Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN II PROBLEM UTAMA NEGARA MUSLIM

BAB V. PENDIDIKAN Situasi Pendidikan di Negara Muslim Negara muslim dewasa ini umumnya tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan teknologi yang rendah berpengaruh kepada produktivitas yang rendah dan industri yang kurang berkembang, serta berakibat kepada rendahnya pendapatan dan tingginya kemiskinan relatif dibanding tingkat konsumsi dunia pada jamannya. Pengangguran yang sangat tinggi merupakan fenomena di beberapa negara muslim besar yang rupanya disebabkan oleh perkembangan industri dan jasa-jasa yang tidak secepat perkembangan penduduk di luar sektor pertanian ditambah peralihan angkatan kerja pertanian yang umumnya berpendidikan lebih baik. Sistem pendidikan yang diarahkan untuk mengisi lowongan pekerjaan yang merupakan duplikasi sistem pendidikan negara maju yang industrinya sudah berkembang dan penduduknya tumbuh rendah diduga menjadi sebab yang lain. Lembaga pendidikan sebenarnya sudah dikenal sama lamanya dengan agama Islam itu sendiri. Lembaga pendidikan di dunia muslim terlihat mengalamai pasang-surut. Pada masa awal perkembangan Islam, pendidikan di dunia muslim sangat maju. Ilmu pengetahuan berkembang pesat, dikembangkan dari khasanah yang ada di dunia pada waktu itu. Riset bekembang pesat di berbagai bidang seperti matematika dan astronomi, kesehatan, riset material dalam bidang kimia, bidang geografi, pemerintahan, hukum, ekonomi, sosiologi, dan sejarah. Sarjana-sarjana muslim menjadi mata rantai ilmu pengetahuan yang sangat penting serta memberikan kontribusi besar yang menjadi perintis ilmu pengetahuan modern. Wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah membaca, Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah, Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (dengan budaya baca-tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ayat yang pertama turun di atas memberi petunjuk bahwa Islam disiapkan sebagai petunjuk umat manusia dengan budaya ilmu pengetahuan, tidak lain adalah budaya baca tulis. Ayat pertama turun di atas juga langsung menyentak kepada penciptaan dengan nuansa logis. Ilmu mesti senantiasa berkembang dengan penemuanpenemuan di segala bidang yaitu mengungkap misteri yang pada tahap sebelumnya belum diketahui manusia. Dengan semangat seperti tersebut di atas wahyu Allah s.w.t. kepada Nabi Muhammad selalu dicatat sejak awal. Mengatasi kelemahan agama sebelumnya yang diajarkan melalui budaya tutur, otentisitas Al Quran dipersiapkan sejak awal melalui budaya tulis. Di samping itu para sahabat juga melakukan hafalan sebagai pendamping, sehingga pada waktu penulisan Al Quran dibakukan pada periode khalifah Usman persoalan otentisitas Al Quran dapat dipertahankan. Di samping Al Quran yang

80

memberi petunjuk umum, Nabi saw memberikan detail. Detail yang berupa perilaku dan perkataan Nabi saw memberi kekayaan etik dan menjadi rincian aturan hukum. Untuk menjaga otentisitas, beberapa sahabat yang terjamin dapat membedakannya dari Al Quran diijinkan mencatat. Selanjutnya para ulama awal memulai mengkodifikasi hadis dengan metode bahwa suatu hadis dibawa oleh urutan penutur yang diteliti sebagai orang terpercaya. Pengumpulan hadis dirintis oleh Muhammad bin Ishaq (wafat 767). Imam Malik (w.795) menulis al-Muwatta yang merupakan kompedium dari kebiasaan Nabi saw dan komunitas di sekitarnya. Metode penelitian hadis diperbaiki oleh Imam Syafii (w.820) dengan menggunakan penelitian isnad (mata rantai) untuk menjamin kesahihan berita yang dibawanya. Hadis menjadi gugur jika terbukti salah satu mata rantai adalah muslim yang buruk. Metode Syafii mengarahkan lahirnya dua antologi terpenting yang dibukukan oleh Bukhari (w.870) dan Muslim (w.878). Dengan metode penulisan hadist tersebut, pengambilan hukum yang bersumber dari Al Quran dan hadis dimungkinkan. Al Quran membawakan prinsip prinsip besar tentang tujuan penciptaan, arah, dasar keadilan dan sebaginya, sedangkan hadis memberikan detail dan variasi situasi yang sesuai dengan arah al Quran. Sampai abad 9 para ilmuwan muslim utama dipersiapkan untuk menyelesaikan dasar agama Islam untuk menjawab kebutuhan hukum publik di mana wilayah Islam sudah membentang luas dan meliputi berbagai bangsa dan agama. Abad berikutnya tugas ilmuwan muslim mulai mengembangan dan melestarikan ilmu pengetahuan yang diwarisi dari khasanah dunia pada waktu itu. Dengan budaya tulis-baca dan dorongan al Quran bahwa Allah mengajarkan pengetahuan yang semula belum diraih, maka dasar pengembangan ilmu pengetahuan terpenuhi. Tokoh tokoh ilmuwan muslim tingkat dunia sampai abad pertengahan bertebaran di berbagai negara muslim dan di berbagai jaman, sebagian dari mereka didaftar sebagai berikut. Bidang filsafat-matematika, Al-Kindi (809-870), Khawarizmi, (w.847), Al Battani (Al Farabi, (w.950). Bidang filsafat, kedokteran, kimia klinik Al-Razi (865-925), Ibnu Sina (980-1037). Bidang fisika, Ibnu Al-Haitam (L.965). Bidang filsafat dan hukum islam Ibnu Rusydi, 1126-1198. Bidang tasawuf-filsafat, psikologi, Al-Ghazali (w.1111), Mulla Sadra, (w.1640). Bidang syariah kenegaraan, Ibn Taimiyah (12631328) dan bidang sosiologi-sejarah, Ibn Khaldun, (1332-1406). Sampai abad pertengahan ilmuwan muslim menguasai perkembngn dunia ilmu pengetahuan. Kekalahan Barat atas empirum Islam Ottoman, menyadarkan Barat akan kekurangannya. Memasukki abad 17 ilmu pengetahuan Barat mulai bangkit dan dunia Islam mulai mundur. Sejak saat itu ilmu pengetahun di Barat berkembang pesat, penemuan mesin-mesin otomatis dan senjata api melahirkan babak baru. Barat selanjutnya memerlukan kolonisasi dunia islam yang tentu saja bertujuan menundukkan, di samping untuk memperolah sumber bahan baku, energi, dan sekaligus pasar untuk menukar barang industri yang mulai berlebih. Memasuki abad 20 negera-negara muslim memperoleh kemerdekaan, namun pola pembangunan negaranya ternyata menyebabkan mereka terjerat dalam hutang yang menyebabkan terus tereksploitasinya sumber alam mereka ke negara maju yang semula menjajahnya. Di samping ketergantungan pembiayaan, negara muslim juga mengalami ketergantungan teknologi dan politik yang lain.

