30 di ruang sempit yang diberi nama ruang bimbingan konseling seperti biasa Sabtu ini aku mengikuti pengembangan diri Konsultasi Remaja. Dengan Ari, dan Danu kami asyik berdiskusi mengenai program kerja ekskul yang sudah berdiri sejak lama ini. Mungkin sejak pertama kali tonggak sejarah tertancap di sekolah tua ini. Kami duduk di kursi tua saling berhadapan satu sama lain. Ari berdiri dan berjalan ke luar ruangan. Agaknya ia hendak mengambil kotak kayu berisi kertas yang terdapat permasalahan siswa SMA Nusa Bangsa yang ditulis yang hampir selalu penuh setiap kami membuka untuk membaca dan membantu memberikan solusinya. Itu salah satu tugas kami sebagai anggota ekskul. Ari meletakkan kotak kayu tersebut diatas meja tepat dihadapan kami. "Kayaknya bakal banyak kerjaaan lagi nih Gi" sahut Ari padaku. "Yah, tapi ini kan udah jadi tanggung jawab kita ri. Hitung-hitungbantuin buk Mul lah.." jawabku sambil tersenyum melirik Buk Mul pembimbing kami yang sedang asyik menyeruput minumannya. Buk Mul pun sambil tersenyum menjawab ocehan kami "Ya.. Terima kasihlah kalau tidak ada kalian bertiga pastilah ibuk bakal kesusahan." "Haha. Gak juga kok buk kalau gak ada ibuk kan kami jadi gak punya guru pembimbimg." jawabku sambil menoleh ke arah Danu Hai, Dan! Kenapa kau dari tadi tampak letih lesu. Ada masalah apa?" Danu hanya diam sambil bersandar ke kursi dan menghela nafas. "Alah. Paling galau gara-gara berantem ama pacarnya, si Vani. Hahaha" sela Ari. "Hei, Danu daripada gak punya kerjaan tolong panggilin Kemal anak IPA 2 dong" sahut Buk Mul. "Oke, buk!" jawab Danu Tanpa pikir panjang Danu pun berdiri dan dan berjalan menuju pintu, tapi belum sampai kakinya melangkah keluar muncul di hadapanya siswa yang dimaksud buk Mul tadi. "Eh, Kemal. Baru aja mau dipanggil ama si Danu." ucap Buk Mul. Cowok tinggi berkulit putih itu hanya diam dengan wajah lesu dan kaku. Tatapan matanya sayu seperti orang yang baru saja dicuci otaknya. "Silahkan duduk, Mal" seru buk Mul. Kemal pun duduk berhadapan dengan buk Mul di Sofa ruang BK. "Kau sudah tahu kenapa kau dipanggil kesini Mal?tanya buk Mul membuka pembicaraan dengan Kemal.
Danu pun yang tidak jadi memanggil Kemal kembali duduk bersamaku dan Ari di meja kami. "Sudah Buk." jawab Kemal "Jadi, kenapa kau tidak mau ambil beasiswa itu?" "Saya tidak pantas menerima beasiswa itu buk. Aku pun mulai tertarik mendengarkan pembicaraan buk Mul dengan Kemal. Sedang Ari dan Danu sibuk memikirkan jawaban masalah yang ada di Kotak Kayu tadi. Buk Mul terdiam. Aku menatap tajam ke arah Kemal. Awalnya aku merasa agak asing dengan wajah ini. Mungkin karena Kemal adalah anak yang pendiam dan jarang bersosialisasi. Namun, akhir-akhir ini namanya menjadi trending topik di sekolah. Semua karena prestasinya yang sangat membanggakan sekolah yaitu memenangkan kompetisi Inovasi Remaja yang berlangsung di Jakarta. Prestasinya itu membuatnya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Jerman. Ia berhasil menciptakan alat pendeteksi banjir yang ia beri nama Yuke Alarm. Sebenarnya keberhasilannya itu membuatku iri. Namun, aku tertegun ketika sebentar ini mendengar kalau kemal merasa tidak pantas menerima beasiswanya Buk Mul merebahkan diri dan menatap Kemal sambil tersenyum. "Mal, kau tahu mal? Bisa