Anda di halaman 1dari 107

PERSEPSI MAHASISWI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TERHADAP PERINTAH

BERJILBAB DALAM SURAT AN-NUUR AYAT 31


(Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan)

Oleh: Dwi Kurniawan 104011000010

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2008

Lembar Pengesahan
Skripsi yang berjudul: Persepsi Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasyah pada hari selasa, 23 September 2008 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang pendidikan Agama.

Jakarta, Panitia Ujian Munaqasyah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/ Program Studi) Tanggal

September 2008

Tanda Tangan

DR. H. Abdul Fatah Wibisono, M.A. NIP.: 150 236 009 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/ Prodi) Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. NIP.: 150 229 477 Penguji I Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag. NIP.: 150 229 477 Penguji II Dra. Hj. Husnawati Husein M. Ag. NIP.: 150 270 816 Mengetahui, Dekan

....................

.......................

....................

.......................

....................

.......................

....................

.......................

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. NIP.: 150 231 356

LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bernama : Nama NIM Jurusan Judul Skripsi : Dwi Kurniawan : 104011000010 : Pendidikan Agama Islam : Persepsi Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Perintah Berjilbab Dalam Surat AnNuur Ayat 31 Dosen Pembimbing I NIP Dosen Pembimbing II NIP : Drs. Rusydi Djamil, M.A. : 150274762 : Siti Khadijah, M.A. : 150283322

Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, September 2008

Dwi Kurniawan

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi yang berjudul Persepsi Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan), yang disusun oleh Dwi Kurniawan

Nomor Induk Mahasiswa: 104011000010, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah dan berhak untuk diujikan pada sidang munaqasyah sesuai ketentuan yang telah ditetapkan fakultas.

Jakarta, 10 September 2008

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Rusydi Djamil, MA. NIP. 150274762

Siti Khadijah, MA. NIP. 150283322

ABSTRAKSI Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh fakta yang penulis temukan di lapangan, yaitu adanya beberapa mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak menganggap bahwa perintah berjilbab khususnya dalam Surat An-Nuur Ayat 31 sebagai suatu kewajiban yang harus dijalankan dalam kehidupan seharihari. Dari pengamatan penulis, ada beberapa mahasiwi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang mengenakan busana muslimah dengan warna mencolok, membentuk lekukan tubuh, mengulurkan sedikit rambutnya karena mengikuti mode dan sebagainya. Sebagai seorang akademisi di bidang pendidikan Agama Islam, penulis ingin mengetahui bagaimana Persepsi Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai mahasiswi calon pendidik pada salah satu institusi Islam terbesar yang mewajibkan jilbab di lingkungan kampusnya, mereka akan menjadi barometer, uswatun hasanah, dan akan mendapatkan penilaian dari masyarakat. Jangan sampai mereka mendapat predikat yang kurang baik dari masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptis melalui pendekatan kuantitatif dan dilengkapi oleh pendekatan kualitatif. Metode deskriptis yaitu dengan menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan angket sebagai alat pengumpulan data, tehnik analisis data angket ini dilakukan dengan tehnik analisa data statistik distribusi frekuensi dengan rumus P = F : N X 100%, kemudian menginterpretasikannya. Dan pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan wawancara sebagai alat pengumpulan data, kemudian menganalisis dan menginterpretasikannya. Hasilnya adalah mahasiswi yang memiliki persepsi yang cukup baik terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yaitu terhadap perintah menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan, dan perintah menutup aurat, sebanyak 26 orang atau sebanyak 72,22 %, persepsi yang baik sebanyak 7 orang atau sebanyak 19,44 %, dan persepsi yang kurang baik sebanyak 3 orang atau sebanyak 8,33 %. Memang pertama kali mahasiswi berjilbab bukan karena kemauan dari diri sendiri, akan tetapi mereka merasa nyaman dengan mengenakan jilbab. Oleh karena itu ada yang menyatakan sudah konsisten dan ada yang menyatakan belum konsisten, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor. Semua responden setuju dengan pendapat Ulama klasik yang mewajibkan berjilbab, karena berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah dan tidak setuju dengan pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab. Responden menyebutkan beberapa kriteria berbusana muslimah yang baik dan yang kurang baik yang dikenakan oleh mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, adanya mahasiswi FITK yang mengenakan busana muslimah yang kurang baik seharusnya menjadi perhatian dari pihak terkait

KATA PENGANTAR   
Segala puji bagi Allah SWT, hanya lafal inilah yang patut penulis haturkan. Kata syukur selalu penulis lantunkan, karena atas segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulis mendapat kemudahan dalam penyusunan sebuah karya kecil ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, manusia yang sangat kita cintai, Baginda Muhammad SAW. Di mana kehadirannya adalah rahmat bagi seluruh alam, beliau telah mengangkat kita dari jalan yang penuh kejahilan menuju jalan terang benderang yang penuh dengan cahaya ilmu pengetahuan. Skripsi ini penulis susun dengan penuh kehati-hatian dengan jerih payah yang tidak akan pernah penulis lupakan. Rasa sedih, gembira, khawatir, senang, kecewa merupakan teman sejati penulis yang selalu menghiasi saat-saat penyusunan skripsi ini. Bagaimanapun penulis akan selalu menjadikan masa-masa tersebut sebagai sebuah bentuk pendidikan yang begitu berarti. Harapan penulis semoga sebuah karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi masyarakat banyak pada umumnya. Tak sedikit kekurangan dan kekeliruan menghiasi sudut-sudut di bagian dalam penulisan skripsi ini, akan tetapi paling tidak penulis sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan apa yang telah penulis harapkan. Penulis tidak menafikan adanya keterlibatan banyak pihak dalam penyelesaian skripsi ini, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini baik dukungan secara moril maupun materil. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Bapak Drs. H. A. Ghalib MA., Dosen Penasehat Akademik, dan para

dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. 4. Bapak Drs. Rusydi Djamil MA. dan Ibu Siti Khadijah MA., Dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, tulus, dan ikhlas telah memberikan bimbingan, bantuan serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis dalam

mengumpulkan bahan-bahan referensi dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Bapak Suwangsa dan Almarhumah Ibu Surniti, yang telah melahirkan penulis, Almarhum Kakek Madkasim dan Nenek Saeti, yang telah mendidik dan membesarkan penulis, Paman Khaeruddin dan Bibi Wariningsih, yang telah membiayai biaya pendidikan penulis sejak penulis menimba ilmu di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo sampai kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Kakak Eka Yulianti dan Muhammad Sanuri yang telah memberikan dukungan baik moriil maupun materiil selama masa perkuliahan, Saudara Sepupu Muhammad Iransyah, atas sedikit bantuan materiil yang begitu berarti, dan seluruh keluarga besar Madkasim lainnya yang telah memberikan keceriaan dan semangat dalam hidup. 7. Teman-teman PAI A 2004 yang telah memberikan arti dalam kehidupan, terutama dalam ber-ukhuwah Islamiyah. Seluruh canda, tawa, tangis, yang telah mengiringi kehidupan kita selama lebih dari 4 tahun tidak akan pernah penulis lupakan. Segenap mahasiswi KIMP dan PBI 2005-2007 khususnya yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi pada penulis melalui angket. Fitri, Lutvie, Iin, Astri dan lain-lain yang telah bersedia memberikan informasi melalui wawancara. Dan segenap mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang secara langsung

ii

maupun tidak langsung telah ikut serta membantu dan memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak Supriyanto dan Ibu Yhantie, Assistant Manager dan Cassier Grand City Seafood Restaurant. Asep, Rhino, Hasby, Surya, Marni, dan seluruh staff Grand City yang telah menjadi partner kerja penulis selama masa perkuliahan. Semoga segala kebaikan tersebut mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga rahmat, taufiq dan hidayah-Nya selalu dilimpahkan pada kita semua sepanjang kehidupan kita. Amin.

Jakarta, 10 September 2008

Penulis

Dwi Kurniawan

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR............................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................iv DAFTAR TABEL...............................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 7 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 8 D. Tujuan Penelitian............................................................................ 9 E. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 9 F. Sistematika Penulisan........................................................................10

BAB II. KERANGKA TEORI A. Konsep Persepsi................................................................................11 1. Pengertian Persepsi.....................................................................11 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi.............................12 B. Konsep Jilbab...................................................................................13

iv

1. Definisi Aurat dan Jilbab............................................................13 2. Batas-Batas Aurat.......................................................................15 a. Aurat Laki-Laki....................................................................15 b. Aurat Wanita.........................................................................15 c. Pendapat Ulama Kontemporer Mengenai Batas Aurat Wanita...................................................................................16 3. Syarat-Syarat Mengenakan Busana Muslimah...24 4. Keutamaan Jilbab........................26 5. Faktor-Faktor Yang Menghalangi Mengenakan Jilbab...............28 C. Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31............................34 1. Sebab Turunnya Ayat..................................................................35 2. Tafsir Ayat..................................................................................36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................46 B. Variabel Penelitian ...........................................................................46 C. Metode Penelitian ............................................................................46 D. Populasi Dan Sampel........................................................................47 E. Tehnik Pengumpulan Data................................................................49 F. Tehnik Analisis dan Pengolahan Data..............................................50

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ..53

B. Deskripsi Data...................................................................................64 C. Analisa dan Interpretasi Data............................................................74 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................................90 B. Saran ................................................................................................92

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Angket 2. Skor Angket 3. Distribusi Frekuensi Dan Nilai Tengah 4. Rata-Rata dan Simpang Baku (Standar Deviasi) 5. Pedoman Wawancara Bebas Terpimpin 6. Berita Wawancara 7. Verbatim Wawancara 8. Surat Pengajuan Judul Skripsi 9. Surat Permohonan Bimbingan Skripsi 10. Surat Permohonan Izin Penelitian 11. Daftar Jumlah Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Agama Islam adalah rahmat bagi semesta alam, Rasulullah Muhammad SAW diutus dengan al-Quran dan segala pedoman hidup yang terdapat di dalamnya untuk membawa manusia dari masa yang penuh dengan keburukan, kebodohan, dan keterbelakangan menuju masa yang penuh dengan kebaikan, cahaya ilmu, dan kemajuan seperti yang sekarang kita rasakan. Sebagaimana yang diyakini oleh para pemeluknya, agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Seluruh umat manusia di muka bumi ini diajak untuk menegakan agama yang sesuai dengan fitrah itu.1 Allah Swt berfirman:

                  
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum [30]: 30)2

Tidaklah sulit untuk mendirikan agama yang sesuai dengan fitrah ini, karena agama ini mengedepankan kemudahan.3 Kitab suci Al-Quran menegaskan tentang hal ini, di antaranya dalam Surat Al-Baqarah Ayat 185:

       
Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. I, h. 9 Departemen Agama RI, Al Quran Al Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1996), h. 325 3 Shihab, Jilbab, h. 9
2 1

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran. (QS. Al-Baqarah [2]: 185)4 Di samping ayat-ayat Al-Quran, banyak sekali petunjuk dan praktek Rasulullah yang menunjukan bahwa beliau sangat memperhatikan dan menganjurkan kemudahan beragama.5 Dasar dari segala bentuk ketaatan dan kepatuhan di dalam Islam adalah iman. Seseorang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah, Kitab-KitabNya dan para Rasul-Nya tentu terpanggil untuk menjalankan segala perintahNya dan menjauhi larangan-Nya. 6 Di antara yang banyak menjadi rujukan dalam perintah berjilbab adalah Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31:

                                                                        
Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakan hiasan mereka kecuali yang nampak darinya dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puteraputera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan, atau anak-anak yang belum mengerti aurat

4 5

Departemen Agama, Al Quran, h. 22 Shihab, Jilbab, h. 11 6 Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Quran dan Sunnah, (Bandung: Mizan, 1989), Cet. III, h. 9

wanita, dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang mukmin agar kamu beruntung. (QS. An-Nuur [24]: 31)7 Dari terjemah ayat tersebut, terkandung beberapa perintah Allah Swt. yang ditujukan kepada wanita mukminah, yaitu perintah untuk: Menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan, tidak menampakan perhiasan kecuali yang nampak di dekat pria asing (ajnabiy), menutupkan kerudung mereka ke dada mereka, tidak menampakkan perhiasan, kecuali kepada suami dan kerabat yang dikecualikan oleh ayat, tidak menghentakkan kaki agar diketahui perhiasan yang tersembunyi, dan bertaubat kepada Allah. Abu Ala Al-Maududi dalam bukunya Al-Hijab, memaparkan bahwa secara terinci ajaran-ajaran Islam dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang bersih, suci dan terhormat.8 Hijab menanamkan suatu tradisi yang universal dan fundamental untuk mencabut akar-akar kemerosotan moral dengan menutup pintu pergaulan bebas. Secara etimologi, hijab adalah pemisah dalam pergaulan antara laki-laki dan wanita. Pemisah ini maksudnya adalah untuk mengendalikan luapan nafsu syahwat, yang merupakan naluri yang sangat kuat dan dominan. Jiwa seorang manusia mudah goyah dan berubah. Sebagaimana manusia tidak pernah puas dengan harta dan kedudukan, demikian juga mereka tidak pernah puas dengan kelezatan pemuasan hawa nafsu.9 Pemisah dalam pergaulan tersebut sama sekali bukanlah untuk memberatkan kaum wanita mukminah. Perintah berhijab adalah untuk menjaga kesucian kaum wanita mukminah. Wanita adalah simbol keindahan. Kaum wanita cenderung untuk mempertunjukkan kecantikannya dan lebih tak acuh dalam memandang tubuh lawan jenisnya. Kaum wanita suka berhias dan mematut diri untuk
7 8

Departemen Agama, Al Quran, h. 282 Shahab, Jilbab, h. 10 9 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, (Yogyakarta: LKiS, 2002), Cet. II, h. 52

menunjukkan kecantikannya. Jilbab akan membuat kaum wanita lebih terhormat dan terpandang. Mereka akan terjaga dari gangguan orang-orang usil dan amoral. Jilbab tidak melarang dan membatasi aktivitas-aktivitas sosial wanita. Bahkan Islam mewajibkan setiap muslim baik pria maupun wanita untuk menuntut ilmu dan tidak berpangku tangan serta berdiam diri di rumah saja. Di dalam disiplin ilmu fikih, lafal aurat yang mempunyai arti dalam surat An-Nuur ayat 31 berarti sebagian anggota tubuh manusia yang dalam pandangan umum buruk atau malu untuk diperlihatkan dan bila dibiarkan terbuka mungkin bisa menimbulkan fitnah seksual. Ulama fikih sepakat menyatakan bahwa aurat harus ditutup dari pandangan orang dengan pakaian yang tidak tembus pandang dan tidak membentuk lekukan tubuh.10 Dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua kelompok besar ulama masa lampau. Yang pertama menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, tanpa kecuali. Dan kelompok kedua mengecualikan wajah dan telapak tangan. Ada lagi ulama-ulama dan yang menambah lebih beberapa banyak

pengecualian,

penambahan

pengecualian

tersebut

pertimbangan logika dan adat istiadat serta prinsip umum agama, ketimbang teks-teks ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw.11 Pada garis besarnya mereka dapat dibagi dalam dua kelompok: 1. Kelompok pertama: mengemukakan pendapatnya tanpa dalil

keagamaan atau kalaupun ada, maka itu sangat lemah lagi tidak sejalan dengan kaidah-kaidah dan disiplin agama. 2. Kelompok kedua: merujuk kepada kaidah-kaidah keagamaan yang juga diakui oleh para ulama, hanya saja dalam penerapannya tidak mendapat dukungan
12

Ulama

terdahulu,

dan

sebagian

ulama

kontemporer.

Indonesia merupakan Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Apabila masyarakat memang memandang jilbab sebagai suatu kewajiban,
10 11

Muhammad, Fiqh, h. 52 Shihab, Jilbab, h. 52 12 Shihab, Jilbab, h. 118

akan banyak kita temukan di negara ini yang mengenakan jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, fakta yang terjadi adalah lebih banyak wanita yang tidak mengenakan jilbab bila dibandingkan dengan wanita yang mengenakan jilbab. Di antara wanita yang berjilbab pun masih ada yang mengenakan pakaian yang tembus pandang atau masih memperlihatkan lekukan tubuh. Mayoritas wanita berjilbab hanya ada di lingkungan Lembaga Pendidikan Islam. Seperti di sekolah-sekolah Islam, Perguruan Tinggi Islam dan sebagainya. Misalnya di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mewajibkan mahasiswinya untuk mengenakan jilbab di lingkungan kampusnya. Di antara masyarakat juga ada yang memakai jilbab hanya ketika menghadiri acara pernikahan, mengikuti pengajian di majlis talim, ketika mengunjungi sanak famili dan lain-lain. Ini sebagai bukti bahwa ada di antara mereka yang tidak memandang perintah berjilbab sebagai suatu kewajiban agama. Ada beberapa faktor yang menyebabkan para wanita belum melaksanakan hijab seperti yang telah ditentukan syariat, di antaranya: 1. Tidak tahu bahwa hijab adalah wajib. 2. Tidak mampu menghadapi pesona keduniaan. 3. Tidak mampu menundukan nafsu yang meyuruh keburukan. 4. Dikalahkan oleh bisikan setan. 5. Terbawa oleh pengaruh teman.13 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi Islam terbesar di Indonesia merupakan hasil perubahan dari Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut catatan sejarah, berdirinya IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu didasarkan pada gagasan dan hasrat umat Islam Indonesia yang merupakan mayoritas untuk mencetak kader pemimpin Islam yang diperlukan bagi
13

Abdul Hamid, Salah Paham Masalah Jilbab, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), Cet. V, h.

11

perjuangan dan pembangunan bangsa Indonesia.14 Keputusan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tentang kode etik mahasiswa nomor 073 A tahun 2002 Bab IV pasal 6 menyebutkan bahwa mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah harus mengenakan busana muslimah.15 Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, ada beberapa mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengenakan jilbab hanya di lingkungan kampusnya. Penulis pernah menemukan beberapa mahasiswi yang segera menanggalkan jilbabnya ketika ia sudah menaiki bus kota. Ada mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengatakan kepada penulis bahwa ia hanya mengenakan jilbab di kampus saja karena kampusnya merupakan kawasan wajib berjilbab. Ini menunjukkan bahwa ada juga beberapa mahasiswi termasuk mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang tidak atau belum memandang perintah berjilbab dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam Surat An-Nuur Ayat 31 sebagai suatu kewajiban baginya. Masih banyak mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan mengenakan jilbab yang terlalu ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya, memakai jilbab dengan warna yang mencolok, menyingkap sedikit rambut dari jilbab yang dipakainya, dan lain sebagainya. Penulis pernah melihat para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang melakukan razia tehadap mahasiswi-mahasiswinya karena telah mengenakan busana jilbab yang tidak sesuai dengan peraturan Fakultas. Razia yang diadakan oleh para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan tentunya sebagai indikasi dari adanya mahasiswi yang mengenakan busana muslimah yang tidak sesuai dengan peraturan fakultas. Persepsi mahasiswi yang dimaksud penulis dalam skripsi ini adalah bagaimana mahasiswi menerima, meyeleksi, mengorganisasikan hingga
14 -------,Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun Akademik 2004-2005, Jakarta 2004, h. 7 15 -------,Pedoman, h. 74-75

akhirnya menafsirkan Surat An-Nuur ayat 31 yang berisi perintah berjilbab. Tentu saja hal ini perlu dilakukan, sebagai calon pendidik yang menjalani pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi Islam terbesar di Indonesia mereka bisa dijadikan sebagai barometer masyarakat dalam memahami perintah berjilbab, terutama bagi calon peserta didik yang akan mereka ajar kelak. Persepsi mereka terhadap perintah berjilbab berimplikasi pada cara mereka berjilbab. Apabila persepsi mereka baik, tentunya mereka akan berjilbab dengan baik pula. Salah satu metode pendidikan Islam yang terbaik adalah metode keteladan yang baik (uswatun hasanah). Apabila mereka berjilbab dengan baik, maka para peserta didik mereka akan termotivasi untuk mencontoh mereka. Oleh karena itu, penulis memberi judul Persepsi Mahasiswi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah tentang perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31. (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan)

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menentukan identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Latar Belakang mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenakan jilbab. 2. Konsistensi mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengenakan jilbab. 3. Tanggapan mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan terhadap Pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Tanggapan mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan

Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pendapat ulama klasik dan kontemporer tentang perintah berjilbab. 5. Persepsi mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap perintah berjilbab.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan masalah Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi kajian skripsi ini pada: a. Mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di sini adalah mahasiswi semester III, V, dan VII. b. Perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yang akan dideskripsikan di sini adalah perintah kepada kaum wanita mukminah untuk: menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan, dan perintah untuk menutup aurat (berjilbab). 2. Perumusan masalah Dalam penulisan skripsi ini masalah yang dirumuskan antara lain: a. Apa latar belakang mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenakan jilbab? b. Bagaimana konsistensi mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengenakan jilbab? c. Bagaimana tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP terhadap pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? d. Bagaimana Tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pendapat ulama klasik dan kontemporer tentang perintah berjilbab?

e. Bagaimana persepsi mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan PBI dan Jurusan KIMP Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui latar belakang mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenakan jilbab. 2. Untuk mengetahui konsistensi mahasiswi semester III, V dan VII Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam mengenakan jilbab. 3. Untuk mengetahui tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP terhadap pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Untuk mengetahui tanggapan mahasiswi Jurusan PBI dan Jurusan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pendapat ulama klasik dan kontemporer tentang perintah berjilbab 5. Untuk mengetahui perespsi mahasiswi semester III, V, dan VII Jurusan PBI dan Jurusan KIMP Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Kegunaan Penelitian Manfaat yang diharapkan dengan diadakannya penelitian ini antara lain: 1. Dapat menambah kajian keilmuan para akademisi, masyarakat umum, dan penulis dalam memahami bagaimana perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31. 2. Dapat menjadi masukan para akademisi dan para pendidik Islam dalam arti luas, khususnya bagi penulis bagaimana cara menerapkan berbusana muslimah. 3. Dapat menjadi acuan bagi para akademisi untuk mengadakan

10

penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini penulis membagi menjadi lima bab dengan uraian sebagai berikut: BAB I :Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Sistematika penulisan. BAB II :Kerangka Teori yang terdiri dari Konsep Persepsi, Konsep

Jilbab, Perintah Berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31. BAB III :Metodologi Penelitian yang terdiri dari Tempat Dan Waktu Penelitian, Variabel Penelitian, Metode Penelitian, Populasi Dan Sampel, Tehnik Pengumpulan Data, Tehnik Pengolahan dan Analisis Data. BAB IV :Hasil Penelitian yang terdiri dari Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Deskripsi Data, Analisa dan Interpretasi Data . BAB V :Penutup yang terdiri dari Kesimpulan, Saran.