81

Kemunduruan politik diikuti kemunduran pendidikan dan ilmu pengetahuan di dunia muslim. Namun, masih tercatat beberapa ilmuwan pada abad 20 antara lain Abdus Salam (L.1929) lahir di Pakistan yang kemudian bekerja di Inggris, mendapat hadiah nobel dalam bidang Fisika pada 1979. Di samping Abdus Salam, masih tercatat Abul Ala Al Maududi dalam bidang pilitik, dan dewasa ini M. Umar Capra mantan menteri Saudi yang kemudian bekerja di Islamic Research and Training Institute Islamic Development Bank dalam bidang Ekonomi. BJ Habibi dengan eksperimennya memajukan industri pesawat di Indonesia juga termasuk cendekiawan besar di dunia Islam abad ini. Secara umum, negeri muslim dewasa ini adalah kawasan tertinggal sebagaimana ranking HDI yang mendominasi urutan terbawah HDI. HDI merupakan indeks yang memadukan antara kesempatan pendidikan, kesehatan, dan kemampuan ekonomi.

Visi Pemerintahan dan Pendidikan


Negara negara muslim awal memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan. Nabi SAW memiliki perhatian besar kepada illmu pengetahuan, beliau memerintahkan mendidik anak sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Memerintahkan mencari ilmu walau sampai di negeri China. Dan memberi tugas mengajar baca tulis kepada tawanan perang. Nabi SAW juga membatasi diri kepada masalah di luar otoritas keagamaan untuk memberi kesempatan perkembangan ilmu. Nabi bersedia mengikuti saran seorang ahli taktis pada perang badar, dan memberi otoritas kepada ahli menanam kurma, dengan sabda beliau: kamu lebih mengerti tentang urusan duniamu. Secara umum tidak terdapat pertentangan berarti antara Islam dan ilmu pengetahuan. Para khalifah utama, tetap memberi perhatian yang besar kepada ilmu pengetahuan. Khalifah Umar menggaji guru dengan gaji yang tinggi. Para khalifah selanjutnya memiliki perhatian pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan beragam. Khalifah Harun Al Rasyid ( ) membangun perpustakaan kota yang besar di Baghdad. Budaya baca tulis masyarakat muslim awal mendorong lahirnya masyarakat berpengetahuan. Kewajiban sholat 5 kali sehari dengan membaca surat-surat dari Al Qur'an memerlukan persyaratan minimal melek huruf dalam masyarakat Islam awal. Kemunduran Islam dimulai dari sistem politik otoriter, di mana Sultan untuk melestarikan jabatannya menekan para ulama yang seringkali memiliki kedekatan dengan rakyat. Kebebasan berpikir yang menghilang menyebabkan menurunnya produktifitas ilmiah. Pemerintahan juga sering menjadi lemah akibat jarak yang lebar dengan umat. Intreraksi dengan Barat modern, membuat muslim kehilangan kepercayaan diri dan terpecah. Sebagian menutup diri dan menjadi mata rantai ilmu yang hilang, sebagian sangat mengangumi Barat sehingga hanya berfungsi sebagai corong yang berperan di pinggir. Perkembangan intreraksi dengan Barat berlanjut saat kolonisasi dan pasca kolonisasi. Kebijakan pendidikan sekuler Barat di negara jajahan ditujukan untuk memenuuhi kebutuhan pegawai tingkat rendah. Sistem pendidikan diarahkan untuk menjadi operator dan bukan kreator. Sistem pendidikan operator ini berlanjut pasca kemerdekaan. Sistem pemerintahan yang ada ternyata juga mendorong para ilmuwan di negara muslim yang memperoleh pendidikan terbaik menjadi teknokrat dan birokrat. Di beberapa negara muslim, khususnya di Indonesia, penghasilan guru dan dosen sangat rendah dibanding

