Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

dan

segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah1. Ayat di atas menegaskan bahwa semua jenis makhluk hidup memiliki kodrat berpasang-pasangan. Dalam kehidupan umat manusia, Islam hanya mengakui "penikahan sebagai satu-satunya bentuk berpasangan yang benar2. Tidak ada bentuk berpasangan yang lain seperti pacaran, kumpul kebo dll. Arti Nikah Menurut bahasa: berkumpul atau menindas. Adapun menurut istilah Ahli Ushul, Nikah menurut arti aslinya ialah aqad, yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara lelaki dan perempuan, sedangkan menurut arti majasi ialah setubuh. Demikian menurut Ahli Ushul golongan Syafiiyah. Adapun menurut Ulama Fiqih, Nikah ialah aqad yang di atur oleh Islam untuk memberikan kepada lelaki hak memiliki penggunaan terhadap faraj (kemaluan) dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan utama. Konsep pernikahan dalam Islam anehnya seringkali tidak dipahami secara utuh oleh para pemeluknya sendiri. Masih banyak muslim yang belum memahami konsep mengenai wali, mahar (maskawin), saksi, Kufu, dan hal-hal lain yang merupakan bagian dari konsep pernikahan menurut Islam. Kami pernah menemukan ada orang yang menyebut penghulu sebagai wali, padahal keduanya merupakan konsep yang sangat berbeda.
Al-Quran Surat Adz-Dzaariyaat ayat 49 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Cetakan IX (Jakarta: Penebar Salam. 2001), hal. 237
2 1

Karena itu di tulisan ini kami ingin mencoba menjelaskan tentang konsep pernikahan dalam Islam. Untuk kesesuaian dengan tugas yang diberikan kepada kami, maka kami hanya membatasi pembahasan hanya pada beberapa hal yang ada dalam konsep pernikahan menurut Islam yaitu, tentang syarat, rukun, dan hukum menikah dalam Islam (termasuk di dalamnya tentang wali, mahar, dan saksi), tetang bagaimana cara memilih jodoh dan meminangnya dan beberapa hal yang terkait dengan apa yang sudah kami sebutkan. Dalam penulisan ini, kami menggunkan teknik studi pustaka baik dari buku, artikel, internet dan literatur lainnya. Pastinya akan ada kekurangan dan mungkin kesalahan dalam tulisan kami, tentunya itu bukanlah faktor kesengajaan dari kami dan mohon untuk dimaklumi dan dimaafkan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini tentunya akan kami sambut dengan baik.

BAB II PEMBAHASAN II.1. Hukum Nikah dalam Islam Ada berbagai pendapat tentang bagaimana hukum menikah dalam agama Islam. Namun, hukum-hukum tersebut tidak lepas dari konsep ahkamul khomsah yang ada dalam ajaran Islam, yaitu Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh dan Haram. Hal ini berkaitan dengan menikah dalam konteks sebuah ibadah. Meskipun ada pendapat yang menyatakan bahwa menikah bukanlah suatu ibadah melainkan kebutuhan manusia, namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam pernikahan banyak sekali ibadah yang terkait, seperti memberi nafkah keluarga bagi suami, berhubungan badan di malam jumat dan lain-lain. Jadi meskipun menikah bukanlah suatu ibadah, tetapi sangat erat kaitannya dengan ibadah3. II.1.A. Wajib Imam Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya4. Jadi menikah hukumnya wajib jika orang tersebut telah cukup umur (baligh), memiliki kemampuan finansial untuk membayar maskawin dan menafkahi keluarga dan beresiko melakukan zina. Hal ini didasarkan pada menghindari perbuatan zina adalah hukumnya wajib jadi menikah untuk menghindari zina adalah

Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, ( Jakarta : Timer Publising. 2010 ) halaman 5-8 4 Lihat _____,Hukum Pernikahan dalam Islam artikel diakses 20 Juli 2011 dari http://elfadhi.wordpress.com/2007/03/29/hukum-pernikahan-dalam-islam/ 29 Maret 2007

wajib juga hukumnya. Menurut Prof. Dr. Wahbah Azzuhaily Sesuatu yang mengarah pada wajib maka hukumnya juga wajib5 Rasulullah SAW pernah bersabda :

Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat. (HR. Bukhari dan Muslim)6 Dari hadist di atas secara jelas Rasulullah SAW memerintahkan umatnya yang sudah mampu untuk segera menikah. Perintah tersebut ditujukan sebagai upaya untuk menahan nafsu (dalam hal ini nafsu birahi) dan agar umatnya tidak terjerumus ke dalam jurang perzinahan. Hadist lain yang mendukung pendapat bahwa seorang muslim sebaiknya segera menikah jika sudah mampu secara fisik dan ekonomi adalah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahman bin Hanbal, Ibnu Abi Syabah, dan Ibnu Abdil Barr yang menyatakan bahwa suatu hari Ahkaf bin Wadaah bertemu Rasulullah SAW dan ditanya : Apakah engkau sudah punya istri wahai Ahkaf? ; Ahkaf menjawab: Tidak ; Rasulullah SAW kemudian bertanya lagi: Apakah engkau mempunyai Jariyah (hamba sahaya)? ; Ahkaf Menjawab: Tidak. Rasulullah SAW bertanya lagi: Adakah engkau sehat dan berkecukupan? ; Ahkaf Menjawab: Iya, Alhamdulillah ; Rasulullah Lantas
Dr. Syaikh Wahbah Azzuhaily, Al-Fiqhul Islam wa Adilklatahu, cetakan ke-3, jilid I (USA : Darul Fikr 1983) hal. 157 6 Lihat Abu Hamzah Ibnu Qomari, Hikmah dan Hukum Nikah, artikel diakses 20 Juli 2011 dari http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/01/hikmah-dan-hukum-nikah/ 1 September 2007
5

bersabda: Jika demikian maka engkau adalah teman setan. Jika engkau termasuk pendeta (yang selibat/tidak kawin) maka bergabunglah dengan mereka. Jika engkau termasuk golongan kami maka lakukan seperti yang kami lakukan (menikah). Dan sesungguhnya termasuk dari sunnah-sunnah kami adalah menikah. Seburuk kalian adalah pelajang dari kalian. Sesungguhnya yang paling hina dari kematian kalian adalah kematian dalam keadaan melajang.7 (H.R.Ahmad) Hadist di atas memang tidak secara langsung menyatakan bahwa menikah adalah wajib hukumnya bagi umat Islam, tetapi di akhir hadist Rasulullah SAW sampai menanyakan apakah Ahkaf termasuk golongan pendeta yang tidak kawin menunjukkan bahwa orang Islam yang sudah mampu secara fisik dan ekonomi dan tetapi tidak mau menikah bukanlah golongan umat yang mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. II.1.B. Sunnah Menikah hukumnya Sunnah bagi muslim yang telah mampu secara fisik dan ekonomi untuk menikah tetapi dia tidak beresiko terjerumus ke dalam perbuatan zina8. Ukuran tidak beresiko disini bisa karena banyak hal, karena memang orang tersebut punya keimanan dan ketaqwaan yang kuat, kondisi lingkungan yang kondusif dan tidak membuka celah terhadap perbuatan zina atau sebab lain. Rasulullah SAW bersabda9 :

7 8

Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, .. halaman 4-5 Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, ...halaman 7-8 Lihat Abu Hamzah Ibnu Qomari, Hikmah dan Hukum Nikah, ..

Dalam kemaluanmu ada sedekah. Mereka bertanya:Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala? Beliau bersabda:Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala. (HR. Muslim, Ibnu Hibban) Artinya menurut hadist di atas menikah itu hal yang halal dan jika dikerjakan maka ia mendapat pahala, sementara Rasulullah SAW tidak pernah secara eksplisit menyatakan bahwa menikah adalah wajib, jadi orang yang tidak menikah selama ia tidak terjebak dalam jurang zina ia tidak berdosa tetapi tidak mendapatkan pahala. Yang termasuk menikah yang berhukum sunah adalah menikah dengan niat ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya10. Menikah juga dianggap sunnah jika untuk mendapatkan keturunan karena ia berarti telah menjalankan ajaran Rasulullah SAW dalam hal memperbanyak umat beliau sebagaimana hadist: Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-Baihaqi 7/78)11

10 11

Lihat Abu Hamzah Ibnu Qomari, Hikmah dan Hukum Nikah, Lihat _____,Hukum Pernikahan dalam Islam ...

III.1.C. Mubah menikah hukumnya mubah atau boleh bagi muslim yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal), meskipun dalam beberapa pendapat seperti pendapat imam Syafii nikahnya orang yang impoten dihukumi makruh Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram12. Secara umum,

III.1.D. Makruh Orang yang punya penghasilan kecil yang dikhawatirkan akan kesulitan dalam menafkahi keluarganya dan tidak sempurna kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar (buruk/berbahaya) bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, seperti istri menjadi semena-mena dan mau menangnya sendiri karena