sekolah ke Jerman itu adalah cita-cita ibuk dulu Mal, dan sekarang kau dapat peluang untuk itu, kenapa kau merasa tidak pantas mendapatkan apa sudah sepantasnya kau dapatkan atas prestasimu." "Mungkin di mata ibuk prestasi, tapi menurut saya ini kutukan buk." "Kenapa?" "Karena karya itu sudah membunuh satu nyawa yang sangat berharga bagi saya." "Maksud kau?" Buk Mul melongo, aku pun terkejut dan semakin asyik mendengarkan drama ini. "Sejujurnya karya ini adalah hasil kerja saya dan sahabat saya buk. Sahabat saya yang memiliki ide menciptakan alat itu. Itu hebat dalam bidang Fisika dan saya Biologi. Dan alat itu sepenuhnya adalah hasil rancangannya. Saya hanya memikirkan bagian mekaniknya buk" Kemal mulai menetaskan air mata. "Lalu apa yang terjadi dengan sahabat kau tu? Kemana dia?" "Dia.. Dia sudah meninggal buk" Kemal tertunduk dengan air mata yang semakin deras menetes di pelupuk matanya." "Kenapa?" "Waktu itu saya minta tolong dibelikan solder buk. Tapi naas saat ia hendak kembali ke rumah saya untuk melanjutkan pekerjaan kami ia mengalami kecelakaan dan tewas Buk." Buk Mul terhanyut mendengar cerita Kemal. Aku pun ikut terhenyak dan tiba-tiba teringat akan sesuatu. Sepupuku Yuda juga tewas setelah mengalami kecelakaan. Apakah Yuda adalah
sahabatnya Kemal. Tapi aku tidak pernah mendengar kalau Yuda punya sahabat. Karena Yuda sendiri juga anak yang tertutup. "Ibuk juga sedikit bimbang kalau ada di pihakmu Mal, tapi apakah kau sendiri yang melanjutkan penciptaan alat pendeteksi banjir itu?" "Iya Buk." "Mal, setiap yang bernyawa pasti akan mati, lagipula kau kan juga punya andil dalam pembuatan alat itu jadi ketika rekanmu itu meninggal kau lah yang berhak untuk mendapatkan penghargaannya." "Bagaimana mungkin saya menikmati semuanya sedang di satu sisi sahabat saya justru harus mati buk?" "Mal, besok hari terakhir kau sudah harus berangkat ke Jerman, atau beasiswa mu batal. Ingat Mal sekolah ke luar negeri dengan biaya Pemerintah. Tidak semua orang bisa mendapatkannya. Ibuk yakin sahabatmu akan tersenyum di alam sana melihat keberhasilanmu, nak. Karena kalian adalah sahabat." Kemal makin tertunduk sambil menahan deras air mata yang membasahi pipinya. Kalau benar Yuda adalah orang yang dimaksud Kemal. Berarti aku harus segera melaksanakan tanggung jawabku untuk menyampaikan pesan terakhir dari Yuda yang diamanahkannya kepadaku. Kalau Kemal adalah sahabat Yuda itu artinya Kemal harus tahu fakta sebenarnya tentang kematian Yuda. "Baiklah buk, saya permisi mau ekskul dulu buk" ucap Kemal sambil mengusap air matanya. "Baiklah Mal, pikirkanlah matang-matang agar kau tidak menyesal nantinya. Kemal pun keluar dari ruangan ini. Aku pun langsung berdiri hendak menyusul nya keluar. Ia berjalan sempoyongan. "Mal," aku menepuk pundak Kemal. Ia menoleh padaku "Ia, kenapa?" "Apa sahabatmu itu nama lengkapnya Yuda Adi Prasetyo?" "Iya, kau tahu darimana?" "Oh, kebetulan dia itu sepupu jauhku." "Oh,ya? Lalu kenapa?" "Oh, gak cuma nanya." "Ya, sudah kalau begitu aku ke Labor TIK dulu ya." "Oh, oke Mal." Aku membiarkan Kemal Pergi. Aku mulai yakin kalau Yuda sepupuku adalah sahabatnya Kemal. Aku harus menyampaikan pesan Yuda padanya. Kudengar suara Ari memanggilku. "Woi, mau kemana Gi? Banyak kerjaan nih!" seru Ari.