82

mereka yang berkarier di lembaga politik atau pemerintahan yang memiliki kewenangan membelanjakan uang publik. Pembelanjaan uang publik juga sangat sedikit yang menunjang peningkatan ilmu pengetahuan. Visi pemerintah seharusnya menempatkan pendidikan sebagai layanan yang utama. Pendidikan termasuk didalamnya pendidikan agama, dalam msyarakat modern merupakan layanan langsung yang dapat dinikmati rakyat, di samping layanan kesehatan, dan kesejahteraan. Namun, pemerintah di berbagai level justru masih menempatkan adanya pemerintah itu sendiri yang utama (self orientation). Visi feodalistik seperti ini masih sangat kuat dan pemerintahan egaliter belum terbentuk di berbagai negara muslim. Hal-hal ini satu sama lain mendorong pencapaian pendidikan, ilmu, dan teknologi yang rendah. Visi pemerintah dalam melihat pentingnya pendidikan terlihat dari persentase anggaran pendidikan dari total anggaran yang dimiliki. Tabel 5.1. memberi gambaran perbandingan antarnegara muslim dan bebrapa negara pembanidng. Tabel 5.1. Pengeluaran untuk pendidikan, kualifikasi pengajar, dan rasio siswa pengajar, 2002/2003 % of GDP per capita
Primary Afghanistan Albania Algeria Azerbaijan Bangladesh Benin Burkina Faso Cameroon Chad Cte d'Ivoire Egypt, Arab Rep. Gabon Gambia, The Guinea Guinea-Bissau Indonesia Iran, Islamic Rep. Iraq Jordan Kazakhstan Kuwait Kyrgyz Republic Lebanon Libya .. .. 11.1 7.3 8.9 9.7 .. .. .. 14.6 .. 4.7 11.9 9.2 .. 3.7 11.3 .. 15.0 8.1 16.1 6.1 .. .. Secondary .. .. 16.8 12.9 14.1 17.4 .. .. .. .. .. .. 13.6 .. .. 7.2 12.1 .. 18.0 12.7 19.9 10.2 .. .. Tersier .. .. .. 12.6 35.5 .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. 20.8 33.5 .. .. 10.2 .. 14.0 19.0 .. % of total government expenditure on education .. .. .. 20.7 15.5 .. .. 17.3 .. 21.5 .. .. 8.9 25.6 .. 9.8 17.7 .. .. .. .. 18.6 12.3 .. Trained teachers in primary education .. .. 97.9 99.6 66.9 62.3 86.8 68.1 .. 100.0 99.9 95.3 73.1 .. .. 93.5 98.4 .. .. .. 100.0 52.0 14.0 .. pupils per teacher

61 22 28 15 56 62 45 57 68 42 22 49 38 45 .. 21 24 19 .. 19 13 24 17 ..

83

Malaysia Mali Mauritania Morocco Mozambique Niger Nigeria Oman Pakistan Saudi Arabia Senegal Sierra Leone Sudan Syrian Arab Republic Tajikistan Togo Tunisia Turkey Uganda United Arab Emirates Yemen, Rep. Brazil Philippines Thailand Japan United Kingdom United States World Low income Middle income High income

17.0 .. .. 18.9 .. 15.5 .. 17.7 .. 32.6 .. 16.8 .. 13.8 6.8 5.7 15.8 11.6 .. 6.9 .. 11.3 11.6 16.5 21.5 15.1 21.2 14.4 10.7 11.6 18.7

27.6 .. .. 48.3 .. 52.8 .. 18.4 .. 31.4 .. 8.2 .. 24.2 8.7 .. 25.7 13.8 .. 8.6 .. 10.9 9.3 11.7 20.9 16.2 24.5 18.4 19.2 13.8 22.4

114.0 .. .. 94.6 .. 304.5 .. 50.2 .. .. .. 615.2 .. .. 21.5 .. 68.0 48.5 .. 1.6 .. 58.6 13.8 33.0 17.1 23.2 31.7 36.4 163.8 37.4 30.5

20.0 .. .. 26.4 .. .. .. .. 7.8 .. .. .. .. .. 17.8 13.6 17.4 .. .. 22.5 32.8 12.0 14.0 28.3 10.5 11.4 17.1 .. .. 13.1

.. .. .. .. 59.6 71.7 .. 99.8 .. 93.3 100.0 78.9 .. 88.0 82.0 80.5 94.1 .. 80.5 .. .. 91.9 .. .. .. .. .. .. .. .. ..

20 57 41 28 67 42 42 21 40 12 49 37 29 24 22 35 22 .. 53 15

23 35 19 20 17 15 24 43 21 14

Sumber: www. World Bank. Online Data. diakses 28 Mei 2005. Sayang banyak negara muslim tidak tersedia data anggaran pendidikannya. Hanya 18 negara yang dapat dibahas dan kelihatnnya cenderung yang memiliki perhatian kepada pendidikan. Dari data yang ada, terlihat alokasi pengeluaran pemerintah untuk pendidikan di negara muslim rata-rata sudah relatif tinggi, yaitu sekitar 18,1 persen dari anggaran pemerintah, lebih tinggi secara signifikan dibanding negara sedang berkembang seperti Brazil dan Philipina, tetapi lebih rendah dari Thailand. Persentase tersebut lebih tinggi dari proporsi pengeluaran di Jepang dan Inggris, sedikit lebih tinggi dibanding US. Akan tetapi, proporsi yang tinggi tersebut berasal dari total pengeluaran negara yang relatif kecil. Kurang menguntungkan bahwa negara muslim yang besar seperti Indonesia dan Pakistan, terlihat memiliki persentase anggaran pendidikan yang rendah di bawah 10 84