12

Lihat Abu Hamzah Ibnu Qomari, Hikmah dan Hukum Nikah,

merasa sebagai yang berpenghasilan lebih dalam keluarga dan menjadi tulang punggung dalam keluarga, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar13. Menurut Madzhab Syafii, makruh juga hukum menikahnya orang yang punya penyakit yang tak bisa disembuhkan, berusia sangat tua, impoten, menikahi perempuan yang sudah dipinang oleh orang lain, juga nikah sebagai muhallil (penengah pernikahan wanita yang sudah ditalak tiga oleh mantan suaminya agar bisa dinikahi lagi oleh mantan suaminya tadi). Termasuk makruh juga jika dalam pernikahan tersebut salah satu pasangan memanipulasi data diri sebgai upaya yang sengaja, seperti status sosial, keturunan, status kemerdekaannya atau kebudakannya14. III.1.E. Haram Menikah dapat menjadi haram hukumnya secara normal dikarenakan karena ia tidak akan mampu untuk menafkahi keluarganya baik secara ekonomi maupun secara biologis (dalam hubungan dengan istri) kecuali dia sudah berterus terang sebelumnya kepada calon istrinya dan sang calon istri bisa menerimanya dengan penuh kerelaan. Termasuk yang diharamkan juga adalah pernikahan orang yang berpenyakit menular yang berbahaya seperti AIDS, Syphilis, Gonorhae dan lain-lain yang dapat membahayakan kesehatan dan bahkan nyawa calon pasangannya, kecuali dia menjelaskannya terlebih dahulu pada sang calon pasangan, inipun dengan catatan bahwa pernikahan tersebut hukumnya masih makruh atau dengan kata lain sangat tidak dianjurkan. Selain itu menurut Madzhab Syafii, secara khusus ada Sembilan perkawinan yang dilarang atau di haramkan15 yaitu :
13 14

Lihat _____,Hukum Pernikahan dalam Islam . Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, .hal 7 15 Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, . ..hal 31-34

1. Pernikahan Syighar. Yang dimaksud dengan pernikahan Syighar adalah

pernikahan barter, dimana seorang wali menikahkan anak atau kerabatnya dengan maskawin mengawini anak atau kerabat dari pihak laki-laki. Dalam hal ini yang menjadi maskawin adalah keperawanan masing-masing. Dasar pendapat ini adalah hadist Muslim dari ibnu Umar Tiada bentuk Syighar dalam islam.
2. Nikah Mutah, yaitu pernikahan yang menggunakan batas waktu atau istilah

umumnya adalah nikah kontrak. Cacat nikah ini adalah digunakannya batas waktu, yang mana hal ini bertentangan dengan ajaran islam yang mengajarkan bahwa pernikahan itu untuk selamanya dan membina keluarga. 3. Perikahan yang dilakukan oleh orang yang sedang melalakukan Ihram baik untuk haji maupun umroh. Hal ini karena orang yang dalam keadaan Ihram memang diharamkan untuk menikah. 4. Pernikahan yang dilakukan oleh para wali seorang perempuan dengan beberapa orang yang berbeda. Contohnya sang ayah perempuan menikahkan anaknya dengan si A sementara sang kakek perempuan tersebut menikahkannya dengan si B dimana tidak diketahui mana yang lebih dahulu. Jika diketahui maka yang terakhir dianggap tidak sah. 5. Menikahi wanita yang sedang dalam masa iddah (masa menunggu setelah diceraikan atau ditinggal mati suaminya). 6. Menikahi wanita yang diragukan apakah ia hamil atau tidak.

7. Pernikahan seorang muslim dengan perempuan non-muslim16 termasuk

perempuan Islam yang murtad (keluar dari agama Islam).


8. Pernikahan seorang muslimah dengan laki-laki non-muslim termasuk laki-laki

yang murtad. 9. Menikahi wanita yang suka berganti agama. Ada banyak perbedaan pendapat tentang hukum menikah ini sebagai contoh, Imam Syafii menganggap pernikahan sebagai muhallil makruh sementara Imam Hanbali menganggap hal itu haram karena pernikahan itu tidak karena Allah melainkan karena orang, dalam hal ini adalah mantan suami dari perempuan yang akan dinikahi oleh muhallil. Juga menurut Imam Syafii menikahi perempuan yang sudah dipinang orang lain dihukumi makruh sementara Imam Maliki menilai hal itu haram17. Adapun pernikahan yang dianggap haram oleh semua ulama islam adalah menikahi wanita yang masih menjadi muhrimnya. Perempuan-perempuan yang tergolong muhrim ada 14 macam yang terbagi dalam empat golongan18 yaitu : 1. 7 (tujuh) orang dari sebab nasab (keturunan) : a. Ibu, ibunya ibu, dan ibu dari bapak sampai garis keturunan ke atas dst. b. Anak, cucu, dan keturunan ke bawah dst. c. Saudara perempuan kandung atau yang seayah atau yang seibu. d. Saudara perempuan bapak. e. Saudara perempuan Ibu.
16 17

Dalil untuk masalah ini jelas dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 221 Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, ..hal 35 18 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, ...., hal. 238

10

f. Anak perempuan dari saudara laki-laki, dan terus ke bawah. g. Anak perempuan dari saudara perempuan, dan terus ke bawah.
2. 2 (dua) orang sebab radlaah (susuan) :

a. Perempuan yang menyusui kita sekalipun itu bukan ibu kandung kita. b. Saudara perempuan satu susuan. 3. 4 (empat) orang dari sebab mushaharah (perkawinan) :
a. Ibu dari isteri (ibu mertua).

b. Anak tiri, apabila sudah pernah menggauli ibunya.


c. Isteri dari anak (menantu). d. Isteri dari bapak (ibu tiri). 4. 1 (satu) orang dari sebab jama (berkumpul) yaitu saudara perempuan dari isteri.

