Anda di halaman 1dari 21

STUDI KASUS

Combustio Thermal Grade II 12% dengan Multipel Hematom

Disusun oleh: Cisilia Triani (0710185) Maria Caroline W (0710110) Pembimbing: dr. Roys A. Pangayoman, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH FK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG 2012

Identitas Umum Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Agama Kebangsaan Tanggal masuk Ruangan No RM/Reg Diagnosis masuk : Ny S.H : 81 tahun : Perempuan : Pasir malaka no 2A RT: 2; RW: 10. Cigereleng kec. Regol. Kota Bandung : Ibu rumah tangga : Kristen : Indonesia : 20 Januari 2012 : Elizabeth : 00446636/12001474 : Combustio

I.

Anamnesis

Anamnesis : Autoanamnesis tanggal 30 januari 2012 Keluhan utama : tersiram air panas Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 10 hari sebelum masuk RS Immanuel, pasien mengaku tersiram air panas ketika ia naik tangga dan membawa ember yang berisi air panas ke kamar mandinya. Pasien mengaku terpeleset jatuh kemudian tersiram air panas ke tubuh sebelah kiri. Pasien juga mengaku kepala terbentur tembok, selain itu pasien mengaku sakit pada pinggangnya setelah terjatuh dari tangga. Pasien menyangkal pingsan saat kejadian, pasien merasakan pusing tetapi tidak disertai mual dan muntah. BAK : warna, jumlah, dan frekuensi dalam batas normal BAB : warna, jumlah, dan frekuensi dalam batas normal RPD: Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit jantung sudah lebih dari 10 tahun dan teratur berobat. Riwayat Pengobatan: sedang dalam terapi hipertensi (bisoprolo, simvastatin, induran, Restor)

Riwayat kebiasaan : pasien mengaku tidak merokok dan makan makanan manis Riwayat alergi: tidak ada Kelainan darah: tidak ada

II.

Pemeriksaan fisik (30 Januari 2012)


: baik : sedang - berat : Compos mentis : Baik : Tidak ada letak paksa

A. KEADAAN UMUM Keadaan umum Kesan sakit Kesadaran Status gizi Posisi
B. TANDA VITAL

Tensi Nadi Respirasi Suhu C. STATUS GENERALIS


Kulit anterior sinistra.

: 140/90 mmHg : 80 x/mnt, regular, isi cukup : 20 x/mnt : 36,7C

: combustio at regio magnus sinistra, thorax di linea axilla anterior, paha

anterior dan posterior. Hematom at regio facialis, punggung, gluteus sinistra, paha kiri depan, cruris

Kepala Mata Pupil Leher Thorax Pulmo Cor : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/: bulat, isokor, diameter 3 mm : KGB tidak teraba membesar : B/P simetris kiri = kanan : VBS +/+, Ronki basah halus +/+, Wh -/: Inspeksi : tidak dilakukan Palpasi : tidak dilakukan

Perkusi : o Batas jantung kanan: ICS VI garis parasternal kanan o Batas jantung kiri: tidak dilakukan o Batas jantung atas: tidak dilakukan

Auskultasi : BJM regular, murmur : Datar, Darm contour(-), Darm steifung(-). : Timpani : NTE -

Abdomen : Inspeksi Perkusi Palpasi

Auskultasi : bising usus +

Inguinal : tidak ada kelainan Anus dan Rectum : tidak diperiksa Genital Ekstremitas : tidak diperiksa : hematoma at regio pedis sinistra, akral hangat

II.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

20 Januari 2012 Darah Hb Ht Leukosit Trombosit


Hitung Jenis
basofil

: 11,0 g/dl : 34,7 % : 7.330/mm3 : 166.000/mm3


:

: 0,3 %

eosinofil : 0,1 % neutrofil batang neutrofil segmen limfosit monosit : 15,8 % : 5,5% : 0% : 78,3%