persen. Hal tersebut mencerminkan visi pemerintahan yang kurang tepat bagi kemajuan bansga. Di Indonesia sudah diundangkan alokasi dana pendidikan sampai 20 persen, akan tetapi, hutang pemerintah yang besar dan kebutuhan departemen-departemen lain yang sulit diselaraskan menyebabkan hasil persentase pengeluaran negara untuk pendidikan yang rendah. Kesulitan mengalokasikan anggaran ke sektor pendidikan di Indonesia, diduga kuat adanya usaha memperoleh penghasilan tambahan bahkan korupsi dari proyek-proyek negara yang direalisir di berbagai departemen. Tidak ada visi yang dapat menyatukan keinginan antardepartemen tersebut. Bahkan beredar rumor banyak departemen dan pemerintah daerah berburu anggaran ke Jakarta dengan jalan mendekati bagian pengalokasian di departemen keuangan dan bermain juga dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal seperti ini menyulitkan dalam menyatukan visi bagian-bagian di di dalam pemerintah sendiri untuk menjadikan pendidikan sebagai layanan utama pemerintah. Negara maju, khususnya AS, memiliki anggaran pemerintah total yang sangat besar, sekitar 30 triliun dolar atau 27 000 triliun rupiah, dan persentase anggaran pendidikannya juga sangat tinggi (17,1 persen dari total pengeluaran pemerintah) atau sekitar 4500 triliun rupiah. Sementara di Indonesia dari anggaran pemerintah 370 triliun rupiah (pada th 2003) hanya dialokasikan kurang 10 persen atau sekitar 30 triliun. Uang yang berada di tangan masyarakatpun yang dialokasikan untuk pendidikan di Indonesia relatif randah, sebesar 4 persen, 7 persen, dan 21 persen berturut turut untuk membiayi SD, Sekolah Menengah, dan Pendidikan Tinggi, sementara di AS dialokasikan 21 persen, 24,5 persen, dan 32 persen masing masing untuk Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Perbedaan visi mengenai pendidikan antara kedua bangsa, akan menyebabkan jarak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin melebar. Akibatnya aplikasi teknologi dalam aneka produk yang dipertukarkan antara kedua bangsa juga timpang yang akhirnya mendorong hubungan internasional dalam pengertian luas yang tidak simetri. Di AS, dengan sistem federasi, anggaran pendidikan di pemerintahan lokal rata-rata 40 persen pengeluaran, di pemerintah negara bagian rata-rata 33 persen, dan di pemerintah pusat sekitar 7 persen (Fisher, 1996), secara keseluruhan rata-rata nasional 17,1 persen. Masih terkait dengan anggaran, kemampuan merekrut tenaga pendidik antarnegara diperlihatkan pada angka rasio siswa-guru. Dengan gaji yang rendah terlihat perbedaan rasio siswa-guru di negara muslim tidak berbeda signifikan dibanding di negara maju. Persentase anggaran pendidikan yang rendah dan nilai absolut yang juga relatif rendah dan dengan jumlah guru yang besar, dapat diduga kualitas hidup guru yang masih rendah. Hal tersebut berimpliksi kepada dedikasi keilmuan yang rendah di mana banyak tenaga didik yang umumnya relatif terkemuka di masyarakat melakukan terobosan dengan melakukan berbagai pekerjaan sampingan. Sebagaimana diuraikan di atas bahwa negara memiliki kekuatan yang terbatas dalam membiayai pendidikan. Pendidikan sampai tingkat sekolah lanjutan yang diberikan secara gratis sebenarnya pantas, mengingat hal ini merupakan kebutuhan publik, agar negara modern terlaksana diperlukan persyaratan minimal rakyatnya untuk mengusai pengetahun tingkat sekolah lanjutan. Di Indonesia, wacana pembiayaan gratis sampai tingkat sekolah lanjutan atas mengalami pasang surut. Kenyataannya dewasa ini 85

pendidikan sampai sekolah menengah atas tetap membayar. Setahun terakhir pemerintah memberikan dana pendidikan berupa bantuan operasional sekolah (BOS) yang meliputi juga sekolah swasta. Dana BOS dan dana kesejahteraan lain bantuan langsung tunai (BLT) berasal dari dana pengurangan subsidi BBM. Dana ini terlihat tidak permanen dan sewaktu-waktu dapat dihentikan yang akan berakibat sangat menyulitkan perguruan swasta. Sistem pembiayaan pendidikan di Indonesia menunjukkan gejala yang aneh. Sekolah-sekolah dan universitas negeri yang memperoleh subsidi pembiayaan dari negara, umumnya masih memungut biaya pendidikan justru sering lebih tinggi dari pendidikan swasta, khususnya pendidikan Islam. Banyak pendidikan milik muslim, khususnya di bawah persyarikatan Muhammadiyah bekerja seperti layanan publik, dalam arti yayasan tidak berusaha memperoleh laba dan mengembalikan semua perolehan dana untuk kepentingan pendidikan. Pendidikan Muhammadiyah dan juga lainnya yang sejenis bisa meningkatkan tingkat enrollment pendidikan sangat signifikan. Namun, perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan seperti ini sangat kurang. Banyak di antaranya hanya memberi gaji pengajar yang sangat rendah, dan fasilitas pendidikan yang sangat kurang. Kendala kemampuan ekonomi masyarakat yang kurang menyebabkan sekolah swasta milik yayasan muslim memungut biaya pendidikan relatif rendah, bahkan lebih rendah dari pendidikan dan universitas negeri. Relatif tingginya kutipan dari pendidikan negeri menyebabkan menurunnya akses masyarakat miskin. Subsidi pembiayaan pendidikan yang hanya dikhususkan kepada institusi pendidikan milik negara, menyebabkan perbedaan kualitas yang tidak seimbang, di mana ranking tertinggi umumnya didominasi oleh pendidikan milik pemerintah. Kelompok peneliti Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001) mengusulkan agar guru swasta memperoleh pembiayaan negara. Penyelenggaraan pendidikan di lembaga swasta sebenarnya lebih efisien, namun kebijakan pendidikan yang hanya terbatas kepada instansi pendidikan milik negara potensi efisiensi tersebut tidak dapat terealisir. Sistem pembiayaan voucher, atau block grant untuk mensubsidi guru swasta, diduga dapat merealisir potensi efisiensi dan kemajuan berdasar kompetisi. Sejak dilakukan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sesuai undang-undang no 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, maka pendidikan dasar dan menengah dikelola oleh pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah dilaksanakan di pemerintah propinsi lebih menonjol untuk guru SD dalam hal pengangkatan, penempatan, dan mutasi, sedngkan jumlah guru yang diangkat ditentukan oleh pusat. Anggaran gaji guru SD tersebut dianggarkan dalam APBN yang disalurkan melalui pemerintah popinsi. Semua hak tersebut untuk guru sekolah menengah pertama dan menengah atas masih dipegang oleh pemerintah pusat. Pembiayaan pendidikan di Indonesia secara umum bersumber kepada pemerintah pusat. Pola yang sama juga terjadi di umumnya negara muslim. Di AS subsidi pendidikan diberikan per siswa ke pemerintah daerah. Subsidi tersebut diberikan berdasar kebutuhan dasar dan mempertimbangkan biaya hidup di daerah dan juga tarif serta pajak kekayaan di daerah. Pajak kekayaan di daerah merupakan komponen sangat penting untuk mendanai pendidikan, jika pajak kekayaan ini sangat tinggi dan mencukupi untuk subsidi dasar per siswa, maka grant dari pemerintah di atasnya bisa menjadi nol (Fisher, 1996).

