Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Infeksi jamur dapat berupa superficial, sub kutan, atau sistemik, tergantung pada karakteristik organisme dan host. Dalam pembahasan ini konsentrasi tertuju pada infeksi jamur superficial, dimana lebih mengkhususkan pada pada stratum korneum dan rambut. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatomikosis mempunyai arti umum yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.(3) Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang nyata, tergantung pada letak anatomi dan etiologi agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa (hasil dari infeksi oleh Trichophyton schoenleinii), tinea corporis (ringworm of glabrous skin), tinea imbrikata (ringworm hasil infeksi oleh T. concentrikum ), tinea unguium ( ringworm of the nail ), tinea pedis (ringworm of the feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan tinea manum (ringworm of the hand).(2) Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial pada kulit kepala,bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau

dermatofitosis. Beberapa sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans. Di Amerika Serikat dan wilayah lain di dunia insiden dari tinea kapitis meningkat.(2) Di klinis tinea kapitis ditemukan berbeda-beda dari dermatofitosis non inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa abses yang dalam disebut kerion, ysng mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan menyebabkan alopesia yang menetap. Keadaan penyakit ini tergantung pada interaksi antara host dan agen penyebab.(2)

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita.Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik,kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang berat,yang disebut kerion.(4)

Dalam pengertian lain Tinea kapitis juga dapat didefinisikan sebagai infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton.(3)

II. SINONIM Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans.(6)

III. ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis, M.ferrugineum.(2)

IV. EPIDEMIOLOGI Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang mengenai anak-anak berumur antara 4 dan 14 tahun. Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus- kasus di perkotaan biasanya didapatkan dari teman-teman atau anggota keluarga. Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan seseorang mendapatkan penyakit ini. Kasus-kasus yang disebabkan oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak kucing.(6)

V. PATHOGENESIS Ectothrix dermatosis tipikal infeksi berada pada perifolikuler stratum korneum, tersebar disekitar dan di dalam rambut pada celah kecil sebelum turun kedalam folikel untuk melakukan penetrasi pada kortex rambut. Setelah mencapai kortex rambut antroconia pindah kepermukaan. Tampilan mikroskopis, hanya ectotrix antroconidia yang bisa di jumpai menempel di samping rambut, meskipun intrapilar hyfa dijumpai sangat jelas (7). Pathogenesis dari endothric infeksi sama dijumpai antroconidia didalam rambut. Menggantikan intrapilar keratin dan meninggalkan kortex secara utuh. Hasilnya, rambut sangat mudah rontok dan putus pada pada bagian skalp dimana kekuatan dinding folikelnya telah hilang. Meninggalkan sisa rambut yang sangat kecil. Jadi, tinea capitis black dot di jumpai (7).

VI. INSIDENS Di Amerika Serikat, kejadian penyakit ini tidak lama tercatat oleh badan kesehatan masyarakat, karena kebenaran insiden tidak di ketahui. Laporan insiden tertinggi ditemui pada anak usia sekolah di Amerika dan Afrika.(6) Tinea kapitis terjadi lebih dari 92,5 % dari dermatofitosis pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun. Penyakit ini jarang pada orang dewasa. Meskipun kejadiannya mungkin dapat dijumpai pada pasien-pasien tua. Tinea kapitis insidennya tersebar luas di beberapa daerah perkotaan di Amerika Serikat.(6)

Di dunia internasional tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan di Amerika Utara, Sentral Amerika dan Amerika Selatan, terdapat juga sebagian di Afrika dan India.(2) Di Asia Tenggara,angka infeksi telah dilaporkan menurun cepat dari 14 % (rata-rata dari anak perempuan dan laki-laki) sampai 1,2 % pada 50 tahun terakhir karena keadaan sanitasi umum dan hygien perorangan telah membaik. Di Selatan Eropa penyakit ini jarang.(2)

VII. GEJALA KLINIK Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas (RIPPON, 1970 dan CONANTdkk, 1971).(2,6) 1. Grey patch ringworm. Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.(4) Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik tidak menunjukkan batas-batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapatdi lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey tersebut.Pada kasus-kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis (RIPPON, 1974). Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanyadisertai tanda peradangan ringan, jarang terdapat bentuk kerion.(4)

2. Kerion Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum

gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadangkadang dapat terbentuk.(4)

3. Black dot ringworm Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya

menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang- kadang masuk ke bawah permukaan kulit.(2)Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur (RIPPON, 1974).(4,6) Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis, walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah di tulis 1963).(4) (Price dkk,

VIII. DIAGNOSIS Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut (ektotriks) atau di dalam rambut ( endotriks ).(2) Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau dikumpulkan dengan potongan-potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.(1)

Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 - 20 % potassium hydroxide (KOH) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH (KOH mount) selalumenghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.(1) Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum, akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan. Infeksi rambut oleh T.schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T.verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi pada manusia tidak berfluoresensi.(1) Ketika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah lampu wood. Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya dan kultur. Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.(1)