Kimia Klinik

Natrium Kalium Ureum Kreatinin SGOT SGPT

: 139 meq/L : 3,8 meq/L : 41 mg/dl : 1,1 mg/dl : 25 U/L : 15 U/L

Gula Darah Sewaktu: 130 mg/dl 24 januari 2012 Kiimia Klinik Natrium Kalium Kreatinin Ureum GDS 25 januari 2012 GDS GDS GDS 26 januari 2012 GDS Hb Ht Leukosit Trombosit Kimia Klinik Na K Amilase ;140 mEq/L : 3,9 mEq/L : 40 U/L :115 mg/dl : 14,4 g/dl :43,2 % : 18.000/mm3 : 300.000/mm3 : 304 mg/dl : 90 mg/dl : 300 mg/dl (11.00) (17.30) (20.00) : 132 mEq/L : 3,2 mEq/L : 0,8 mg/dl : 32 mg/dl : 193 mg/dl

Lipase Kreatinin Ureum G2PP G2PP GDS GDS 27 januari 2012

: 26 U/L : 0,8 mg/dl ; 26 mg/dl : 361 mg/dl (11.00) : 261 mg/dl (14.00) : 304 mg/dl (17.30) : 185mg/dl

Foto Rontgen Thorax PA (23/01/2012) Kesan : Pembesaran jantung dengan edema paru elongatio aorta CT-Scan Kepala (23/01/2012) Kesan : Tak tampak perdarahan intra serebral, sub dural/epidural, maupun SAE Tak tanpak fraktur pada tulang kalvarium Tampak sub galleal hematom ringan di daerah parietoocipital kiri dan parietal kanan EKG (20/01/2012)

Kesan:

Q wave di Lead III, dan aVf Inverted T di Lead II, III. aVf, V1-V6 = Miokard Infark akut di dinding inferior

EKG (21/01/2012)

Kesan :

Normal sinus rhythm RSR or QR pattern in V1 suggest right ventricular conduction delay inferior infarct, age undetermined.

EKG (23/01/2012)

Kesan :

Normal sinus rhythm ST & T wave abnormality, consider anterolateral ischemia.

Foto Pelvis dan Sacral (20/01/2012)

Besar dan bentuk tulang vertebra lumbalis normal Tulang vertebra lumbalis 2 tampak memipih da irregular Kurve vertebra lumbalis agak lurus Pedicle normal disci intervertebralis L2-3 menyempit Tampak osteofit pada vertebra lumbalis Kesan: curiga fraktur vertebra L2 DD/ proses senilis Kurve vertebra lumbalis agak lurus, spasme otot? Pada pelvis tak jelas adanya fraktur.

Foto Vertebra thoracal-lumbalis AP-Lateral (23/01/2012)

Scoliosis Thoracal Tampak kompresi Lumbal II Tampak osteofit VL 1-5. Densitasdan trabekular tampak berkurang Kurve serta aligement normal Foramen Intervertebralis tidak menyempit Tidak tampak Lesi atau Sklerotik yang patologis. Jaringan Lunak paravertebra dalam batas normal Kesan : Scoliosis Thoracalis. Kompressi Lumbal II

Foto Thorax PA (23/01/2012) Kolom udara dalam trachea normal. Aorta Elongation Cor membesar dengan apex tertanam pada diafragma. Sinus dan diafragmanya normal. Pulmo : hili kasar Corakan broncovaskuler bertambah. Fissura minor menebal Tampak bercak lunak di perihiler paracardial bilateral Costae: clavicula dan jaringan dinding dada normal Kesan: Pembesaran jantung dengan edema paru

Echocardiography (24/01/2012) Chamber: Ventrikel kiri dalam batas normal dengan fungsi sistolik kiri dalam batas normal.

Kalkulasi LVEF adalah 71%, Hipertrofi ventrikel kiri ringan Tidak ada kelainan gerakan dinding secara regional Normal ukuran dan fungsi ventrikel kanan Normal atrium kiri dan kanan. Katup2: Katup aorta dan tricuspid normal

Katup-katup mitral, tricuspid, dan pulmonal normal Intak septum intra atrium dan ventrikel Normal ukuran aorta Doppler: mitral inflow menunjukkan E<A dengan normal waktu dan durasinya. diastolic abnormal 2. Hypertrofi ventrikel kiri ringan 3. Normal ukuran dan fungsi jantung dan fungsi semua katup dalam batas normal 4. Abnormal inflow ventrikel kiri DIAGNOSIS KERJA Combustio Termal Grade II 12% dan Multiple Hematoma DIAGNOSIS TAMBAHAN Skoliosis, Fraktur Kompresi L II, DM tipe II, Susp. CAD