Dasar tentang perempuan yang menjadi muhrim ini adalah firman Allah SWT. :

11

12


19

22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). 23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan20; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudarasaudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budakbudak yang kamu miliki21 (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian22 (yaitu) mencari isteriisteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang
Al-Quran Surat An-Nisa ayat 22-24 Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lainlainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama Termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. 21 Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersamasamanya. 22 Ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 23 dan 24.
20 19

13

telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu23. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. II.2. Memilih Jodoh Dalam agama Islam, ada empat kriteria yang bisa digunakan oleh seorang lakilaki dalam upaya mencari jodoh yang baik untuk dirinya. Keempat kriteria tersebut disebutkan oleh Rasulullah dalam hadist beliau :


Artinya: Wanita dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung. (H.R.Ibnu Majah)24 Jadi dalam memilih jodoh, Islam mengajarkan untuk memilihnya berdasarkan apakah si calon isteri berharta banyak (kaya), nasab atau keturunnya dari keluarga yang baik dan alim, kecantikannya, dan terakhir karena ilmu agamanya. Jika calon isteri
23

Ialah: menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah

ditetapkan. Lihat Annisa Hidayat, Konsep memilih pasangan hidup dalam perspektif hadist, artikel diakses 21 Juli 2011 dari http://annisahidayat.wordpress.com/2010/04/22/konsep-memilih-pasanganhidup-dalam-perspektif-hadis/ 22 April 2010
24

14

kaya, maka sang suami tidak perlu khawatir keluarganya akan kekurangan dan dia bisa banyak beramal dengan harta isterinya seperti bersedekah, infaq dll. Jika si isteri dari keturunan yang status sosialnya tinggi maka secara tidak langsung hal ini akan mengangkat status sosial si suami itu sendiri. Jika si isteri punya wajah yang cantik, maka si suami tidak akan tertarik pada wanita lain dan bisa menghindari terjadinya perselingkuhan dan zina. Namun yang paling utama adalah jika si calon isteri punya dasar agama yang kuat karena akan membuat si suami tenang dan bisa ikut meningkatkan keimanannya juga. Mengenai keutamaan menikahi perempuan karena faktor agamanya dan bukannya faktor lain dapat dilihat dari hadist Rasulullah SAW yang artinya25 : Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membawa kerusakan bagi mereka sendiri. Dan janganlah kamu menikahi wanita karena mengharap hartanya, mungkin hartanya itu akan menyebabkannya sombong. Tetapi nikahilah mereka dengan dasar agama dan sesungguhnya budak yang hitam lebih baik asal ia takwa kepada Allah SWT. (H.R.Baihaqi). Juga ada hadist lain yang menyarankan agar para muslim tidak menikahi seorang wanita karena faktor keturunan sebagaimana sabda Rasulullah SAW26. : Barang siapa menikahi seorang wanita karena kebangsawanannya, niscaya Allah tidak akan menambah kecuali kehinaan. Jadi sekali lagi jelas bahwa dalam konsep memilih jodoh, yang paling baika adalah memilih dengan dasar dan alasan agama dan bukan yang lain. Dalam ajaran islam juga dikenal istilah Kufu (keserasian) dalam arti mempelai pria dan mempelai wanita setara dalam agama, nasab, dan fisik (tidak ada cacat permanen baik fisik maupun psikologis). Hal ini didasarkan pada hadist Rasululah

25 26

Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, hal. 240 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, .. hal. 239-240

15

SAW. : Tiga hal jangan ditunda. Sholat jika telah masuk waktunya, (merawat) jenazah jika sudah tiba, dan (menikahkan) gadis yang sudah mendapatkan jodoh yang sepadan (kufu)27. Dalam hal ini kufu adalah hak dari mempelai wanita dan walinya. Artinya mereka bisa saja membatalkan pernikahan jika mereka merasa mempelai pria tidak kufu dengan mempelai wanita meskipun hal ini bukan termasuk dalam syarat atau rukun pernikahan. II.3. Meminang (Khitbah) Pengertian meminang adalah pernyataan seorang laki-laki yang meminta kesedian seorang wanita untuk menjadi isterinya28. Peminangan atau biasa juga disebut lamaran ini sangat penting terutama berkaitan dengan syarat nikah bahwa harus ada kesediaan dari kedua belah pihak29, dan berkaitan dengan agar tidak terjadi seorang wanita yang sudah dilamar oleh seorang muslim di pinang juga oleh orang lain sebagimana sabda Rasulullah SAW : Orang mukmin adalah saudara orang mukmin, maka tidak halal bagi seorang mukmin meminang seorang wanita yang sedang dipinang oleh saudaranya. Sampai nyata-nyata sudah ditinggalkannya. (H.R. Ahmad dan Muslim)30. Dalam tata caranya, meminang bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain langsung datang sendiri kepada orang tua wanita yang akan dipinang dan mengajukan lamaran, bisa dengan meminta tolong orang lain dan bisa juga dengan sindiran jika wanita tersebut dalam keadaan iddah bain (masa menunggu pasca ditinggal mati suaminya atau sudah di talak tiga sebagaimana firman Allah31 :

