Anda di halaman 1dari 7

TUGAS INDIVIDU

BLOK 10
UNIT PEMBELAJARAN 2

EKSPERIMEN PASTEUR

Disusun Oleh :

DWI WAHYUNI 08 / 272634 / KH / 06060

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Learning Objective : 1. Mengetahui tentang vaksin beserta jenis - jenisnya 2. Mengetahui tentang perbedaan mekanisme kerja vaksin hidup dan vaksin mati 3. Mengetahui tentang mekanisme infeksi bakteri beserta faktor virulensinya 4. Mengetahui tentang respon imun terhadap infeksi bakteri

Pembahasan 1. Vaksin Beserta Jenisnya Vaksin adalah suatu produk yang mengandung sejumlah oranisme (bibit penyakit tertentu yang menimbulkan kekebalan tubuh khusus terhadap penyakit tertentu. Berdasarkan tipe vaksin: Vaksin Live : vaksin yang bisa mereplikasikan dirinya sendiri di dalam tubuh ayam. Vaksin Killed : vaksin yang tidak bisa mereplikasikan dirinya sendiri.

Berdasarkan metode pembuatan: a. Konvensional : vaksin langsung dikoleksi dari hospes terinfeksi. b. Rekayasa genetika : mutasi seluruh struktur virus. c. Rekayasa genetika, subunit virus : 1) Viral vektor (vaksin yang disisipi antigen virus lain) 2) Plasmid vektor (vaksin berupa DNA) 3) Subunit protein Beberapa kelebihan vaksin hidup :

Kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin hidup sama dengan kekebalan yang diperoleh karena infeksi alami.

Merangsang pembentukan antibodi yang lebih tahan lama dan juga memberi perlindungan pada pintu-pintu masuk antigen.

Tidak perlu adjuvan

Beberapa kekurangan vaksin hidup, antara lain :

Bahaya pembalikan menjadi lebih virulen selama multiplikasi antigen dalam tubuh ternak yang divaksin.

2. Perbedaan Mekanisme Kerja Live Vaksin dan Killed Vaksin Mekanisme kerja dari live vaksin dan killed vaksin tergantung dari faktor faktor pendukung terlaksanya vaksin dengan baik, misalnya kondisi hewan yang akan divaksin, dan jadwal vaksinasi.

3. Mekanisme Infeksi Bakteri dan Faktor Virulensi A. Faktor Kolonisasi dan Perlekatan Untuk menginfeksi, kebanyakan bakteri harus melekatkan diri dan memperbanyak diri di permukaan mukosa sebelum mukus dan silia sel epitel membuangnya. Untuk itu, bakteri memiliki pili atau fimbria yang dapat dipakai sebagai alat perlekatan ke permukaan mukosa. Faktor kolonisasi juga memerankan peranan penting dalam perlekatan bakteri ke permukaanmukosa. Beberapa bakteri yang menghasilkan faktor kolonisasi adalah V. cholerae, E. coli, Salmonella spp., N. gonorrheae, N. meningitidis, dan Streptococcus pyogenes. Pili dan Fimbria Pili adalah polimer protein yang disintesis dari dasar ke ujung. Protein ujung pili mampu mengenali reseptornya pada sel inang, sehingga memungkinkan perlekatan pada sel inang. Reaksi perlekatan antara pili dan reseptornya sangat kuat dan sangat sulit dipisahkan. Kebanyakan pili adalah antigen kuat, sehingga mudah dikenali oleh imunitas humoral dan seluler. Namun beberapa populasi bakteri patogen dapat mengubah struktur protein ujung pili (melalui mutasi), sehingga tidak mudah dikenali sistem pertahanan inang. Fimbria juga menyediakan mekanisme perlekatan pada sel inang. Namun struktur fimbria kompak dan tidak berongga, sehingga tidak memfasilitasi eksport berbagai faktor virulen ke sel inang. Kapsula dan Struktur Permukaan Lain Bakteri berkapsula lebih virulen dan resisten terhadap fagositosis dan pertahanan intrasel daripada bakteri tanpa kapsula. Beberapa bakteri dan parasit mampu bertahan dan memperbanyak diri di dalam sel fagositosis. Mycobacterium tuberculosis mampu bertahan dan memperbanyak diri karena struktur permukaan selnya tahan terhadap aktivitas lisosomal sel inang. Mekanisme kapsula dalam virulensi bakteri patogen adalah mencegah fagositosis sel inang, memfasilitasi kolonisasi di sel inang, memberikan struktur unik yang mampu menyembunyikan dirinya dari sistem imun inang, dan memungkinkan perlekatan bersama membentuk biofilm yang tidak mudah dihancurkan oleh sistem pertahanan inang. B. Faktor Invasi Setelah melekat di permukaan mukosa, bakteri harus mampu menembus lapisan mukosa, sehingga dapat tersebar ke seluruh jaringan tubuh inang. Endotoksin

