Anda di halaman 1dari 3

Total Productive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance (TPM) diciptakan pada tahun 1971 di Jepang berdasarkan konsep PM (Preventive Maintenanceatau Productive Maintenance) yang berasal dari Amerika Serikat. Sistem ini pertama kali diperkenalkan di pabrik Nippon Denso. Lahirnya TPM dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran perusahaan berkaitan dengan tidak efisiennya sistem produksi yang banyak mengorbankan sumber daya perusahaan sehingga produktivitas menjadi rendah (Dhillon, 2002). TPM merupakan konsep pemeliharaan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi sekaligus meningkatkan moral dan tanggung jawab karyawan pada masing-masing pekerjaan yang mereka lakukan (Kececioglu, 2002) Yoshikazu dan Osada (2000) menambahkan bahwa definisi dari TPM mencakup lima elemen diantaranya: 1. Untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan. 2. Memaksimalkan efektifitas mesin/peralatan secara keseluruhan. 3. Dapat diterapkan pada berbagai departemen. 4. Melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai produksi. 5. Merupakan pengembangan dari sistem perawatan berdasarkan PM melalui manajemen motivasi. TPM dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja perusahaan dengan melakukan pengamatan pada tiap lini produksi dan dianalisa berdasarkan keterkaitan antara konsep Autonomous Maintenance dan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). Dalam penelitiannya Said dan Susetyo (2008) mengatakan bahwa terjadi penurunan nilai OEE pada mesin bubut yang digunakan sebesar 13,17% yang disebabkan oleh nilai availability yang rendah. Keterkaitan antara Autonomous maintenance dengan OEE adalah pada perawatan dini yang dilakukan operator terhadap mesin agar mesin tersebut berfungsi dengan baik.

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan efektivitas peralatan secara keseluruhan untuk mengevaluasi sebarapa capaian performance dan reliability peralatan. OEE juga digunakan sebagai kesempatan untuk memperbaiki produktivitas sebuah perusahaan. Nilai OEE rendah ketika kurang dilakukan tindakan pencegahan, corrective maintenance, tingginya tingkat defect dan speed. Pada mesin atau peralatan terdapat enam penyebab paling umum yang mengakibatkan turunnya efisiensi pada proses manufaktur yang disebut Six Big Loses yang terdiri dari, kerusakan, setup and adjustment,reduced yield losses, small stop, reduced startup,dan kegagalan produksi (Hansen, 2001): 1. Kerugian karena kerusakan (breakdown), Kerusakan mesin atau peralatan akan menyebabkan waktu terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibat produk yang dihasilkan cacat 2. Kerugian karena pemasangan dan penyetelan (setup and adjustment losses), Kerugian karena pemasangan dan penyetelan adalah semua waktu pemasangan dan waktu penyesuaian yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti suatu jenis produk ke ke jenis produk berikutnya untuk produksi selanjutnya. Dengan kata lain, total kebutuhan mesin tidak berproduksi guna mengganti peralatan. 3. Kerugian karena operasi berhenti (small stop), Kerugian karena mesin beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat muncul jika factor eksternal mengakibatkan mesin atau peralatan berhenti berulang-ulang atau beroperasi tanpa menghasilkan produk. 4. Kerugian karena penurunan kecepatan operasi (reduced speed), Menurnnya kecepatan produksi timbul jika kecepatan operasi actual lebih kecil dari kecepatan mesin yang telah dirancang beroperasi dalam kecepatan normal. 5. Kerugian karena produk cacat (process defect losses), Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, limbah produksi meningkatkan dan peningkatan biaya untuk pengerjaan ulang. Kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk berproduksi kembali. 6. Kerugian pada awal produksi (reduced yield losses), Kerugian ini timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin atau peralatan untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas produk yang diharapkan. Kerugian yang timbul bergantung pada factor seperti kondisi operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan peralatan ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan produksi yang dilakukan. TPM mempunyai banyak manfaat diantaranya (Agustono dkk, 2006): 1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan TPM akan meminimalkan kerugiankerugian pada perusahaan. 2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin atau peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus. 3. Waktu pengiriman ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah dilaksanakan. 4. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik. 5. Meningkatkan motivasi kerja, karena karyawan atau pekerja merasa lebih dihargai. TPM dapat diterapkan pada perusahaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan proses yang akan dilakukan oleh perusahaan. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Ireland dan Dale (2001) yang

mengamati proses TQM pada 3 perusahaan yaitu Perusahaan A, B, dan C. Tiga perusahaan diantaranya merupakan perusahaan yang mengekspor ke pasar internasional, dan telah eksis selama lebih dari 30 tahun. Ketiga perusahaan tersebut menggunakan TPM karena mereka melihat ada kasulitan dalam bisnis. Seperti yang dikatakan Dal dkk (2000), bahwa alas an utama perusahaan gagal dengan TPM karena perusahaan tidak serius dengan perubahan. Ketiga perusahaan tersebut mempunyai struktur organisasi TPM, dimana manajer TPM melaporkan secara langsung ke pengelola. Implementasi TPM difasilitasi oleh jumlah kecil lini manajemen di tiap perusahaan. Perusahaan A dan C menggunakan coordinator atau fasilitator TPM untuk membantu implementasi TPM diperusahaan. Perusahaan A mempekerjakan 3 fasilitator untuk 700 karyawan dan perusahaan C 12 fasilitator untuk 1400 karyawan. Disisi lain, perusahaan B dengan hanya 130 karyawan hanya mempunyai manajer berkelas dunia untuk mengimplementasikan TPM

Anda mungkin juga menyukai