27

Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, ...hal 10 Lihat Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, .... hal. 238 29 Tentang syarat nikah akan dijelaskan dalam sub bab tersendiri 30 Lihat Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, .. hal. 239 31 Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 235
28

16

dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu32 dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Dalam hal meminang, Islam juga mengajarkan agar kedua calon bisa bertemu muka dan saling mengenali serta saling menilai sebelum menentukan apakah pinangan itu diterima atau tidak sebagaimana hadist Rasulullah SAW : apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang wanita, maka tidak berhalangan atasnya untuk melihat wanita itu dengan sengaja, semata-mata untuk mencari perjodohan, baik diketahui oleh wanita itu atau tidak (H.R. Ahmad) 33. Hal ini supaya tidak terjadi membeli kucing dalam karung yang beresiko menimbulkan penyesalan dikemudian hari. II.4. Syarat dan Rukun Nikah Secara umum, syarat pernikahan dalam agama Islam adalah adanya persetujuan dari kedua belah pihak yang akan menikah dan bahwa pernikahan itu tidak dilarang karena sebab-sebab tertentu dan tidak melanggar larangan-larangan dalam agama Islam. Sedangkan secara khusus, syarat-syarat perkawinan berkaitan dengan tiap-tiap unsur dalam rukun nikah itu sendiri. Adapun rukun nikah ada lima34 yaitu :

Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam 'iddah karena meninggal suaminya, atau karena Talak bain, sedang wanita yang dalam 'iddah Talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan sindiran. 33 Lihat Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, hal. 239 34 Lihat Nabawi, Hukum Pernikahan dalam Islam, artikel diakses tanggal 21 Juli 2011 dari http://blog.bukukita.com/users/nabawi/?postId=5333 2 September 2008

32

17

1. Adanya calon mempelai pria 2. Adanya calon mempelai wanita 3. Adanya Wali 4. Adanya saksi-saksi
5. Adanya Ijab dan Qabul (Aqad Nikah)

Sedangkan syarat-syarat untuk masing-masing unsur rukun adalah sebagai berikut35 : 1. Untuk calon mempelai pria :
a. Beragama Islam

b. Tidak dalam keadaan terpaksa (atas inisiatif sendiri dan ada kerelaan)
c. Baligh dan berakal dalam arti tidak gila dan cakap hukum serta layak

berumah tangga d. Jelas orangnya


e. Tidak ada hal yang menghalangi pernikahan seperti tidak dalam keadaan

ihram, bukan muhrim, sudah punya empat orang isteri dsb, yang mana halhal tersebut dapat membuat pernikahannya tidak sah 2. Untuk calon mempelai wanita :
a. Beragama Islam

b. Jelas orangnya
Lihat Eko Marwanto, Syarat dan Rukun Nikah dalam Islam, artikel diakses tanggal 21 Juli 2011 dari http://www.ekomarwanto.com/2011/06/syarat-dan-rukun-nikah-dalam-islam.html 1 Juni 2011. Lihat juga Sapto Sardiyanto, Rukun dan Syarat Pernikahan, artikel diakses tanggal 21 Juli 2011 dari http://www.wonosari.com/t2240-rukun-dan-syarat-perkawinan, 9 Agustus 2008
35

18

c. Tidak ada hal yang mengahalangi pernikahan, seperti tidak sedang ihram, tidak dalam masa iddah dan tidak sedang menjadi isteri laki-laki lain. Dsb yang dapat membuat pernikahannya tidak sah 3. Untuk wali : a. Beragama Islam
b. Baligh dan berakal serta adil

c. Punya hak atas perwalian baik secara langsung atau sebagai wakil
d. Tidak ada halangan untuk menjadi wali

4. Untuk saksi-saksi : a. Laki-laki b. Beragama Islam c. Baligh dan berakal d. Hadir dalam majelis aqad pernikahan e. Mengerti hukum khususnya tentang aqad nikah
5. Untuk Ijab dan Qobul (Aqad Nikah) :

a. Adanya Ijab (penyerahan dari wali) b. Adanya Qobul (penerimaan dari mempelai pria)
c. Ijab harus menggunakan kata-kata nikah atau yang searti dengannya

