Aborsi bukan persoalan baru yang selalu menuai kontroversi. Salah satu kontroversi mengenai aborsi adalah mengenai Hak Asasi Manusia sebagai alasan pro maupun kontra aborsi. Bagi yang pro aborsi berpandangan bahwa perempuan mempunyai hak penuh atas tubuhnya. Ia berhak untuk menentukan sendiri mau hamil atau tidak, mau meneruskan kehamilannya atau menghentikannya. Bagi yang kontra aborsi, berpandangan bahwa hak ini dikaitkan dengan janin dimana menjadikan aborsi sebagai pembunuhan kejam terhadap janin. Padahal manusia mempunyai hak hidup. Namun akhir-akhir ini, wacana mengenai hak ibu semakin menguat bersamaan dengan isu-isu kesehatan reproduksi. Dikatakan pula bahwa pelayanan aborsi yang aman adalah hak atas kesehatan reproduksi.2 Persoalan aborsi yang dilarang dalam Undang-undang Kesehatan No. 23/1992, menurut sebagian kalangan ternyata membawa dampak membahayakan bagi hak hidup perempuan maupun janin. Pelarangan aborsi yang pada awalnya dimaksudkan melindungi hak hidup janin ternyata menyebabkan terjadinya unsafe abortion (aborsi tidak aman) yang beresiko besar pada kematian ibu dan janin sekaligus. Adanya realitas kehamilan tidak diinginkan, barangkali tidak terlalu dipertimbangkan oleh undang-undang ini, sehingga muncullah dampak unsafe abortion yang justru mengancam nyawa ibu dan janin sekaligus. 2 Dampak dari unsafe abortion ini memiliki dampak sangat tinggi terjadi komplikasi baik dari segi fisik maupun mental. Secara fisik aborsi dilakukan secara tidak aman dapat mengakibatkan rahim cacat, rahim robek sehingga harus diangkat, infeksi, dan perdarahan serta kematian. Ketika komplikasi terjadi biasanya terjadi pertolongan yang terlambat sehingga menyebabkan kematian pada ibu. Secara mental perempuan yang memilih jalan aborsi tidak aman, mengalami kebingungan, rasa percaya diri yang menurun maupun putus asa. Bila dilakukan aborsi, ketakutan mengenai akibat-akibat yang terjadi terasa mengerikan bagi perempuan tersebut. Takut akan terjadinya cacat, takut tidak akan dapat
3
hamil lagi, takut terjadinya suatu infeksi, keadaan-keadaan seperti itu menunjukkan gangguan pada kesehatan mental. Alih-alih mendapat dukungan atau uluran tangan yang menghibur serta meringankan penderitaan, tetapi yang didapat terkadang suatu cacian atau hukuman penjara. 1 Persoalan seperti ini menambah angka kematian ibu atau minimal memungkinkan terjadinya penurunan produktivitas perempuan. Keadaan tersebut tidak dapat diselesaikan hanya melalui pendekatan moral. Dari kesepakatan Kairo, ditekankan bahwa aborsi yang tidak aman merupakan masalah kesehatan masyarakat dan tiap negara (pemerintah) diharapakan dapat mengatasi masalah-masalah kompleks tersebut, dengan jalan diberikan pelayanan keluarga berencana yang lebih baik. Bila ditetapkan secara hukum, aborsi yang dilakukan harus dalam keadaan aman. 1