menyebabkan penurunan venous return. Menghilangkan rasa sakit mesti dilakukan untuk meminimalisir peningkatan kadar katekolamin yang dapat menurunkan aliran darah kerahim. Monitoring fetus mesti dilakukan. Tindakan bedah jantung saat kehamilan mempunyai resiko yang sangat tinggi dibanding wanita tanpa kehamilan dan juga pada janin yang dikandung.

15. Prognosis Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit lain yang tidak berasal dari jantung, penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan yang paling sering menyebabkan kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.

38

BAB IV KESIMPULAN

Perubahan Kardiovaskuler pada Wanita Normal dengan Kehamilan : a.Perubahan Hemodinamik b. Distribusi Aliran Darah

Sebagian besar disebabkan demam reumatik.

Faktor Predisposisi Peningkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklamsi atau eklamsi, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat decompensasi cordis, anemia.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistemkardiovaskuler disebabkan karena : a. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK 32-36 minggu b. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran.

Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan Kelas I Tanpa pembatasan kegiatan fisik Tanpa gejala penyakit jantung pada kegiatan biasa Kelas II Sedikit pembatasan kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala isufisiensi jantung seperti: kelelahan, jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak nafas atau angina pectoris Kelas III
39

Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik Saat istirahat tidak ada keluhan Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung Kelas IV Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun Penyakit Jantung Katup Pada Wanita Dengan Kehamilan. a. Stenosis mitral b. Regurgitasi mitral c. Stenosis aorta d. Regurgitasi aorta e. Penyakit katup pulmonal f. Penyakit katup trikuspid g. Katup protese

Penyakit Jantung Bawaan Pada Wanita Dengan Kehamilan a. Pirau kiri ke kanan Defek Septum Atrium Defek Septum Ventrikel Duktus arteriosus persisten b. Pirau kanan ke kiri (Penyakit jantung sianotik) Tetralogy Fallot c. LESI OBSTRUKTIF Koarktasio aorta Kardiomiopati hipertrofi obstruktif d. LESI KONGENITAL KOMPLEKS Transposisi pembuluh darah besar Anomali Ebstein katup tricuspid Sindroma Marfan e. PENYAKIT MIOKARD Kardiomiopati dilatasi
40

Penyakit Jantung Koroner

Manifestasi Klinis:
Mudah lelah, nafas terengah-engah, ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri. Peningkatan berat badan, edema tungkai bawah, hepato megali, dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal jantung kanan.

Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria. Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari kriteria: a. Bising diastolic, presistolik, atau bising jantung terus menerus b. Pembesaran jantung yang jelas c. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila disertai thrill d. Arimia berat

Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik a. Pemeriksaan ekokardiografi b. Pemeriksaan elektrokardiografi c. Pemeriksaan radionuklide. d. Magnetic resonance imaging

Komplikasi : a. Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, abortus. b. Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR, hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah, pertumbuhan janin terhambat.

Obat-Obat Kardiovaskuler Dan Kehamilan a. Diuretika b. Obat inotropik c. Obat Penghambat Reseptor Adrenergik d. Obat Calcium channel blocking e. Obat anti aritmia f. Obat vasodilator
41

g. Obat Antitrombotik h. Penggunaan obat anestesi dan obat obstetri sewaktu kehamilan

Prognosis : Menyebabkan kematian adalah edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis hasil konsepsi lebih buruk akibat dismaturitas dan gawat janin waktu persalinan.

42

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F Gary dkk. 2006. Obstetri Williams Ed. 21 Vol 2. Jakarta : EGC. Febrida, Melly. Kamis, 04/10/2007 06:19 WIB. Tingginya Angka Kematian Akibat Penyakit Jantung. Jakarta : DetikNews (http://www.detiknews.com/read/2007/10/04/061908/837612/10/tingginya-angka-kematianakibat-penyakit-jantung) http://www.biofirstore.com/penjelasan-biofir/penyakit-jantung-pembunuh-nomor-1-dunia.html Kehamilan disertyai dengan Penyakit Jantung dalam Kehamilan. http://info.gexcess.com/id/Askeb_(Asuhan_Kebidanan)/Kehamilan_Disertai_Penyakit_Jantung.info

43

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT JANTUNG

DI SUSUN OLEH : SRIMURNI BR GINTING GISKA WULAN KUSUMA EVIYANI MARGARETHA M SEPTIANINGSIH WORABAY

PROGRAM STUDI KEBIDANAN JALUR B SEMESTER 2 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 201O
44

Anda mungkin juga menyukai