Sebagai kelengkapan skripsi ini penulis menyertakan daftar pustaka dan lampiran lampiran untuk kajian lebih lanjut.

11

BAB II KERANGKA TEORI

A. Konsep Persepsi 1. Pengertian Persepsi Kata persepsi berasal dari kata perception, yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami atau menanggapi sesuatu.1 Sedangkan menurut terminology, Alisuf Sabri berpendapat bahwa persepsi adalah proses di mana individu dapat mengenali objek-objek dan fakta-fakta objektif dengan menggunakan alat-alat individu.2 Menurut Jalaluddin, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, pengalaman atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan meyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.3 Sarlito Wirawan Sarwono mendefinisikan persepsi: kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, memfokuskan objek-objek disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan, pengamatan atau disebut persepsi.4 Menurut Bimo Walgito persepsi merupakan proses pengorganisasian, pengiterpretasian terhadap stimulus yang diterima sehingga merupakan

1 John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 1990), h. 242 2 Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu, 1993), h. 45 3 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 51 4 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), cet. IV, h. 39

12

sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas individu yang intregated dalam diri individu.5 Dari definisi-definisi yang diberikan oleh para ahli di atas penulis mendefinisikan persepsi sebagai: Proses penerimaan, penyeleksian,

pengorganisasian dan penafsiran dari stimulus yang diterima individu melalui alat-alat inderanya. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi individu dalam mengadakan persepsi, di antaranya: a. Objek yang dipersepsikan b. Alat indera untuk menerima stimulus c. Adanya perhatian individu tersebut Dalam pengertian persepsi tersebut tercakup beberapa proses: a. Proses menerima rangsangan b. Proses menyeleksi rangsangan c. Proses pengorganisasian d. Proses penafsiran e. Proses pengecekan f. Proses reaksi Ada dua faktor yang menentukan seleksi rangsangan yaitu faktor intern dan faktor ekstern.6 Faktor intern meliputi kebutuhan psikologis, latar belakang, pengalaman kepribadian dan penerimaan diri. Dan faktor ekstern meliputi intensitas, ukuran, kontras, gerakan dan ulangan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi seseorang terhadap suatu objek tidak berdiri sendiri, akan tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

5 6

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 1991), h. 53 Udai Pareek, Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiri, 1996), cet. III, h. 14

13

Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang sama. Menurut Singgih Gunarsa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang di antaranya adalah: a. Motif, adanya motif menyebabkan munculnya keinginan individu melakukan sesuatu atau sebaliknya. b. Kesediaan dan harapan. c. Intensitas rangsangan, kuat lemahnya rangsangan yang diterima akan sangat berpengaruh kepada individu. d. Pengulangan suatu rangsangan, pengulangan rangsangan yang muncul akan menarik perhatian.7

B. Konsep Jilbab 1. Definisi Aurat dan Jilbab Kata-kata aurat adalah sumber rumpun kata-kata: awira artinya hilang perasaan. Aara berarti menutup dan menimbun. Awara yakni sesuatu yang jika dilihat akan mencemarkan. Dari sini terdapatlah kata aurat yang artinya sesuatu anggota badan yang harus ditutup dan dijaga sehingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.8 sesuatu yang buruk atau sesuatu yang hendaknya diawasi karena ia kosong, atau rawan dan dapat menimbulkan bahaya dan rasa malu.9 Aurat ialah sesuatu yang menimbulkan birahi/syahwat, membangkitkan nafsu angkara murka sedangkan ia mempunyai kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup rapi dan dipelihara agar tidak mengganggu manusia lainnya serta menimbulkan kemurkaan padahal ketenteraman hidup dan kedamaian hendaklah dijaga dengan sebaik-baiknya.10 Aurat artinya bagian-bagian tubuh yang tidak boleh terlihat. Atau

Singgih Gunarsa, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Sumber Widya, 1992), cet. IV, h. 107 Fuad Mohd Fahruddin, Aurat dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), Cet. II, h. 10-11 9 Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), Cet. I, h. 43 10 Fahruddin, Aurat, h. 10
8

14

Dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian tubuh manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat atau karena kebutuhan yang mendesak.11 yang lapang dan luas. Pengertiannya adalah pakaian yang lapang dan dapat menutupi aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan wanita sampai pergelangan tangan saja yang ditampakkan.12 Kitab Al-Munjid mengartikan jilbab sebagai pakaian atau baju yang lebar. Dalam Kitab Al-Mufradat Raghib Isfahani menyebutkan bahwa jilbab adalah baju atau kerudung. Kitab Al-Qamus mengartikan jilbab sebagai pakaian luar yang lebar, sekaligus kerudung yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi pakaian dalam mereka. Kitab Lisanul Arab mengartikan jilbab sebagai jenis pakaian yang lebih besar ketimbang selendang besar (rida), yang biasa dipakai kaum wanita untuk menutupi kepala dan dada mereka. Imam Zamakhsari dalam kitabnya Al-Kasyaf mengartikan jilbab secara demikian pula. Kitab Tafsir Majmaul Bayan mengartikan jilbab sebagai kerudung yang biasa dipakai kaum wanita merdeka (bukan budak) untuk menutupi kepala dan muka bila mereka keluar rumah. Al-Hafidz dan Ibnu Hazm mengartikan jilbab sebagai pakaian yang menutup seluruh tubuh (kecuali yang diperbolehkan tampak), dan bukan sebagiannya. 13 Dari sini penulis mengartikan jilbab sebagai pakaian yang luas dan longgar yang menutupi kepala (kecuali bagian-bagian yang menyulitkan bila tertutup) dan dada. Menggunakan pakaian pada dasarnya adalah untuk menutup yang perlu ditutup dan tidak ingin diperlihatkan. Jilbab bukan hanya menutup badan semata, tetapi jilbab itu menghilangkan birahi yang menimbulkan syahwat, maka hendaklah ditutup segala yang memalukan.14
Shihab, Jilbab..., h. 44 Mulhandy Ibnu Al-Hajj, dkk., Tanya Jawab Tentang Jilbab, (Bandung: Espe Press, 1992), Cet. III, h. 5 13 Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Quran dan Sunnah, (Bandung: Mizan, 1989), Cet. III, h. 59-60 14 Fachruddin, Aurat, h. 33
12 11

Jilbab berasal dari bahasa Arab yang jamaknya jalabiib. Artinya pakaian

15

2. Batas-Batas Aurat a. Aurat laki-laki Aurat laki-laki berada di antara pusat sampai lutut di dekat laki-laki dan perempuan muhrim, begitu juga dalam shalat. Tidak terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hal ini. b. Aurat perempuan Dalam konteks pembicaraan tentang aurat wanita, ada dua kelompok besar ulama masa lampau. Yang pertama menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, tanpa kecuali. Dan kelompok kedua mengecualikan wajah dan telapak tangan. Ada lagi ulama-ulama dan yang menambah tersebut lebih beberapa banyak

pengecualian,

penambahan

pengecualian

pertimbangan logika dan adat istiadat serta prinsip umum agama, ketimbang teks-teks ayat Al-Quran dan Hadits Nabi Saw.15 Kata Ibnu Rusyd dan Asy-Syaukani, semua pendapat ulama mengenai batas aurat perempuan merujuk pada Surat An-Nuur Ayat 31. Perbedaan pendapat muncul karena perbedaan mereka dalam menafsirkan frase illa ma dzahara minha (kecuali yang biasa tampak terbuka). Dalam ayat tersebut perempuan diperintahkan untuk tidak membuka auratnya kecuali yang memang biasa terbuka. Ada beberapa interpretasi tentang pengecualian yang biasa tampak terbuka ini. Sebagian mengatakan yang termasuk kategori ma dzahara minha adalah muka dan telapak tangan. Oleh karena itu muka dan kedua telapak tangan boleh dibiarkan terbuka dan tidak termasuk aurat perempuan yang wajib ditutupi. Sebagian yang lain mengatakan bahwa muka, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki termasuk pengecualian ma dzahara minha, sehingga tidak termasuk aurat perempuan yang wajib ditutupi. Bahkan sampai setengah dari lengan tangan dan sedikit di atas tumit masih boleh tidak ditutup. Sebagian mengatakan bahwa ma dzahara minha artinya yang terbuka secara tidak sengaja seperti tersingkap angin, terjatuh, tersangkut atau terkena hal-hal lain yang tanpa disengaja membuka auratnya. Bagi pendapat yang
15

Shihab, Jilbab, h. 52

16

terakhir ini, seluruh anggota tubuh perempuan termasuk muka, telapak tangan dan telapak kaki adalah aurat perempuan yang wajib ditutupi. Perbedaan interpretasi masing-masing ulama di atas didasarkan pada beberapa hal: teks hadits, perkataan sahabat, dan logika hukum (illat) yang terkait secara langsung dengan realitas budayanya yang berkembang.16 Akan tetapi muncul penafsiran lain dari para ulama kontemporer terhadap batas aurat wanita. Beberapa dari mereka ada yang berpendapat bahwa berjilbab bukanlah suatu kewajiban. Ada yang mengatakan bahwa jilbab hanyalah suatu adat kebiasaan masyarakat, jilbab akan menyulitkan kaum wanita dan sebagainya. c. Pendapat Ulama Kontemporer Mengenai Batas Aurat Wanita Yang paling popular dalam konteks perempuan adalah Qasim Amin (1803-1908) yang dijuluki dengan gelar Muharrirul Marah (Pembebas Perempuan). Cendekiawan Mesir yang merupakan alumnus ilmu hukum dan menimba ilmu serta pengalaman di Perancis ini, menerbitkan sebuah buku pada tahun 1899 M dengan judul Tahrirul Marah (Pembebasan Perempuan). Dalam konteks pakaian, Qasim Amin menegaskan bahwa tidak ada satu ketetapan agama (nash dari syariat) yang mewajibkan pakaian khusus (hijab atau jilbab). Pakaian yang dikenal itu -menurutnya- adalah adat kebiasaan yang lahir akibat pergaulan masyarakat Mesir (Islam) dengan bangsa-bangsa lain yang mereka anggap baik dan karena itu mereka menirunya lalu menilainya sebagai tuntunan agama. Ia juga berpendapat bahwa al-Quran membolehkan perempuan menampakkan sebagian dari tubuhnya di hadapan orang-orang yang bukan mahramnya, akan tetapi al-Quran tidak menentukan bagian-bagian mana dari anggota tubuh itu yang boleh terbuka.17 Terlepas dari siapa pencetus ide tentang pakaian wanita, yang berbeda sedikit atau banyak dari pendapat-pendapat ulama terdahulu, mereka juga memiliki dalih atau dalil yang menjadi dasar pemikiran mereka. Pada garis besarnya para cendekiawan dapat dibagi dalam dua kelompok: Kelompok
16 17

Muhammad, Fiqh h. 56 Shihab, Jilbab, h. 114

17

pertama: mengemukakan pendapatnya tanpa dalil keagamaan atau kalaupun ada, maka itu sangat lemah lagi tidak sejalan dengan kaidah-kaidah dan disiplin agama. Kelompok kedua: merujuk kepada kaidah-kaidah keagamaan yang juga diakui oleh para ulama, hanya saja dalam penerapannya tidak mendapat dukungan Ulama terdahulu, dan sebagian ulama kontemporer.18 Kelompok pertama antara lain ada yang menyatakan bahwa pakaian tertutup merupakan salah satu bentuk perbudakan dan lahir ketika lelaki menguasai dan memperbudak wanita. Ada juga yang berkata, Hijab yang bersifat material (pakaian tertutup) atau yang bersifat immaterial (atau keduanya bersama-sama) telah menutup keterlibatan perempuan dalam kehidupan, politik, agama, akhlak dan lain-lain. Ada lagi yang tegas berkata, Saya menolak hijab, karena menutup atau telanjang, keduanya menjadikan wanita jasad semata. Saya, ketika menutup badan saya, maka itu mengandung arti bahwa saya adalah fitnah dan akan merayu lelaki bila membuka pakaian. Ini keliru, karena saya adalah akal dan bukan jasad yang mengundang syahwat atau rayuan. Pendapat-pendapat di atas mereka kemukakan tanpa dalil kecuali subyektifitas mereka.19 Mahmud Syahrur merupakan salah seorang cendekiawan yang berusaha menampilkan pendapat baru. Dalam konteks pakaian Syahrur menjelaskan bahwa: Pakaian tertutup yang kini dinamai hijab bukanlah kewajiban agama, tetapi ia adalah salah satu bentuk pakaian yang dituntut oleh kehidupan bermasyarakat dan lingkungan serta dapat berubah dengan perubahan masyarakat. Orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam, juga pada masa kenabian Muhammad saw. dan sesudahnya, membedakan antara pakaian wanita merdeka dan hamba sahaya. Pakaian wanita merdeka adalah penutup kepala yang dapat menampik sengatan panas dan dapat menghimpun rambut sehingga tidak berantakan, serta pakaian panjang yang menutupi bagian bawah badan. Ini, karena waktu itu belum dikenal pakaian dalam. Pakaian wanita merdeka ketika itu juga longgar sehingga menjadikan mereka bebas bergerak dalam segala aktifitas mereka. Pakaian itu tidak memiliki bagian terbuka kecuali satu, yaitu tempat memasukan kepala,
18 19

Shihab, Jilbab, h. 117-118 Shihab, Jilbab, h. 118

18

sehingga bila wanita-wanita itu berpakaian buah dada mereka dapat terlihat, khususnya bila mereka tunduk. Bagian inilah yang diperintahkan oleh QS. An-Nuur: 31 untuk ditutupi dengan penutup kepala. Pakaian hamba sahaya wanita berbeda sama sekali dengan pakaian tersebut. Karena pertama, para hamba sahaya itu bekerja pada tuan-tuan mereka dalam hal menyiapkan makanan, minuman, pekerjaan rumah tangga serta berbelanja ke pasar. Kedua, untuk membedakan kedudukan sosial antara orang merdeka dan hamba sahaya.20 Sementara pakar yang menolak pendapat Syahrur di atas menyatakan bahwa, kalaupun cara berpakaian sebagaimana yang disebutkannya, merupakan adat kebiasaan masyarakat ketika itu, tetapi tuntunan agama menyangkut pakaian sebagaimana terbaca dalam al-Quran dan Sunnah telah menerima kebiasaan itu sebagai sesuatu yang baik. Dengan demikian, tidak wajar untuk dihapus begitu saja.21 Menyangkut Firman Allah Wa la yubdiina ziinatahunna illa ma dzahara minha yang artinya janganlah mereka menampakkan hiasan mereka kecuali apa yang tampak darinya (QS. An-Nuur[24]:31). Dalam konteks perempuan Syahrur berkata: Hiasan perempuan adalah tubuhnya. Namun demikian hiasan tersebut terbagi menjadi dua. Ada hiasan yang jelas, nyata dan ada juga hiasan yang tersembunyi. Hiasan yang tampak yang dimaksud ayat di atas adalah hiasan yang nyata dan jelas. Yang nyata dan jelas adalah bagian-bagian badan wanita yang nampak ketika ia diciptakan-Nya seperti kepala, perut, punggung, kedua kaki dan kedua tangan. Ini karena Allah menciptakan laki-laki dan perempuan tanpa busana. Sedang yang tersembunyi adalah yang tidak nampak ketika penciptaan, yakni yang disembunyikan Allah dari sosok perempuan. Yang tersembunyi ini adalah apa yang diistilahkan oleh Al-Quran dengan juyub dan diartikan dengan bagian-bagian badan wanita yang mempunyai dua tingkat yang berlubang yaitu, antara kedua payudara, apa yang di bawah payudara, yang di bawah perut, kemaluan, dua sisi pantat. Bagian-bagian tersebutlah yang harus ditutup perempuan dengan khimar. 22

20 21

Shihab, Jilbab, h. 118-119 Shihab, Jilbab, h. 120 22 Shihab, Jilbab, h. 121-122

19

Menurut Quraish Shihab, apa yang dikemukakan Syahrur di atas sangatlah sulit untuk diterima. Kalaulah dasar yang digunakan dalam menentukan hiasan yang nyata adalah yang nampak ketika Allah menciptakan manusia, maka mengapa kemaluan, pantat dan lain-lain dia jadikan hiasan yang tersembunyi? Bukankah bagian-bagian itu juga nampak ketika manusia lahir? Bukankah seperti yang ia katakan sendiri bahwa manusia lahir dalam keadaan telanjang? Selanjutnya, bukankah hidung, mulut dan juga kedua telinga memiliki lubang, maka mengapa dia tidak termasuk dalam hiasan yang tersembunyi? Kalau logika Syahrur digunakan maka itu berarti wajah wanita harus ditutup juga.23 Dan masih banyak lagi pendapat dari Syahrur yang banyak dibantah oleh beberapa ulama. Kelompok kedua dari sementara cendekiawan bahkan ulama kontemporer mengemukakan pendapat mereka atas dasar kaidah-kaidah yang juga diakui oleh ulama terdahulu, tetapi ketika sampai pada penerapannya dalam memahami pesan-pesan ayat atau hadits, mereka mendapat sorotan dan bantahan dari ulama-ulama yang menganut paham ulama terdahulu. Beberapa prinsip yang mereka jadikan dasar pertimbangan dalam mengemukakan pandangan mereka menyangkut hukum, termasuk dalam hal aurat wanita. Pertama: Al-Quran dan Sunnah Nabi sama sekali tidak menghendaki adanya masyaqqah. Karena itu lahir rumus yang menyatakan: Begitu sesuatu telah menyempit yakni sulit, maka segera lahir kemudahan. Kedua: Hadits-hadits Nabi adalah sumber hukum kedua, tetapi ia baru dapat menjadi dasar penetapan hukum jika hadits tersebut dinilai shahih oleh yang bersangkutan. Ketiga: Ketetapan hukum berkisar pada illatnya, selama illat itu ada, maka hukum tetap berlaku, dan bila illat itu telah tiada, maka gugur pula keberlakuan hukum. Keempat: Perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya tidak harus selalu diartikan wajib atau haram, tetapi bisa juga perintah itu dalam arti anjuran, sedang larangan-Nya bisa juga diartikan sebaiknya ditinggalkan. Kelima: Adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam penetapan hukum. Karena itu dinyatakan bahwa, Adat dapat berfungsi sebagai
23