Aku kembali menuju ruang BK. *** Pukul 12:00 tepat aktifitas ekskul berakhir. Aku, Ari, dan Danu keluar ruangan. Kami berncana makan ke kantin. Kami berpamitan dengan Buk Mul. "Buk, kami tugas dah selesai nih buk, kami boleh pulang kan buk." "Gak, kalian gak boleh pulang!" "Hah, kok gitu buk, laper nih" dahiku mengkerut. "Hahaha. Ibuk cuma bercanda, makasih ya nak" Kami bersalaman dengan Buk Mul. Beliau membisikkan sesuatu ke telinga ku. "Gi, Tolong dibantu tuh si Kemal, sepertinya dia sudah putus asa" "Oh, oke buk!" "Assalamualaikum!!!" seru kamu bertiga. Walaikumsalam! jawab Buk Mul Kami berjalan menuju kantin yang tak jauh dari ruang BK. Di koridor kami Ari pun angkat bicara. "Dan! Dari tadi lu diam aja, kenapa sih?" tanya Ari pada Danu. "Kenapa kalian bertanya seperti itu kepada daku, urus sajalah urusan engkau dan engkau. Bukankah telah engkau ketahui bahwa hati daku sedang galau" Ucap Danu bak seorang pujangga. "Lebai lu Dan" gumam Ari. "Oh, ya Gi anak yang tadi ngobrol ama buk Mul tu siapa sih? Gak pernah liat gue. "Oh, itu si Kemal namanya. Anak XI IPA 2." "Jadi itu yang namanya Kemal. Oh, IPA 2 pantes gak pernah liat. Dia tadi ngomongin apa ama buk Mul?" "Mau tau aja lu, Ri." "Ah, tadi lu nguping juga kan, dasar!" Kami pun akhirnya sampai di Kantin dan memesan makanan. Kami duduk bersebelahan. Aku ditengah-tengah. Kemal yang tadi sempat ngobrol denganku duduk berhadapan dengan kami. Ia sedang makan Nasi Goreng dengan lahapnya. Karena tak satupun dari kami yang kenal dengan cowok tinggi itu kami pun tak ada yang menegurnya. "Uni, Nasi Gorengnya satu ya gak pake nasi" sahut Ari. "Kalau saya Mi Rebus gak pake kuah" sambungku. "Ah, mereka berdua tu emang aneh Un, saya Lontong gak pake piring ya Un" seru Danu. "Aduh.. Kalian bertiga ini sama aja ya. Serius dong! Uni kan jadi pusing" "Hehe maaf deh Un, kalo gitu Nasi goreng, Mi rebus, ama Lontong ya un" "Iya deh, ditunggu ya!" "Oke Uni cantik!"