86

Di Inggris raya pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Sekolahsekolah swasta di bawah gereja juga tetap dibiayai negara, demikian juga sekolah islam. Pedoman yang digunakan adalah kelayakan jumlah siswa yang memadai, maka pemerintah bersedia untuk membiayai pengadaan guru dan biaya pendidikan secara standar. Untuk Indonesia yang mencanangkan anggaran pendidikan 20 persen, orientasi institusi negerinya masih tetap mengganjal. Dasar subsidi pendidikan hendaknya berbasis siswa atau mahasiswa. Yang dibiayai adalah orang yang belajar di manapun siswa melakukan belajar tersebut baik di instansi negeri maupun swasta. Anggaran pendidikan yang dirancang sampai 20 persen jika hanya dibatasi untuk institusi negeri justru akan menimbulkan gap makin lebar. Yang perlu menjadi perhatian pemerintah di sekolah swasta adalah insentif guru, yang merupakan faktor kunci dalam memajukan pendidikan. Akan tetapi, penghasilan guru masih sangat rendah hanya sekitar setengah dari kebutuhannya (Sutjipto, dkk. dalam Jalal dan Supriadi, 2001: 295). Pendapatan guru kontrak dan lebih-lebih guru swasta jauh lebih rendah. Prestasi Pendidikan di negara muslim Dengan mengamati kasus Indonesia, pendidikan di negara muslim belum bisa sepenuhnya lepas dari sistem pendidikan kolonial yang bertujuan mencetak pegawai rendah. Kekuatan administrasi dan formalitas mendorong siswa dan mahasiswa memperoleh kelulusan dan mengabaikan penguasaan suatu subjek. Ujian negara nasional di Indonesia yang merupakan sampel penguasaan materi ditentukan sangat rendah, yaitu dengan skore 4,25 untuk mata uji dasar matematika dan bahasa. Skore tersebut masih mengundang kontroversi karena beberapa daerah ternyata masih sulit mencapainya. Pencapaian pendidikan di dunia dapat diukur dari distribusi lokasi 500 universitas terbaik antarnegara. Tidak satupun negara muslim memiliki univeristas tingkat dunia dewasa ini. Negara negara dengan visi pemerintahan yang mementingkan pendidikan terlihat menguasai ranking utama, yaitu AS, Inggris, Jepang, dan Jerman. Dari 20 univerisitas terbaik pada tahun 2004 17 berada di AS, 2 berada di Inggris Raya, dan 1 berada di Jepang. Jika diperluas menjadi 100 universitas terbaik 51 berada di AS, 11 di Inggris, dan 5 di Jepang, 7 di Jerman dan sisanya tersebar di negara-negara Eropa, Australia dan 1 di Rusia. Di Asia, setelah Jepang, berikutnya adalah China, Korea Selatan, dan Singapura yang muncul ketika diperluas menjadi 200 universitas terkemuka. India mulai muncul ketika diperluas menjadi 300 universitas dunia, dan memiliki 4 universitas jika diperluas menjadi 500 universitas terbaik. Di tingkat Asia, beberapa universitas di Malaysia (University of Malaya, Univerity Putra Malaysia, dan University Sains Malaysia) dan juga di Indonesia (Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Univeristas Diponegoro, dan Univeristas Airlangga) masuk dalam 77 universitas terkemuka di Asia. Jepang tentu saja mendominasi univerisitas terbaik di Asia. Malaysia merupakan negara muslim yang memiliki visi pengembangan pendidikan dengan alokasi anggaran pendidkkan sebesar 20 persen dari total anggarannya. Sisi-sisi yang menjadi penilaian peringkat universitas adalah elemen berkut. Academic Reputation: diseleksi berdasar peer yaitu penilaian sesama universitas dan perusahaan-perusahaan serta universitas di luar negeri.

87

Student Selectivity: dihitung dari jumlah mahasiswa yang diterima dibanding total pelamar, nilai tengah skore nilai tes masuk mahasiswa yang diterima. Faculty Resources: dihitung dari jumlah pengajar/peneliti full time, jumlah gelar doktor dan master dari pengajar/peneliti, gaji, pengeluaran universitas per pengajar, rasio mahasisw-dosen, dan fasilitas univeristas yang diberikan kepada pengajar. Research: dihitung dari banyaknya kutipan dalam jurnal akademik sebagaimana direcord dalam index kutipan, banyaknya artikel di jurnal yang direview oleh peer, paper yang dipresentasikan dalam konferensi internasional, jumlah buku yang dipublikasikan, funding riset yang diperoleh, dan jumlah mahasiswa pasca sarjana. Financial resources: Dihitung dari total pengeluaran per mahasiswa, pengeluaran perpustakaan per mahasiswa, internet bandwidth, public komputer, dan connection points. Untuk juruan teknik dan sains ditambah pengeluaran laboratorium. Kualitas universitas di negara-negara muslim yang rendah di samping realitas mutu yang rendah, diperkuat oleh metode survai itu sendiri yang menitik beratkan kepada prestasi ilmu pengetahuan tertentu, khususnya sains dan teknologi yang kurang berkembang dewasa ini di negara muslim. Sementara ilmu pengetahuan mengenai berbagai aspek keislman seperti ushuluddin, syariah, dan aspek religius lainnya kurang mendapat tempat dalam peradaban dewasa ini. Namun, terdapat tanda-tanda kemajuan pendidikan di negara muslim dimulai oleh Malaysia, dan demikian juga Iran. Kuantitas Peserta Pendidikan Dari sisi kuantitas, kecuali untutk beberapa negara, pendidikan untuk tingkat sekolah dasar di negara muslim sudah terlihat cukup merata. Memasuki sekolah lanjutan, kecuali Libia, Iran, UAE, Saudi, Mesir, dan negara muslim ex Soviet, umumnya masih memiliki masalah pemerataan pendidikan sampai tingkat lanjutan, di mana kesempatan pendidikan sampai sekolah lanjutan atas masih kurang dari 70 persen. Tabel 5.4. memperlihatkan tingkat enrollment tersebut. Tabel 5.4. Enrolment Ratio in Primary dan Secondary Schools and University (Percentages) 2001 Country Afghanistan Albania Algeria Azerbaijan Bahrain Bangladesh Benin Brunei Burkina Faso Cameroon Chad Comoros Primary Secondary Schools ... 12.00 100.00 49.00 100.00 72.00 98.00 78.00 ... ... 98.00 47.00 100.00 26.00 ... ... 48.00 10.00 100.00 33.00 75.40 12.00 ... ... University ... 17.0 ... 16.0 ... 6.0 4.0 ... ... 5.0 1.0 ...