Shihab, Jilbab, h. 122

20

syarat, dan apa yang ditetapkan oleh adat kebiasaan, dapat dinilai telah ditetapkan oleh agama.24 Demikian beberapa prinsip yang seringkali dikemukakan oleh para ulama kontemporer, dan yang memang diakui juga oleh ulama masa lampau, namun sebagian mereka baru menerapkannya jika memenuhi beberapa syarat, sedang sebagian dari pendapat-pendapat yang baru muncul, tidak jarang dinilai oleh ulama lainnya sebagai tidak memenuhi persyaratan yang semestinya.25 Menyangkut masyaqqah, Ibnu Athiyah menyatakan: Berdasar redaksi ayat, wanita diperintahkan untuk tidak menampakkan diri dan berusaha menutup segala sesuatu yang berupa hiasan. Pengecualian adalah berdasarkan keharusan gerak menyangkut (hal-hal) yang mesti, atau untuk perbaikan sesuatu dan semacamnya. 26 Al-Qurthubi berkomentar bahwa, Pendapat Ibnu Athiyah ini baik. Hanya saja karena wajah dan kedua telapak tangan seringkali (biasa) tampak. Maka sebaiknya redaksi pengecualian kecuali yang tampak darinya dipahami sebagai kecuali wajah dan kedua telapak tangan yang biasa tampak itu. ini pendapat yang lebih kuat atas dasar kehati-hatian dan mempertimbangkan kebejatan manusia.27 Syekh Muhammad Ali As-Sais, salah seorang dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Al-Azhar menulis bahwa, Dalam satu riwayat dari Imam Abu Hanifah dinyatakan bahwa kedua kaki pun bukan aurat. Paham ini mengajukan alasannya yaitu bahwa kaki lebih menyulitkan apabila harus ditutup ketimbang tangan. Pakar hukum Abu Yusuf salah seorang murid sekaligus sahabat Imam Abu Hanifah bahkan berpendapat bahwa kedua tangan wanita bukan aurat, karena dia menilai bahwa mewajibkan untuk menutupnya akan menyulitkan wanita.28

24 25

Shihab, Jilbab, h. 127-130 Shihab, Jilbab, h. 131 26 Shihab, Jilbab, h. 132 27 Shihab, Jilbab, h. 132 28 Shihab, Jilbab, h. 133

21

Menyangkut masyaqqah, penulis setuju dengan apa yang dikatakan oleh Al-Qurthubi yang mengatakan bahwa, sebaiknya redaksi pengecualian kecuali yang tampak darinya dipahami sebagai kecuali wajah dan kedua telapak tangan yang seringkali (biasa) tampak. Pendapat ini didasarkan atas kehatihatian. Syekh Muhammad Suad Jalal salah seorang ulama Al-Azhar, Mesir berpendapat bahwa: Yang menjadi dasar dalam menetapkan apa yang boleh nampak dari hiasan wanita adalah apa yang berlaku dalam adat kebiasaan suatu masyarakat, sehingga dalam masyarakat yang tidak membolehkan penampakkan lebih dari penampakkan kedua telapak tangan, maka itulah yang berlaku buat mereka, sedangkan dalam masyarakat yang membolehkan penampakkan lebih dari wajah dan kedua telapak tangan, maka itulah yang berlaku buat mereka dan seterusnya.29 Psikolog Indonesia Sarlito Wirawan menyatakan bahwa: Ada dua pihak yang terkena dampak dari aurat yang terbuka; yang bersangkutan sendiri dan yang melihatnya. Perasaan-perasaan yang ditimbulkan ini, subjektif sifatnya, tergantung pada kondisi orangorang yang bersangkutan dan system nilai yang dianutnya. Wanita Jawa yang masih berbusana tradisional menganggap biasa untuk memperlihatkan dadanya bagian atas yang terbuka. Dan ini tidak masalah bagi mereka.30 Abu Ishaq Asy-Syatibi (w. 1388 M) mengatakan bahwa adat dari segi wujudnya dalam kenyataan terbagi menjadi dua. Pertama, yang tidak berbeda dari satu masa, tempat dan keadaan seperti kebutuhan makan dan minum, gembira dan sedih, dan sebagainya. Kedua, yang berbeda akibat perbedaan masa, tempat dan keadaan seperti mode pakaian, rumah dan sebagainya. Atas dasar pandangan di atas, maka Muhammad Ath-Thahir Ibnu Asyur menulis bahwa: cara-cara pemakaian jilbab (maksudnya di sini kerudung) berbedabeda sesuai dengan perbedaan-perbedaan keadaan wanita-wanita yang dijelaskan oleh adat-istiadat. Sedang maksud, tujuannya di sini adalah apa

29 30

Shihab, Jilbab, h. 135 Shihab, Jilbab, h. 136

22

yang ditunjuk oleh Firman Allah: Yang demikian itu supaya mereka lebih (mudah untuk) dikenal, sehingga mereka tidak diganggu.31 Penulis setuju dengan apa yang dikatakan oleh Quraish Shihab, kendati masyaqqah atau kesulitan dan adat kebiasaan menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum, tetapi itu bukanlah berarti bahwa semua masyaqqah demikian itu halnya. Bepuasa misalnya, merupakan masyaqqah bagi seorang dewasa yang sehat dan berakal, namun demikian itu mereka memperoleh izin untuk tidak berpuasa. Masyaqqah yang dimaksud adalah yang benar-benar mengakibatkan kesulitan dan kepayahan bagi yang bersangkutan dan yang biasanya sulit dipikul oleh manusia dewasa yang normal.32 Penilaian terhadap apa yang dianggap rawan atau tidak rawan dari tubuh wanita (aurat), memiliki kaitan dengan nalar dan adat kebiasaan suatu masyarakat. Namun sama sekali bukan berarti agama melepaskan kendali kepada adat kebiasaan, tanpa kontrol dari prinsip-prinsip ajaran Islam serta norma-norma umum. Menjadikan adat kebiasaan sebagai dasar penetapan hukum tanpa kontrol nilai-nilai agama dan dalam koridornya, mengakibatkan runtuhnya nilai-nilai agama, sedang salah satu tujuan pokok kehadiran agama adalah memelihara kelangsungan-kelangsungan nilai-nilainya. Betapapun longgarnya seorang ulama atau cendekiawan muslim dalam hal aurat, masingmasing mereka tetap menegaskan adanya bagian-bagian tubuh-baik pria maupun wanita-yang selalu dapat menimbulkan rangsangan sehingga harus tetap tertutup, kendati bagian tubuh itu telah terbiasa kelihatan. Muhammad Said Al-Asymawi dalam buku Haqiqat Al-Hijab Wa Hujjiyat Al-Hadits yang memuat polemik antara Al-Asymawi dengan Muhammad Sayyid Thanthawi. Al-Asymawi yang merupakan mantan Hakim agung Mesir itu mengemukakan pendapatnya tentang makna QS. An-Nuur [24]: 31 berikut ini:

31 32

Shihab, Jilbab, h. 138-139 Shihab, Jilbab, h. 134

23

Sebab turun ayat ini adalah karena wanita-wanita pada zaman Nabi saw. Menutup kepala mereka dengan kerudung-kerudung dan mengulurkannya ke arah punggung mereka sehingga bagian atas dada dan leher dibiarkan tanpa sesuatu pun yang menutup keduanya. Maka ayat di atas memerintahkan wanita-wanita mukminah agar mengulurkan kerudung mereka (ke arah depan) sehingga menutup lubang baju (tempat masuknya kepala pada jilbab) guna menutup dada mereka. Ayat di atas bertujuan memerintahkan menutup dada sebagai ganti keterbukaannya dan bukan bermaksud menetapkan pakaian tertentu. Boleh jadi juga -lanjut Al-Asymawi- illat ketetapan hukum pada ayat ini adalah mewujudkan perbedaan antara wanitawanita mukminah dengan yang bukan mukminah. Ketetapan hukum dalam setiap perintah di atas merupakan ketetapan hukum sementara. Ayat ini berkaitan dengan kebiasaan wanita-wanita Arab pada masa turunnya al-Quran, yakni at-tabadzdzul (kurang memperhatikan kesopanan dalam berpakaian dan bertingkah laku). Kaidah dalam ilmu Ushul Fiqh menyatakan bahwa Ketetapan hukum selalu berbarengan dengan illat dalam keberlakuan hukum itu atau ketidak berlakuannya. Illat hukum yang disebut pada ayat itu kini telah tiada, karena pada masa ini tidak ada lagi hamba-hamba sahaya. Ini berarti ketetapan hukum menjadi batal dan tidak wajib diterapkan berdasar syariat agama.33 Muhammad Sayyid Thanthawi, Mufti Mesir, dalam bantahannya menilai pandangan serta kesimpulan yang diberikan oleh al-Asymawi merupakan penafsiran yang jauh dari kebenaran, karena Ayat Suci itu jelas memerintahkan Nabi saw. agar memerintahkan isteri-isteri beliau, anak-anak perempuan beliau, wanita-wanita mukminah agar senantiasa memperhatikan al-Hisymah (kesopanan, ketertutupan dan rasa malu) dalam segala keadaan mereka.34 Sekian banyak syarat yang harus dipenuhi untuk menamakan sesuatu sebagai illat. Salah satu di antaranya adalah ia merupakan sesuatu yang jelas lagi dapat terukur dan yang atas dasar adanya hukum ditetapkan, lalu sebaliknya atas dasar ketiadaannya lagi hukum terangkat (tidak berlaku lagi). Tetapi, kalau sesuatu itu tidak dapat terukur, maka ia dinamakan hikmah bukan illat. Yang penting dalam konteks pakaian wanita adalah memakai pakaian yang terhormat -sesuai dengan perkembangan budaya positif yang
33 34

Shihab, Jilbab, h. 141-145 Shihab, Jilbab, h. 145-146

24

terhormat- dan yang mengantar mereka tidak diganggu atau mengganggu dengan pakaiannya itu. Apakah keterhormatan dan ketidakhormatan seseorang merupakan sesuatu yang jelas serta dapat terukur sehingga ia dinamai illat? Dalam konteks pakaian yang terhormat, sementara pakar kontemporer menyimpulkan bahwa maksimal yang dapat terbuka dari tubuh wanita adalah lehernya ke atas, serta setengah tangannya dan setengah betisnya.35 Said al-Asymawi menambahkan bahwa: Ayat-ayat yang ditunjuk (sebagai dalil kewajiban memakai jilbab) tidaklah mengandung ketetapan hukum yang qathiy (pasti). Seandainya salah satu dari ayat-ayat tersebut mengandung makna kepastian itu, maka tentu tidaklah dibutuhkan adanya penegasan tentang hukum itu untuk kedua kalinya dan pada ayat yang lain. Keragaman ayat-ayat itu menunjukkan bahwa setiap ayat mempunyai arah khusus dan tujuan tertentu serta perbedaan dengan yang lain, karena manusia penetap hukum pun tidak melakukan pengulangan atau sesuatu yang tidak berguna, apalagi Tuhan Penetap Hukum yang Maha Agung. 36 Mengenai hal ini Quraish Shihab berpendapat bahwa: Logika al-Asymawi di atas tidak sepenuhnya tepat. Al-Quran bukanlah Kitab hukum yang disusun sebagaimana kitab hukum ciptaan manusia. Al-Quran menganekaragamkan redaksi-redaksi tuntunannya sehingga ketetapan hukumnya tersusun dalam bahasa yang segar dan menyegarkan, tidak kaku sebagaimana kitab ciptaan manusia. Tidak jarang Wahyu Illahi itu mengulangi tuntunannya, karena boleh jadi di kali pertama manusia belum menyambutnya dengan baik, atau ditujukan kepada pihak lain yang belum melaksanakannya secara sempurna. Itu sebabnya, berulang-ulang perintah al-Quran untuk melaksanakan shalat, zakat dan lain-lain. 3. Syarat-Syarat Mengenakan busana muslimah (jilbab) a. Hendaknya menutupi seluruh badan atau kecuali wajah dan telapak tangan37

Shihab, Jilbab, h. 147-148 Shihab, Jilbab, h. 148-149 37 Muhammad ibn Ismail al-Muqaddam, dkk, Jilbab Itu Cahayamu, (Jakarta: Mirqat, 2007) Cet. I, h. 47
36

35

25

Seperti yang dikatakan oleh para ulama klasik. Dan terjadi perbedaan pendapat tentang menyingkap kedua lengan, betis dan leher pada ulama kontemporer. b. Tidak menjadikan jilbab itu sendiri sebagai hiasan Dengan adanya perintah berjilbab Allah Swt telah memerintahkan wanita untuk menutupi perhiasannya. Sehingga sangatlah tidak masuk akal apabila para wanita malah berhias dengan jilbab itu sendiri.38 c. Hendaknya terbuat dari kain tebal dan tidak transparan Sebab fungsi jilbab tidak terealisasi kecuali dengan pakaian tersebut. Dengan model pakaian yang transparan malah menjadikan wanita terlihat telanjang.39 d. Hendaknya berbentuk lebar, longgar dan tidak sempit Sebab tujuan dari berhijab adalah menghindari fitnah. Adapun pakaian yang sempit akan memperlihatkan seluruh lekuk tubuh wanita. Yang akan memberi gambaran pada pandangan kaum lelaki. Dan berujung pada kerusakan serta timbulnya fitnah.40 e. Bukan dipakai sebagai pakaian syuhrah Adapun definisi pakaian syuhrah adalah segala jenis pakaian yang dimaksudkan untuk terkenal di mata manusia. Termasuk di dalamnya pakaian mewah lagi mahal yang dipakai untuk berbangga diri di dunia dengan segala perhiasannya.41 f. Tidak memilih warna kain yang kontras (menyala), sehingga menjadi pusat perhatian orang.42 Warna yang terlalu menyala akan membuat wanita menjadi pusat perhatian. Ini akan mengundang pandangan laki-laki dan kemungkinan berimplikasi pada hal-hal yang kurang baik. g. Busana tidak bercorak glamour
al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 47 al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 47-48 40 al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 48 41 al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 50 42 Abdul Hamid Al-Bilaly, Apa Yang Menghalangi Seorang Wanita Berjilbab, (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2000), Cet. III, h. 65
39 38

26

Dilarang bagi seorang wanita muslimah, memilih berbagai corak pakaian yang hanya menuruti tuntutan kesenangannya dan sama sekali tidak ada relevansinya dengan prinsip-prinsip busana.43

4. Keutamaan Jilbab a. Jilbab adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya Allah Subhaanahu wa Taala telah mewajibkan taat kepada-Nya dan Rasul-Nya.44 Allah Swt berfirman:

            .          
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. al-Ahzab [33]: 36)45

Perintah berjilbab jelas tercantum dalam Surat An-Nuur Ayat 31, bagaimanapun interpretasi para ulama baik ulama klasik maupun ulama kontemporer dalam menentukan batasan hijab. b. Menjaga iffah (kesucian diri) Allah Swt. menjadikan perintah berhijab sebagai bentuk menjaga kesucian diri.46 Allah Berfirman:

                  

Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang-orang mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal. (QS. AlAhzab [33]: 59)47

43 Abu Al-Ghifari, Kudung Gaul Berjilbab Tapi Telanjang, (Bandung: Mujahid, 2002), Cet. II, H. 63 44 al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 5 45 Departemen Agama RI, Al Quran Al Karim dan Terjemahnya, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1996), h. 337 46 al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 6 47 Departemen Agama, Al Quran, h. 340

27

Jilbab berfungsi untuk menutupi aurat dan menjadikan mereka wanitawanita yang terpelihara. Firman Allah, karena itu mereka tidak diganggu dengan berhijab, niscaya orang-orang fasiq tidak lagi mengganggu mereka. Dan dalam ayat tersebut karena itu mereka tidak diganggu terdapat isyarat bahwa kebaikan seorang wanita ketika itu ia tidak lagi mendapat gangguan dengan hijab tersebut, dan aman dari fitnah dan kejahatan. c. Jilbab adalah buah keimanan Tidaklah Allah Taala menurunkan ayat tentang hijab kecuali ditujukan kepada wanita-wanita yang beriman. 48 Firman Allah:

Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman. (QS. AnNuur [24]: 31).49 Dalam ayat lain

Dan wanita-wanita beriman. (QS. Al-Ahzab [33]: 59).50 d. Jilbab adalah pakaian taqwa Allah Berfirman:

 

          

 

Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik. (QS. Al-Araf [7]: 26)51 e. Jilbab adalah bagian dari sifat malu
48 49

Al-Muqaddam, dkk., Jilbab, h. 9 Departemen Agama, Al Quran, h. 282 50 Departemen Agama, Al Quran, h. 340 51 Departemen Agama, Al Quran, h. 121

28

Seperti yang dikatakan tentang definisi aurat, yaitu sesuatu yang menimbulkan birahi/syahwat, membangkitkan nafsu angkara murka

sedangkan ia mempunyai kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup rapi dan dipelihara. f. Jilbab membangkitkan Girrah (rasa cemburu) Jilbab juga sesuai dengan rasa cemburu yang telah menjadi kodrat bagi seorang laki-laki normal. Yang merasa tidak senang dari tatapan liar kepada isteri dan anak-anaknya. 52 5. Faktor-Faktor Yang Menghalangi Seseorang Mengenakan Jilbab a. Membendung gejolak seksual Gejolak nafsu seksual pada setiap manusia adalah sangat besar dan membahayakan. Ironinya, bahaya itu timbul ketika nafsu tersebut ditahan dan dibelenggu. Jika terus-menerus ditekan, ia bisa mengakibatkan ledakan dahsyat.53 Maksudnya hijab malah menimbulkan bahaya yang lebih besar dari syahwat manusia. federal di Amerika halaman 6 buku tertulis: Setiap kasus perkosaan yang ada selalu dilakukan dengan cara kekerasan dan itu terjadi di Amerika setiap enam menit sekali.54 Sebab turunnya Surat Al-Ahzab Ayat 59, -sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Qurthubi dalam Tafsirnya- karena para wanita biasa melakukan buang air di padang terbuka sebelum dikenalnya kakus (tempat buang air khusus dan tertutup). Di antara mereka itu dapat dibedakan antara budak dengan wanita merdeka. Perbedaan itu bisa dikenali, yakni kalau wanitawanita merdeka mereka menggunakan hijab. Dengan begitu para pemuda enggan mengganggunya.55 Jadi hijab akan menghalangi niat pemuda untuk mengganggu wanita yang mengenakan jilbab. Dalam sebuah buku di Berjudul Crime In U.S.A terbitan Pemerintah

52 53

al-Muqaddam, dkk, Jilbab, h. 10 Al-Bilaly, Apa, h. 13 54 Al-Bilaly, Apa, h. 15 55 Al-Bilaly, Apa, h. 17

29

Jadi menurut hemat penulis, seseorang yang enggan mengenakan jilbab dengan alasan di atas tidaklah tepat, dengan alasan: 1) Data statistik telah mematahkan alasan mereka. 2) Yang membangkitkan nafsu seksual laki-laki adalah tatkala ia melihat kecantikan wanita, baik wajah atau anggota tubuh yang mengundang syahwat. Seseorang tidak mungkin melawan fitrah yang diciptakan Allah (kecuali mereka yang dirahmati Allah), sehingga bisa memadamkan gejolak syahwatnya tatkala melihat sesuatu yang membangkitkannya. 3) Orang yang mengaku bisa mendiagnosa nafsu seksual yang tertekan dengan mengumbar pandangan mata kepada wanita cantik dan telanjang sehingga nafsunya akan terpuaskan. Maka yang ada dua kemungkinan: Pertama: orang itu adalah laki-laki yang tidak bisa

terbangkitkan nafsu seksualnya meski oleh godaan syahwat yang bagaimanapun (bentuk dan jenisnya), ia termasuk orang yang dikebiri kelaminnya sehingga dengan cara apapun mereka tidak akan merasakan keberadaan nafsunya. Kedua: laki-laki yang lemah syahwat atau impoten.56 b. Belum mantap Yang berdalih dengan dalih ini tidak bisa membedakan dua hal. Yakni antara perintah Tuhan dan perintah manusia. Jika perintah itu datangnya dari manusia, maka manusia bisa benar dan bisa salah. Adapun jika perintah itu salah satu dari perintah Allah, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan, saya belum mantap.57

                     

Allah Swt Berfirman:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak juga perempuan mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah

56 57

Al-Bilaly, Apa, h. 19 Al-Bilaly, Apa, h. 20

30

menetrapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al-Ahzab [33]: 36)58

     
Kami dengar dan kami taat. (mereka berdoa), ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. (QS. AlBaqarah [2]: 285)59 Ketika Allah memerintahkan kita dengan suatu perintah, Dia Maha mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita. Demikian pula ketika memerintahkan wanita berhijab. Kita meyakini, yang menciptakan manusia dan membentuknya adalah Tuhan manusia, yaitu Allah. Karena itu, sangat wajar jika Allah yang lebih mengetahui tentang apa yang membahayakan dan yang memberi manfaat bagi manusia. c. Iman itu letaknya di hati Mereka berusaha menafsirkan sebagian hadits tetapi tidak sesuai dengan yang dimaksudkan. Seperti sabda Nabi SAW:

         

Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tetapi dia melihat hati dan amalmu sekalian. Dengan hadits ini Rasulullah hendak menjelaskan makna keikhlasan bagi diterimanya suatu amal perbuatan.60 Definisi iman menurut jumhur ulama Ahlussunnah wal Jamaah adalah: keyakinan dalam hati, pengucapan dengan lisan dan pelaksanaan dengan anggota badan.
58 59

 

61

Orang yang beriman hanya dengan hatinya tapi tidak

Departemen Agama, Al Quran, h. 337 Departemen Agama, Al Quran, h. 38 60 Al-Bilaly, Apa, h. 27 61 Al-Bilaly, Apa, h. 28

31

disertai dengan amalan anggota badan, merupakan suatu kebohongan atau mungkin ketidaktahuan.