Kompleks molekul endotoksin dapat dibagi menjadi 3 bagian (Gambar 18.5) mulai terluar, yaitu rantai oligosakarida atau disebut rantai antigen-O, polisakarida core yang merupakan tulang punggu molekul, dan lipid A yang biasanya terdiri atas disakarida glukosamin yang melekat pada asam lemak dan fosfat. Jika bagian polisakarida diganti dengan polisakarida lain, maka toksisitas endotoksin masih terjaga. bagian toksis endotoksin adalah lipid A. Peran polisakarida adalah sebagai agen pelarut lipid A dan secara laboratorium posisakarida dapat diganti dengan protein pembawa seperti bovins erum albumin. Eksotoksin Siderofor Bakteri mampu menghasilkan reseptor untuk protein penangkap besi, sehingga menghambat penagkapan besi oleh sel inang. Dengan demikian jumlah besi bebas untuk pertumbuhan bakteri meningkat.

Proses infeksi bakteri Bakteri harus dapat menempel atau melekat pada sel inang. Organ perlekatan bakteri dapat melalui membran mukosa diantaranya melalui membran mukosa saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kencing, dan konjungtiva. Organ tempat perlekatan yang lain bisa melalui kulit. Beberapa mikroba dapat menyerang melalui folikel rambut dan kelenjar keringat. Bakteri juga dapat melekat pada organ dalam. Biasanya mikroba dapat langsung beradhesi pada organ bawah kulit atau membran mukosa melalui rute parenteral misalnya dari injeksi, luka, sayatan, atau bedah. Proses perlekatan bakteri tersebut dikenal sebagai proses adhesi. Adhesi bakteri ke permukaan sel inang memerlukan protein adhesin. Adhesin ini dibagi menjadi 2, yakni fimbrial dan afimbrial. Dalam adhesi fimbriae, fili bertindak sebagai ligan dan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel inang. Fili lebih sering dikenal sebagai antigen kolonisasi karena peranannya sebagai alat penempelan pada sel lain. Sedangkan dalam adhesi afimbriae yang berperan adalah molekul adhesin afimbriae. Molekul adhesin afimbriae berupa protein ( polipeptida ) dan polisakarida yang melekat pada membran sel bakteri. Adhesin afimbriae sering juda disebut biofilm. Selain untuk pelekatan yang membantu kolonisasi juga diperlukan untuk resistensi antibiotik. Tahap selanjutnya setelah terjadi adhesi adalah invasi. Invasi merupakan proses bakteri masuk ke dalam sel inang / jaringan dan menyebar ke seluruh tubuh, akses yang lebih mendalam dari bakteri supaya dapat memulai proses infeksi. Invasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu invasi ekstraseluler dan

invasi intraseluler. Invasi ekstraseluler terjadi apabila mikroba merusak barrier jaringan untuk menyebar kedalam tubuh inang baik melalui peredaran darah maupun limfa. Sedangkan invasi intraseluler terjadi apabila mikroba benar benar berpenetrasi dalam sel inang dan hidup di dalamnya. Sebagian besar bateri gram negatif dan positif patogen mempunyai kemampuan ini. Setelah invasi, mikroba mampu bertahan hidup dan berkembang biak dalam sel inang. Bakteri dapat membunuh sel inang dengan cara menurunkan pH vakuola dan memproduksi enzim protease. Dalam proses infeksinya, bakteri membutuhkan Fe. Fe diperlukan sebagai ko-faktor berbagai enzim metabolik.