19

d. Antara Ijab dan Qobul harus jelas dan berkaitan dan masih dalam satu majelis Selain syarat-syarat di atas ada juga satu syarat sahnya nikah yang lain yaitu adanya mahar atau maskawin36 sesuai dengan firman Allah SWT37 :

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. Juga dalam hadist Rasulullah SAW : Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Ali ra. Ketika sudah menikah dengan Fatimah dan bermaksud akan campur, Rasulullah melarangnya sebelum ia member sesuatu. Ali menjawab : Saya tidak punya apa-apa. Rasulullah bersabda : Berikanlah baju perangmu itu. Kemudian Ali menyerahkan baju perangnya kepada Fatimah, setelah itu didekatinya Fatimah sebagaimana suami mendekati isterinya. (H.R. Abu Daud)38. Ayat Al-Quran dan hadist di atas menjadi dasar tentang perlunya mahar dalam prosesi pernikahan. Mahar disini adalah pemberian dari calon suami pada calon isterinya sebagai syarat halalnya isteri untuk dicampuri sebagaimana firman Allah SWT
Mahar disini juga kadang dimasukkan dalam rukun nikah oleh sebagian ulama, tetapi kebanyakan ulama (jumhur ulama) hanya menempatkannya sebagai syarat saja. Artinya pernikahan yang dalam prosesi aqadnya maharnya tidak langsung dibayar tetap sah. 37 Al-Quran Surat An-Nisa ayat 4 38 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, ..hal. 245
36

20

dalam surat An-Nisa ayat 2439. Sedangkan besaran mahar tidak ditentukan ukurannya tetapi harus ada nilainya baik dalam bentuk barang atau jasa. Yang terpenting adalah adanya keikhlasan dari calon isteri atas mahar yang dibayarkan untuknya. Mahar ada dua macam menurut penentuan besarnya40, yaitu : mahar mitsil, mahar yang ketentuan besarnya mahar didasarkan pada saudara perempuan yang sudah menikah sebelumnya atau berdasar adat yang berlaku di lingkungan tersebut. Penentuan mahar ini dilakukan jika pada waktu aqad nikah tidak disebutkan jumlah besarnya mahar. Jenis mahar yang kedua adalah mahar musamma yang mana penentuannya didasarkan oleh permintaan calon isteri atau walinya dan disebutkan dalam akad nikah. Hikmah mahar adalah sebagai latihan bagi calon suami yang akan punya kewajiban untuk menfkahi keluarhganya. Mahar disini dianggap sebagai pemberian dan kewajiban pertama seorang suami terhadap isterinya yang menjadi awal dari pemberian-pembarian lain yang menjadi kewajiban suami di masa yang akan dating setelah mereka hidup berumahtangga. Dalam hal hak, mahar adalah hak calon isteri dan bukan wali atau orang tuanya sebagimana dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 4 di atas. Karena itu tidak seorangpun termasuk wali yang boleh mengambil mahar yang diberikan calon suami kecuali atas izin si calon isteri. Dalam rukun nikah ini yang seringkali menjadi pertanyaan adalah mengenai wali nikah. Dasar tentang wali ini adalah hadist Rasulullah SAW : Tidak sah menikah melainkan dengan wali, dan dua orang saksi yang adil. (H.R. Ahmad). Hal ini

Ayat ini bisa dilihat di sub bab sebelumnya di bagian hukum nikah dalam Islam Lihat _____, Pernikahan Menurut Hukum Islam, artikel diakses 22 Juli 2011 dari http://denchiel78.blogspot.com/2010/04/perkawinan-menurut-hukum-islam.html
40

39

21

menjelaskan bahwa posisi wali harus ada dalam pernikahan, karena itu wali termasuk rukun nikah. Jenis wali secara umum ada empat yaitu41 :
1. Wali Mubjir : Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada

bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan).
2. Wali aqrab : Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak

menjadi wali seperti saudara laki-laki dari mempelai perempuan.


3. Wali abad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi

wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali abad ini akan berpindah kepada wali abad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
4. Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah

atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu. Pertanyaan tentang wali yang paling mendasar adalah mengapa perempuan harus memakai wali dan laki-laki tidak? Jawaban yang sedikit ekstrim adalah bahwa pernikahan diibaratkan seperti perdagangan, dimana wali dalam hal ini adalah adalah penjual dan mempelai perempuan sebagai dagangannya. Sementara mempelai pria adalah pembelinya yang membayar dengan memberikan mahar42. Analogi ini punya beberapa kelemahan antara lain bahwa mahar adalah milik isteri, sedangkan dalam
Lihat _____, Pernikahan Menurut Hukum Islam, artikel diakses 22 Juli 2011 dari http://denchiel78.blogspot.com/2010/04/perkawinan-menurut-hukum-islam.html 42 Lihat Musthafa Helmy, Catatan-catatan Pernikahan, ..... hal 91
41