           
Ia (iblis) enggan dan takabur dan dia termasuk golongan orangorang kafir. (QS. Al-Baqarah [2]: 34)62 d. Allah belum memberikan hidayah Bagaimana seseorang mengetahui bahwa Allah belum memberinya hidayah? Jika ada yang mengakui hal ini maka ada salah satu dari dua kemungkinan: Pertama: Dia mengetahui ilmu ghaib yang ada di dalam kitab yang tersembunyi (lauhul mahfuzh). Kedua: Ada mahluk lain yang mengabarkan padanya tentang nasib dirinya, bahwa dia termasuk wanita yang akan mendapatkan hidayah.63 Kedua jawaban itu tidak mungkin adanya. Allah menciptakan potensi dalam diri setiap mukallaf untuk memilih antara jalan kebenaran atau jalan kebathilan. Jika dia memilih jalan kebenaran menurut kemauannya sendiri maka hidayah taufiq akan datang kepadanya. Jika dia memilih jalan kebathilan menurut kemauannya sendiri, maka Allah akan menambahkan kesesatan padanya dan Dia mengharamkan mendapatkan hidayah taufiq.64 Allah berfirman:

Allah Swt Berfirman:

                       

Katakanlah: Barangsiapa yang berada dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya. (QS. Maryam [19]: 75)65

62 63

Departemen Agama, Al Quran, h. 6 Al-Bilaly, Apa, h. 30 64 Al-Bilaly, Apa, h. 31-32

32

Sunnatullah dalam perubahan nasib, hanya akan terjadi jika manusia memulai dengan mengubah terlebih dahulu dirinya sendiri.66 Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Raad [13]: 11)67 e. Takut tidak laku nikah Pangkalnya adalah perasaan bahwa para pemuda tidak akan ada yang mau memutuskan menikah kecuali jika dia telah melihat badan, rambut, kulit, kecantikan dan perhiasan sang gadis. Jika ia berhijab atau memakai cadar, tentu tidak ada yang bisa dilihat darinya, sehingga enggan mengambil keputusan untuk menikahinya.68 Bisa jadi sikap gadis-gadis yang memperlihatkan aurat akan menjadi bumerang bagi dirinya. Betapa banyak tindakan itu malah membuat para pria enggan menikahinya. Mereka beranggapan, jika wanita itu berani melanggar salah satu perintah Allah, yaitu hijab, tidak menutup kemungkinan dia akan berani melanggar perintah-perintah yang lain. f. Masih belum dewasa Sebenarnya anak-anak tersebut sudah memiliki niat untuk memakai hijab, tetapi kemudian ditunda karena hal ini.69 Ada di antara mereka yang berkata: jangan sampai melarangnya menikmati kehidupan. Dia toh masih belum dewasa. Dia masih senang pakaian yang indah, bersolek dengan berbagai macam make up serta masih suka menampakkan kecantikannya. Semua ini membuatnya lebih berbahagia dan menikmati hidup Yang benar adalah ketika seorang gadis mendapatkan haidh, seketika itu pula ia wajib berhijab.
65 66

        

Departemen Agama, Al Quran, h. 248 Al-Bilaly, Apa, h. 34 67 Departemen Agama, Al Quran, h. 199 68 Al-Bilaly, Apa, h. 36 69 Al-Bilaly, Apa, h. 38

33

g. Mode dan bukan hijab Sebagian wanita ada yang berpendapat: tidak ada yang disebut dengan hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka jika itu hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya? Ada enam macam alasan yang karenanya seorang wanita mengenakan hijab: Pertama: untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya Kedua: untuk bisa mendapatkan jodoh Ketiga: untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya orang baik-baik (riya). Keempat: untuk mengikuti mode Kelima: karena paksaan dari kedua orang tuanya, Keenam: karena mengikuti aturan-aturan syariat. Selain berhijab karena alasan yang terakhir, maka adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah.70 h. Menghalangi berhias Wanita yang memamerkan tubuhnya dan bersolek agar semua orang mengetahui kecantikan dan kelebihan diriku. Berarti rela kecantikkannya itu dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh, rela menjadi barang dagangan yang murah, bagi semua orang, baik yang jahat maupun yang terhormat.71 i. Jilbab Menciptakan Pengangguran Sebagian Sumber Daya Masyarakat Menurut mereka, hijab akan menghalangi wanita untuk beraktivitas dan bekerja. Islam menyuruh wanita untuk tetap tinggal di rumah. 72 Hal ini dapat disanggah oleh beberapa argumen: Pertama: pada dasarnya wanita itu memang lebih baik tetap tinggal di rumahnya. Kedua: Islam memandang bahwa pendidikan anak, penanaman nilai-nilai ahlak dan bimbingan terhadap mereka sebagai kewajiban yang paling hakiki. Ketiga: Islam tidak membebani wanita untuk mencari nafkah.
70 71

Al-Bilaly, Apa, h. 63-64 Al-Bilaly, Apa, h. 66 72 Al-Bilaly, Apa, h. 69

34

Keempat: Islam sangat memperhatikan perlindungan terhadap masyarakat dari kehancuran. Kelima: Islam tidak melarang wanita bekerja. Keenam: dalam kondisi terpaksa, Islam tidak melarang wanita untuk bekerja, selama berpegang teguh dengan tuntunan syariat.73 j. Orang Tua Dan Suami Melarang Berjilbab Dasar permasalahan ini adalah, bahwa ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada ketaatan kepada mahluk, siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati, selama keduanya tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Menyelisihi wali karena

melaksanakan perintah Allah adalah di antara bentuk taqarrub kepada Allah yang paling agung, dan itu sekaligus bentuk dakwah kepada wali.74

C. Perintah Berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31 Di antara yang banyak menjadi rujukan dalam memahami perintah berjilbab adalah al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.75 Allah swt. berfirman:

                                                                     

Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakan hiasan mereka kecuali yang nampak darinya dan hendaklah mereka menutupkan kerudung mereka ke dada mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puteraputera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara

73 74

Al-Bilaly, Apa, h. 69-70 Al-Bilaly, Apa, h. 73 75 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, (Yogyakarta: LkiS, 2002), Cet. II, H. 56

35

perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita, dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang mukmin agar kamu beruntung. (QS. An-Nuur [24]: 31)76 1. Sebab Turunnya Ayat Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Asma banti Murtsid, pemilik kebun kurma sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain di kebunnya tanpa mengenakan kain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, dada, dan sanggul-sanggul mereka. Berkatalah Asma: Alangkah buruknya (pemandangan) ini. Turunnya ayat ini (sampai auraatin nisaa) berkenaan dengan peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir Ibn Abdillah ).77 Shafiyah Binti Syaibah pada suatu waktu berada di tempat Aisyah isteri Rasulullah. Ia menuturkan tentang wanita Quraisy dengan berbagai keutamaannya. Maka Aisyah berkata: Wanita Quraisy dalam beberapa hal mempunyai keutamaan dan kelebihan. Namun demi Allah aku melihat wanita Anshar lebih mulia. Sebab mereka sangat menaati dan jujur kepada Kitabullah, dan sangat memperhatikan setiap wahyu yang turun. Dialog ini terjadi ketika ayat ke-31 diturunkan dan dilatarbelakangi oleh peristiwa Asma Binti Murtsid. (HR. Ibnu Hatim dari Shafiyah binti Syaibah)78 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang wanita membuat dua kantong perak yang diisi dengan untaian batu-batu mutu manikam sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lewat di hadapan sekelompok orang, ia memukulkan kakinya ke tanah sehingga kedua gelang kakinya bersuara karena beradu. Maka turunlah lanjutan ayat ini dari wa la yadhribna bi arjulihinna sampai akhir ayat ini yang melarang wanita mengerakkan
Departemen Agama, Al Quran, h. 282 Qamaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul II, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), Cet. X, h. 383 78 A. Mujab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. I, h. 620
77 76

36

anggota tubuhnya untuk mendapatkan perhatian laki-laki. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadlrami).79

2. Tafsir Ayat Ayat ini berisi pedoman pergaulan antara laki-laki dan wanita yang bukan muhrim. Ayat ini merupakan perintah dari Allah bagi kaum wanita mukmin dan merupakan penghargaan dari Allah bagi suami mereka serta sebagai perbedaan antara mereka dengan wanita jahiliah dan perilaku wanita musyrik. Hukum yang terkandung dalam ayat ini adalah di antara hukum yang bertujuan menjaga akhlak, memelihara nasab, mencegah perbuatan keji dan menjauhkan dari zina.80 Setiap perintah di dalam al-Quran yang ditujukan bagi kaum mukmin berarti juga ditujukan bagi kaum wanita mukminah. Allah mengulang hukum di dalam ayat ini untuk kaum wanita mukminah karena mereka jauh lebih membutuhkan kepadanya.81 Penulis membagi perintah dalam Surat An-Nuur ini menjadi enam, yaitu perintah kepada kaum wanita mukminah untuk: a. Menahan sebagian pandangan Tafsir potongan ayat ini menurut beberapa penafsir adalah: Katakanlah wahai pendidik dan penanggung jawab kaum wanita, apakah engkau itu seorang hakim, suami, atau seorang pengajar, katakanlah kepada mereka, hendaknya mereka menahan sebagian pandangan mereka.82 M. Quraish Shihab menafsirkan potongan ayat ini, yakni tidak membukanya lebar-lebar untuk melihat segala sesuatu yang terlarang, tetapi tidak juga menutupnya sama sekali sehingga merepotkan mereka.83

79 80

Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul, h. 383 Mahmud Hajazy, At-Tafsiir Al-Wadhih Juz 11-20, (Beirut: Daarul Jiil, 1993), Cet. X, h. 673-

674
81 82

Hajazy, At-Tafsiir, h. 674 Hajazy, At-Tafsiir, h. 674 83 Shihab, Jilbab, Cet. I, h. 67

37

Imam

Jalaluddin

Muhammad

dan

Jalaluddin

Abdurrahman

menafsirkannya. Menahan sebagian pandangan mereka dari apa yang tidak dihalalkan bagi mereka untuk melihatnya.84 Tafsir potongan ayat ini dalam kitab Al-Quran dan Tafsirnya, Jangan melihat yang tidak halal bagi mereka seperti aurat laki-laki maupun perempuan antara pusat sampai lutut. Tetapi hendaklah mereka membatasi penglihatan mereka.85 Memejamkan sebagian pandangan mereka, perempuan tidak boleh memperlihatkan sebagian tubuh di antara pusat sampai lutut.86 Sebagian ulama berpandangan bahwa wanita tidak boleh melihat laki-laki asing secara mutlak, dan sebagian lagi berpandangan bahwa wanita boleh melihat laki-laki lain jika tidak disertai dengan syahwat.87 Ahmad Mustafa Al-Maraghi menafsirkan, maka janganlah mereka memandang aurat laki-laki dan aurat wanita yang mereka tidak dihalalkan memandangnya (antara pusar dan lutut). Demikian juga bila mereka memandang selain itu dengan dorongan syahwat, maka hukumnya haram. Tetapi jika tidak dengan dorongan syahwat maka hukumnya tidak haram. Namun demikian, menahan pandangan dari laki-laki asing adalah lebih baik bagi mereka.88 Dari beberapa penafsiran para ulama di atas penulis menyimpulkan bahwa kandungan perintah yang terdapat dalam ayat menahan sebagian pandangan adalah, membatasi penglihatan, tidak membukanya lebar-lebar untuk melihat segala sesuatu yang terlarang, seperti aurat laki-laki maupun perempuan antara pusat sampai lutut. tetapi tidak juga menutupnya sama sekali sehingga merepotkan mereka. Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada

Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul Jalalaini, (Damaskus: Darul Basyair, 1993), Cet. I, h. 206 85 M. Sonhadji, dkk., Al-Quran dan Tafsirnya, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf), h. 623 86 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet. II, h. 795 87 Muhammad Nasib Ar-RifaI, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, penerjemah Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cet. I, h. 488 88 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1993), Cet. II, h. 179

84

38

mendapatkan manfaat, penulis berpendapat bahwa wanita tidak boleh melihat aurat laki-laki asing kecuali dalam keadaan dharurat.

b. Memelihara Kemaluan Tafsir potongan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh para pakar Tafsir: Memelihara secara utuh dan sempurna kemaluan mereka, sehingga sama sekali tidak menggunakannya kecuali pada yang halal, tidak juga membiarkannya terlihat kecuali pada siapa yang boleh melihatnya.89 Memelihara kemaluan mereka dari apa yang tidak boleh mereka lakukan dengannya.
90

Menjaga kelamin mereka jangan sampai mereka berzina atau

terlihat oleh orang lain (yang tidak boleh melihatnya).91 Memelihara kemaluan mereka, tidak boleh menampakkan anggota rahasia kepada seseorang sebagaimana harus memelihara diri dari zina.92 Memelihara kemaluan dari berbagai bentuk pencabulan seperti zina dan perbuatan lain yang ditimbulkan oleh penglihatan.93 Hendaklah mereka mereka memelihara kemaluannya dari perbuatan yang diharamkan seperti berzina, dan hendaknya mereka menutupinya agar tidak dilihat oleh seorangpun.94 Dari Tafsir yang dikemukakan oleh para pakar Tafsir di atas penulis menyimpulkan bahwa Allah memerintahkan kaum wanita mukminah untuk memelihara kemaluannya dari segala perbuatan yang akan membawa mereka pada perzinahan.

c. Tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali yang tampak di dekat pria asing (ajnabiy) Para ulama menafsirkan potongan ayat ini: Janganlah mereka

menampakkan tempat-tempat terletaknya perhiasan mereka. Sesungguhnya Allah melarang dari perhiasan yang maksudnya adalah tempat-tempat
89 90

Shihab, Jilbab, h. 67 Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 206 91 Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 623 92 Ash Shiddieqy, Al-Bayan:, h. 795 93 Ar-RifaI, Ringkasan, h. 488 94 Al-Maraghi, Terjemah, h. 179

39

terletaknya perhiasan mereka sebagai penguatan atau penekanan dalam mencegahnya. Kecuali yang sudah terjadi dalam kebiasaan untuk

memperlihatkannya dikarenakan untuk melakukan hal-hal yang dharurat seperti memperlihatkan wajah dan kedua telapak tangan.95 Janganlah mereka menampakan hiasan, yakni pakaian atau bagian tubuh mereka yang dapat merangsang lelaki, kecuali yang biasa nampak darinya atau kecuali yang terlihat tanpa maksud untuk memperlihatkannya.96 Janganlah mereka menampakkan atau memperlihatkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak darinya yakni wajah dan kedua telapak tangan. Dan diperbolehkan memperlihatkannya bagi seorang ajnabiy (asing) apabila tidak takut timbul fitnah dan apabila hal ini ditakutkan menimbulkan fitnah maka diharamkan.97 Jangan menampakkan perhiasan mereka kepada orang lain kecuali yang tidak dapat disembunyikan menurut adat istiadat mereka kecuali yang terletak pada bagian aurat mereka. Boleh menampakkan seluruh perhiasan mereka kepada suami mereka, dan boleh juga kepada orang-orang yang dikecualikan oleh ayat di atas, kecuali apa yang di antara pusat sampai lutut.98 Tidak memperlihatkan hiasan-hiasan mereka, terkecuali yang biasa terlihat yaitu muka dan telapak tangan.99 tidak boleh menampakkan perhiasannya sedikitpun kepada pria asing, kecuali perhiasan yang tidak mungkin disembunyikan. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang tampak itu adalah wajah, kedua telapak tangan dan cincin. Inilah pendapat yang dikenal oleh mayoritas ulama.100 Hendaklah mereka tidak menampakkan sedikitpun dari perhiasannya dari laki-laki asing, kecuali apa yang biasa tampak dan tidak mungkin disembunyikan, seperti cincin, celak mata dan lipstick. Yang harus disembunyikan seperti gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota,

Hajazy, At-Tafsiir, h. 674 Shihab, Jilbab, h. 67 97 Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul Jalalaini, h. 206 98 Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 623 99 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR., Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), Cet. II, h. 795 100 Ar-RifaI, Ringkasan, h. 489
96

95

40

selempang dan anting-anting, karena semua perhiasan ini terletak pada bagian tubuh, kecuali oleh orang-orang yang dikecualikan ayat di atas.101 Potongan ayat ini kecuali yang tampak menimbulkan perbedaan interpretasi di kalangan ulama. Ulama klasik sebagian menafsirkan perhiasan yang tampak adalah pakaian wanita, dan sebagian lagi menafsirkan perhiasan yang tampak adalah wajah dan kedua telapak tangan wanita. Ada lagi penafsiran dari para ulama kontemporer yang akan penulis bahas pada pembahasan selanjutnya. Potongan ayat ini menunjukkan batas-batas aurat wanita. Penulis sependapat dengan mayoritas ulama yang menyatakan bahwa aurat wanita adalah muka dan telapak tangannya. Penulis tidak sependapat dengan ulama yang memperbolehkan memperlihatkannya bagi seorang ajnabiy (asing) apabila tidak takut timbul fitnah dan apabila hal ini ditakutkan menimbulkan fitnah maka diharamkan. Dalam hal memperlihatkan yang terkena dampak adalah orang yang melihat. Dalam hal ini seorang wanita tidak dapat menentukan dengan pasti apakah memperlihatkan perhiasannya itu dapat menimbulkan fitnah atau tidak. Jadi kesimpulannya, ayat ini memerintahkan kaum wanita mukminah untuk tidak menampakkan perhiasannya yakni semua yang indah yang terdapat dalam diri seorang wanita, kecuali yang biasa tampak, Yakni wajah dan kedua telapak tangan seperti yang dikatakan oleh mayoritas ulama, di dekat pria asing (ajnabiy).

d. Menutupkan kerudung mereka ke dada mereka Tafsir Ayat ini menurut beberapa penafsir adalah: Menutupkan kain kudung ke dadanya, atau menutup kepala-kepala, leher-leher dan dada-dada mereka dengan penutup.102 Menutupkan kain kerudung ke dada, jangan ke belakangnya sehingga leher dan sebagian dada kelihatan.103 hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya yakni sekitar leher dan dan dada agar
101 102

Al-Maraghi, Terjemah, h. 180 Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 206 103 Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 624

41

mereka berbeda dari wanita jahiliah yang suka membukakan dada, leher dan kepang rambutnya.104 Al-Khumur merupakan bentuk jamak dari khimar yang berarti sesuatu yang digunakan untuk menutupi kepala. Hendaknya mereka membelitkan sisa kain penutup kepala ke leher dan dada hingga tertutup.105 Hendaklah mereka mengulurkan kudungnya ke dada bagian atas di bawah leher, agar dengan demikian mereka dapat menutupi rambut, leher dan dadanya, sehingga tidak sedikitpun daripadanya yang terlihat. 106 Sudah menjadi kebiasaan buruk orang-orang pada zaman jahiliah, para wanitanya membiarkan terbuka an-nahr (leher sebelah ke bawah atau sebelah ke atas dada) dan dadanya. Ironisnya, kebiasaan buruk ini juga dilakukan oleh masyarakat kita saat ini. Maka dari itu Allah memerintahkan para wanita untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang banyak dilakukan itu.107 Potongan ayat di atas menunjukkan bahwa kaum wanita mukminah diperintahkan untuk mengulurkan jilbab ke dada hingga menutupi rambut, leher dan dadanya, sehingga tidak sedikitpun daripadanya yang terlihat.

