Anda di halaman 1dari 2

7 Jan 2008 18:15 - Asep Saefullah

Berbagi Peran ala Petani Hutan Kuningan


KUNINGAN : Lahan sempit membuat sulit kehidupan petani di pedesaan di Pulau Jawa.
Bagi petani di desa yang berbatasan langsung dengan hutan, masuk hutan dan menggarap
lahan di sana merupakan jalan keluar paling masuk akal. Itu pula yang berlangsung di
Kabupaten Kuningan.

Masuknya petani ke hutan sudah berlangsung puluhan tahun. Dan itu memicu konflik
panjang antara masyarakat dengan badan pemerintah yang mengelola hutan. Masyarakat
mendapat tekanan hukum dan fisik dari Perhutani dan Departemen Kehutanan.
Masyarakat ditangkap, diintimidasi, dipenjara, dan diperas.

Konflik mulai reda sekitar 2001. Saat itu muncul prakarsa untuk mencapai kesepakatan
bersama menata pengelolaan hutan oleh parapihak di Kuningan. Di antara parapihak
tersebut ada masyarakat, Perhutani, Departemen Kehutanan, Pemerintah Kabupaten, dan
beberapa lembaga masyarakat yang berperan sebagai fasilitator.

Hasilnya, ada negosiasi yang mempertemukan kepentingan masyarakat dan pengelola


hutan. Parapihak setuju bahwa pembangunan hutan berjalaan terus, sementara
masyarakat desa boleh memanfaatkan potensi sumberdaya alam di hutan.

Mulai saat itu masyarakat di sekitar Gunung Ciremai leluasa mencari penghidupan di
hutan. Di lahan hutan produksi, mereka menanam palawija, buah, serta pohon kayu yang
cepat besar. Mereka juga ikut mengelola bisnis wisata alam.

Sebagai imbalannya, masyarakat rutin menjaga keamanan seluruh aset hutan. Pekerjaan
lainnya dilakukan Perhutani maupun Departemen Kehutanan. Dari situ lantas muncul
motto: hutan hijau, rakyat makmur.

Dalam melaksanakan kesepakatan itu di lapangan, parapihak membentuk forum bersama,


Lembaga Pelayanan Implementasi (LPI). Mereka memodifikasi program Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), yang sebelumnya sudah coba dipraktekkan
Perhutani di Pulau Jawa.

Di tangan LPI, makna PHBM pun berubah menjadi Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat. Dengan mengemban mandat sebagai pelaksana PHBM, LPI pun menyebut
dirinya LPI-PHBM.

”Jadi nama lengkap lembaga pembangunan hutan adalah LPI-PHBM Kuningan. Itu
karena PHBM di Kuningan sangat khas, berbeda dengn PHBM di tempat lain yang
diintroduksi Perhutani,” kata Sanusi Wijaya, Ketua LPI-PHBM Kuningan.

Kekhasan PHBM Kuningan terletak pada ruang negosiasi yang memberi peluang besar
bagi masyarakat ikut mengembangkan potensi sumberdaya alam di hutan. Di tempat lain,
ruang negosiasi PHBM belum tentu seleluasa Kuningan.

Masyarakat Desa Pejambon, umpamanya, kini mendapat peran sebagai pengelola obyek
wisata alam Taman Nasional Gunung Ciremai. Mereka mengelola uang dari penjualan
tiket dengan cara bagi hasil bersama Balai Taman Nasional Gunung Ciremai. Dari situ
pula mereka mengali dana untuk memperbaiki atau melengkapi fasilitas wisata.

“Konsekuensinya, kami harus menjaga keamanan seluruh aset di hutan. Semua anggota
kelompok mendapat jatah berpatroli di hutan sepanjang hari secara bergantian, siang dan
malam,” kata Mulyadi, warga Pejambon.(BC-333)
http://www.beritacerbon.com/berita/2008-01/berbagi-peran-ala-petani-hutan-kuningan

Anda mungkin juga menyukai