22

proses jual beli, uang yang dibayarkan bukan menjadi milik barang tetapi menjadi milik penjual (dalam hal ini adalah wali). Jadi ada cacat dalam analogi tersebut. Jawaban menurut penulis adalah bahwa hal ini berkaitan dengan posisi perempuan dalam rumah tangga Islam. Tak bisa dipungkiri bahwa Islam memang lebih meninggikan posisi laki-laki dari perempuan dalam hierarki rumah tangga. Yang menjadi kepala keluarga adalah suami bukan isteri. Apakah ini berarti Islam merendahkan derajat perempuan? Jawabannya adalah tidak. Karena seiring dengan statusnya yang lebih tinggi, tanggung jawab dan kewajiban seorang suami juga jauh lebih besar dibanding isteri. Suami berkewajiban menafkahi keluarga sementara isteri tidak. Bahkan kewajiban member ASI kepada anak secara hukum adalah tanggung jawab suami dan bukan isteri. Dari sini saja bisa dilihat bahwa isteri punya bargaining power yang sangat besar terhadap suami, misalnya si isteri meminta bayaran untuk ASI yang ia keluarkan, maka suami berkewajiban membayar. Jadi posisi suami dalam rumah tangga memang lebih tinggi tetapi hal ini tidak mengurangi keadilan terhadap kaum perempuan yang menjadi isteri, sebagaimana firman Allah SWT43 :
.

.Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya44. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 228 Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan Kesejahteraan rumah tangga (Lihat juga surat An Nisaa' ayat 34).
44

43

23

Jadi mengapa perempuan harus menggunkan wali sedangkan laki-laki tidak karena perempuan disumsikan sebagai seorang yang akan menyerahkan sebagian kedaulatan pribadinya kepada laki-laki yang akan menjadi suaminya. Sebelumnya kedaulatan tersebut adalah milik orang tuanya, jadi bisa dikatakan bahwa penggunaan wali untuk perempuan disebabkan karena orang tua adalah pemegang sebagian kedaulatan pribadi anak perempuannya dan dalam proses akad nikah, dia menyerahkan sebagian kedaulatan tersebut kepada laki-laki yang akan menjadi suaminya. II.5. Tujuan dan Hikmah Nikah Kawin (hubungan intim) adalah hal yang kondrati pada diri manusia sebagai makhluk yang diciptakan saling berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Dalam Islam kawin ini diatur dalam konsep pernikahan. Pengaturan ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat akibat tak terkendali nafsu manusia yang pada dasarnya tidak suka dibatasi, terutama dalam hal yang menyenangkan seperti kawin. Fungsi pernikahan tidak terbatas pada pengaturan saja, melainkan banyak tujuan dan hikmah yang bisa diambil dari padanya. Beberapa tujuan dan hikmah pernikahan antara lain adalah45 :
1. Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu birahi. Dalam hal ini pernikahan

adalah satu-satunya cara agar seorang perempuan halal digauli oleh seorang laki-laki. Manfaat yang lain adalah tidak bebasnya manusia untuk bergontaganti pasangan tidur yang mana hal itu hanya dilakukan oleh hewan yang tidak punya akal. Jadi pernikahan juga menganggkat derajat manusia agar tidak sama dengan hewan.

45

Lihat _____, Pernikahan Menurut Hukum Islam, ..

24

2. Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman

sebagaimana difirmankan Allah SWT46 :

Dan

di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
3. Untuk menjalankan syariat dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

sebagaimana hadist Rasulullah SAW yang artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ? Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :Ya, benar. Beliau bersabda lagi : Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala ! (H.R.Muslim)
46

Al-Quran surat Ar-Rum ayat 21

25

4. Untuk memperoleh keturunan yang sholeh dan memperbanyak umat Islam

Karena ada hadist dari Anas bin Malik ra. Yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat. (H.R.Ahmad)
5. Sebagai penyempurna iman sebagaimana hadirt Rasulullah SAW47 :

Barangsiapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya. (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani) 6. Dapat mengeratkan tali silaturahmi antara dua keluarga muslim yaitu keluarga suami dan isteri Selain tujuan dan hikmah di atas, tentunya masih banyak lagi yang lain yang tak bisa kami sebutkan satu-persatu karena sangat banyaknya. Tetapi apa yang kami jelaskan di atas kami rasa cukup mewakili secara garis besar tentang apa keuntungan menikah bagi seorang muslim. Yang pasti adalah bahwa menikah sangat dianjurkan dalam Islam karena menikah adalah sunnah Rasulullah. Bahkan beliau sampai punya total 9 (sembilan) isteri! Hal in menunjukkan bahwa menikah, selama itu dilakukan dengan cara dan dasar yang benar, insyaAllah akan bermanfaat bagi yang melakukannya.

47

Lihat Abu Hamzah Ibnu Qomari, Hikmah dan Hukum Nikah, ........