e. Janganlah memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada orangorang yang disebutkan dalam ayat tersebut. Tafsr Ayat ini menurut beberapa penafsir adalah: Janganlah mereka menampakkan perhiasan yakni keindahan tubuh mereka, kecuali kepada orang-orang yang disebutkan dalam ayat tersebut.108 Janganlah menampakkan perhiasan mereka yang tersembunyi selain wajah dan telapak tangan, kecuali bagi orang-orang yang dikecualikan oleh ayat di atas. Diperbolehkan bagi mereka untuk melihatnya kecuali apa yang di antara pusar sampai lutut maka diharamkan, kecuali para suami. Tidak termasuk perempuan-perempuan kafir, tidak diperbolehkan bagi wanita-wanita untuk memperlihatkan kepada mereka.109 Diperbolehkan perhiasan wanita terlihat oleh semua mahram yang
104 105

Ar-RifaI, Ringkasan, h. 489 Ar-RifaI, Ringkasan, h. 490 106 Al-Maraghi, Terjemah, h. 180 107 Hajazy, At-Tafsiir, h. 674-675 108 Shihab, Jilbab, h. 67 109 Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 207

42

dikecualikan dari ayat di atas. Asal tidak sengaja dipertontonkan. Wanitawanita Islam, kecuali wanita dzimmi agar wanita itu tidak menceritakan ihwal wanita muslim kepada suaminya.110 Mayoritas ulama berpendapat bahwa wanita muslim boleh kelihatan perhiasannya di hadapan budaknya baik lakilaki maupun perempuan.111 Atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan, Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud ialah orang sakit mental yang tidak memilki syahwat. Atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita, yaitu anak-anak yang belum memahami soal wanita dan auratnya, yang berkenaan dengan suara, kelembutan ketika berjalan, gerak dan diamnya wanita.112 Kecuali kepada suami mereka, karena sesungguhnya para suamilah yang dituju dengan perhiasan itu dan para isteri diperintahkan untuk mengenakannya untuk kepentingan mereka. Atau kepada bapak isteri, sampai putera saudara perempuan, karena seringnya bergaul bersama mereka dan jarang terjadi godaan di antara mereka. Juga karena tabiat yang sehat enggan untuk berbuat buruk terhadap kerabat. Di samping itu mereka dibutuhkan untuk menjadi teman di dalam perjalanan di waktu naik maupun turun. Atau budak-budak perempuan yang mereka miliki. Adapun budak lakilaki berselisih paham.113 Atau para pembantu laki-laki yang sudah tidak memiliki keinginan terhadap wanita, yaitu orang-orang yang mengikuti suatu kaum untuk mendapat kelebihan makanan dari mereka, tidak mempunyai tujuan lain selain itu tidak pula mempunyai kebutuhan terhadap wanita, baik karena mereka sudah berusia lanjut hingga syahwatnya telah hilang maupun karena mereka telah dikebiri. Atau anak-anak yang belum baligh, belum mempunyai syahwat dan belum mampu menggauli wanita.114

110 111

Ar-RifaI, Ringkasan, h. 490 Ar-RifaI, Ringkasan, h. 491 112 Ar-RifaI, Ringkasan, h. 492 113 Al-Maraghi, Terjemah, h. 181 114 Al-Maraghi, Terjemah, h. 182

43

Inilah orang-orang yang dikecualikan oleh Allah, diperbolehkan bagi seorang wanita membiarkan terbuka perhiasannya di dekat mereka, selain apa yang di antara pusat sampai lutut.115

f. Janganlah menghentakkan kaki mereka supaya diketahui apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka Potongan ayat ini ditafsirkan oleh beberapa ulama: Janganlah mereka melakukan sesuatu yang dapat menarik perhatian laki-laki misalnya dengan menghentakkan kaki mereka yang memakai gelang kaki atau hiasan lainnya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Demikian juga janganlah mereka memakai wewangian yang dapat merangsang siapa yang ada di sekitarnya.116 Janganlah mereka menghentakkan kaki mereka supaya diketahui apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka, dari gelang-gelang yang bergemerincing.117 Jangan menghentakkan kaki mereka sehingga menarik perhatian laki-laki untuk melihat perhiasan yang tersebunyi di kaki mereka.118 salah satu kebiasaan wanita jahiliah adalah ketika berjalan sedang kakinya menggunakan gengge, maka dia memukulkan kakinya ke tanah sehingga kaum laki-laki dapat mendengar gemerincingnya. Lalu Allah melarang kaum wanita mukmin untuk melakukan hal itu. Juga dilarang memakai parfum dan wewangian lainnya.119 Dan hendaklah mereka tidak memukulkan kakinya ke tanah agar gelang kakinya bergemerincing, karena yang demikian itu dapat membangkitkan kecenderungan kaum laki-laki kepada mereka. Di antara lakilaki ada yang tergugah syahwatnya oleh godaan perhiasan, lebih dari melihatnya.120 Ini adalah nasihat Qurany yang suci bagi para wanita yang dikhususkan bagi mereka. Maka sesungguhnya penampakkan apa yang tersembunyi dari perhiasan mereka, dan menunjukkan kecantikkan mereka di tempat ramai
115 116

Hajazy, At-Tafsiir, h. 675 Shihab, Jilbab, h. 68 117 Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 207 118 Sonhadji, dkk., Al-Quran, h. 624 119 Ar-RifaI, Ringkasan, h. 493 120 Al-Maraghi, Terjemah, h. 182

44

mempunyai bekas yang dalam dari keinginan laki-laki. Maksudnya bukan berarti para wanita harus atau wajib berada di dalam penjara rumah, akan tetapi mereka diperbolehkan untuk keluar, bekerja dan mengerjakan urusan mereka. Akan tetapi kami meminta dengan sangat agar mereka untuk menjaga kehormatan dan menjaga diri, dan meminta dengan sangat untuk tidak memamerkan perhiasannya.121 Dari kandungan dan sebab turunnya ayat, penulis berpendapat bahwa makna yang tersirat dari potongan ayat ini adalah perintah kepada kaum wanita untuk tidak melakukan segala perbuatan untuk menarik perhatian lakilaki yang pada akhirnya akan menimbulkan syahwat mereka. Seperti dengan menghentakkan kaki supaya diketahui apa yang tersembunyi dari

perhiasannya, mengenakan busana yang terlalu ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya, memakai parfum yang terlalu menyengat, menggunakan pakaian dengan warna yang mencolok dan lain sebagainya.

g. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kalian menjadi orang-orang yang beruntung Tafsir Ayat ini menurut sebagian ulama: Jika sesekali terdapat kekurangan dalam melaksanakan perintah-perintah di atas, maka perbaikilah serta sesalilah dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah.122 Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian telah melihat hal-hal yang dilarang untuk dilihat dan sebagainya. Agar kalian beruntung selamat dari hal itu karena telah diterima taubatnya.
123

Allah

menganjurkan para wanita bertaubat apabila telah melakukan hal-hal yang dilarang di atas.124 bertaubatlah kamu semua kepada Allah, kerjakanlah aturan dan perilaku mulia yang telah diperintahkan Allah kepadamu dan tinggalkanlah perbuatan buruk kaum jahiliah, karena keberuntungan sejati terdapat dalam pelaksanaan perkara yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya
121 122

Hajazy, At-Tafsiir, h. 676 Shihab, Jilbab, h. 68 123 Jalaluddin Muhammad dan Jalaluddin Abdurrahman, Tafsiirul, h. 207 124 Sonhadji, dkk., Al-Quran dan, h. 624

45

dan dalam meninggalkan perkara yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.125 Kembalilah wahai orang-orang yang beriman, taat kepada Allah dalam mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.126

125 126

Ar-RifaI, Ringkasan, h. 493 Al-Maraghi, Terjemah, h. 182

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 37 hari terhitung dari tanggal 4 Agustus 2008 sampai tanggal 10 September 2008.

B. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel tunggal. Yaitu persepsi mahasiswi PBI dan KIMP FITK Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tentang perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.

C. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptis melalui pendekatan kuantitatif dan dilengkapi oleh pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.1 Dalam penelitian ini, masalah yang dideskripsikan adalah persepsi mahasiswi angkatan 2005, 2006, dan 2007 pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan
Drs. M. Subana, M. Pd., Sudrajat, S. Pd., Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), Cet. I, h. 89
1

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, kemudian menginterpretasikan untuk mengetahui bagaimana mahasiswi menerima, meyeleksi,

mengorganisasikan dan menafsirkan perintah berjilbab. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

D. Populasi Dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian.2 Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari seluruh populasi.3 Tehnik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah tehnik sampel random. Yaitu, Tehnik pengambilan sampel di mana semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.4 Jenis sampel random yang penulis gunakan adalah metode stratified random sampling. Metode ini mengelompokkan populasi ke dalam beberapa kelompok yang memiliki ciriciri yang sama, kemudian memilih anggota populasi dari masing-masing kelompok secara proporsional yang diinginkan. 5 1. Populasi: adalah seluruh mahasiswi Jurusan PBI dan KIMP angkatan 2005, 2006 dan 2007 (Semester III, V dan VII), karena mahasiswi baru (angkatan 2008) belum melaksanakan kegiatan perkuliahan, dan penulis tidak bisa menemukan mahasiswi angkatan 2004 ke atas. 2. Sampel: dari populasi target, peneliti hanya mengambil beberapa sampel yang terpilih dari beberapa sampel yang ditentukan dengan
Hermawan Rasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 49 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), Cet. III, h. 117 4 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999), Cet. II, h. 111 5 Ronny Kountur, D. M. S., Ph. D., Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: Penerbit PPM, 2005), Cet. III, h. 140
2

menggunakan metode penelitian insidental. Gay menawarkan beberapa ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian deskriptif sebanyak 10% dari populasi.6 Penulis mengambil 10% dari populasi karena jumlah tersebut sudah cukup representatif. dengan rincian sebagai berikut:

TABEL I JUMLAH POPULASI DAN SAMPEL

Populasi Jurusan/Semester PBI 2007 PBI 2006 PBI 2005 KIMP 2007 KIMP 2006 KIMP 2005 Total Jumlah Mahasiswi 66 84 77 44 48 43 362

Sampel

6 8 8 5 5 4 36

E. Tehnik Pengumpulan Data Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.7 Peneliti mewawancarai beberapa mahasiswi secara perorangan dengan tehnik wawancara bebas terpimpin. Yaitu kombinasi antara wawancara bebas

Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 163 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 83

dan terpimpin, pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi. 8 Fungsi wawancara yang penulis lakukan sebagai metode pelengkap dari angket. Metode ini digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain.9. 2. Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku-buku, surat-surat, panduan akademik, administrasi dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data mengenai FITK UIN Syarif Hidayatullah untuk mendapatkan gambaran umum lokasi penelitian. 3. Angket / Kuisioner Angket / Kuisioner adalah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subjek penelitian untuk dijawab sesuai dengan keadaan subjek yang sebenarnya.10 Peneliti akan menggunakan kuisioner terstruktur untuk menyaring informasi tentang persepsi mahasiswi angkatan 2005, 2006 dan 2007 (semester III, V dan VII) pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tentang perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31. kuisioner ini berisi 20 butir item yang disusun dalam multiple choice (pilihan ganda). Ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana mahasiswi menerima, meyeleksi, mengorganisasikan hingga akhirnya menafsirkan perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31.

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), Cet. X , h. 205 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h. 83 10 Darsono Tjokosujoso, Materi Pokok Dasar-Dasar Penelitian 1-6, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), Cet. II, h. 158
9

TABEL II Kisi-Kisi Angket: No Perintah berjilbab dalam Al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31 1. 2. Menahan sebagian pandangan Memelihara kemaluan Soal nomor 1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 3. Berjilbab 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 Jumlah Soal 20 Soal

F. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data 1. Tehnik Pengolahan Data Dalam pengolahan data penulis menempuh cara sebagai berikut: a. Editing Mengedit adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden. Jadi setelah angket diisi oleh responden dan diserahkan kepada penulis. Penulis memeriksa satu persatu angket tersebut. Bila ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab, maka penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk menyempurnakan jawabannya. Tujuan dari editing adalah mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan yang telah diselesaikan. b. Skoring Setelah mengedit, penulis memberikan skor pada tiap alternatif jawaban. Untuk soal positif, penulis memberikan skor nilai 5 untuk alternatif jawaban sangat setuju, skor nilai 4 untuk alternatif jawaban setuju, skor nilai 3 untuk alternatif jawaban ragu-ragu, skor nilai 2 untuk alternatif jawaban tidak setuju, dan skor nilai 1 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju. Untuk soal negatif, penulis memberikan skor nilai 1 untuk alternatif jawaban sangat setuju, skor nilai 2 untuk alternatif jawaban setuju, skor nilai 3 untuk alternatif

jawaban ragu-ragu, skor nilai 4 untuk alternatif jawaban tidak setuju, dan skor nilai 5 untuk alternatif jawaban sangat tidak setuju. c. Tabulating Langkah selanjutnya adalah mengolah data dengan memindahkan jawaban yang terdapat di dalam angket dan telah dikelompokkan ke dalam bentuk tabel frekuensi. Ini untuk memudahkan penulis dalam mengolah data yang telah ada. Tabulasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran dalam setiap item pertanyaan yang penulis kemukakan.

2. Tehnik Analisis Data Tehnik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan keterangan-keterangan atau data yang diperoleh agar data tersebut dapat dipahami oleh peneliti dan juga orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian tersebut. Dalam mendeskripsikan persepsi mahasiswi terhadap perintah berjilbab dilakukan dengan beberapa langkah, antara lain: a. Analisa data statistik distribusi frekuensi dengan rumus: P = F X 100% N Di mana: F = Frekuensi yang sedang dicari / frekuensi jawaban N = Number Of Cases / Jumlah responden P = Angka presentasi / presentasi jawaban b. Di samping menganalisa data dengan menggunakan presentase, penulis juga menginterpretasikan data tersebut.

53

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan merupakan Fakultas pertama seiring didirikannya ADIA (Akademi Dinas Ilmu Agama) pada tanggal 1 Juni 1957. ADIA dibentuk oleh JAPENDA (Jawatan Pendidikan Agama) yang diberi tugas dan wewenang oleh kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan untuk menyediakan tenaga guru agama pada madrasah-madrasah yang diasuh oleh Departemen Agama. Sebagai Fakultas yang mengusung misi pendidikan, keberadaan FITK memiliki peran yang sangat strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang ahli dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, FITK semakin tertantang untuk melakukan pembaharuan dalam bidang pendidikan terlebih dengan peran strategis yang disandangnya yaitu sebagai mendidik calon pendidik (guru). Untuk mencetak calon guru yang siap pakai, FITK menempuh langkahlangkah nyata ke arah perbaikan mutu pendidikan. Pertama menguatkan keilmuan (knowledge), kedua pengembangan keterampilan (skill), ketiga penanaman sikap (attitude). Tiga unsur ini dirancang agar sarjana FITK yang akan terjun ke masyarakat memiliki kemampuan untuk berkompetensi dengan sarjana-sarjana di luar kependidikan.

54

1. Sejarah Berdirinya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Fakultas-fakultas keagamaan yang dikembangkan Departemen Agama RI pada awalnya merupakan pendidikan kedinasan yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pegawai di lingkungan Departemen Agama RI, baik dalam lingkungan birokrasi maupun tenaga-tenaga teknis, sebagai guru di lingkungan madrasah, hakim, panitera dan penghulu, juru penerang agama, supervisor pendidikan, peneliti maupun untuk berbagai kepentingan internal lainnya. Berkembangnya permintaan untuk memenuhi kebutuhan tersebut terkait erat dengan terakomodasinya aspirasi umat Islam untuk mendirikan Departemen Agama, yang memperoleh respon positif dari Pemerintah RI saat itu, sehingga tanggal 3 januari 1946 secara resmi Departemen Agama RI didirikan, dengan bidang tugas tidak semata pembinaan kehidupan keagamaan bagi seluruh pemeluk agama di Indonesia, tapi juga melakukan pembinaan pendidikan madrasah dan pesantren yang secara historis telah memberi kontribusi positif terhadap perkembangan pendidikan nasional, serta peradilan agama untuk melayani berbagai kebutuhan kepastian hukum bagi umat Islam. Sistem pendidikan madrasah yang telah mempunyai sejarah panjang sebagai pengembangan model pendidikan pesantren, menjadi salah satu tugas pokok Departemen agama. Terkait dengan itu, Departemen Agama memerlukan dukungan sumber daya manusia dengan berbagai latar belakang keahlian yang sesuai dengan bidang tugas yang diembannya. Oleh sebab itulah, pada tahun 1950, Departemen Agama mendirikan Sekolah Guru Agama Islam yang kemudian diganti dengan Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Sekolah Guru Hakim Agama Islam (SGHI). Pendidikan Tenaga Teknis tersebut, dikelola oleh Djawatan Pendidikan Agama (Djapenda), semacam direktorat saat ini. Ketika Djapenda dipimpin oleh H. M. Arifin, terjadi perkembangan yang sangat menarik di Departemen Agama, yakni dikembangkannya program peningkatan skill guru serta berbagai teknis keagamaan lainnya dengan mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta pada bulan Juni 1957, dan dikukuhkan dengan keputusan Menteri Agama RI No. 1

55

Tahun 1957, serta mengelola dua jurusan Syariat Islam dan Sastra Arab. Sementara di Yogyakarta tetap diteruskan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang sudah berdiri sejak Tahun 1951 dengan tiga jurusan Tarbiyah, Qadla, dan Dakwah. Memasuki awal dekade 1960-an, terjadi perubahan besar dalam Pendidikan Tinggi di lingkungan Departemen Agama, yakni berdirinya alJamiah al-Hukumiyah al-Islamiyah, yang kemudian diterjemahkan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Akan tetapi, setelah para profesor yang mengelola jurusan khusus di Fakultas Tarbiyah (FT) berinisiatif untuk mengembangkan Fakultas Ushuluddin, Jakarta kemudian berpeluang untuk berdiri sendiri terpisah dari Yogyakarta, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 1963. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk mendirikan Fakultas Ushuluddin, dan disetujui oleh Menteri Agama yang sekaligus terbentuk dua IAIN, yakni IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Agama RI No. 49 tahun 1963. Dengan demikian, sejak tahun 1963, IAIN Jakarta mandiri dan mengelola seluruh programnya sendiri, serta membina tiga Fakultas, yaitu: a. Fakultas Tarbiyah b. Fakultas Adab c. Fakultas Ushuluddin Dengan demikian Fakultas Tarbiyah (FT), kini menjadi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), merupakan salah satu Fakultas tertua di lingkungan UIN Jakarta, karena sudah mulai berdiri sejak tanggal 9 Mei 1960 saat al-Jamiah al-Islamiyah al-hukumiyah didirikan oleh Departemen Agama RI, serta membina tiga jurusan, yaitu: a. Jurusan Pendidikan Guru Agama b. Jurusan Pendidikan Guru Bahasa Arab c. Jurusan Khusus (Imam Tentara) Perjalanan selanjutnya FT mengalami kemajuan dengan pengembangan dan pengurangan berbagai jurusan, seperti jurusan-jurusan paedagogy dan

56

bahasa Indonesia yang kini sudah tidak berkembang lagi. Bahkan jurusanjurusan tadris matematika, IPA dan IPS yang dikembangkan di awal dekade 1980-an, tahun 1986 sudah tidak boleh menerima mahasiswa baru, sehubungan lulusannya tidak terangkat sebagai PNS di lingkungan Departemen Agama untuk penugasan MTs dan MA karena terkait dengan problema adminsitratif yang terkait dengan kewenangan penetapan gelar akademik lulusannya. Akan tetapi, karena desakan kebutuhan lapangan jurusan-jurusan tersebut dikembangkan lagi pada dekade 1990-an, dan ketika IAIN Jakarta diubah menjadi Universitas Islam Negeri tanggal 20 Mei 2002 dengan kepres no. 31 tahun 2002, selain nama Fakultas diubah menjadi Fakultas Ilmu tabiyah dan keguruan (FITK), jurusan dan program studinya pun telah berkembang menjadi sangat besar, yang meliputi: a. Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) b. Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) c. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) d. Jurusan Pendidikan Matematika e. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan 3 program studi, yaitu: 1) Program studi Pendidikan Biologi 2) Program studi Pendidikan Fisika 3) Program studi Pendidikan Kimia f. Jurusan Kependidikan Islam, dengan 2 program studi, yaitu: 1) Program Studi Supervisi Pendidikan (SP) 2) Program Studi Manajemen Pendidikan (MP) Dalam kurun waktu 45 tahun sejak Adia di tahun 1957, FITK telah mengalami beberapa kali perubahan dan penggantian kepemimpinan, yang secara berturut-turut adalah sebagai berikut: a. Prof. DR. H. Mahmud Yunus (1957-1960 dan 1960-1963) b. Prof. Drs. Soenardjo (1963-1965) c. H.M. Anshor Suryohadibroto (1966-1970) d. H.M. Nur Asyik, MA (1970-1972)

57

e. H.M. Salim Fachry, MA (1972-1974) f. Drs. Agustiar MA. (1974-1976) g. Drs. H. Zakaria Hakim (1976-1979) h. Drs. Muchsin Idham (1980-1984 dan 1987-1994) i. Prof. DR. Salman Harun (1994-1996) j. Prof. DR. Rifat Syauqi Nawawi, MA (1996-2000) k. Prof. DR. Salman Harun (2000-2005) l. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA (2005-2009) 2. Visi dan Misi FITK UIN Jakarta Visi FITK UIN Jakarta adalah menjadikan FITK sebagai LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) terdepan dalam penyiapan sumber daya manusia bidang pendidikan dan pengembangan ilmu-ilmu pendidikan Islam dengan mengintegrasikan sains dan agama, penguatan dimensi etik, ke-Indonesiaan dan kemanusiaan. Untuk mewujudkan visi tersebut, FITK mengembangkan berbagai rumusan misi sebagai landasan pengembangan rancangan tindakan yang kemudian, yaitu: a. Melakukan pengembangan dan inovasi kurikulum sejalan dengan permintaan stakeholder dan user fakultas, sehingga sesuai dengan permintaan pasar. b. Melakukan evaluasi yang terus menerus terhadap kurikulum dengan arah pengembangan KBK secara optimal sehingga outcome pendidikan dari FITK memiliki kompetensi yang mampu memberikan kepuasan pada pengguna pelanggan. c. Membagi dan mengembangkan pengelompokkan ilmu sesuai jurusan dan program studi yang dimiliki FITK d. Membagi dan mengelompokkan dosen sesuai konsorsium dan sesuai dengan bidang ilmu mereka. e. Melakukan pembinaan dosen dalam konsorsiumnya masingmasing dengan memberdayakan guru besar pada setiap

konsorsium tersebut.