88

Cte d'Ivoire Djibouti Egypt Gabon Gambia Guinea GuineaBissau Guyana Indonesia Iran Iraq Jordan Kazakhstan Kuwait Kyrgyzstan Lebanon Libya Malaysia Maldives Mali Mauritania Morocco Mozambique Niger Nigeria Oman Pakistan Palestine Qatar Saudi Arabia Senegal Sierra Leone Somalia Sudan Suriname Syria Tajikistan Togo Tunisia Turkey Turkmenistan U.A.E. Uganda

80.00 ... 97.00 100.00 79.00 77.00 70.00 ... 100.00 92.00 98.40 99.00 99.00 71.20 98.00 100.00 100.00 ... 22.50 57.00 86.00 100.00 ... 40.00 96.00 83.00 73.00 95.90 ... 67.00 75.00 76.00 ... 59.00 ... 100.00 77.70 100.00 100.00 94.00 ... 92.00 100.00

23.00 ... 85.00 51.00 34.00 ... 18.00 ... 58.00 81.00 32.30 ... 62.20 ... 82.00 77.00 100.00 ... 16.70 ... 22.00 24.90 ... 6.00 ... 79.00 ... 60.00 ... 69.00 19.00 ... ... 32.00 ... 45.00 ... 36.00 ... ... ... 79.00 ...

... ... ... ... ... ... ... ... 15.0 19.0 10.2 ... 39.0 ... 27.0 45.0 58.0 ... 21.0 2.0 3.0 10.0 1.0 1.0 ... 7.0 ... 24.3 ... 22.0 ... 2.0 ... ... ... ... 10.4 4.0 23.0 25.0 ... ... 3.0

89

Uzbekistan 100.00 99.00 Yemen 81.00 46.00 Sumber: www. World Bank. Online Data. diakses 28 Mei 2005.

... ...

Kesempatam mendaftar di perguruan tinggi juga relatif rendah, kecuali Libia dan Libanon, semua negara muslim memiliki pendafar pendidikan tinggi di bawah 40 persen. Beberapa negara memiliki pendafar sangat rendah seperti Niger, Chad, Moambique yang memiliki pendaftar pendidikan tinggi sekitar 1 persen. Beberapa negara muslim di Afrika umumnya juga memiliki angka enrolment yng rendah. Indonesia memiliki angka moderat dengan tingkat enrolment ke perguruan tinggi sampai 15 persen. Fungsi Produksi Pendidikan Fungsi produksi pendidikan adalah analisis yang mengadopsi fungsi produksi dalam ilmu ekonomi. Indeks kuantitas dan kualitas (skore) produksi pendidikan digambarkan atau dimodelkan merupakan hubungan input dan output. Teknnologi pendidikan diasumsikan lebih tinggi jika dengan input yang sama menghasilkan kualitas atau kuantitas yang lebih tinggi. Model fungsi produksi dilambangkan secara matematik sebagai berikut, Model: Q = A + ai X i biYi ci Zi +e Dimana Q adalah kuantitas dan kualitas output pendidikan, Xi adalah input sekolah meliputi: tenaga pengajar, buku dan perpustakaan, kampus, komputer/lab, jam di kelas, kurikulum, dan mahasiswa lain/lingkungan. Yi adalah input keluarga meliputi: pengalaman dalam keluarga, kultur (membaca dalam keluarga), lama belajar di rumah, perpustakaan pribadi. Zi merupakan input pribadi meliputi: Kecerdasan, Minat/usaha A adalah shifter yang menunjukkan faktor teknologi dan manajemen, di mana dari jumlah dan kualitas imput yang sama dapat dihasilkan output yang berbeda. Input pendidikan Input sekolah disediakan oleh publik Guru Buku dan perpustakaan Kampus Komputer/Lab Jam di kelas Kurikulum Lingkungan

Input dari keluarga

Input pribadi

Pengalaman dalam Kecerdasan keluarga Minat/usaha Kultur (membaca dalam keluarga) Lama belajar di rumah Perpustakaan pribadi

Model di atas dapat digunakan untuk mendaftar berbagai variabel dan menilainya sebagai alat mengevalusi situasi pendidikan, sebagai contoh, untuk mengevaluasi pendidikan tinggi kita. Perguruan Tinggi umumnya masih bermain pada input primer, 90

