Anda di halaman 1dari 3

Good Governance dan Welfare State

January 18th, 2012 | Published in opini Oleh : Zaenal Mutaqin Suatu Negara dibangun oleh empat kaki, lebih mudahnya kita logikakan dengan sebuah meja. Meja supaya bisa berdiri tegak diperlukan 4 kaki penopong, demikian juga negara. Beberapa literatur antopologi menyebut empat kaki tersebut yaitu: pemerintah, perusahaan (kapital: pemilik modal), masyarakat politik (legislatif dan partai politik) serta masyarakat sipil. Kekokohan negara sangat tergantung dari keseimbangan kaki-kakinya. Bila salah satu kakinya tidak rata, maka negara tersebut sangat riskan untuk jatuh. Demikianlah yang terjadi di Indonesia. Tiang yang paling lemah adalah masyarakt sipil, sementara kapital seringkali menjadi dominan karena kelenturannya menuju ke arah profit dan mentransnasional. Terjadi perselingkuhan yang kasat mata antara pemerintah, kapital dan masyarakat politik untuk kepentingan pribadi. Peran masyarakat sipil semakin terpinggirkan. Bila tidak segera di atasi maka dikhawatirkan Indonesia akan menjadi negara yang gagal seiring runtuhnya satu kaki. Hasil survey TI di tahun 2006 posisi Indonesia berada di peringkat 130 dengan nilai 2.4 (skala 10) bersama Papua Nugini, Ethopia, Togo, Zimbabwe bahkan masih di bawah Timor Leste (peringkat 111). Dan jauh di bawah Singapura (5) dengan indeks 9.4. Should good governance become a solution? Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (world bank dikutip dari www.transparansi.or.id). Good governance bisa berjalan dengan dukungan 3 pilar (negara, swasta dan masyarakat madani). Hasil survey governance assesment yang dilakukan oleh (PGR) untuk Propinsi Banten yang melitputi (memenuhi hak politik, regulasi yang sehat, kemampuan mengelola konflik, kepastian hukum, pemberantasan korupsi, menyelenggarakan pelayanan publik)

http://www.kemitraan.or.id/data/events/2007.01.governance-assessment/06-profil-ga-banten.pdf) Pertama, pelaksanaan tata-pemerintahan di Provinsi Banten pada dasarnya masih cukup buruk, Kedua, dalam hal regulasi, penyelenggara tata-pemerintahan di Provinsi ini dinilai telah mampu untuk menyediakan seperangkat hukum yang cukup kondusi bagi terciptanya iklim investasi yang baik. Namun demikian, pada tataran implementasi masih terdapat banyak kekurangan dan bahkan kelemahan-kelemahan mendasar seperti masih kurangnya komitmen pemangku kepentingan untuk melaksanakan aturan dan hukum dengan baik. Ketiga, rendahnya komitmen untuk melaksanakan hukum menyebabkan merebaknya korupsi di lembaga-lembaga yang seharusnya bertindak sebagai penjaga tegaknya hukum. Data ini tentu saja memperkuat kesimpulan-kesimpulan sementara yang melihat aspek kolusi antara penguasa dengan kekuatan-kekuatan informal merupakan pembentuk wajah paling mendasar di Provinsi Banten. Pada akhirnya, rendahnya kualitas pelayanan publik, penegakan hukum dan tingginya indikasi korupsi justru membawa pemangku kepentingan dalam situasi tidak dipercaya oleh publik. Pihak-pihak yang memiliki tingkat kepercayaan publik terendah adalah pemerintah Provinsi, kepolisian dan pengadilan. Hasil Governance assessment menunjukan daerah yang baik dalam menjalankan good governance diantaranya Blitar, Solok, Gorontalo, Sumbar, Jatim, Srage, Jembrana (figur sangat berperan. So Banten?) What should we do? (Langkah awal) Pembuatan database administrasi yang benar dan terintegrasi (kasus di Belanda sekali berbuat criminal semua pihak akan tahu karena datanya terrecord) Pembenahan system pelayanan (on line) dan digital (meminimalkan human contact) Pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat (Pembentukan aliansi sistematis dan strategis antar aktivis dan LSM untuk pemberdayaan masyarakat) terutama di saat pemilu untuk memilih wakil rakyat yang berempati pada masyarakat, dan pemimpin yang visionaris dan bermartabat. Meningkatkan optimisme bahwa korupsi bisa diberantas (korupsi bukan budaya Indonesia, terbukti masyarakat Indonesia di luar negeri bisa mentaati peraturan yang ada). Our goal: Welfare State (Mukaddimah UUD 1945) Negara menjamin kebutuhan dasar warganya. Seperti telah banyak dilakukan oleh Negara di eropa barat (darimana dananya? Dari pajak yang dibayar secara sukarela oleh masyarakat). Di sini pentingnya mutually trust (saling percaya antara

masyarakat dan negara). Penulis: Mahasiswa Economics Faculty Vrije Universiteit Amsterdam, melanjutkan di Jepang.

Anda mungkin juga menyukai