58

f. Mengembangkan layanan akademik yang terbaik bagi para mahasiswa, baik dalam proses pembelajaran, bimbingan

individual, perwalian maupun bimbingan penulisan skripsi, sehingga mereka terpuaskan dan akan menjadi outcome yang matang untuk ditawarkan pada user. g. Mengmbangkan budaya menulis karya ilmiah di kalangan dosen, baik melalui jurnal, modul, diktat maupun buku teks, sehingga suatu saat dosen mengajarkan bukunya masing-masing pada mahasiswanya, dan buku lain sebagai pendukung. h. Meningkatkan komitmen dosen dalam pelaksanaan tugas

pendidikan dan pengajaran, baik dalam program tutorial untuk peningkatan kompetensi mahasiswa, maupun dalam perkuliahan tatap muka di kelas. i. Secara bertahap melaksanakan prinsip-prinsip kurikulum berbasis kompetensi baik dalam pengelolaan kurikulum, perencanaan pembelajaran yang diimplementasi melalui kontrak perkuliahan, maupun pengembangan tugas-tugas kurikuler bagi para

mahasiswa, sehingga akan mampu melahirkan SDM yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan FITK. j. Mengembangkan kualitas penelitian para dosen yang relevan dengan pengembangan bahan ajar, kebijakan peningkatan kualitas perkuliahan, atau pengembangan ilmu-ilmu kependidikan yang relevan dengan kebutuhan publik pendidikan. k. Mengembangkan pola-pola pengabdian yang terintegrasi dengan pematangan skil dan profesi keguruan mahasiswa, sehingga akan mendukung terhadap proses penguatan kompetensi keilmuan dan skil keguruan para mahasiswa, tidak parsial dan tidak useless bagi peningkatan kualitas outcome pendidikan FITK. l. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap para stakeholder pendidikan FITK, sehingga dapat memberi kepuasaan pada mereka.

59

m. Mensosialisasikan berbagai aturan etika kemahasiswaan dan etika keguruan pada para mahasiswa sehingga mereka memiliki kultur yang relevan dengan kebutuhan-kebutuahan user di lingkungan profesi kependidikan. n. Mengembangkan networking dengan berbagai lembaga

pendidikan yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Serang dan Pandeglang sebagai basis komunitas FITK UIN jakarta. o. Meningkatkan kepercayaan publik pada FITK baik dengan perancangan sistem yang bisa menjadi quality assurance, performa manajemen yang kuat, komposisi dosen yang berkualitas, serta sistem pengawasan yang baik.

3. Arah Pengembangan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) tergolong fakultas yang telah cukup berpengalaman dalam penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan, kendati terus dikritik oleh para stakeholdernya, namun tetap menjadi harapan utama para calon mahasiswa, terbukti sampai tahun 2003 setelah UIN membuka berbagai program studi umum, jurusan PAI dari FITK tetap memperoleh pilihan tertinggi dari seluruh pendaftar dari seluruh jurusan di UIN. Kemudian, dalam upaya mewujudkan gagasan besar untuk menjadi Fakultas terkemuka dalam pengembangan ilmu-ilmu pendidikan Islam, FITK juga akan mengembangkan budaya penelitian dan penulisan serta publikasi hasil-hasil penelitian para dosen dalam bentuk buku-buku akademik, buku teks, serta karya ilmiah lainnya, sehingga hasil-hasil penelitian mereka dapat mempengaruhi wacana keilmuan di kalangan komunitas akademik Indonesia, khususnya mereka yang menekuni ilmu-ilmu pendidikan. Arah kajian ilmu pendidikan ke depan sudah tidak lagi pada tataran falsafat dan pemikiran yang menjadi pusat keunggulan UIN pada tiga dekade yang lalu, tapi perumusan teori-teori pendidikan modern dan instrumentasinya, yang tidak hanya dalam

60

konteks pembelajaran dalam kelas, tapi juga pengelolaan pendidikan yang aktifitasnya lebih banyak di dalam kantor serta interaksi eksternal untuk penguatan institusi dengan mengembangkan jaringna komunikasi secara inklusif, terbuka dan terus melebar. Semakin kuat akses sekolah kepada masyarakat, maka akan semakin besar peluangnya untuk sustainabel dan mencapai kemajuan. Berdasarkan assessment terhadap para pemakai dan pelanggan FITK, baik melalui diskusi terfokus dengan mereka yang biasa dilakukan tahunan dalam program evaluasi reguler, serta hasil penelitian para dosen terhadap kiprah alumni FITK di lapangan pekerjaan dan profesi mereka, disimpulkan bahwa harapan mereka pada FITK amat besar, namun perlu dikembangkan berbagai perbaikan yang meliputi: a. Penguatan penguasaan bidang ilmu b. Penguatan keterampilan merancang perencanaan pembelajaran c. Penguatan kemampuan penguasaan kelas d. Penguatan pengembangan strategi e. Penguatan kemampuan mengevaluasi hasil belajar f. Penguatan manajemen pendidikan g. Penguatan dan peningkatan kultur disiplin dalam pelaksanaan tugas h. Pengembangan inovasi kurikulum dan media pembelajaran i. Peningkatan kemampuan pemanfaatan laboratorium sebagai sarana pembelajaran j. Menjadi inspirasi bagi guru lain dalam peningkatan kualitas hasil belajar siswa Dua besaran arah pengembangan ke depan tersebut, yakni

pengembangan ilmu pendidikan dengan penekanan pada teorisasi pendidikan yang lebih operasional dan instru-mentasi teori untuk diimplementasikan dalam praktik, menjadi acuan dalam rumusan berbagai kebijakan

pengembangan program, baik dalam konteks pengembangan kinerja dosen, sehingga indikator produktifitas kerja dosen tidak hanya diukur berapa sks

61

mereka mengajar, dan berapa persen kehadiran tatap muka dalam kelas, tapi juga berapa makalah yang ditulis dalam jurnal, serta berapa buku atau modul yang ditulis dalam setiap tahunnya, serta dalam tema-tema besar tentang pengembangan ilmu pendidikan. Kemudian, implementasi kurikulum akan dititikberatkan pada

penguatan kompe-tensi mahasiswa, baik pada bidang ilmu yang menjadi corenya, maupun dalam bidang ketrampilan keguruan, baik dalam perumusan kurikulum operasional, perencanaan dan strategi pembelajaran,

pengembangan media dan bahkan kemampuan menyusun instrumen evaluasi pembelajaran. Berbagai mata kuliah kompetensi utama tersebut, akan menjadi perhatian serius dari fakultas, dan setiap dosen yang telah memiliki kriteria berhak didampingi beberapa asisten untuk membina para mahasiswanya dalam kegiatan tutorial untuk menyelesaikan berbagai assignment dari dosennya. Untuk menuju gagasan besar tersebut, FITK akan mensukseskan wajib S-2 bagi seluruh dosennya, serta mengoptimalkan peran guru besar yang tidak hanya menyampaikan pelajaran di dalam kelas, tapi juga melakukan pembinaan terhadap para asistennya. Para guru besar mempunyai kewajiban hadir di kampus beberapa hari dalam setiap minggunya, bukan hanya untuk menyampaikan pelajaran, tapi untuk melakukan pembinaan terhadap asisten, melayani mahasiswa berkonsultasi, serta mengembangkan berbagai kreatifitas untuk elahirkan karya-karya ilmiah yang dapat didorong untuk dijadikan bahan ajar bagi para mahasiswanya. Dalam bidang pendidikan pengajaran, secara spesifik pengembagnan akan diarah-kan pada pola pembelajaran yang mendukung penguatan kompetensi. Dosen pemegang mata kuliah, diutamakan profesor atau track to professor memberikan banyak penugasan pada mahasiswa, dan para mahasiswa menyelesaikan tugas-tugasnya itu dibantu oleh asisten, dengan ketentuan, mereka tidak membantu menyelesaikan tugas, tapi mengarahkan serta menjelaskan bagian-bagian yang belum mereka fahami dari pelajaran yang disampaikan profesor tersebut. Kemudian, pendidikan dan pengajaran

62

juga diarahkan untuk mengoptimalkan penggunaan perpustakaan, tidak semata dalam bentuk penulisan makalah, tapi juga book review atau sebangsanya. Setiap mata kulaih bisa diujikan di akhir semester, jika mencapai minimal tatap muka 12 kali dari 16 kali pertemuan terjadwal. Pengembangan ketrampilan dalam bidang pengajaran tidak semata dilakukan secara simulatif bersama para asisten di dalam kelas, atau di lingkungan kampus, tapi dalam kelas nyata di sekolah-sekolah yang sudah menjadi networking dari FITK. Sekolah-sekolah jaringan akan dibagi dua kategori, pertama sebagai sekolah binaan, dengan keterlibatan fakultas secara institutional untuk mengembangkan dan memperbaiki kualitas sekolah tersebut, dan para mahasiswa dapat mengembangkan berbagai pengalaman ketrampilan keguruan di sekolah-sekolah dimaksud. Sekolah dalam kategori ini, kini berjumlah 15 sekolah di sekitar Ciputat, Sawangan dan Parung. Kedua sekolah yang memiliki komitmen untuk terus mengembangkan jaringan kerja dengan FITK, mereka tidak menjadi fokus pembinaan FITK, namun memiliki komitmen untuk bekerjasama dalam pembinaan mahasiswa, pengembangan kurikulum serta melakukan berbagai review terhadap implementasi teori-teori baru dalam pendidikan. Para mahasiswa dapat mengembangkan ketrampilan keguruannya di sekolah-sekolah tersebut, dengan binaan dari para guru senior serta dosen pembimbing dari FITK sendiri. Terkait dengan penekanan pada kompetensi keguruan tersebut, maka Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang aksentuasi programnya parsial dan tidak terfokus pada penguatan kompetensi keahlian serta ketrampilan keguruan, menjadi tidak relevan dan kini sudah tidak muncul dalam struktur kurikulum FITK. Terkait dengan gagasan besar untuk menjadikan FITK sebagai fakultas terdepan dalam pengembangan ilmu-ilmu pendidikan yang integratif dengan ilmu-ilmu ke-Islaman, maka program penelitian menjadi pilihan program yang amat rasional untuk dikelola secara efektif. Para guru besar atau mereka yang sedang menuju guru besar dengan posisi lektor kepala, hendaknya melakukan penelitian unggulan dalam pengembangan ilmu. Mereka akan

63

diarahkan untuk terus mengembangkan inovasi penelitiannya bersama dengan para asisten yang dibinanya, baik yang didukung anggaran rutin fakultas, anggaran proyek universitas, maupun hasil kerjasama dengan institusi luar dari funding agency, baik dalam maupun luar negeri. Pengembangan pengabdian pada masyarakat akan diarahkan untuk penguatan kompetensi mahasiswa dalam bidang ilmu yang menjadi core keahliannya serta dalam aspek-aspek ketrampilan keguruan atau dimensidimensi pendidikan lainnya. Oleh sebab itu, kegiatan pengabdian akan menjadi bagian integral dari kegiatan Praktik Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) yang di dalamnya mencakup penelitian di lingkungan sekolah, pendidikan dan pengajaran, serta manajemen dan supervisi pendidikan. Mereka harus berada di sekolah selama satu semester, dengan empat hari kerja layaknya guru yang bekerja di sekolah tersebut. Semua aktifitas mereka itu memiliki dimensi pengabdian karena tidak memperoleh konvensasi dari pekerjaannya itu, kecuali penilaian dari dosen pembimbing mereka. Namun mereka memperoleh penguatan dalam kompetensi keguruannya, karena seluruh kegiatannya dalam lingkaran dan rangkaian kegiatan pendidikan dan pengajaran serta aspek-aspek kependidikan lainnya. Di samping itu, untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran bagi para mahasiswa FITK, Fakultas akan melengkapi berbagai kekurangan koleksi buku perpustakaan khususnya koleksi buku teks yang menjadi kebutuhan proses pembelajaran. Dan berbagai kebutuhan laboratorium untuk jurusan pendidikan IPA secara bertahap akan dipenuhi, sehingga spesifikasi laboratorium pendidikan IPA dapat terpenuhi, dan outcome pendidikannya dapat menjadi inspirasi bagi sekolah tempat kelak mereka mengabdikan ilmu dan pengetahuannya. Di samping itu, FITK juga akan melakukan pembinaan kemampuan berbahasa bagi para mahasiswanya, yang tidak sekedar mereka para mahasiswa dari jurusan pendidikan bahasa, tapi juga mereka dari jurusan lain. Para mahasiswa dari jurusan PBI harus keluar dengan skor TOEFL 450. Demikian pula bagi para mahasiswa dari jurusan PBA dengan skor TOAFL

64

450. Sementara untuk para mahasiswa di luar dua jurusan tersebut dianjurkan pula untuk memiliki skor TOEFL dan TOAFL, namun setidaknya lulus dalam semua jenjang pembelajarn bahasa dengan harapan memiliki kemampuan memahami teks berbahasa asing, yakni bahasa Arab dan Inggris.

B. Deskripsi Data Gambaran mengenai Persepsi Mahasiswi Semester III, V, dan VII Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan tentang perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 dapat dilihat dalam tabel deskriptif presentase dengan menggunakan rumus: P = F X 100% N Keterangan: P = Angka presentasi / presentasi jawaban F = Frekuensi yang sedang dicari / frekuensi jawaban N = Number of cases / jumlah responden

1. Menahan Sebagian Pandangan

Tabel 3 Dari laki-laki non-muhrim No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 14 18 1 3 0 36 Presentase 38, 88% 50% 2, 78% 8, 33% 0% 100%

65

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% dari responden setuju, 38,88% responden sangat setuju, 8,33 responden tidak setuju, 2,78% responden ragu-ragu dan tidak ada yang sangat tidak setuju kalau Islam memerintahkan kepada wanita mukminah untuk menjaga pandangan dari lakilaki non-muhrim. Tabel 4 Dari adegan tidak senonoh No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 12 18 5 1 0 36 Presentase 33, 33% 50% 13, 89% 2, 78% 0% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% dari responden setuju, 33,33% dari responden sangat setuju, 13,89% yang ragu-ragu, 2,78%

responden tidak setuju dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak diperbolehkannya seorang wanita mukminah menyaksikan adegan ciuman atau berpelukan (perbuatan yang tidak senonoh) di layar lebar.

Tabel 5 Dari pandangan tunangan No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 5 15 9 6 1 36 Presentase 13, 89% 41, 67% 25% 16, 67% 2, 78% 100%

66

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 41,67% dari responden setuju, 25% ragu-ragu, 16,67% responden tidak setuju, 13,89% sangat setuju, dan 2,78% responden yang sangat tidak setuju dibolehkannya sepasang tunangan saling berpandangan. Tabel 6 Dari aurat laki-laki No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 9 20 5 2 0 36 Presentase 25% 55, 56% 13, 89% 5, 56% 0% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 55,56% dari responden setuju, 25% responden sangat setuju, 13,89% responden ragu-ragu, 5,56% tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak diperbolehkan bagi seorang wanita mukminah melihat aurat laki-laki.

2. Memelihara Kemaluan

Tabel 7 Langsung menikah dan pacaran No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 12 17 6 1 0 36 Presentase 33, 33% 47, 22% 16, 67% 2, 78% 0% 100%

67

Berdasarkan informasi dari tabel di atas

47,22% responden setuju,

33,33% dari responden sangat setuju, 16,67% yang ragu-ragu, 2,78% yang tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju langsung menikah lebih baik daripada berpacaran.

Tabel 8 Bergandengan dengan tunangan No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 0 7 12 12 5 36 Presentase 0% 19, 44% 33, 33% 33, 33% 13, 89% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 33,33% responden ragu-ragu dan tidak setuju, 19,44% responden setuju, 13,89 responden sangat tidak setuju, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkan bagi wanita mukminah untuk bergandengan tangan dengan tunangannya.

Tabel 9 Bersentuhan kulit dengan non-muhrim No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 14 17 3 2 0 36 Presentase 38, 89% 47, 22% 8, 33% 5, 56% 0% 100%

68

Berdasarkan informasi dari tabel di atas

47,22% responden setuju,

38,89% responden sangat setuju, 8,33% responden ragu-ragu, 5,56% responden tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak diperbolehkannya wanita mukminah bersentuhan kulit dengan laki-laki yang bukan muhrim dalam pergaulan.

Tabel 10 Berpelukan sebelum menikah No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 0 4 3 19 10 36 Presentase 0% 11, 11% 8, 33% 52, 78% 27, 78% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 52,78% responden tidak setuju, 27,78% responden sangat tidak setuju, 11,11% responden setuju, 8,33% raguragu, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkannya wanita mukminah berpelukan dengan seorang kekasih atau pacarnya.

Tabel 11 Bergandengan dengan non-muhrim No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 14 18 2 1 1 36 Presentase 38, 89% 50% 5, 56% 2, 78% 2, 78% 100%

69

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% responden setuju, 38,89% responden sangat setuju, 5,56% responden ragu-ragu, 2,78% responden tidak setuju, dan 2,78 responden sangat tidak setuju tidak diperbolehkannya wanita mukminah bergandengan tangan dengan lawan jenis dewasa yang bukan muhrim.

Tabel 12 Berduaan dengan non-muhrim No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 10 15 7 4 0 36 Presentase 27, 78% 41, 67% 19, 44% 11, 11% 0% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 27,78% responden sangat setuju,

41,67% responden setuju,

19,44% responden ragu-ragu, 11,11%

responden tidak setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju tidak diperbolehkannya wanita mukminah berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim. Tabel 13 Berciuman No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 18 11 5 1 1 36 Presentase 50% 30, 56% 13, 89% 2, 78% 2, 78% 100%

70

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 50% responden sangat setuju, 30,56% responden setuju, 13,89% responden ragu-ragu, 2,78% responden tidak setuju, dan sangat tidak setuju haramnya berciuman.

3. Berjilbab Tabel 14 Jilbab berponi No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 0 2 6 16 12 36 Presentase 0% 5, 56% 16, 67% 44, 44% 33, 33% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden tidak setuju, 33,33% responden sangat tidak setuju, 16,67% responden ragu-ragu, 5,56% responden setuju, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkan bagi wanita mukminah menyingkap sedikit rambutnya.