Kesimpulan: 1. Normal ukuran ventrikel kiri dengan fungsi sistolik normal, fungsi

PENATALAKSANAAN

Terapi luka bakar: Wound care: MEBO setiap 4jam pada tanggal 30 januari 2012 MEBO diganti oleh BUNAZIN karena terdapat jaringan Eschar. Escharectomy (pasien menolak) Infus Ringer Laktat 1500 cc/24 jam, tetanus toxoid, tetagam, zypres (4x1dd (0,5ml)), Indur, Ultracel, Lasartan, Gastridine, Vestein, Kalmetason (2x 2mg), Restor, ceftriaxone (1x2g), Hexillon, Retaphyl. KOMPLIKASI Sepsis, gangguan eektrolit, Disseminated Intravasculer Coagulation PROGNOSIS Quo add Vitam Quo add Functionam Quo add Sanationam RESUME Pada pasien ini didiagnosis combustio grade II 12%, multipel hematom, skoliosis dan fraktur kompresi pada L2. Pasien wanita berumur 81 tahun datang dengan luka bakar pada sisi tubuh sebelah kiri dan beberapa memar pada daerah muka dan kaki. Pasien sebelumnya jatuh dari tangga sambil membawa air panas untuk mandi. Pasien tidak ada pingsan, mual dan muntah setelah jatuh. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung lebih dari 10 tahun, rajin kontrol ke dokter, pasien tidak ada riwayat penyakit gula darah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80x/menit, isi cukup, reguler, respirasi 20x/menit, suhu 36,0 0C. Pada pemeriksaan generalis didapatkan : : : Dubia Dubia Dubia

combustio pada daerah kulit di bagian lengan sebelah kiri, bagian badan sebelah kiri, paha kiri bagian depan dan belakang. Dan juga ada hematom muka, punggung, bokong sebelah kiri, dan kaki sebelah kiri. Selain itu pada pemeriksaan mata, leher tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan thorax didapatkan pulmo pergerakan simetris dengan suara VBS kanan=kiri, ada ronkhi halus pada kedua lapang paru. Dan pada pemeriksaan jantung bunyi jantung murni reguler terdapat pembesaran jantung sebelah kanan, tetapi batas atas dan kiri tidak dilakukan perkusi karena tertutup oleh verban luka. Pada pemeriksaan abdomen, datar, soepel, bising usus normal dan tidak ada nyeri tekan. Ektremitas tidak ada oedem pada kaki. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan adanya pembesaran jantung dan oedem paru disertai elongati aorta. Pada pemeriksaan foto pelvis AP dan lateral didapatkan kesan curiga kompresi fraktur vert L2 DD/ proses senilis, kurve vertebra lumbalis agak lurus, spasme otot. Pada pelvis tidak jelas adanya fraktur. Pada pemeriksaan foto vertevra thorax at lumbal AP dan lateral didapatkan skoliosis thoracalis dan kompresi fraktur pada lumbal 2. Pemeriksaan laboratorium hemoglobin 11 g/dL, hematokrit 34,7%, leukosit 7.330/mm3, trombosit 166.000/mm3, hitung jenis didapatkan basofil 0,3%, eosinofil 0,1%, neutrofil batang 0%, neutrofil segmen 78,3%, limfosit 15,8%, monosit 5,5%. Pemeriksaan kimia klinik SGOT, SGPT, natrium, kalium, kreatinin,ureum normal kecuali glukosa darah sewaktu 130 mg/dL. Pada pemeriksaan EKG didapatkan hasil Q wave lead III, aVF, inverted T di lead II,III, aVF, V1-V6. Pasien diterapi awal dengan infus RL 1500cc/24jam, Zypras 0,5mg 4x1, Ultracet 3x1, Losartan 1x25 mg, Gastridin 50mg 2x1 amp IV, Vestein 3x1, Kalmetason 2 mg 2x1, Restor 100mg 1x1, Ceftriaxon 1x2 gr, Hexilon 8 mg, Retaphyl 2x1.Terapi untuk diabetes melitus digunakan novorapid subcutan kemudian diganti dengan levemir 1x164 diberikan malam hari, kemudian cek glukosa darah setengah jam sebelum makan, apabila glukosa darah 100-129 gr/dL maka diberikan 84 subkutan, 130-159 gr/dL diberikan 104 subkutan, 160-189 gr/dL diberikan 124 subkutan, 190-219 gr/dL diberikan 144 subkutan, 220-249 gr/dL diberikan 164 subkutan, 80-99 gr/dL diberikan 64 subkutan, dan apabila kurang dari 80 gr/dL tidak diberikan levemir. Untuk luka bakarnya digunakan MEBO setiap 4jam kemudian timbul eschar dan diusulkan dokter untuk dilakukan eschorectomy dan pasien menolak. Kemudian terapi diganti dengan

