Anda di halaman 1dari 4

Fragmentasi lahan atau penyusutan kepemilikan lahan pertanian yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan

alih fungsi lahan menyebabkan skala usaha petani terus menurun. Penurunan skala usaha akan mengakibatkan lahan semakin tidak produktif. Para petani beranggapan bahwa lahan yang sudah tidak produktif lebih baik dijual. Keputusan menjual lahan ini mengakibatkan petani memiliki luas lahan yang semakin kecil. Lahan pertanian yang dimiliki petani semakin kecil sehingga tidak akan dapat memberikan kesejahteraan terhadap petani. Dengan demikian, persoalan kepemilikan lahan pertanian akan menjadi masalah berat di masa datang karena usahatani yang dikembangkan bersifat land base agricultural, artinya lahan pertanian sebagai basis produksi pangan tidak tergantikan. Fragmentasi lahan pertanian yang terjadi di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor menyebabkam sebagian besar lahan pertanian terfragmentasi akibat dari sistem bagi waris dan alih fungsi lahan. Data monografi Desa Ciaruteun Udik tahun 2004 dan 2009 menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan luas lahan pertanian dari 177,11 hektar menjadi 169,11 hektar dari total luas wilayah 205,11 hektar. Penurunan ini terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman karena peningkatan jumlah penduduk dari 6.452 jiwa menjadi 7.169 jiwa yang diikuti pula peningkatan jumlah petani. Menurut data wajib pajak PBB Desa Ciaruteun Udik, jumlah pemi lik tanah pada tahun 2004 seluruhnya berjumlah 921 orang, dimana 573 orang diantaranya memiliki lahan sawah dengan rata-rata luas kepemilikan lahan sawah 0,33 hektar. Pada tahun 2009, terjadi penambahan pemilik tanah menjadi 993 orang, dimana 564 diantaranya memiliki lahan sawah, akibatnya terjadi fragmentasi lahan sawah. Rata-rata luas kepemilikan lahan sawah menjadi 0,3 hektar. Sebagian besar petani pemilik lahan di Desa Ciaruteun Udik mengusahakan usahatani padi dengan luas lahan yang tergolong sempit, yaitu luas lahan kurang dari setengah hektar sehingga dapat dikategorikan sebagai petani kecil atau petani pemilik lahan sempit. Sedangkan sebagian kecil petani pemilik lahan mengusahakan usahatani padi dengan luas lahan lebih dari setengah hektar dan dikategorikan sebagai petani besar atau pemilik lahan luas. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis biaya produksi rata-rata usahatani padi, biaya transaksi dan tingkat efisiensi antara petani pemilik

lahan sempit dengan petani pemilik lahan luas. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret hingga April 2008, dengan Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Desa Ciaruteun Udik merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibungbulang yang sebagian besar lahan pertaniannya relatif terfragmentasi. Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa seluruh responden petani telah cukup mewakili dari populasi petani padi yang ada di Desa Ciaruteun Udik sebanyak empat puluh orang, dua puluh orang petani pemilik lahan sempit dan dua puluh orang petani pemilik lahan luas. Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung dengan petani dan instansi terkait dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi atau dinas yang berkaitan dengan masalah penelitian. Analisis yang dilakukan meliputi analisis biaya produksi dan analisis biaya transaksi untuk mengetahui sejauh mana luas lahan garapan mempengaruhi efisiensi usahatani padi. Berdasarkan hasil analisi biaya produksi, biaya produksi rata-rata usahatani padi petani pemilik lahan sempit dan petani pemilik lahan luas adalah Rp 1.054,53 per kilogram dan Rp 985,13 per kilogram gabah. Hasil analisis biaya transaksi petani padi Desa Ciaruteun Udik, maka rata-rata biaya transaksi yang dikeluarkan oleh petani pemilik lahan sempit setiap musimnya sebesar Rp 16.377,00. Sedangkan petani pemilik lahan luas mengeluarkan ratarata biaya transaksi sebesar Rp 43.035,83. Hasil perhitungan analisis rasio penerimaan terhadap biaya produksi menunjukkan bahwa petani pemilik lahan luas dengan rasio 2,03 lebih menguntungkan daripada petani pemilik lahan sempit yang memiliki rasio 1,89. Dan dilihat dari rasio biaya transaksi terhadap penerimaan, petani pemilik lahan luas memiliki rasio tingkat efisiensi penerimaan 0,0056 yang lebih tinggi dibandingkan petani pemilik lahan sempit dengan rasio efisiensi penerimaan 0,0074. Sedangkan, rasio biaya transaksi terhadap biaya total menunjukkan bahwa petani pemilik lahan sempit memiliki rasio 0,0138 dan petani pemilik lahan sempit memiliki rasio 0,0112, dimana besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan tidak mempengaruhi jumlah produksi gabah. Secara umum usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor masih cukup

menguntungkan dan memberikan insentif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dari nilai rasio penerimaan terhadap biaya yang lebih besar dari satu, rasio biaya transaksi terhadap penerimaan dan rasio biaya transaksi terhadap biaya total yang masih tergolong rendah pada usahatani menurut luas lahan garapan. Oleh karena itu, usahatani padi sawah khususnya pada usahatani lahan sempit masih cukup menguntungkan untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian, petani pemilik lahan sempit hendaknya mengikuti dosis anjuran dalam menggunakan input pertanian. Petani Desa Ciaruteun Udik sebaiknya menjadikan lahan pertanian sebagai usaha bersama dengan satu nama pemilik di tiap wilayahnya, sehingga dapat mengurangi fragmentasi lahan dan biaya transaksi. Selain itu, pemberian insentif berupa penyuluhan dan sarana produksi pertanian oleh pemerintah daerah kepada petani yang akan menjual lahan pertaniannya.

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/11567 Fragmentasi lahan atau penyusutan kepemilikan lahan pertanian yang menjadi dampak dari sistem bagi waris dan alih fungsi lahan menyebabkan skala usaha petani terus menurun. Penurunan skala usaha akan mengakibatkan lahan semakin tidak produktif. Para petani beranggapan bahwa lahan yang sudah tidak produktif lebih baik dijual. Keputusan menjual lahan ini mengakibatkan petani memiliki luas lahan yang semakin kecil. Lahan pertanian yang dimiliki petani semakin kecil sehingga tidak akan dapat memberikan kesejahteraan terhadap petani. Dengan demikian, persoalan kepemilikan lahan pertanian akan menjadi masalah berat di masa datang karena usahatani yang dikembangkan bersifat land base agricultural, artinya lahan pertanian sebagai basis produksi pangan tidak tergantikan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11567/A09cwl_abstract.pdf? sequence=1

Anda mungkin juga menyukai