26

BAB III PENUTUP Pernikahan adalah jalur resmi dan satu-satunya yang diakui dalam agama Islam dalam rangka menyalurkan hasrat seksual manusia. Tujuannya adalah utuk mengatur agar hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak kacau dan semrawut. Pernikahan dapat menghindari sex bebas yang sering menimbulkan masalah dibelakangnya seperti anak yang tidak diakui ayahnya, menjangkitnya penyakit kelamin dll. Pernikahan dalam Islam hukumnya bersifat relatif tergantung kondisi dan situasi. Hukum nikah bisa wajib,sunah, mubah, makruh atau haram tergantung faktor yang melatarbelakangi pernikahan itu dan pelakunya. Hal ini menunjukkan bahwa hukum Islam dalam bidang muamalah bersifat dinamis. Adanya perbedaan pandangan dalam menentukan hukum suatu pernikahan juga mengajarkan umat muslim agar mampu menghargai dan bertoleransi dalam hal perbedaan pendapat, karena umumnya pendapat para ulama tentang suatu hukum tidak diambil secara serampangan tetapi memalui proses ijtihad yang ketat dan kaidah-kaidah yang ketat pula sehingga kemungkinan kesalahan bisa diminimalisir. Islam bukan hanya mengajarkan tentang hukum dan tata cara pernikahan saja. Islam sebagai agama yang sempurna48 juga memberikan petunjuk tentang hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan seperti bagimana cara memilih jodoh yang baik, bagaimana cara meminang calon istri yang baik, dan bagaimana membina hubungan rumah tangga yang baik yang akan membawa manusia yang mengikutinya ke jalan

48

Lihat Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3

27

yang benar dan selamat dunia dan akhirat. Ini menunjukkan betapa luar biasanya agama Allah SWT yang dibawa oleh Rasul terbaiknya Muhammad SAW. Pernikahan juga dianggap penting karena didalamnya terdapat banyak hikmah. Hikmah yang paling besar adalah tercapainya ketenangan dan ketentraman hidup yang penuh dengan kasih sayang atau dalam bahasa arabnya adalah mawaddah wa rahma, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 21. Dalam kehidupan rumah tangga mawaddah wa rahma tercakup banyak hal termasuk ibadah yang banyak pahalanya dan rezeki yang dijamin oleh Allah SWA sebagaimana firmanNya49 :

dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian50 diantara kamu, dan orangorang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hambahamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. Jadi menikah sangat dianjurkan dalam Islam khususnya bagi yang mempu. Bagi yang belum mampu maka berusahalah untuk mampu karena banyak sekali hikmah dan ibadah dalam pernikahan. DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran surat An-Nur ayat 32 Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
50 49

28

_____, Al-Quran dan Terjemahnya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran Departemen Agama RI, 1986. Hamid, Syamsul Rijal, Buku Pintar Agama Islam, Cetakan IX, Jakarta: Penebar Salam, 2001. Helmy, Musthafa, Catatan-catatan Pernikahan, Jakarta : Timer Publising, 2010 _____,Hukum Pernikahan dalam Islam artikel diakses 20 Juli 2011 dari http://elfadhi.wordpress.com/2007/03/29/hukum-pernikahan-dalam-islam/ Maret 2007 Azzuhaily, Syaikh Wahbah, Al-Fiqhul Islam wa Adilklatahu, cetakan ke-3, jilid I, USA : Darul Fikr 1983 Qomari, Abu Hamzah Ibnu, Hikmah dan Hukum Nikah, artikel diakses 20 Juli 2011 dari http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/01/hikmah-dan-hukum-nikah/ 1 September 2007 Hidayat, Annisa, Konsep memilih pasangan hidup dalam perspektif hadist, artikel diakses 21 Juli 2011 dari 29

http://annisahidayat.wordpress.com/2010/04/22/konsep-memilih-pasanganhidup-dalam-perspektif-hadis/ 22 April 2010 Nabawi, Hukum Pernikahan dalam Islam, artikel diakses tanggal 21 Juli 2011 dari http://blog.bukukita.com/users/nabawi/?postId=5333 2 September 2008 Marwanto, Eko, Syarat dan Rukun Nikah dalam Islam, artikel diakses tanggal 21 Juli 2011 dari http://www.ekomarwanto.com/2011/06/syarat-dan-rukun-nikah-

dalam-islam.html 1 Juni 2011.

29

Sardiyanto, Sapto, Rukun dan Syarat Pernikahan, artikel diakses tanggal 21 Juli 2011 dari http://www.wonosari.com/t2240-rukun-dan-syarat-perkawinan, 9 Agustus 2008 _____, Pernikahan Menurut Hukum Islam, artikel diakses 22 Juli 2011 dari http://denchiel78.blogspot.com/2010/04/perkawinan-menurut-hukumislam.html

30

Anda mungkin juga menyukai