menggunakan burnazin 3x1 yang ditutup dengan kasa yang diberi NaCl 0,9%. Pasien juga terdapat fraktur dan diusulkan ke dokter ortopedi tetapi pasien juga menolak. PEMBAHASAN Pada pasien ini terjadi luka bakar akibat terkena air panas, kelompok dari luka bakar ini adalah akibat cedera termal. Cedera termal menyebabkan kerusakan dari sistem pertahan kulit, sehingga terjadi perubahan permeabilitas kapiler pada lapisan dermis yang menyebabkan ketidak seimbangan dari proses homeostatis. Ketika suhu meningkat lebih lanjut, denaturasi protein terjadi, radikal oksigen dibebaskan, dan akhirnya sel-sel mati dengan pembentukan eschar bakar.1Pada pasien ini mengingat usia pasien yang sudah lanjut usia, sehingga sudah terjadi proses penuaan pada kulit. Karena proses penuaan tersebut kulit pasien menjadi lebih tipis, sehingga lapisan dermis yang sangat vaskuler ketebalan lebih tipis jika dibandingkan dengan usia produktif. Selain itu dilihat dari faktor komorbid yang lain seperti diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit jantung yang diderita oleh pasien. Defisiensi insulin terjadi pada diabetes mellitus tipe 2 menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel baru , selain itu pada keadaan hiperglikemik meningkatkan pembetukan protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, macroglobulin- 2 serta faktor pembekuan V-VII. Dengan cara ini viskositas darah mungkin meningkat. Glikosilasi protein yang terjadi memicu pengendapan kolagen di membrane basalis pembuluh darah, sehingga menyebabkan mikroangiopati yang dapat memperburuk proses penyembuhan luka akibat vaskularisasi yang tidak baik.2 Penyakit jantung yang diderita pasien juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka. Pada pasien luka bakar berat integritas mikrovaskuler hilang, dan plasma-seperti kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial. Waktu setelah cedera di mana integritas kapiler dikembalikan bervariasi secara individual.3 Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar ureum yang tinggi pada saat pemeriksaan laboratorium yang pertama, kemudian semakin hari semakin menurun, hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain; 1. Pasien mengkonsumsi makanan yang tinggi protein pada hari pertama, karena konsumsi makanan belum di tentukan oleh ahli gizi sebelum masuk rumah sakit., 2. Peningkatan katabolisme protein yang terjadi akibat kompensasi dari luka bakar yang menyebabkan permeabilitas vaskuler meningkat sehingga protein plasma keluar dari