4. Mekanisme respon imun terhadap bakteri Ada 4 mekanisme dasar yang khusus memerangi infeksi bakteri: a. Netralisasi toksin pada bakteri eksotoxigen Mekanisme ini tidak hanya memusnahkan bakteri yang sedang menginvasi, tetapi juga menetralkan toxin yang dihasilkannya. Netralisasi dapat terjadi karena halangan sterik dari kombinasi toxin dan reseptor pada sel inang. Netralisasi ini melibatkan persaingan antara antibody dan reseptor dengan toxin, yang apabila toxin telah berikatan dengan reseptor maka antibody menjadi tidak efektif. Oleh karena itu diperlukan dosis antitoxin yang lebih besar. b. Pemusnahan bakteri oleh antibody pada bakteri infasif sistemik Diperantarai antibody yang tertuju pada antigen permukaan bakteri. Yang apabila atibodi tersebut menempel pada antigen bakteri, maka akan

menggumpalkan dan menginaktivasi bakteri. Antibody terhadap antigen kapsul dapat membantu menetralkan sifat antifagositik dari kapsul sehingga

mengopsonisasi bakteri dan menyebabkan penghancuran bakteri oleh sel fagositik. c. Opsonisasi bakteri oleh antibody yang mengakibatkan fagositosis dan penghancuran bakteri pada bakteri tanpa kapsul Antibody terhadap antigen 0 juga berfungsi sebagai opsonin, yaitu bahan yang berikatan dengan partikel sehingga mempermudah fagositosisnya. d. Fagositosis dan penghancuran intraseluler bekteri oleh makrofag yang diaktivasi pada parasit intraseluler fakultatif Bakteri yang ditelan oleh makrofag akan tahan oleh penghancuran intraseluler berikutnya. Maka dari itu makrofag harus diaktivkan terlebih dahulu. Makrofag yang diaktivasi akan dapat menghancurkan bakteri yang biasanya resisten.

Aktivasi makrofag terjadi bersamaan dengan timbulnya hipersensitivitas terhadap antigen yang diberikan secara intradermal.

Klasifikasi mekanisme imunologis kekebalan antibacterial Komponen system Antibody dan lisozim Antigen bakteri Antigen bakteri Antibody Toksin protein Netralisasi protein Makrofag yang diaktivasi Ribonukleoprotein bakteri Penghancuran intraseluler organism (Tizard, 1988). Inflamasi merupakan salah satu proses pertahanan non spesifik, dimana jika ada patogen atau antigen yang masuk ke dalam tubuh dan menyerang suatu sel, maka sel yang rusak itu akan melepaskan signal kimiawi yaitu histamin. Signal kimiawi berdampak pada dilatasi(pelebaran) pembuluh darah dan akhirnya pecah. Sel darah putih jenis neutrofil,acidofil dan monosit keluar dari pembuluh darah akibat gerak yang dipicu oleh senyawa kimia(kemokinesis dan kemotaksis). Karena sifatnya fagosit,sel-sel darah putih ini akan langsung memakan sel-sel asing tersebut. Peristiwa ini disebut fagositosis karena memakan benda padat, jika yang dimakan adalah benda cair, maka disebut pinositosis. Makrofag atau monosit bekerja membunuh patogen dengan cara menyelubungi patogen tersebut dengan pseudopodianya dan membunuh patogen dengan bantuan lisosom. Pembunuh dengan bantuan lisosom bisa melalui 2 cara yaitu lisosom menghasilkan senyawa racun bagi si patogen atau lisosom menghasilkan enzim lisosomal yang mencerna bagian tubuh mikroba. Pada bagian tubuh tertentu terdapat makrofag yang tidak berpindah-pindah ke bagian tubuh lain, antara lain : paru-paru(alveolar macrophage), hati(sel-sel Kupffer), ginjal(sel-sel mesangial), otak(selsel microgial), jaringan penghubung(histiocyte) dan pada nodus dan spleen. Acidofil/Eosinofil berperan dalam menghadapi parasit-parasit besar. Sel ini akan menempatkan diri pada dinding luar parasit dan melepaskan enzim penghancur dari toksin atau Hasil permukaan Bakteriolisis, fagositosis

granul-granul sitoplasma yang dimiliki. Selain leukosit, protein antimikroba juga berperan dalam menghancurkan patogen. Protein antimikroba yang paling penting dalam darah dan jaringan adalah protein dari sistem komplemen yang berperan penting dalam proses pertahan non spesifik dan spesifik serta interferon. Interferon dihasilkan oleh sel-sel yang terinfeksi oleh virus yang berfungsi menghambat produksi virus pada sel-sel tetangga. Bila patogen berhasil melewati seluruh pertahanan non spesifik, maka patogen tersebut akan segera berhadapan dengan pertahanan spesifik yang diperantarai oleh limfosit.

DAFTAR PUSTAKA Baratawidjaja, Karnen Garna. 2004. Imunologi Dasar Edisi ke 6. Balai Penerbit FK UI : Jakarta. Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, McGraw-Hill Elgert, K.D. 1997. Immunology. Willy-Lis. New York. Tizard. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press : Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai