Anda di halaman 1dari 15

BAB 1 PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) MENURUT ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL

1.1 Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, perdagangan anak dan perempuan hanya dipandang sebagai pemindahan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi. jumlah konvensi terdahulu mengenai perdagangan hanya memfokuskan aspek ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman, perdagangan didefinisikan sebagai pemindahan, khususnya perempuan dan anak dengan atau tanpa persetujuan orang yang bersangkutan di dalam suatu negara atau ke luar negeri untuk semua perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi. Trafiking merupakan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak seluruh komponen bangsa. Hal tersebut perlu, sebab erat terkait dengan citra bangsa Indonesia di mata internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak. Suatu tantangan bagi Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa dari keterpurukan. Memang disadari bahwa penanganan trafiking tidaklah mudah, karena kasus pengiriman manusia secara ilegal ke luar negeri sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya tanpa adanya suatu perubahan perbaikan. Sebagaimana yang dilaporkan Pemerintahan Malaysia, bahwa 4.268 pekerja seks berasal dari Indonesia. Demikian juga dengan wilayah perbatasan negara Malaysia dan Singapura. Data menunjukkan sebanyak 4.300 perempuan dan anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks (Kompas, 10 Mei 2001) di wilayah tersebut. Kemudian di akhir tahun 2004 muncul lagi kasus yang sama, bahkan meningkat mencapai angka 300.000.1 Permasalahan perdagangan perempuan dan anak memang merupakan permasalahan yang sangat kompleks yang tidak lepas dari faktor-faktor ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang berkaitan erat dengan proses industrialisasi dan pembangunan. Di negara-negara tertentu,
1

Dalam www.Fajar Online, 3 Desember 2004.

perdagangan perempuan dan anak bahkan dijadikan sebagai bagian dari kebijakan politik perburuhan cheap Labour yang dimanfaatkan untuk menekan biaya produksi sehingga cenderung dieksploitasi. Trafiking merupakan salah satu jalur terjadinya perdagangan orang yang korbannya rata-rata berada di bawah garis kemiskinan, khususnya perempuan dan anak. Apalagi, hingga saat ini posisi perempuan masih termarjinalisasi, tersubordinasi yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kondisi perempuan. Situasi semacam ini merupakan santapan sindikat perdagangan perempuan dan anak yang sudah terorganisir untuk melakukan perekrutan. Bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum, karena sindikatnya diawali dengan transaksi utang-piutang antara pemasok tenaga kerja ilegal dengan korban yang mempunyai bayi atau anak perempuan yang masih perawan, sehingga jika korban tidak mampu untuk menyelesaikan transaksi yang telah disepakati, maka agunannya adalah anak perempuan yang masih bau kencur. Perdagangan perempuan dan anak mempunyai jaringan yang sangat luas. Praktik perdagangan anak yang paling dominan berada di sektor jasa prostitusi, di mana kebanyakan korbannya adalah anak-anak perempuan. Di Asia Tenggara, dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah besar anakanak dari Myanmar, Kamboja, Cina, Laos, telah diperdagangkan dan dipaksa bekerja di dunia prostitusi di Thailand. Baik anak laki-laki maupun perempuan dari daerah pedalaman yang miskin, di bujuk oleh agen (recruiters) dan pedagang profesional yang menjanjikan mereka pekerjaan yang baik atau layak (legitimate) di Thailand yang kondisi ekonominya lebih baik. Anak-anak perempuan dari Myanmar dibawa ke Thailand melalui berbagai pos (tempat pemeriksaan) perbatasan. Di Kamboja, mereka tiba melalui sungai Mekong ke berbagai provinsi di Thailand bagian utara dan barat daya. Masyarakat internasional telah lama menaruh perhatian terhadap permasalahan perdagangan anak ini. PBB, misalnya, melalui konvensi tahun 1949 mengenai penghapusan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran oleh pihak lain, konvensi tahun 1979 mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan konvensi tahun 1989 mengenai hak-hak anak. Berbagai organisasi internasional seperti IOM, ILO, UNICEF, dan UNESCO memberikan perhatian khusus pada masalah perdagangan anak, pekerja anak yang biasanya berada pada kondisi pekerjaan eksploitatif, seksual komersial. Dari laporan yang diterima Kementerian Pemberdayaan Perempuan berkaitan dengan pelecehan, penipuan, pemerkosaan, dan kekerasan, di terdapat kurang lebih 1.079 TKI perempuan dari Singapura melarikan diri atau melapor ke KBRI, 235 kasus bermasalah dari Saudi Arabia, 219 TKI yang dipulangkan karena tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang

berlaku, masing-masing dari Kuwait, Kuala Lumpur, Brunei, Jordania, dan Kolombia.2 Salah satu faktor yang mendorong terjadinya trafiking adalah faktor kemiskinan yang cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis, di mana korban diperjualbelikan bagaikan barang yang tidak berharga melalui tipu muslihat. Jika ditinjau dari aspek hukum, sindikat seperti ini sudah masuk area tindak pidana, perlakuan mereka orientasinya adalah bisnis, tanpa memikirkan bahwa perempuan dan anak merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang perlu dilindungi dan mempunyai harga diri sebagai pemangku hak dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pemerintah Indonesia telah melahirkan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights on the Child) melalui Keppres Nomor 36 Tahun1990 Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 57. Dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara telah selangkah lebih maju dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak. Dari uraian tersebut di atas, penulis hendak meninjau permasalahan ini dari sudut aturan-aturan dan perundang-undangan, maka penulis juga akan mengaitkan masalah perdagangan anak ini dengan kewajiban Indonesia sebagai negara peratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (KHA), khususnya kewajiban dalam pasal 35 KHA yang mewajibkan negara untuk mencegah penculikan, perdagangan, atau penyelundupan anak untuk tujuan dan dalam bentuk apapun. 1.2 Pengertian Anak Terdapat beraneka ragam pendapat mengenai pengertian anak, dan pada umur berapa seorang itu dikategorikan anak-anak. Menurut Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) pada tanggal 20 November 1989 yang telah diratifikasikan oleh Indonesia, disebutkan dalam pasal 1 pengertian anak, adalah: Semua orang yang di bawah umur 18 tahun. Kecuali undang-undang menetapkan kedewasaan dicapai lebih awal. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Pasal 1 menyatakan anak adalah Orang yang telah
2

Dalam Kompas, Rabu 17 Desember 2003. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan: Putuskan Rantai Sindikat Perdagangan. Tersedia juga di www. Kompas.com.

mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, LN 1979-32 tentang Kesejahteraan Anak dalam pasal 1, anak adalah: Seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum kawin. Di Indonesia sendiri dapat kita temui perbedaan pendapat mengenai orang yang dikategorikan sebagai anak seperti di bawah ini. a. Menurut Hukum Adat, anak tersebut sering dikatakan minderjarig heid (bawah umur), yaitu apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain yaitu jika dikuasai oleh orang tuanya, maka dia dikuasai oleh walinya (voogd) nya. Kriterianya adalah (Datuk Usman 1997: 2): 1. Belum penuh 21 tahun; 2. Belum Kawin. b. Menurut fiqh Islam, seseorang dikatakan dewasa, dengan salah satu tanda yang berikut (Sulaiman Rasyid 1998: 75). a. Cukup berumur 15 tahun; b. Keluar mani; c. Mimpi bersetubuh; d. Mulai keluar haid bagi perempuan. Pengertian-pengertian tersebut di atas menekankan, bahwa selama seseorang yang masih dikategorikan anak-anak, seharusnya masih dalam tanggung jawab orang tua wali ataupun negara tempat si anak tersebut menjadi warga negara tetap. Pada Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu dan tidak lebih dahulu kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa, mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan keenam bab ini. Sedangkan dewasa dan belum dewasa menurut Romli Atmasasmita adalah:

Selama di tubuhnya berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, orang itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur, anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 tahun untuk wanita dan 20 tahun untuk laki-laki, seperti halnya di Amerika, Yugoslavia, dan negara-negara barat lainnya (Romli Atmasasmita 1986: 34). Anak Menurut Konvensi Hak Anak Perhatian dunia terhadap nasib anak, sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun1924, ketika nasib anak-anak yang dijadikan budak atau anakanak dari budak-budak yang mempunyai nasib sangat buruk. Oleh karena itu pada tahun 1924 Liga Bangsa Bangsa (LBB) telah mengesahkan Deklarasi Hak Asasi Anak yang diusahakan oleh International Union for the Save Children. Dalam tahun yang sama lahir Universal Declaration of Human Rights yang meyakinkan bahwa: Semua orang dilahirkan bebas dan sama dalam keluhuran diri dan hak-hak, diterima 7 butir pokok Deklarasi 1924, pengakuan bahwa manusia berutang budi pada anak untuk sesuatu yang terbaik yang dapat diberikan kepada mereka, serta menerima bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab dalam memenuhi kewajibannya secara terhormat.3 Berkaitan dengan perkembangan perlindungan hak-hak asasi manusia, hak-hak anak menjadi perhatian dan seterusnya diakui bahwa hak anak adalah hak asasi manusia. Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dideklarasikan dalam Sidang Umum PBB 26 Januari 1990, Pemerintah Indonesia telah mengesahkannya dalam Keppres Nomor 36 Tahun 1990 yang menetapkan bahwa: Semua anak tanpa pengecualian apapun memiliki hak yang tercantum dalam deklarasi, tanpa perbedaan atau diskriminasi atau dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bangsa, agama, paham politik lainnya, asal kebangsaan atau asal sosial, kekayaan, kelahiran, dan status dari dirinya sendiri atau dari keluarganya. Oleh karena Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak, maka Indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan yang termaktub di dalam Konvensi Hak Anak.4 Dalam substansi atau materi
3 4

Dalam Mukadimah Konvensi Anak-anak PBB. Lihat Konvensi Hak Anak tahun 2000 hal. 121 .

Konvensi Hak Anak dideskripsikan secara detail, menyeluruh, dan maju merupakan apa saja yang menjadi hak anak. Konvensi Hak Anak melingkupi segenap hak yang secara tradisional melekat atau dimiliki anak sebagai manusia dan hak-hak anak sebagai hak anak yang memerlukan perlakuan dan perlindungan khusus. Konvensi Hak Anak terdiri dari 54 (lima puluh empat) pasal yang berdasar materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh negara peserta yang meratifikasi Konvensi Hak Anak. Materi hukum hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak:5 1. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak-hak anak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the rights of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan yang tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. 2. Hak terhadap perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan, dan keterlantaran bagi anak yang telah mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi. 3. Hak untuk tumbuh-kembang (development right), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan nonformal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan fisik anak. 4. Hak untuk berpartisipasi (participation right), yaitu hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hak yang mempengaruhi anak. Konvensi hak-hak anak ini, memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan dengan instrumen-instrumen sebelumnya. Perbedaan itu terutama, nampak dari caranya melihat dan memperlakukan anak, bukan semata-mata sebagai pihak yang ditempatkan secara paradoksal dengan orang dewasa, melainkan ia diperlakukan sebagai satu insan yang penuh dengan segala hak-hak yang secara inheren melekat pada diri anak manusia (Bagir Manan 1997: 86). Pasal 2 Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979 di rumuskan hak-hak anak sebagai berikut: 1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik di dalam keluarga

Ibid,.

2.

3. 4.

maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang wajar.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979 antara lain dikatakan bahwa anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban bagi generasi terdahulu untuk menjamin, memelihara, dan mengamankan kepentingan ini selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya di bawah pengawasan dan bimbingan negara, dan bilamana perlu oleh negara sendiri. Karena kewajiban inilah, maka yang bertanggung jawab atas asuhan anak wajib pula melindunginya dari gangguan-gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri. Sehingga secara kenegaraan, pemerintah menunjuk orang tua asuh dalam bentuk kelembagaan seperti panti asuhan dan diangkat orang tua asuh lainnya. Dalam penjelasan pasal 9 Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979 disebutkan, bahwa tanggung jawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban memelihara serta mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berkemauan serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa. Pengertian perempuan menurut Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak adalah orang yang mempunyai alat kelamin perempuan, dapat mengalami menstruasi, hamil, melahirkan anak, menyusui, dan termasuk orang yang telah mendapat status hukum sebagai perempuan. 1.3 Sejarah Lahirnya Konvensi Hak Anak Sejarah perjalanan hak-hak anak mulai dari gagasan sampai pada penerimaannya sebagai konvensi PBB berlangsung panjang. Berbicara mengenai sejarah perjalanan hak-hak anak dimulai dengan usaha

perumusan draf hak-hak anak yang dilakukan Mrs. Englantynee Jebb, pendiri Save the Children Fund. Seusai melaksanakan programnya merawat para pengungsi anakanak di Balkan setelah perang dunia pertama, Jebb membuat draf Piagam Anak. Pada tahun 1923 beliau menulis: Saya percaya bahwa kita harus menuntut hak-hak tertentu bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapatkan pengakuan universal.6 Dalam draf yang dikemukakannya Jebb mengembangkan 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak, yaitu:7 1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan mengenai ras, kebangsaan, dan kepercayaan. 2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga. 3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik materil, moral, dan spiritual. 4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus di didik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus/diberi perumahan. 5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan atau pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan. 6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi. 7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat. Pada tanggal 20 November 1989, Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) telah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force) pada tanggal 2 September 1990. Konvensi Hak Anak ini merupakan instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Oleh karena itu, Konvensi Hak Anak ini merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukkan masing-masing hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Konvensi Hak Anak merupakan hasil dari konsultasi dan pembicaraan negara-negara, lembaga-lembaga PBB, dan lebih dari lima puluh organisasi internasional.

6 7

Lihat UNICEF, Pengembangan Hak Anak dan Pedoman Pelatihan Tentang Konvensi 1996 hal. 24. Ibid,.

Berdasarkan materi hukum yang tercakup di dalam Konvensi Hak Anak, dapat dikualifikasikan beberapa isi konvensi, yakni: 1. Penegasan hak-hak anak; 2. Perlindungan anak oleh negara; 3. Peran serta berbagai pihak (pemerintah, masyarakat, dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap hak-hak anak. Di dalam pembukaan/preambule atau Konvensi Hak Anak, dikemukakan latar belakang dan landasan strategi-filosofis hak-hak anak yang menegaskan bahwa anak-anak, berhubung kondisi mereka yang rentan membutuhkan pengasuhan dan perlindungan khusus. Recalling that, in the Universal Declaration of Human Rights, the United Nation has proclamed that childhood is entitled to special care and assistance (Hadi Setia Tunggal 2000: 34). 1.4 Pengertian Trafiking Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah trafiking : Trafficking is the illicit and clandestine movement of persons across national and international borders, largely from developing countries and some countries and some countries with economies in transition, with the end goal of forcing women and girl children into sexually or economically oppressive and exploitative situations for the profit of recruiters, traffickers, and crime syndicates, as well as other illegal activities related to trafficking, such as forced domestic Labour, false marriages, clandestine employment and false adoption. (Perdagangan adalah suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kegiatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi). Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah perdagangan (trafficking):

Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali. Sesuai dengan definisi tersebut di atas bahwa istilah perdagangan (trafiking) mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Rekrutmen dan /transportasi manusia; b. Diperuntukkan bekerja atau jasa /melayani; c. Untuk keuntungan pihak yang memperdagangkan. Pengertian trafiking dari Protokol PBB pada Desember Tahun 2000, yaitu untuk mencegah, menekan, dan menghukum pelaku terhadap manusia, khususnya perempuan dan anak (Protocol to prevent, suppress, and punish trafficking in persons especially women and children, supplementing the United Nations Convention against transnational organized crime, December 2000). Pemerintah Indonesia telah menandatangani protokol ini. Kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung, atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu, memperdaya (termasuk membujuk dan mengiming-iming) korban, menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan, dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan izin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga (mengeksploitasi) korban (Irwanto dkk. 2001: 9). Dari definisi di atas dapat disimpulkan: a. Pengertian trafiking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau (sanak) keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud di sini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri. b. Meskipun trafiking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafiking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya

10

(misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orang tua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya. c. Tujuan trafiking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja (dengan memeras habis-habisan tenaga yang dipekerjakan) dan ekplotasi seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks). Pengertian sindikat perdagangan manusia, menurut Rebecca Surtees dan Martha Wijaya adalah sindikat kriminal, yaitu merupakan perkumpulan dari sejumlah orang yang terbentuk untuk melakukan aktivitas kriminal (Rebecca Surthes dan Martha Wijaya 2003: 290). Dari pengertian di atas, sindikat kriminal itu perbuatannya harus dilakukan lebih dari satu orang dan telah melakukan perbuatan tindak pidana dalam pelaksanaannya. Dalam aktivitas sindikat perdagangan perempuan dan anak ini kegiatannya selalu dilakukan secara terorganisir. Pengertian terorganisir menurut pendapat para sarjana adalah sebagai berikut. a. Donald Cressey: kejahatan terorganisir adalah suatu kejahatan yang mempercayakan penyelenggaraannya pada seseorang yang mana dalam mendirikan pembagian kerjanya yang sedikit, di dalamnya terdapat seorang penaksir, pengumpul, dan pemaksa. b. Michael Maltz: kejahatan terorganisir sebagai suatu kejahatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang memiliki kesetiaan terhadap perkumpulannya untuk menyelenggarakan kejahatan. Ruang lingkup dari kejahatan ini meliputi kekejaman, pencurian, korupsi monopoli, ekonomi, penipuan, dan menimbulkan korban. c. Frank Hagan: kejahatan terorganisir adalah sekumpulan orang yang memulai aktivitas kejahatannya dengan melibatkan diri pada pelanggaran hukum untuk mencari keuntungan secara ilegal dengan kekuatan ilegal serta mengikatkan aktivitasnya pada kegiatan pemerasan dan penyelewengan keuangan. Trafiking manusia untuk berbagai tujuan, telah berlangsung cukup lama, sejak dahulu kala hingga abad 21 ini, dari kerajaan Jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran. Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan

11

Jepang. Bahkan kini, di alam kemerdekaan dan dalam era globalisasi, kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak.8 Tujuan trafiking di Indonesia ialah perdagangan antardaerah/pulau dan antarnegara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehingga sangat memudahkan terjadinya trafiking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi di mana kasus trafiking domestik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan negara lain, seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jakarta, Bali, dan Jawa Timur merupakan daerah tujuan. 1.5 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia Dalam Kepres RI No.88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, menyebutkan faktorfaktor penyebab terjadinya perdagangan perempuan: a. Kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3% pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002. b. Ketenagakerjaan. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 angka partisipasi anak bekerja cenderung pula terus meningkat dari 1,8 juta pada akhir tahun 1999 menjadi 17,6% pada tahun 2000. c. Pendidikan. Survai sosial ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 15% yang tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14 anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. d. Migrasi. Menurut Konsorsium Peduli Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI) sepanjang tahun 2001 penempatan buruh migran ke luar negeri mencapai sekurang-kurangnya 74.616 orang telah menjadi korban proses trafiking. e. Kondisi keluarga. Pendidikan rendah, keterbatasan kesempatan, ketidaktahuan akan hak, keterbatasan informasi, kemiskinan, dan gaya hidup konsumtif merupakan faktor yang melemahkan ketahanan keluarga.

Lihat Kebijakan Penghapusan Perdagangan Manusia Khususnya Perempuan dan Anak, oleh Deputi Bandung Koordinator Pemberdayaan Perempuan Kementrian Koordinator Bandung Kesejahteraan Indonesia (2002: 1).

12

f.

g.

Sosial budaya. Anak seolah merupakan hak milik yang dapat diperlakukan sehendak orang tuanya, ketidak-adilan jender, atau posisi perempuan yang dianggap lebih rendah masih tumbuh di tengah kehidupan masyarakat desa. Media massa. Media masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafiking, dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafiking dan kejahatan susila lainnya.

Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan manusia, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu supply dan demand. Dari sisi supply antara lain: a. Trafiking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari industri seks saja diperkirakan US $ 1,2 3,3 milyar per tahun untuk Indonesia. Hal ini menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai fokus utama kegiatannya. b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga kesempatan untuk memiliki keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong kepergian anak dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga berisiko menjadi korban. c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi. d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja, sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah. e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan di usia muda yang rentan perceraian, yang mendorong anak memasuki eksploitasi seksual komersial. Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anakanak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya.

13

Dari sisi demand, antara lain: a. Adanya kegiatan pembangunan yang lebih melibatkan pekerja pendatang tidak tetap yang pada umumnya laki-laki, nampaknya berhubungan dengan tajamnya peningkatan pelacuran. b. Meningkatkan kemudahan dan frekuensi internasional bersamaan dengan tumbuhnya fenomena migrasi temporer karena alasan pekerjaan, telah meningkatkan peluang perdagangan manusia. c. Berkembangnya kejahatan dalam jaringan perdagangan manusia untuk prostitusi dan berbagai bentuk prostitusi lainnya. d. Globalisasi keuangan dan perdagangan memunculkan industri multinasional, kerjasama keuangan dan perbankan menyebabkan banyaknya pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional tinggal sementara di Indonesia. Keberadaan mereka meningkatkan demand untuk jasa layanan seks yang memicu peningkatan perdagangan perempuan. e. Banyak laki-laki Cina Taiwan yang merindukan perempuan Cina yang masih tradisional. Melalui layanan mail order bride yang sudah lebih dulu marak di Thailand dan Filipina, layanan diperluas ke Indonesia, melibatkan calo-calo sejak dari lapis bawah di Singkawang, tempat transit di Jakarta, dan di Taiwan. Satu mempelai bisa membuat para calo mendapat uang sekitar Rp 45 juta. Tetapi tidak semuanya berakhir dengan bahagia, karena ternyata para suami Taiwan itu ada yang hanya petani yang hidup di pelosok Taiwan dan banyak diantaranya suka melakukan tindakan kekerasan, membebani dengan banyak pekerjaan, dan memperlakukannya sebagai budak (Arif Gosita, dkk. 2001: 34). f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur, dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak (pekerja Jermal di Sumatera Utara, buruh-buruh pabrik/industri di kota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan, dan perusahaan penangkap ikan). Seringkali anak-anak bekerja dalam situasi yang rawan kecelakaan dan berbahaya. g. Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi/komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kondisi yang tertutup dari luar, anak-anak itu rawan terhadap penganiayaan baik fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istirahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh. h. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak-anak untuk bisnis tersebut. Ketakutan para

14

pelanggan terinfeksi virus HIV/AIDS menyebabkan banyak perawan muda direkrut untuk tujuan itu. Pulau Batam telah menarik orang asing tidak saja untuk membuka usaha, tetapi juga untuk pelayan seksual yang mudah didapat dan murah. Gadis-gadis belia dari Jawa dan Sumatera dengan gencar direkrut untuk memenuhi kebutuhan para pengusaha yang kebanyakan berasal dari Korea dan Singapura. Bali sebagai daerah wisata, banyak merekrut gadis-gadis lokal dan juga dari tempat-tempat lain di Indonesia untuk eksploitasi secara seksual, biasanya oleh turis-turis asing. Indonesia dan Taiwan adalah tujuan kedua wisatawan seks dari Australia. Dengan maraknya AIDS, anak-anak menjadi semakin laku. Harga anak perawan sangat mahal, dan dengan adanya resesi, membuat anak perawan keluarga miskin menjadi sangat potensial untuk dijual.

15

Anda mungkin juga menyukai