intravaskuler dan menyebabkan peningkatan katabolisme protein yang tinggi sebagai upaya kompensasi. 3. Dapat juga disebabkan karena proteolisis akibat defisiensi insulin . Pasien ini di beri infus ringer laktat karena ringer laktat paling mirip cairan ekstraselular normal. Memiliki nilai klorida yang seimbang sehingga mencegah potensi untuk terjadinya asidosis metabolik.4 Kristaloid isotonik mendistribusikan secara merata di antara intravaskular yang dan interstisial ruang setelah 30 menit hanya 16% dari volume kristaloid diinfus tetap tinggal di ruang intravaskuler.5 Hal ini tidak diinginkan, terutama dalam membakar-luka pasien di mana hal ini dapat memperburuk edema jaringan dan meningkatkan difusi jarak jauh dalam jaringan, sehingga jaringan kompromi perfusi. Ada juga bukti yang meyakinkan bahwa kristaloid memiliki pengaruh besar pada koagulasi. Tiga terakhir Studi telah menunjukkan bahwa dalam dilusi vivo dengan kristaloid mengakibatkan keadaan hypercoaguable, dan satu studi lebih lanjut telah menunjukkan bahwa ini adalah independen dari jenis kristaloid digunakan.6 Sebagaimana akan dibahas kemudian, ada juga kekhawatiran tentang kristaloid isotonik memiliki pengaruh pada respon imunologi terhadap luka bakar. Meskipun kekhawatiran tentang penggunaan kristaloid isotonik, survei terbaru dari praktek di Inggris dan Irlandia dilaporkan bahwa 76% dari unit luka bakar dewasa menggunakan solusi Hartmann untuk resusitasi pasien luka bakar mereka.7 Ringer Laktat, yang komposisinya sama dengan larutan Hartmann adalah dominan membakar cairan resusitasi di AS.4 Resusitasi cairan yang diberikan menurut Parkland dengan luas luka bakar 12% adalah sebanyak 2448 cc ringer laktat dalam 24 jam pertama. Pada 24 jam kedua ringer laktat diberikan sebanyak 20-60% dari estimate plasma volume yang disertai dengan pemberian cairan koloid dengan pemantauan output urine 30ml/jam. Sedangkan jika dibandingkan dengan menggunakan rumus Evan Broke, dengan pemberian Nacl/ 24 jam pada pasien ini adalah 612 cc dan pemberian cairan plasma 612 cc, pemberian dextrose 5%/24 jam adalah 2000 cc, jadi jumlah cairan sehari-hari diberikan 3224 cc, separuh darih jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, (1600 cc) kemudian diberikan dalam 16 jam berikutnya (1600cc). Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan dari jumlah cairan di hari pertama, yaitu 1600cc/24 jam, dan pada hari ketiga diberi setengah jumlah cairan dari hari kedua, yaitu 800cc/24 jam. Pemberian resusitasi cairan menurut Evan Broke disertai dengan pemamtauan jumlah urin (0,5-1cc/kgBB/ jam = 50cc/jam). Faktor-faktor yang membantu memprediksi pasien untuk mencapai resusitasi yang cukup dengan menggunakan rumus Brooke yang dimodifikasi. Sekelompok Kanada yang

menemukan bahwa resusitasi volume 24-jam adalah 6,7 2,8 ml / kg / % Luka Bakar, secara signifikan lebih besar pada 84% pasien.8 Kebutuhan kalori yang dibutuhkan pada pasien ini jika menggunakan formula curreri, adalah yang terdiri dari 60-65 % karbohidrat, yaitu 1365 kcal, protein 23-25% yaitu 569 kcal (dalam pembulatan, dan kebutuhan lemak 5-15%, yaitu 341 kcal (dalam pembulatan), jadi total kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh pasien perhari adalah 2275 kcal. Namun mengingat pasien tersebut memiliki penyakit diabetes mellitus tipe II, menurut rumus brocca pasien tersebut membutuhkan 1750 kalori/hari, dengan distribusi makanan karbohidrat 60% (1050 kalori), protein 20% (350 kalori), lemak 20% (350 kalori). Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan diantara makanan besar.9 Penanganan luka bakar pada pasien ini adalah telah dilakukan debridement, setelah beberapa hari timbul jaringan eschar pada pasien sehingga harus dilakukan escharectomy. Escharectomy melibatkan operasi pengangkatan eschar akibat dari luka bakar termal. Hal ini dapat digunakan pada luka bakar yang tebal dan dalam.. Dengan penanganan escharectomy awal, jaringan nekrotik berubah menjadi lesi bedah, sehingga mengurangi faktorfaktor kimia peradangan, menurunkan kadar asam laktat, dan menekan aktivitas dan proliferasi fibroblas. Namun pada pasien ini menolak untuk dilakukannya escharectomy, alternative lain saat ini yang mungkin dapat disarankan adalah hanya perawatan luka sementara untuk mencegah perluasan infeksi dan mengurangi jaringan eschar dengan menggunakan obat-obatan seperti MEBO atau BUNAZIN. Herbal sebagai alternative juga dapat digunakan, misalnya penggunaan madu yang dapat bekerja sebagai agen debridement karena aktivitas proteolitik dapat menghilangkan jaringan nekrotik dan eschar melalui facilitating autolytic debridement.10 Pada luka bakar biasanya mengalami strees ulcer sehingga untuk pencegahannya diberikan gastridin dimana mengandung ranitidin, derivat aminoalkilfuran, efektif untuk tukak lambung, usus dan pada keadaan lain yang sehubungan dengan sekresi asam lambung yang berlebihan. Kemudian untuk mengurangi kecemasan atau gangguan tidur pada pasien ini karena luka bakarnya diberikan zypraz yang mengandung aprazolam golongan obat benzodiazepin. Ceftriaxon diberikan pada pasien ini karena terdapat luka bakar terbuka sehingga mencegah terjadinya infeksi yang dapat memperberat kondisi pasien dan pemulihan luka.

Pada pasien ini diberikan vestein berisi erdostein 300mg merupakan antioksidan dan obat mukolitik tetapi pada pasien ini tidak didapatkan keluhan batuk berdahak. Luka bakar menyebabkan rasa nyeri pada pasien untuk mengurangi diberikan obat ultracet yang berisi tramadol HCL 37,5mg dan acetaminophen 325mg yang merupakan obat jangka pendek untuk nyeri akut sedang sampai berat. Selain menyebabkan nyeri, luka bakar merupakan proses inflamasi sehingga diberikan kalmetason yang merupakan kortikosteroid, pada terapi awal diberikan secara IV kemudian setelah beberapa hari pasien diganti secara oral dengan menggunakan obat hexilon 8mg yang berisi metilprednisolon diberikan 4kali sehari kemudian diturunkan sampai mencapai dosis efektif yang akan merupakan sebagai dosis pemeliharaan. Pasien juga diberikan terapi restor yang merupakan aspirin untuk mencegah terjadinya agregasi trombosit. Sedangkan retaphyl berisi theophyllin / teofilin etilendiamin 300mg yang biasa digunakan untuk terapi asma bronkhial tetapi pada pasien ini tidak terdapat riwayat asma, walaupun pada pemeriksaan radiologi didapatkan oedem paru sehingga pasien merasa sesak napas. Pasien ini selain memiliki riwayat penyakit jantung ternyata pada saat pemeriksaan laboratorium didapatkan diabetes militus tipe 2, untuk menurunkan glukosa darah pasien diterapi dengan menggunakan novorapid subkutan karena pasien kurus dan sedang mengalami luka bakar sehingga kemungkinan ada infeksi. Tetapi setelah pemberian novorapid tidak terdapat perubahan sehingga diganti dengan terapi levemir 1x164 (malam hari) yang kemudian diperiksa glukosa darah setengah jam sebelum makan, diharapkan glukosa darah stabil karena levemir merupakan insulin bekerja jangka panjang 24jam didalam darah sehingga dapat mengontrol glukosa dalam darah. Terapi luka bakar awal diberikan MEBO, yang merupakan obat herbal yang berasal dari cina, yang merupakan salep berisi minyak wijen dan lilin lebah, dikombinasikan dengan berbagai jenis herbal yang mengandung 18 asam amino, 4 asam lemak, 7 polisakarida, vitamin dan elemen mineral, serta substansi aktif beta sitoserol 0,25%. Dengan kombinasi ini sehingga dapat meningkatkan proses re-epitelisasi, dan mempermudah pengelupasan jaringan nekrotik melalui mekanisme drainase. Tetapi pada pasien ini, kolagen dan pembentukan epitelisasi lambat karena usia pasien sudah tua sehingga lebih cepat pertumbuhan eschar. Oleh karena itu perlu dilakukan escharectomy agar luka cepat sembuh, tetapi pasien menolak, akhirnya agar salep dapat menembus eschar diganti dengan obat burnazin yang berisi silver sulfadiazine, obat antimikroba