seperti memperbaiki jumlah dan pendidikan dosen, menambah komputer dan informasi teknologi (ITC), buku, dan ruangan. Untuk aplikasi pergurun tinggi, beberapa pembahasan berikut memberi gambaran kebutuhan pengelolaan pendidikan di negara muslim, A. Jumlah, persyaratan rekruitmen, dan pendidikan dosen merupakan faktor kunci atau prasyarat kemajuan. Jumlah tenaga doktor harus ditingkatkan sampai sekitar 50 persen tenaga pengajar pada 10 tahun mendatang. Kebijakan tersebut harus disertai dengan kebijakan penempatan. Dosen berkualitas karena income yang rendah sering keluar kampus dan menyebabkan terhambatnya transfer pengetahuan ke mahasiswa. Jadi, strategi mengikat dosen berkualitas melalui kebijakan remunerasi juga sangat penting. Akses ke ITC masih merupakan input yang dapat diintesifkan karena tidak meratanya masalah ini di masyarakat dan demikian juga di berbagai pendidikan tinggi. Perpustakaan yang dirasa sulit dipenuhi adalah jurnal ilmiah baik yang printing maupun elektronik karena biayanya tinggi. Gedung dan ruangan kelihatannya tidak lagi menjadi unggulan saat ini. B. Input pribadi berupa tingkat kecerdasan dan effort, dapat disaring melalui tes, hal ini dapat terjadi jika biaya pendidikan di set tinggi, sehingga seorang kandidat mahasiswa akan mempertimbangkan untuk lanjut ke univerisitas atau terminal pada jenjangnya. Di Indonesia dewasa ini hanya perguruan tinggi negeri memiliki kesempatan melakukan tes. Di perguruan tinggi swasta (PTS) yang berjumlah sangat besar menyebabkan over suplai pendidikan dan akibatnya biaya pendidikan menjadi rendah, tanpa penyaringan, dan kualitasnya menurun. Penambahan kapasitas di perguruan tinggi negeri (PTN) dilakukan debgan sunk cost berupa penurunan (fuso)-nya PTS, menunjukkan cara pandang yang pragmented dari penyelenggra negara. Sumber2 nasional akan lebih efisien dengan mensubsidi Perguruan Tinggi Swasta yang ada, dan tentu saja yang bersifat semi publik, serta kredibel daripada mendirikan atau mengekspan yang berakibat mematikan investasi yang sudah ada. C. Input keluarga berupa kultur membaca dan belajar dalam keluarga dan juga perpustakaan pribadi merupakan hal yang masih memprihatinkan. Sistem belajar semalam untuk menghadapi ujian yang konvensional merupakan fenomena umum lemahnya imput keluarga. Sistem pesantren/asrama yang dibina dapat diintrodusir untuk memperbaiki faktor ini. Perbaikan berbagai input dasar di atas baru merupakan prasyarat. Keunggulan yang sebenarnya terletak kepada kedalaman. Kedalaman ini merupakan proses proses yang kompleks. Perbedaan pencapaian output dari input yang sama kuantitas dan kualitasnya dilambangkan oleh huruf A di dalam model di atas yang dapat diinterpretasi sebagai teknologi dan manajemen, nilai, spirit, budaya, dan sebagainya. Lambang A adalah keunggulan tahap kedua, setelah keunggulan dengan ekstensifikasi input Xi, Yi, dan Zi dilakukan. Mengukur outcome. Tahap pertama dalam mengevaluasi kebijaksanaan pendidikan adalah mengidentifikasi tujuannya dan mengukur outputnya. Ukuran dan tujuan harus selaras, misalnya jika tujuannya pemerataan pendidikan ke daerah tertinggal dan pedesaan, maka ukuran kuantitas siswa yang terjangkau sesuai untuk tujuan itu. Jika tujuannya penguasaan materi ajar, maka skore ujian negara lebih sesuai digunakan.

91

Fungsi produksi umumnya digunakan khususnya untuk menganalisis perusahaan yang beregerak dalam industri pengolahan. Ekonom membuat asumsi bahwa tujuan perusahaan adalah untuk menghasilkan suatu produk yang menghasilkan laba tertinggi. Output dapat dengan mudah diukur baik dengan jumlah phisik unit yang diproduksi atau dengan nilai penjualan. Jika kaba masih meningkat maka jumlah produksi masih dapat ditingkatkan sampai tercapai laba maksimum. Demikianlah produksi dalam perusahaan diarahkan. Untuk jasa pendidikan, tujuan pemerintah dalam menyediakan pendiddikan sulit didefinisikan. Pengukuran output juga sulit dilaksanakan. Output dapat diukur antara lin dengan: a. Skore yang dicapaai atas suatu tes yang terstandar (ujian akhir nsional=UAN). b. Jumlah siswa yang dapat mencapai pendidikan yang lebih tinggi c. Pencapaian pekerjaan atau kepuasan siswa d. Melalui ukuran kepuasan subjektif dengan melalui serangkaian daftar pertanyaan. Cara lain yang lebih kuantitatif dalam menilai pencapaian pendidikaan dapat diukur dengan: a. jumlah siswa yang lulus tepat waktu. b. Persentase yang dapat masuk perguruan tinggi c. Jumlah lulusan, d. Jumlah lulusan yang dapat bekerja pada rentang waktu tertentu Banyak hal tidak dapat dijalankan dengan baik dalam menerapkan berbagai ukuran di atas. Jumlah siswa yang lulus tepat waktu hanya bermakna jika masih terdapat disiplin dan kejujuran antara pengajar dan siswa. Banyak sekolah dan universitas di Indonesia memberikan lulusan 100 persen dengan kualitas yang sangat beragam. Jumlah lulusan yang dapat bekerja dalam rentang waktu tertentu sangat sulit didekteksi karena tiadanya pekerjaan formal yang tersedia dan banyak lulusan membuat pekerjaan mndiri, atau self employment. Skore test merupakan ukuran yang mudah dan cepat untuk mengamati hasil pendidikan. Tentu saja standar dan sistem penilaian absolut diperlukan supaya dapat membandingkan kemajuan pendidikan dari waktu ke waktu. Pencapaian pendidikan yang penting, di samping meningkatkanya kualitas kepribadian, adalah kemampuannya memperoleh penghasilan yang lebih tinggi. Data memang menunjukkan bahwa penghasialn yang lebih tinggi ada hubungannya dengan pendidikan yang lebih tinggi. Khususnya pada industri pengolahan diperoleh estimasi bahwa upah memiliki elastisitas 1,1 atas lama tempuh tahun pendidikan (Setiaji, 2002). Pendidikan di samping menambah skill juga menambah status dan menjadi alat mensekrining untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi yang paling mudah di berbagai organisasi kerja. Dengan demikian, meningkatnya pendapatan atas pencapaiana pendidikan tidak sepenuhnya karena meningkatnya skill dan produktifitas. Hal ini kembali kepada kualitas hasil pendidikan itu sendiri. Masalah Subsidi Dana Pendidikan Subsidi dana pedidikan di Indonesia masih sangat timpang dilihat alokasinya antara instuitusi milik pemerintah dan swasta. Perguruan tinggi swasta hanya mendapat subsidi seperseribu (1 permil) dari subsidi mahasiswa ke PTN, yaitu, subsidi ke