IX. DIAGNOSIS BANDING Diagnosa dari tinea kapitis, khususnya pada anak-anak memberi kesan eritematous, tambalan sisik dan alopesia. Rambut rapuh dan tak bercahaya , infiltrat, lesi ulserasi dapat menjadi tanda. Dermatitis seboroik, psoriasis, lupus erytrematosus, alopesia areata, impetigo, trikotilomania,pyoderma, folikulitis decalcans dan sifilis sekunder adalah merupakan pertimbangan diferensial diagnosa. Pemeriksaan dengan KOH setiap bulan menentukan kepantasan diagnosa jika hal itu sebuah tinea.(6) Pada dermatitis seboroik, rambut yang terlibat lebih difus, rambut tidak rapuh dan kulit kepala merah , bersisik dan gatal. Dermatitis seboroik dan penyakit berskuama kronik lain seperti psoriasis dapat menyebabkan pengumpulan sisik menjadi massa padat di kulit kepala. Kondisi ini disebut pitiriasis amiantacea. Sisik lebih kasar pada psoriasis tetapi tidak rapuh. Impetigo sulit dibedakan dengan inflamasi ringworm, tetapi akhirnya nyeri lebih parah. Alopesia areata dapat agak eritematous pada tahap awal penyakit ini tetapi dapat kembali normal seperti warna kulit.(6)

X. TERAPI Pengobatan dermatofitosis mengalami kemajuan sejak tahun 1958. GENTLES ( 1958 ) dan MARTIN (1958) secara terpisah melaporkan, bahwa griseofulvin peroral dapat menyembuhkan dermatofitosis yang ditimbulkan pada binatang percobaan. Sebelum zaman griseofulvin pengobatan dermatofitosis hanya dilakukan secara topikal dengan zat-zat keratolitik dan fungistatik.(4) Pada masa sekarang dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistatik.Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25mg per kgBB. Lama pengobatan bergnatung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan imunitas penderita.(4) Griseofulvin akan terkumpul pada lapisan keratin pada rambut, kuku menimbulkan resistensi terhadap invansi jamur, namun pengobatan harus berlangsung dalam waktu lama karena waktu yang dibutuhkan griseofulvin untuk menghasilkan lapisan keratin yang resisten cukup lama sekitar 4-6 minggu. Griseofulvin menimbun keratin berlapis-lapis di rambut dan kuku, membuat mereka menjadi resisten terhadap invasi jamur. Terapi infeksi keratin memerlukan waktu yang cukup lama dan kontinu agar dapat digantikan oleh keratin yang resisten, biasanya 4 - 6 minggu. Pada lesi yang mengalami peradangan, kompres sering diperlukan untuk membersihkan pus dan sisik-sisik infeksi. Kemajuan terapi di monitor dengan pemeriksaan klinik yang rutin dengan bantuan lampu wood untuk fluoresensi dari spesies seperti M. audouinii dan M. canis.(1,5) Beberapa anti mikotik terbaru termasuk Ketokonazol, itraconazol, terbinafine, dan fluconazol telah dilaporkan sebagai obat yang efektif dan aman. Ketokonazol yang bersifat fungistatik, pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah makan.Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kalainan hepar.(4) Sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksisk terutama bila diberikan lebih dari 10 hari, dapat diberikan suatu obat tiazol yaitu itrakonazol yang merupakan pemilihan yang baik. Pemberian obat tersebut untuk

penyakit kulit dan selaput lender oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100200mg sehari dalam kapsul selama 3 hari.(4) Terbinafen yangbersifat fungsidal juga dapat diberikan sebagai penggati griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5mg-250mg sehari bergantung pada berat badan.Efek samping terbinafen ditemukan pada kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan pengecapan, presentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 7% kasus.(4) Tablet fluconazol atau suspensi oral (3 - 6 mg / kgbb/ hari) diatur untuk 6 minggu. Dalam suatu pengobatan lebih dari seminggu ( 6 mg /kg/ hari ) dapat di atur jika indikasi klinik ditemukan pada saat itu.(1) Pada infeksi ektotriks (misalnya M. audouinii, M. canis), pengobatan dalam jangka yang lama diharuskan. Meskipun ketoconazol oral dapat di terima sebagai alternat IF lain dari griseofulvin tetapi tidak dapat dipercaya sebagai terapi pilihan karena resiko hepatotoksik dan biayanya yang mahal. (1) Pada masa kini selain obat-obat topical konvensional, misalnya asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 25%, dan zat warna (hijau brilian 1% dalam cat castellani) dikenal banyak obat topical baru.diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat,haloprogin, derivate-derivat imidazol, siklopiroksolamin, dan naftifine masing-masing 1%.(4) Oral steroid dapat membantu mengurangi resiko dan meluasnya alopesia yang permanen pada terapi kerion. Hindari penggunaan kortikosteroid topikal selama terapi infeksi dermatofitosis.(1)

DAFTAR PUSTAKA
1. Bennet, J.L.: antimicrobial agents; in: Goodman & Gilmans. Brunton, L.L.; Lazo, J.S. and Parker, K.L.: The Phamarcological Basis of Therapeutics; 11th ed. Pp. 1232 (McGraw-Hill,Medical Publishing Division, New York 2006) 2. Conant, N.F.; Smith, D.T.; Baker, R.D. and Callaway, J.L.: Manual of mycology; 3rd ed. (W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto 1971). 3. Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S. (2006). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi IV. Pusat penerbit departemen ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI: Jakarta. 4. Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S. (2009). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi V. Pusat penerbit departemen ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI: Jakarta. 5. Grunwald, M.H.: adverse drug reactions of the new oral antifungal agents terbinafine, gluconazole, and itracinazol. Int.J. Derm. 37 : 410415. 6. Rippon,J.W.:Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and Pathogenic Actinomycetes (W.B. Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982). 7. Wolff K, smith L. A, kats S. L, Gilchrest B. A, Paller A. S, Leffell D. J. (2008). Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th edition. The mcgraw-hill companies: United State of America.

Anda mungkin juga menyukai