topikal yang diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan sepsis luka pada pasien tingkat luka bakar kedua dan ketiga. Kemudian ditutup dengan kasa basah NaCl 0,9% agar salep tidak cepat menguap. Pada pemeriksaan penunjang radiologi didapatkan fraktur kompresi pada pasien ini diakibatkan berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam menopang beban tersebut, pada pasien ini jatuh saat membawa air panas untuk mandi, jatuh terpeleset dan tulang tidak mampu menopang berat badan karena umur pasien yang sudah lanjut usia sehingga ada proses osteoporosis. Setiap tahun sekitar 700.000 insidensi di Ameika Serikat, dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang berumur diatas 50 tahun. Satu dari dua wanita dan satu dari empat laki-laki berumur lebih dari 50 tahun menderita osteoporosis berhubungan dengan fraktur. Pada pasien ini apabila terdapat nyeri dapat diberikan kalsitonin secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis dan pasien dengan nyeri tulang akibat metastasis. Aktifitas analgetik dari calcitonin yaitu dengan meningkatkan kadar endorphins dalam plasma. Penelitian Yoshimura dan Lyritis dan Trovas menunjukkan bahwa kalsitonin bekerja melalui reseptor-reseptor serotonergik pada medulla spinalis. Pada fraktur kompresi vertebra yang disebabkan oleh osteoporosis, Kalsitonin juga menghambat fungsi dari osteoklast, sehingga mencegah terjadinya penyerapan tulangSedangkan skoliosis berhubungan dengan usia tua, atau karena kekurangan mineral kalsium sehingga terjadi perubahan bentuk pada tulang belakang.11 Terapi non operatif untuk pasien ini karena menolak dikonsultasikan ke dokter ortopedi, langkah awal yang dapat dilakukan adalah menggunakan bracing yang dapat digunakan segera tetapi harganya mahal dan hanya bersifat konservatif. Untuk mencegah terjadinya fraktur tambahan penting dilakukan evaluasi dan pegobatan osteoporosis merupakan bagian yang penting dalam penatalaksaan fraktur kompresi vertebra. Sebagian besar pasien dengan fraktur akibat osteoporosis akut harus diberikan terapi osteoporosis secara agresif. Pemeriksaan bone densitometry sebaiknya dilakukan pada pasien dengan frkatur kompresi dan sebelumnya diguga mengalami kehilangan massa tulang.12 Skoliosis pada pasien ini bisa menyebabkan jantung sulit memompa darah dan kesulitan bernapas diakibatkan tulang costa dapat menekan organ tersebut. Untuk penanganan pada pasien ini juga berhubungan dengan fraktur kompresi yaitu menggunakan bracing. Dan disarankan

untuk melakukan olahraga streching yang mengarah berlawanan dengan kemiringan vertebra. Hal ini lebih baik dilakukan dengan pengawasan dokter ortopedi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moritz, A. R., and F. C. Heuriquez. 1947. Studies of thermal injury. II. The relative importance of time and surface temperature in the causation of cutaneous burns. Am. J. Pathol. 23:695-720. 2. Sibernagi, S, 2007. Teks dan atlas bewarna patofisiologi. ECG: Jakarta. Hal 288-90. 3. Alexander, J. W. 1990. Mechanism of immunologic suppression in burn injury. J. Trauma 30:S70-S75. [PubMed] 4. Fakhry SM, Alexander J, Smith D, Meyer AA, Peterson HD. Regional and institutional variation in burn care. J Burn Care Rehabil 1995;16:8690. 5. Muir IA, Barclay TL. Burns and their treatment. Chicago: Year Book Medical Publishers; 1974. 6. Goodwin CW, Dorethy J, Lam V, Pruitt Jr BA. Randomized trial of efficacy of crystalloid and colloid resuscitation on hemodynamic response and lung water following thermal injury. Ann Surg 1983;197(5):52031. 7. Baker RHJ, Akhavani MA, Jallali N. Resuscitation of thermal injuries in the United Kingdom and Ireland. J Plast Reconstr Aesthet Surg 2007;60:6825. 8. Cartotto RC, Innes M, Musgrave MA, Gomez M, Cooper AB. How well does the Parkland formula estimate actual fluid resuscitation volumes? J Burn Care Rehabil 2002;23:25865. 9. Yunir M, 2007. Ilmu penyakit dalam: terapi non farmakologis diabetes mellitus tipe 2. ECG: Jakarta.hal 1563-64. 10. http://dmes.com/Debridement_of_Wounds_with_Honey_Molan.pdf. diunduh 1 febuari 2012

11. Brunton Stephen, et al, (2005). Vertebral compression fractures in primary care. The Journal of Family Practice. Disitasi pada tanggal 26 april 2010 dari : http://www.jfponline.com/uploadedFiles/Journal_Site_Files/Journal_of_Family_Practice/supple ment_archive/VCF_0905.pdf 12. Mazanec Daniel J, et. Al, 2003. Vertebral Compression Fracture : Manage aggressively to Prevent sequel. Cleveland clinic Journal of Medicine.: http://www.ccjm.org/content/70/2/147.full.pdf

Anda mungkin juga menyukai