92

mahasiswa PTN 5.000.000 sedangkan ke mahasiswa PTS 5000 per mahasiswa. Padahal menurut Undang Undang kewajiban menyelenggarakan pendidikan tidak dibedakan antara institusi pmerintah dan swasta. Di samping subsidi dari negara, PTN juga memungut tambahan dana pendidikan dari masyarakat dalam berbagai bentuk. Dengan demikian gap biaya per mahasiswa di antara dua institusi makin lebar. Dilihat dari sisi pembiayaan ideal PTN sendiri memang tidak mencukupi hanya mengandalkan dari pemerintah. Dengan demikian problem subsdi pendidikan di Indonesia adalah antara mendorong kualitas di salah tempat atau mulai berpikir mengenai pemerataan. PTS sebenarnya memiliki dasar dasar efisiensi, jika subsidi pendidikan diberikan sama berdasar jumlah mahasiswa, efisiensi pendidikan dan kualitas umum akan meningkat. Pendidikan dari sisi lain juga dapat dipandang sebagai industri. Subsidi yang sangat timpang, diiringi kebebasan PTN memungut dari masyarakat tidak adil dilihat dari kacamata persaingan sehat dalam sebuah industri. Dengan alokasi anggaran 9.5 persen saja persaingan PTN-PTS sudah timpang dan dirasakan sebagai industri yang tidak fair, apalagi jika anggaran nanti mencapai 20 persen. Potensi subsidi per mahasiswa akan meningkat menjadi 12 juta dan untuk PTS akan menjadi 12 ribu saja, gap absolut akan makin lebar. Dilihat dari kacamata industri, atau aspek industri dari lembaga pendidikan, persaingan yang ada sekarang tidak fair. Sebuah industri di mana salah satu pihak diberi subsidi anggaran yang besar untuk berkembang dan diberi hak memungut dari masyarakat dan keduanya dilepas untuk berkompetisi. Seyogyanya PTN hendaknya dipimpin dua rektor, dan dipisahkan menjadi dua institsi, yaitu, pertama PT negeri (state owned), dan PT swasta milik negara bersama masyarakat. Kedua institusi memiliki akreditasi tersendiri, yang pertama memungkinkan akses bagi masyarakat tak mampu dengan kapasitas terbatas, full subsidized, dan institusi kedua bergerak sebagaimana PTS yang ada. Institusi yang kedua ini bisa lebih baik atau lebih rendah dari yang pertama. Hal ini diharapkan bisa menyemarakkan persaingan pendidikan yang sehat. Eksak non eksak. Kebutuhan untuk pengembangan teknologi yang umumnya merupakan kelemahan negara muslim yang termanifestasi dalam pengembangan industri dimulai dari titik berat pendidikan ke bidang ilmu sosial dan humaniora. Bidang sains dan teknologi umumnya memerlukan investasi yang tinggi, dan kurang menarik minat para penyelenggara pendidikan. Perkembngan sains dan teknologi tidak sepesat riset dalam bidang sosial humaniora. Rendahnya proporsi bidang sains dan teknologi menyebabkan kemunduran negara negara muslim secara umum. Bidang-bidang ini memiliki transfer yang dekat dengan pengembangan industri, dan akhirnya ekonomi. Kebijakan Habibie untuk mengembangkan teknologi maju di Indonesia sejak awal menimbulkan kontroversi. Habibi membela kebijakan tersebut sebagai alat pendorong kemajuan bangsa yang pada tahap awal harus disubsidi dan diproteksi. Tuntutan dipelopori kaum ekonom yang umumnya membela liberalisasi dan spesialisasi yang menempatkan produk berteknologi (produk berdasar otak dan pengetahun) di Barat dan produk padat tenaga (produk

93

berdasar otot) di timur. Krisis ekonomi dan kerangka untuk kelayakan finansial, akhirnya usaha Habibie untuk mengembangkan teknologi tinggi menjadi kandas. Kebijakan umum negara maju terlihat menghalangi riset teknologi nuklir di negara muslim, pengembangan teknologi terobosan seperti dilakukan Habibie (melalui tangan ekonom dan IMF), usaha penguasaan industri permesinan seperti kebijakan mobil nasional di Indonesia. Semua ini bertujuan mempertahankan dunia ketga dan negara muslim sebagai pasar dan sebagai negara pinggiran. Sebaliknya, riset humaniora dan spritual justru menonjol menempatkan negeri-negeri muslim tetap pada status quo hubungan antarbangsa yang kurang menguntungkan mereka, yaitu ditempatkan sebagai pasar produk teknologi maju dan menukarnya dengan hasil alam mereka yang vital. Sebagai contoh, salah satu produk pesawat Habibie diproduksi paralel dengan perusahaan Cassa Spanyol, produk hasil Cassa memperoleh sertifikasi kelayakan internasional, sementara yang diproduksi di Indonesia tidak memperoleh sertifikasi tersebut. Hal ini mengakibatkn sulitnya memasarkan produk pesawat-pesawat Habibie dan menyebabkan kesulitan perkembangan selanjutnya. Demikianlah masalah pendidikan dilihat dari sisi kebijakan publik baik internal maupun eksternal. Di samping masalah pembiayaan publik, kualitas pendiddikan yang bersumber kepada masalah internal seperti kurikulum, kualitas guru, motivasi dan budaya akademik di sekolah dan perguruan tinggi, isue modernisasi pendidikan versus nilai dasar di negara sedang berkembang, dan seterusnya bukan juga merupakan masalah yng ringan.

94

95

Anda mungkin juga menyukai