Tabel 15 Busana muslimah ketat No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 11 16 6 2 1 36 Presentase 30, 56% 44, 44% 16, 67% 5, 56% 2, 78% 100%

71

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 30,56% responden sangat setuju,

44,44% responden setuju,

16,67% responden ragu-ragu, 5,56%

responden tidak setuju, dan 2,78% responden sangat tidak setuju tidak diperbolehkannya seorang wanita mukminah mengenakan busana muslimah yang ketat sehingga membentuk lekukan tubuhnya.

Tabel 16 Busana muslimah transparan No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 17 16 1 1 1 36 Presentase 47, 22% 44, 44% 2, 78% 2, 78% 2, 78% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas

47,22% responden sangat

setuju, 44,44% responden setuju, 2,78% responden yang ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju tidak diperbolehkan bagi wanita mukminah mengenakan busana muslimah yang transparan.

Tabel 17 Busana muslimah dengan warna mencolok No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 2 15 14 5 0 36 Presentase 5, 56% 41, 67% 38, 89% 13, 89% 0% 100%

72

Berdasarkan informasi dari tabel di atas

41,67% responden setuju,

38,89% responden ragu-ragu, 13,89% responden tidak setuju, 5,56% responden sangat setuju, dan tidak ada yang sangat tidak setuju diperbolehkan bagi wanita mukminah mengenakan busana muslimah dengan warna yang mencolok.

Tabel 18 Bangga berjilbab No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 15 16 2 3 0 36 Presentase 41, 67% 44, 44% 5, 56% 8, 33% 0% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas

44,44% responden setuju,

41,67% responden sangat setuju, 8,33% responden tidak setuju, 5,56% responden ragu-ragu, dan tidak ada yang sangat tidak setuju seorang wanita mukminah yang bangga karena telah mengenakan jilbab.

Tabel 19 Berjilbab hanya di UIN No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 0 3 1 16 16 36 Presentase 0% 8, 33% 2, 78% 44, 44% 44, 44% 100%

73

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden sangat tidak setuju, 44,44% responden tidak setuju, 8,33% responden setuju, 2,78% responden ragu-ragu, dan tidak ada yang sangat setuju diperbolehkannya wanita mukminah mengenakan jilbab hanya di lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tabel 20 Menanggalkan jilbab di depan sepupu No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 2 14 14 5 1 36 Presentase 5, 56% 38, 89% 38, 89% 13, 89% 2, 78% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 38,89% responden setuju, 38,89% responden ragu-ragu, 13,89% responden tidak setuju, 5,56% responden sangat setuju, dan 2,78% responden sangat tidak setuju tidak diperbolehkan bagi wanita mukminah untuk menanggalkan jilbab di depan saudara sepupu laki-laki yang sudah dewasa. Tabel 21 Memperbaiki cara berjilbab No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 13 22 1 0 0 36 Presentase 36, 11% 61, 11% 2, 78% 0% 0% 100%

74

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 61,11% responden setuju, 36,11 responden sangat setuju, 2,78% responden ragu-ragu, dan tidak ada yang tidak setuju dan sangat tidak setuju seorang mukminah hendaknya berupaya mengenakan jilbab yang tidak mengundang syahwat laki-laki.

Tabel 22 Konsistensi berjilbab No a. b. c. d. e. Alternatif jawaban Sangat Setuju Setuju Ragu-Ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Frekuensi jawaban 1 4 5 16 10 36 Presentase 2, 78% 11, 11% 13, 89% 44, 44% 27, 78% 100%

Berdasarkan informasi dari tabel di atas 44,44% responden tidak setuju, 27,78% responden sangat tidak setuju, 13,89% responden ragu-ragu, 11,11% responden setuju, dan 2,78% responden sangat setuju seorang wanita mukminah yang menanggalkan jilbab sebatas waktu kerja saja.

C. Analisa dan Interpretasi Data Berdasarkan hasil perhitungan angket dapat diperoleh data persepsi mahasiswi terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 dengan skor tertinggi 96, dan skor terendah 54, mean (nilai rata-rata) 77,361, dan standar deviasi 8,62.

75

Tabel 23 Distribusi frekuensi persepsi mahasiswi No 1 2 3 4 5 6 Kelas Interval 89-96 82-88 75-81 68-74 61-67 54-60 F 5 7 7 14 2 1 36 Fkb 36 31 24 17 3 1 Fka 5 12 19 33 35 36 X 93 85 78 71 64 57 448 Fx 465 595 546 994 128 57 2785

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nilai tertinggi terdapat pada batas kelas 68-74 dengan titik tengahnya (X) 71 dan frekuensinya 14. Sedangkan nilai terendahnya terdapat pada batas kelas 54-60 dengan titik tengahnya (X) 57 dan frekuensinya 1. Untuk menentukan tinggi rendahnya rata-rata tingkat Persepsi mahasiswi Jurusan PBI dan KIMP FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap perintah berjilbab dalam al-Quran Surat An-Nuur Ayat 31 dapat diperoleh dengan cara: 1) Mencari rentang skor nilai untuk kategori sedang diperoleh dengan cara rata-rata persepsi mahasiswi terhadap perintah berjilbab dikurangi simpangan baku sampai dengan rata-rata skor ditambah simpang baku, hasilnya: 77,7 8,62 = 69,08 = 69 77,7 + 8,62 = 86,32 = 86 Jadi untuk kategori sedang nilainya antara 69-86 2) Menentukan nilai rata-rata untuk kategori tinggi yaitu skor yang berada di atas 86 87 sampai dengan skor tertinggi, yaitu 96. Jadi, untuk kategori skor tertinggi yang berada pada rentang nilai antara 87 96.

76

3) Untuk menemukan rata-rata kategori rendah yaitu dengan menentukan skor yang berada di bawah 69 68 sampai dengan skor terendah, yaitu 54. Jadi, untuk kategori rendah skor yang berada pada rentang nilai antara 54 68. Untuk lebih jelasnya lihat dalam tabel berikut:

Tabel 24 Kualifikasi Skor Persepsi Mahasiswi NO Skor 1 2 3 54 68 69 86 87 96 Kualifikasi Persepsi Kurang baik Cukup baik Baik 3 26 7 36 8,33% 72,22% 19,44% 100% Frekuensi Presentase

Berdasarkan tabel di atas, diketahui mahasiswi yang memiliki persepsi yang cukup baik terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yaitu terhadap perintah menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan, dan perintah menutup aurat, sebanyak 26 orang atau sebanyak 72,22 %, persepsi yang baik sebanyak 7 orang atau sebanyak 19,44 %, dan persepsi yang kurang baik sebanyak 3 orang atau sebanyak 8,33 %. Dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswi semester VII Jurusan Kependidikan Islam Program Studi Manajemen Pendidikan dan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis menemukan beberapa data yang berkaitan dengan persepsi mahasiswi FITK UIN Jakarta terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yang belum didapatkan dari angket. a. Latar belakang mahasiswi FITK berjilbab Dari hasil wawancara, bisa disimpulkan bahwa pertama kali mahasiswi mengenakan jilbab adalah bukan karena dari dirinya sendiri, akan tetapi ada

77

beberapa hal yang membuat mereka memutuskan untuk mengenakan jilbab, yaitu: 1) Karena lingkungan sekolah1, pernah belajar di pesantren2, madrasah3 dan sebagainya: Peraturan sekolah4, pendidikan dari guru (disuruh menulis buku catatan mengenai halangan dari sebelum memakai jilbab sampai memakainya).5 2) Karena lingkungan keluarga: Perintah dari orang tua yang religi/terpaksa6, semua
7

anggota

keluarga

yang

wanita

mengenakan jilbab . Untuk sebagian orang, paksaan dan pembiasaan adalah salah satu bentuk pendidikan yang terbaik untuk menanamkan kesadaran seorang wanita berjilbab. Berangkat dari keterpaksaan, dan karena sudah menjadi suatu rutinitas, mereka menjadi terbiasa, dan akhirnya merasa nyaman. Ada yang menyatakan keterpaksaan itu lah yang akhirnya membuatnya konsisten8, dan ada yang menyatakan merasa lebih percaya diri apabila mengenakan jilbab.9 Hal yang menarik dari jawaban responden adalah, dia memutuskan untuk mengenakan jilbab sejak gurunya memerintahkan untuk menuliskan halangan yang menyebabkan seorang wanita berjilbab. Ini merupakan salah satu bentuk pendidikan yang kreatif dalam usaha menanamkan kesadaran seorang wanita untuk berjilbab. b. Konsistensi mahasiswi FITK dalam mengenakan jilbab

Hasil wawancara dengan Astri mahasiswi KIMP semester VII, mulai dari TK sampai kuliah belajar di sekolah Islam 2 Hasil wawancara dengan Aisyah KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP semester VII, Dian KIMP semester VII, ketiga mahasiswi ini pernah belajar di pesantren 3 Hasil wawancara dengan Lutvie PBI semester VII 4 Hasil wawancara dengan Fitrie PBI semester VII 5 Hasil wawancara dengan Lutvie PBI semester VII 6 Hasil wawancara dengan Fitrie PBI semester VII, Aisyah PBI semester VII, Maymunah KIMP semester VII, Aisyah KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP semester VII, Dian KIMP semester VII 7 Hasil wawancara dengan Maymunah KIMP semester VII 8 Hasil wawancara dengan Aisyah KIMP semester VII 9 Hasil wawancara dengan Maymunah KIMP semester VII

78

Mengenai konsistensi mahasiswi dalam mengenakan jilbab, ada yang menyatakan konsisten10 dalam mengenakan jilbab, di mana dan kapan pun, di depan semua non-muhrim (kecuali suami), dan ada yang menyatakan belum konsisten. Mereka menuturkan bentuk konsistensi mereka dalam mengenakan jilbab terletak pada: 1) Bertekad konsisten di depan non-muhrim. Di rumah kalau ada tamu yang non muhrim segera mengenakan jilbab.11 2) Selalu mengenakan jilbab kalau keluar rumah, di dalam rumah kalau ada tamu segera mengenakan jilbab12 Hal-hal yang menyebabkan konsistensi tersebut adalah: 1) Karena mendapat pengetahuan agama dari kecil.13 2) Karena mendapat teguran dari orang tua dan keluarga.14 3) Karena kesadaran dari diri sendiri.15 Sedangkan bentuk ketidak konsistenan mahasiswi terletak pada: 1) Hanya menanggalkan jilbab di depan saudara sepupu laki-laki non muhrim yang sudah dekat, karena dia merasa tidak akan ada rasa syahwat di antara mereka, sepupu di sini adalah sepupu yang masih dalam satu lingkup rumah.16 2) Mengenakan jilbab hanya kalau keluar rumah, di dalam rumah tidak mengenakan jilbab, kalau ada non-muhrim datang ke rumah, tetap tidak mengenakan jilbab.17 3) Kadang-kadang kalau ada saudara yang non-muhrim tidak memakai jilbab.18
Hasil wawancara Astri KIMP VII (menurut apa yang dikatakan pada saat wawancara, tidak menjelaskan bagaimana bentuk kekonsistenannya. Pada saat wawancara mahasiswi ini mengeluarkan sedikit rambut atau poni dari jilbab yang dikenakannya), Aisyah PBI VII, Fitrie PBI semester VII 11 Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII, Maymanah KIMP VII 12 Hasil wawancara Fitri PBI semester VII 13 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII 14 Hasil wawancara Fitrie PBI semester VII 15 Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII 16 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII 17 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP semester VII, Lutvie PBI semester VII 18 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII
10

79

4) Batas mengenakan jilbab adalah pagar rumah. Jadi, selama mahasiswi tidak berniat untuk keluar dari rumah, dia tidak mengenakan jilbab.19 Di antara sebab ketidak konsistenan mahasiswi adalah: 1) Karena kurang mengerti arti mengenakan jilbab.20 2) Mengenakan jilbab tidak dari hati, akan tetapi karena lingkungan.21 3) Karena malas, udara panas22, ketika di rumah dia tidak mengenakan jilbab, ketika ada tamu non-muhrim tetap tidak mengenakannya karena rasa malas.23 4) Karena lingkungan yang tidak mendukung, jadi tidak konsisten.24 Ada yang merasa konsistensinya dalam mengenakan jilbab disebabkan karena mendapat pengetahuan agama dari kecil. Merupakan tugas orang tua untuk memberikan pendidikan agama untuk anaknya mulai dari kecil. Teguran dari orang tua dan keluarga diperlukan dalam membiasakan berjilbab. Di samping itu, ada mahasiswi yang merasa konsisten karena adanya kesadaran dari dalam dirinya. Bagi seseorang yang mengetahui keutamaan berjilbab, selain karena memang perintah dari Allah, kesadaran tersebut akan timbul dengan sendirinya. Salah satu bentuk ketidak konsistenan mahasiswi adalah, hanya menanggalkan jilbab di depan saudara laki-laki dewasa yang non muhrim, karena dia merasa tidak akan ada rasa syahwat di antara mereka. Mungkin bagi sebagian orang, bisa dikatakan seperti itu. Dalam hal aurat ada dua pihak yang terkena dampaknya, yang dilihat dan yang melihat. Mungkin bagi wanita yang dilihat tidak merasakan apa-apa, tetapi belum tentu bagi yang melihat. Biar bagaimanapun tidak semua saudara merupakan anggota keluarga yang
19 20

Hasil wawancara Dian KIMP semester VII Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 21 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 22 Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII 23 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 24 Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII

80

muhrim, diwajibkan bagi wanita muslimah untuk menutup aurat di hadapan yang non muhrim. Rasa malas untuk menutup aurat bisa dihilangkan dengan membiasakan diri. Ada di antara responden yang kurang mengerti arti mengenakan jilbab, mengenakan jilbab tidak dari hati, akan tetapi mengenakan jilbab karena lingkungan. Dan ada yang menyatakan lingkungan yang tidak mendukung juga menyebabkan ketidak konsitenan mahasiswi. Maka di sini, faktor eksternal sangat berpengaruh terhadap konsitensi mahasiswi dalam

mengenakan jilbab. c. Tanggapan mahasiswi terhadap pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK. Dari hasil wawancara terhadap mahasiswi, hanya beberapa saja mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah yang benar-benar mengenakan busana muslimah. Menurut pendapat mereka, mahasiswi ada yang sesuai dalam mengenakan jilbab, ada juga yang tidak. Tapi secara keseluruhan, cara berbusana muslimah mahasiswi FITK tergolong baik bila dibandingkan dengan Fakultas lain.25 Menurut salah satu responden, adalah karena FITK adalah Fakultas yang bertugas mendidik calon pendidik (guru).26 Dari hasil pengamatan responden, pelaksanaan berbusana muslimah

mahasiswi FITK bisa dibedakan dari jurusannya. Mereka menyatakan bahwa jurusan yang mendapat predikat baik apabila dibandingkan dengan jurusan lain adalah Jurusan Pendidikan Agama Islam,27 karena menurut salah satu mahasiswi, mereka adalah calon guru agama28, jadi penampilan merupakan hal yang sangat penting, tetapi masih ada sebagian kecil dari mereka yang kurang baik. Sedangkan jurusan yang tergolong kurang baik adalah Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris29 dan Jurusan Matematika.30

Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII Hasil wawancara Dian KIMP semester VII 27 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII, Astri KIMP semester VII, Iien KIMP semester VII, Maymunah KIMP semester VII 28 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 29 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII 30 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII
26

25

81

Kemudian secara keseluruhan, ada yang membedakan mahasiswi dalam hal berbusana muslimah menjadi tiga golongan: Yang pertama, Biasa-biasa saja dalam mengenakan jilbab, bisa dibilang sesuai dengan ketentuan, tidak terlalu ketat, dan tidak terlalu longgar. Yang kedua, mengenakan jilbab yang tidak sesuai dengan al-Quran dan Hadits (menurut mahasiswi), karena mengenakan jilbab yang masih memperlihatkan bentuk tubuh, yang diistilahkan oleh mahasiswi dengan jilbab gaul. Yang ketiga, Sudah memakai jilbab sesuai dengan ketentuan al-Quran, sangat menutupi, hampir semua aurat ditutupi, hampir seperti pakaian wanita yang mengenakan cadar. Yang diistilahkan oleh mahasiswi dengan kata akhwat.31 Menurut responden, cara pemakaian busana muslimah yang baik bagi mahasiswi FITK, adalah: 1) Memakai baju yang panjang32, menutupi bagian bokong. 2) Memakai jilbab yang menutupi buah dada.33 3) Kalau bisa memakai rok panjang.34 4) Kalaupun memakai celana, bahannya jangan yang terbuat dari levis,35 dan bajunya panjang sampai lutut, untuk menutupi bokongnya.36 5) Tingkah laku harus sesuai dengan jilbab yang dikenakan.37 Sedangkan cara pemakaian busana muslimah yang kurang baik bagi mahasiswi FITK menurut responden adalah: 1) Memakai busana muslimah yang ketat,38 celananya ngepress (ketat sekali)39. Tubuhnya mungkin tertutup (kulit tubuh: penulis), tetapi bentuk tubuhnya tidak tertutup.40

31 32

Hasil wawancara Fitri PBI semester VII Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Maymunah KIMP semester VII 33 Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII, Maymunah KIMP semester VII 34 Hasil wawancara Dian KIMP semester VII 35 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII 36 Hasil wawancara Dian PBI semester VII 37 Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII 38 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII, Lutvie PBI semester VII 39 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Aisyah PBI semester VII 40 Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII

82

2) Memakai jilbab dengan poni (rambutnya sengaja di keluarkan sedikit dari jilbab yang dipakainya41). 3) Menggunakan jilbab yang masih dibelit-belit (jadi buah dadanya tidak tertutupi oleh jilbabnya).42 4) Kalau memakai celana, bajunya tidak sampai lutut. Menurut responden, seharusnya mahasiswi yang memakai celana, bajunya panjang sampai lutut, untuk menutupi bokongnya.43 5) Menggunakan levis dan kaos.44 6) Tingkah lakunya tidak sesuai dengan jilbab yang dikenakan.45 Menurut salah satu responden46, ada kemungkinan yang menyebabkan perbedaan antara mahasiswi PAI dengan mahasiswi PBI, yaitu: mahasiswi PAI dan mahasiswi PBI sama-sama mempunyai background pendidikan, hanya saja kebanyakan mahasiswi PAI berasal dari pesantren, sedikit banyak mengerti cara berbusana yang sebaiknya dipakai. Sedangkan kebanyakan mahasiswi PBI berasal dari SMU atau sekolah umum. Ada di antara mereka hanya mengenakan jilbab waktu kuliah saja, hanya sebagai suatu formalitas, di luar setelah keluar kampus ada yang tidak pakai jilbab. Kebanyakan mereka yang berbusana ketat karena mengenakannya tidak dari dalam hati (dengan niat), berjilbab karena kampus UIN ini backgroundnya adalah Islam. Semua yang masuk UIN wajib berjilbab. Tapi, tidak semua mahasiswi PBI seperti itu. Selain apa yang disebutkan di atas tentang cara memakai busana muslimah yang baik menurut responden, hendaknya mahasiswi

memperhatikan syarat-syarat berbusana seperti yang pernah disebutkan dalam bab sebelumnya yaitu: Hendaknya menutupi seluruh badan atau kecuali wajah dan telapak tangan (seperti yang dikatakan oleh para ulama klasik, dan terjadi
Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII, Dian KIMP semester VII (Menurutnya harus ada tindak lanjut dari cara berjilbab yang seperti ini), Astri KIMP semester VII (Menurutnya mahasiswi berjilbab seperti itu agar dinilai memiliki style tersendiri), Fitri PBI semester VII (Menrutnya lebih baik tidak memakai jilbab, karena fungsi jilbab adalah menutupi aurat, salah satunya rambut), 42 Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII, Maymunah KIMP semester VII 43 Hasil wawancara Dian KIMP semester VII 44 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 45 Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII 46 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII
41