Kemal menatapku seakan ada yang ingin ia tanyakan padaku. Dalam hati aku berkata. Apa kukatakan sekarang saja mengenai Yuda. Tapi kalau kukatakan yang sebenarnya maka Kemal akan terbang ke Jerman dan menikmati keberhasilan, sedang sepupu jauhku harus meninggal dan meninggalkan semua yang seharusnya ia dapatkan. Sekolah ke luar negeri adalah impian terbesar Yuda. Setan jahat mulai membisikkan pikiran jahat padaku agar tidak mengatakan pesan Yuda pada Kemal. Yuke Alarm. Sekarang aku tahu apa artinya. Yuke adalah singkatan Yuda dan Kemal. Semua adalah hasil pemikiran Yuda dan Kemal tidak pantas menikmati hasilnya. Ah, andai saja waktu itu Yuda mengajakku untuk menciptakan penemuannya, pasti aku sudah dapat beasiswa ke Jerman sekarang. Aku dan orang tuaku pasti akan sangat bangga. Aku mulai berfikir, kenapa aku harus menyampaikan pesan sepupu yang lebih memilih sahabat daripada sepupunya sendiri. Pikiran kotor menyelimuti kalbuku. Pertempuran dua sisi hati mulai kualami. Aku membalas tatapan Kemal. Aku rasa memang sebaiknya pesan Yuda tak usah kusampaikan. "Nih, pesanan adek yang ganteng-ganteng ini udah siap" ucap Uni sambil mengahmpiri kami dan membawa pesanan kami. "Terima kasih Uni cantik, hehe" jawabku sambil tersenyum. Kemal pun hampir menghabiskan Nasi Gorengnya. Ari mengambil sendok dan garpu dan mulai menikmati makanannya. Danu memintaku untuk mengambilkan saus. Kami bertiga makan bersama seperti biasanya. Kemal pun selesai makan. Ia berdiri hendak membayar Nasi Gorengnya. Aku menegurnya. "Hei, Mal udah selesai aja? Mau kemana lagi?" "Udah, saya mau ke lokal dulu. Saya pergi dulu ya, Gi" "Katanya ia besok bakal ke Jerman ya" bisik Ari kepada Danu. Danu hanya cuek. "Mau ke Jerman kek, ke Bogor kek, atau kemana aja lah. Bukan urusan daku." seru Danu ketus. Ari pun diam. Tiba-tiba aku merasa terlecut untuk menyampaikan pesan Yuda. Ya, aku harus mengatakannya. Aku berdiri dan segera pergi dari kantin. "Hei, Gi mau kemana lagi??" tanya Ari. "Bentar Boi, ada urusan" seruku dari luar kantin. Aku melihat Kemal di koridor. "Kemal!" panggilku. Kemal pun berhenti dan berbalik ke arahku. "Ada apa, Argi?" tanya Kemal padaku "Tentang Yuda, Mal, kau harus tahu hal yang sebenarnya." "Apa, ada apa dengan Almarhum Yuda?" "Sebenarnya Yuda meninggal bukan karena kecelakaan."
"Trus??" "Dia meninggal karena stroke, kecelakaan yang dialaminya sebenarnya tidak terlalu parah. Ia cuma mengalami patah kaki." Kemal menatapku. "Kamu serius Gi?" "Iya, gue serius, jadi lu nggak usah ngerasa bersalah. Dia meninggal 5 jam setelah kecelakaan itu. Satu lagi Mal. Ia nitip pesan ke gue biar lu ngelanjutin karya kalian. Tapi, karena gue gak tahu siapa orang yang Yuda maksud jadi gue gak bisa nyampeinnya. Sekarang Mal, ambillah beasiswa itu. Karena dengan lu ngambil beasiswa itu sama artinya lu menjadi wakil Yuda mewujudkan mimpi-mimpinya." "Meskipun Yuda meninggal bukan karena saya, tapi saya tetap merasakan kesedihan kehilangan seorang sahabat. Tentang beasiswa itu saya sudah menyatakan menolaknya Gi, dan beasiswa itu sebenarnya sudah diserahkan pada orang lain. Namun, saya tidak memberitahukannya pada sekolah" "Apa?" Aku merasa sangat menyesal karena terlambat memberi tahu Kemal dan menyebabkan ia kehilangan beasiswanya. Kalau seandainya saja aku gigih mencari tahu siapa sahabat yang dimaksud Yuda. Semua salahku, salahku. Dahiku mengerut "Maafin Gue mal, gara-gara gue lu kehilangan beasiswa." " Gak pa pa, kok Gi, sebenarnya saya sudah tahu kalau Yuda meninggal karena stroke. Saya hanya ingin menghormati sahabat saya. Lagipula saya berfikir. Di Jerman, atau dimanapun saya belajar. Asalkan saya sungguh-sungguh saya tetap yakin bisa menjadi orang yang sukses. Saya permisi dulu Gi." "Iya Mal" Kemal berjalan meninggalkan. Aku mendapatkan pelajaran berharga dari seorang Kemal. Yuda, kamu beruntung pernah memiliki sahabat seperti Kemal. Aku kembali teringat akan sesuatu. "Oh, iya Mi rebusku!" aku kembali ke kantin.