83

perbedaan pendapat tentang menyingkap kedua lengan, kaki, dan betis pada ulama kontemporer), tidak menjadikan jilbab itu sendiri sebagai hiasan (untuk menarik perhatian), hendaknya terbuat dari kain tebal dan tidak transparan, hendaknya berbentuk lebar, longgar dan tidak sempit, bukan dipakai sebagai pakaian syuhrah (supaya terkenal), tidak memilih warna kain yang kontras (menyala), sehingga menjadi pusat perhatian orang, busana tidak bercorak glamour (hanya menuruti tuntutan kesenangannya). Perbedaan yang ada antara Jurusan PAI dan Jurusan lain dalam berbusana muslimah seharusnya menjadi perhatian bagi pihak terkait. Berbusana muslimah yang baik tidak hanya untuk calon guru agama saja, tetapi untuk semua wanita muslimah. d. Tanggapan mahasiswi mengenai pendapat ulama klasik dan ulama kontemporer mengenai perintah berjilbab. Ternyata semua responden menganggap bahwa berjilbab merupakan suatu kewajiban baginya. Alasan mereka yaitu karena Al-Quran dan Sunnah mewajibkan wanita mukminah untuk mengenakan jilbab47. Mengenai pendapat Ulama klasik yang mewajibkan berjilbab, mereka menanggapinya dengan: 1) Setuju dengan pendapat ulama klasik bahwa memakai jilbab itu wajib untuk kaum wanita muslim. Karena jilbab bukan hanya untuk menutup aurat saja, tetapi dapat juga menjaga kesehatan. Kerudung melindungi kulit kepala dari sinar matahari yang seharusnya langsung menyengat rambut dan kulit kepala.48 2) Setuju dengan memakai jilbab. Tetapi alangkah lebih baik dimatchingkan juga dengan pakaiannya, dengan berbusana yang baik, rapi, dan sopan.49 3) Walaupun tidak memakai cadar untuk orang Indonesia sudah bagus.50
47 48

Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII, Astri KIMP semester VII, Siti Masitoh KIMP Hasil wawancara Maymunah KIMP semester VII 49 Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII

84

4) Lebih setuju yang biasa saja, yang auratnya (selain) muka dan telapak tangan. Tidak setuju dengan cadar karena menghalangi komunikasi di antara laki-laki dan wanita mukmin. Dan menurut mahasiswi dengan bercadar seorang pria tidak bisa melihat calon isterinya, karena itu dikhawatirkan calon suami meragukan calon isterinya, apakah ada cacatnya, atau tidak.51 Mengenai ulama kontemporer, ada beberapa mahasiswi yang mengetahui tentang pendapat mereka yang tidak mewajibkan jilbab, yaitu: 1) Jilbab merupakan sebuah tradisi atau budaya di negara setempat, yaitu di Timur Tengah. Karena menurut pandangan ulama kontemporer, perintah menutup aurat itu tidak harus berjilbab, tetapi yang penting tidak memperlihatkan lekukan tubuhnya, dan tidak sampai merangsang nafsu lawan jenisnya.52 2) Banyak kasus-kasus wanita yang berjilbab, tapi hatinya tidak berjilbab. Dan ada wanita yang tidak mengenakan jilbab, tapi hatinya sangat berjilbab.53 Akan tetapi mereka tetap setuju dengan pendapat ulama klasik yang mewajibkan berjilbab. Di antara mereka ada yang dengan tegas menolak pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab. Alasan mereka di antaranya: 1) Apabila ada yang mengatakan: yang penting tidak ada nafsu atau segala macam, pendapat itu tidak benar! Karena Quran.54 2) Dari lahir sampai berumur 23 tahun, responden hanya tahu bahwa hukum berjilbab itu wajib, dia tidak setuju dengan pedoman kita adalah al-Quran, kita harus kembali pada al-

50 51

Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII Hasil wawancara Dian KIMP semester VII 52 Hasil wawancara Fitri PBI semester VII 53 Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII 54 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII

85

pendapat ulama kontemporer yang menyatakan bahwa berjilbab itu tidak wajib.55 3) Pendapat yang dikemukakan ulama kontemporer bahwa jilbab itu tidak wajib atau hanya karena realitas budaya Arab, itu sangat tidak benar. Bukankah dalam al-Quran sudah disebutkan bahwa wajib bagi kaum muslimin untuk menutup auratnya? Bagi perempuan seluruh badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan, dan bagi laki-laki dari pusar sampai lutut.56 Di antara responden, ada juga yang tidak tahu mengenai pendapat ulama kontemporer ini, mereka yang tidak tahu ini mengatakan: 1) Belum pernah mendengar tentang pendapat ulama

kontemporer yang mengatakan jilbab itu tidak wajib. Karena belum ada kajian-kajian dan bedah buku tentang ulama kontemporer, tidak tahu siapa yang mengusung bahwa jilbab itu tidak wajib.57 2) Kurang tahu pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab. Hanya tahu pendapat ulama-ulama tradisional terdahulu yang mewajibkan jilbab.58 Ada seorang responden yang menyatakan tidak setuju dengan cadar karena menghalangi komunikasi di antara laki-laki dan wanita mukmin. Menurutnya dengan bercadar seorang pria tidak bisa melihat calon isterinya, karena itu dikhawatirkan calon suami meragukan calon isterinya, apakah ada cacatnya, atau tidak. Tentu hal ini kurang tepat, karena dengan cadar wanita masih bisa berkomunikasi, hanya saja budaya Indonesia yang masih belum terbiasa dengan pemakaian cadar. Dan dalam hal melamar, seorang calon suami diperbolehkan untuk melihat wajah calon isterinya.

55 56

Hasil wawancara Iien KIMP semester VII Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII 57 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII 58 Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

86

Mengenai ulama kontemporer, ada beberapa mahasiswi yang mengetahui tentang pendapat mereka yang tidak mewajibkan jilbab, tetapi dari sembilan responden, hanya satu orang yang benar-benar mengetahui hal ini, karena pernah membacanya dari buku. Dari jawaban yang responden berikan, terlihat sepertinya dia setuju dengan pendapat ulama kontemporer tersebut59, tetapi karena kehati-hatian dan di samping kurangnya rasa ingin tahu, dia memutuskan untuk menyatakan kewajiban berjilbab. Di antara mereka ada yang dengan tegas menolak pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab, karena merasa bahwa perintah berjilbab datang dari al-Quran yang menjadi pedomannya60, hal ini menurut penulis, merupakan suatu bentuk kehati-hatian responden, dan karena sejauh ini yang mereka tahu hukum berjilbab itu wajib. e. Tanggapan mahasiswi terhadap pola pergaulan antara perempuan dengan laki-laki non muhrim merujuk kepada Surat An-Nuur Ayat 31 Responden berpendapat bahwa adanya batasan-batasan dalam pergaulan sangat diperlukan untuk melindungi kaum hawa dari hal-hal yang tidak diinginkan.61 Ada yang menilai bahwa pergaulan bebas adalah hal yang sangat tidak baik. Contohnya: Ada mahasiswi yang pernah melihat di dalam mobil angkot (jadi bisa terlihat oleh banyak orang), dua orang siswa SMP bermesramesraan. Pemandangan seperti ini sepertinya sudah menjadi hal yang biasa.62 Selain kuliah, mahasiswi juga dididik perilaku yang bermoral, kalau sampai melakukan hal yang tidak baik, kurang mencerminkan sebagai mahasiswa UIN.63

Hasil wawancara Fitri PBI semester VII, penulis menyimpulkan ini dari pendapat yang dikemukakannya, untuk menggunakan harus melalui panggilan hati, kalau memang hati belum berkeinginan untuk berjilab, Tidak menjadi masalah yang penting kan luarnya itu dia sudah berjilbab. 60 Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII 61 Hasil wawancara Siti Masitoh KIMP semester VII 62 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 63 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII

59

87

Ada mahasiswi yang bisa berusaha memelihara kemaluan dan menutup aurat (berjilbab), tapi mereka tidak bisa menahan untuk tidak memandang wajah laki-laki yang menurut mereka tampan.64 Dan ada juga yang ingin sepenuhnya menjalani pola pergaulan yang terdapat dalam surat An-Nuur Ayat 31 sebagai wanita muslim, akan tetapi butuh proses dan waktu. Tetapi untuk sekarang, yang sepenuhnya bisa dilakukan adalah dalam hal menjaga kemaluan.65 Mengenai perintah menahan sebagian pandangan, tanggapan responden adalah: 1) Sulit untuk menjalankannya.66 Kodrat wanita untuk senang melihat yang indah seperti wajah laki-laki yang tampan. Ada mahasiswi yang biasa melanggar perintah menahan sebagian pandangan, menurutnya ini untuk membersihkan mata.67 2) Sekarang perintah menahan sebagian pandangan sudah tidak berlaku lagi.68 3) Menahan sebagian pandangan diterapkan sejauh mana pandangan itu yang tidak boleh. Kalau untuk melihat teman, tidak apa-apa, tidak mungkin berbicara saling membelakangi.69 Pandangan dibolehkan apabila pandangan itu tidak menimbulkan syahwat contohnya: dalam berdiskusi, acara pengajian. Kecuali kalau pandangan itu menimbulkan makna dan arti tertentu (syahwat). Mungkin cara pandang yang punya hubungan seperti pacar yang tidak boleh. Kalau punya hubungan paling tidak punya hasrat atau hawa nafsu walau sedikit. Karena mereka saling suka, pasti ada rasa. Tapi

Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Fitrie PBI semester VII, Maymanah KIMP semester VII 65 Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII 66 Hasil wawancara Astri KIMP semester VII, Fitrie PBI semester VII 67 Hasil wawancara Maymunah KIMP semester VII 68 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 69 Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII

64

88

kalau untuk sekedar teman, biasanya tidak bermaksud apaapa.70 Kemudian dalam hal memelihara kemaluan responden berpendapat: 1) Menurut responden, kalau sampai ada mahasiswa yang melakukan hal-hal seperti itu, berarti dia sudah terlalu berlebihan. Karena perempuan harus memelihara kemaluannya.71 2) Selama pergaulan itu tidak mengundang hal yang negatif, boleh bergaul dengan laki-laki, tapi sebatas wajar, tidak sampai keluar batas. Yang penting adalah bisa menutup aurat dan memelihara kemaluan.72 3) Ada lagi yang berpendapat bahwa lebih baik tidak bersentuhan bila bersalaman tangan antara laki-laki dan wanita, hal itu akan membuat wudhu jadi batal. 73 4) Mendukung surat An-Nuur Ayat 31, kalau bisa jangan berpacaran.74 5) Sekarang berpegangan tangan adalah hal yang lumrah. Biasanya tidak disertai dengan hawa nafsu. Karena masih muda, kalau sekedar berpegangan tangan sepertinya wajar, sebagai tanda seseorang menjaga kekasihnya. Tapi kalau untuk ciuman tidak setuju.75 6) Menjaga kemaluan adalah bagus sekali, itu harus dijalani. Hanya saja sekarang jarang yang benar-benar menjalaninya, anak muda sekarang pergaulannya lebih ekstrem, apalagi di daerah Jakarta dan Ciputat. Kalangan mahasiswa ada yang

70 71

Hasil wawancara Dian KIMP semester VII Hasil wawancara Astri KIMP semester VII 72 Hasil wawancara Fitrie PBI semester VII 73 Hasil wawancara Dian KIMP semester VII 74 Hasil wawancara Dian KIMP semester VII 75 Hasil wawancara Dian KIMP semester VII

89

sudah tidak mementingkan lagi kemaluannya! Banyak mahasiswi-mahasiswi yang berprofesi sebagai ayam kampus.76 7) Menjaga kemaluan dan berjilbab, mungkin harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Masalahnya fenomena sekarang anak SMP ataupun SMU sudah mengarah pada pacaran yang tidak sesuai syariat, sampai mengarah ke free sex.77 Dan terakhir mengenai perintah untuk menutup aurat (berjilbab): 1) Berjilbab itu perlu sekali, karena dengan memakai jilbab, banyak hal-hal yang menguntungkan. Contohnya: pada saat wanita berjilbab (responden) berjalan di depan sekumpulan laki-laki, mereka sama sekali tidak memperlihatkan keinginan untuk menggoda. Tetapi setelah itu, ada seorang wanita yang tidak mengenakan jilbab justru laki-laki itu menggodanya. Dengan berjilbab bisa menjaga wanita dari gangguan orangorang yang usil.78 2) Dengan menggunakan jilbab bisa membatasi seseorang dalam bergaul. Contohnya: seorang wanita yang berjilbab tidak mungkin berani masuk diskotik, tidak berani untuk berbuat hal-hal yang kurang bagus.79 Semua responden mempunyai tanggapan yang positif terhadap perintah untuk memelihara kemaluan dan perintah berjilbab, akan tetapi ada beberapa responden yang tidak mempunyai tanggapan yang positif terhadap perintah untuk menahan sebagian pandangan. Hal ini terjadi karena bagi sebagian responden, memandangi wajah laki-laki yang tampan, tidak begitu mendatangkan akibat yang tidak baik baginya, di samping karena rasa ketidak mampuan untuk melanggar perintah menahan sebagian pandangan.

76 77

Hasil wawancara Lutvie PBI semester VII Hasil wawancara Aisyah KIMP semester VII 78 Hasil wawancara Iien KIMP semester VII 79 Hasil wawancara Aisyah PBI semester VII

90

BAB V PENUTUP

Setelah penulis melakukan pembahasan, deskripsi, analisa, dan interpretasi pada bab-bab sebelumnya, penulis akan mencoba menyajikan kesimpulan serta saran yang sekiranya dapat menjadi masukan bagi Jurusan PBI dan KIMP Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta pihak-pihak lain yang berhubungan dengan masalah ini.

A. Kesimpulan 1. Mahasiswi yang memiliki persepsi yang cukup baik terhadap perintah berjilbab dalam Surat An-Nuur Ayat 31 yaitu terhadap perintah menahan sebagian pandangan, memelihara kemaluan, dan perintah menutup aurat, sebanyak 26 orang atau sebanyak 72,22 %, persepsi yang baik sebanyak 7 orang atau sebanyak 19,44 %, dan persepsi yang kurang baik sebanyak 3 orang atau sebanyak 8,33 %. 2. Latar belakang mahasiswi dalam mengenakan jilbab adalah bukan karena dari dirinya sendiri, akan tetapi ada beberapa hal yang membuat mereka mengenakan jilbab, seperti perintah orang tua, perintah guru, lingkungan yang berjilbab, dan pendidikan yang diajarkan oleh guru. 3. Ada mahasiswi yang menyatakan konsisten dalam mengenakan jilbab di depan semua non-muhrim, dan ada yang menyatakan belum sepenuhnya bisa konsisten. 4. Menurut mahasiswi, dalam hal berbusana muslimah mahasiswi FITK dibedakan menjadi tiga golongan: Yang pertama, Biasa-biasa saja dalam

91

mengenakan jilbab, Yang kedua, mengenakan jilbab yang tidak sesuai. Yang ketiga, Sudah memakai jilbab sesuai dengan ketentuan al-Quran, sangat menutupi, hampir semua aurat ditutupi, hampir seperti pakaian wanita yang mengenakan cadar. Tapi secara keseluruhan, dalam hal berbusana muslimah mereka tergolong baik bila dibandingkan dengan Fakultas lain. 5. Menurut mahasiswi pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswi FITK bisa dibedakan dari jurusannya. Jurusan yang mendapat predikat baik adalah jurusan Pendidikan Agama Islam, sedangkan jurusan yang tergolong kurang baik adalah Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Jurusan Matematika. 6. Menurut mahasiswi, cara berbusana muslimah yang baik dan layak dipakai oleh mahasiswi FITK adalah: memakai baju dan jilbab yang panjang dan menutupi buah dada, memakai rok panjang, dan tidak memakai celana levis. Sedangkan cara berbusana yang kurang baik dan kurang layak dipakai mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah adalah: memakai jilbab dengan poni (rambutnya sengaja di keluarkan sedikit dari jilbab yang dipakainya), memakai jilbab yang sekedar menutup aurat, tubuhnya mungkin tertutup (kulit tubuh), tetapi belum seluruhnya yang tertutup bentuk tubuhnya. Karena: menggunakan celana yang ngepress (ketat) sekali, menggunakan jilbab yang masih dibelit-belit (jadi buah dadanya tidak tertutupi oleh jilbabnya), bajunya tidak sampai lutut (bagi mahasiswi yang memakai celana, jadi bokongnya tidak tertutup), memakai celana levis, memakai kaos, dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan jilbab yang dikenakan. 7. Ternyata semua responden setuju dengan pendapat Ulama klasik yang mewajibkan berjilbab, karena berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah dan tidak setuju dengan pendapat ulama kontemporer yang tidak mewajibkan jilbab. 8. Mahasiswi berpendapat bahwa adanya batasan-batasan dalam pergaulan sangat diperlukan untuk melindungi kaum hawa dari hal-hal yang tidak

92

diinginkan. Kalau sampai melakukan hal yang tidak baik, kurang mencerminkan sebagai mahasiswa UIN. 9. Ada mahasiswi yang bisa berusaha memelihara kemaluan dan menutup aurat (berjilbab), tapi mereka tidak bisa menahan untuk tidak memandang wajah laki-laki yang menurut mereka tampan.

B. Saran 1. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswi, ternyata masih ada beberapa mahasiswi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengenakan busana muslimah yang kurang baik. Hendaknya pihak FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selalu memperhatikan pelaksanaan berbusana muslimah mahasiswinya. Perlu diadakan tindak lanjut terhadap mahasiwi yang kurang baik dalam mengenakan busana muslimah, seperti ditetapkannya peraturan tertulis beserta sosialisasinya, diadakannya razia, sanksi akademik dan sebagainya. 2. Jurusan yang mempunyai predikat baik dari hasil wawancara dengan mahasiswi adalah jurusan Pendidikan Agama Islam. Walaupun begitu, masih ada beberapa mahasiswi dari jurusan ini yang masih mengenakan busana yang kurang baik. Hendaknya pihak Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah menindak lanjuti beberapa mahasiswi yang dinilai kurang baik dalam berbusana muslimah. 3. Ada beberapa Jurusan di FITK yang mendapat predikat kurang baik dalam mengenakan busana muslimah, seperti PBI dan Pendidikan Matematika. Hendaknya Jurusan-jurusan tersebut lebih memperhatikan dan menindak lanjuti mahasiswinya yang banyak dinilai kurang baik dalam berbusana muslimah.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. III, 1997 Bilaly, Abdul Hamid, Apa Yang Menghalangi Seorang Wanita Berjilbab, Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, Cet. III, 2000 Bilaly, Abdul Hamid, Salah Paham Masalah Jilbab, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. V, 2006 Departemen Agama RI, Al Quran Al Karim dan Terjemahnya, Semarang: PT Karya Toha Putra, 1996 Echols, John M., dan Sadily, Hasan, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, Jakarta: PT Gramedia, 1990 Fahruddin, Fuad Mohd, Aurat dan Jilbab Dalam Pandangan Mata Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. II, 1991 Ghifari, Abu, Kudung Gaul Berjilbab Tapi Telanjang, Bandung: Mujahid, Cet. II, 2002 Gunarsa, Singgih, Pengantar Psikologi, Jakarta: Sumber Widya, cet. IV, 1992 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, Cet. X, 1999 Hajazy, Mahmud, At-Tafsiir Al-Wadhih Juz 11-20, Beirut: Daarul Jiil, Cet. X, 1993 Hajj, Mulhandy Ibnu, dkk., Tanya Jawab Tentang Jilbab, Bandung: Espe Press, Cet. III, 1992 Kountur, Ronny, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: Penerbit PPM, Cet. III, 2005 Mahali, A. Mujab, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Quran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. I, 2002 Maraghi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra, Cet. II, 1993 Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan, Yogyakarta: LKiS, Cet. II, 2002

Muhammad, Jalaluddin, dan Abdurrahman, Jalaluddin, Tafsiirul Jalalaini, Damaskus: Darul Basyair, Cet. I, 1993 Muqaddam, Muhammad ibn Ismail, dkk, Jilbab Itu Cahayamu, Jakarta: Mirqat, Cet. I, 2007 Narbuko, Cholid, dan Achmadi, Abu, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Bumi Aksara, Cet. II, 1999 Pareek, Udai, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Ikrar Mandiri, cet. III, 1996 -------, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun Akademik 2004-2005, Jakarta 2004 Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000 Rasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992 RifaI, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, Cet. I, 1999 penerjemah

Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu, 1993 Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2006 Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, cet. IV, 1991 Shahab, Husein, Jilbab Menurut Al-Quran dan Sunnah, Bandung: Mizan, Cet. III , 1989 Shaleh, Qamaruddin, dkk., Asbabun Nuzul II, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. X, 2000 Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Al-Bayan: Tafsir Penjelas Al-Quranul Karim, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. II, 2002 Shihab, M. Quraish, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, 2004 Sonhadji, dkk, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf

Subana, dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. I, 2001 Tjokosujoso, Darsono, Materi Pokok Dasar-Dasar Penelitian 1-6, Jakarta: Universitas Terbuka, Cet. II, 1999 Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1991

Anda mungkin juga menyukai