Anda di halaman 1dari 10

STRESS RADIOGRAPHY SENDI LUTUT Defenisi Stress radiografi adalah suatu teknik pemeriksaan radiologi X-ray yang dilakukan

dengan memberikan stress terhadap sendi dan memperlihatkan displacement (pergeseran) pada kedua permukaan sendi (proksimal dan distal) dan menilai tingkat laxity (kelenturan) sendi. Tujuan Pemeriksaan Pemeriksaan stress radiography merupakan suatu cara untuk mengukur instabilitas dan laxity sendi secara objektif. Instabilitas adalah suatu pemisahan patologis dari tulang yang menyebabkan penurunan atau gangguan fungsi sendi. Laxity adalah keadaan dimana ruang sendi melebar atau kondisi sendi longgar, yang dapat diakibatkan oleh proses degeneratif. Diagnosis instabilitas sendi dapat ditegakkan dengan ditemukan pemisahan permukaan sendi yang abnormal. Abnormalitas tersebut didapatkan dengan mengambil foto sendi yang telah diberikan tekanan atau stress sehingga memperlihatkan apa adanya displacement yang telah terjadi antara 2 permukaan sendi. Pengukuran displacement tersebut diperlukan sebagai hasil pemeriksaan. Terdapat berbagai posisi sendi sewaktu diberikan stress, tergantung sendi dan apa yang ingin dinilai oleh pemeriksa. Kriteria nonspesifik lain seperti gejala nyeri sendi sering digunakan sebagai bukti sirkumstansial dalam menegakkan diagnosis instabilitas sendi. Penurunan atau gangguan fungsi sendi juga dapat disebabkan oleh peningkatan laxity sendi antara 2 tulang yang dapat terkait dengan keterlibatan kompartemen sendi pada penyakit artritis degeneratif. Manfaat Pemeriksaan Kebanyakan pembacaan hasil imaging sendi tergantung pada ciri-ciri sendi atau tulang yang dikaitkan dengan instabilitas dan tingkat laxity sendi. Tetapi hasil imaging tersebut jarang memperlihatkan displacement patologis yang diperlukan untuk memastikan adanya instabilitas sendi maupun menunjukkan tingkat laxity sendi yang menyebabkan gangguan fungsi sendi itu sendiri. Karena itu, harus ditentukan hubungan proksimal dan distal sendi yang normal dan displacement yang abnormal, serta laxity sendi.

Suatu sistem untuk mengukur perbedaan antara posisi normal dan posisi yang mengalami displacement telah dibuat melalui metode radiografik sendi-sendi tanpa diberikan stress dan setelah diberikan stress lalu mengukur displacement dan menentukan instabilitas sendi. Stress Radiography juga digunakan untuk menentukan tingkat laxity valgus/valrus sendi dan menilai tingkat keterlibatan kompartemen sendi yang mengalami osteoartritis degeneratif melalui pengukuran kompartemen-kompartemen sendi apabila diberikan tekanan valgus/valrus.1,2 Tetapi pemeriksaan ini kurang populer karena mempertimbangkan risiko radiasi terhadap petugas-petugas radiologis karena beberapa teknik stress radigraphy sebelumnya memerlukan manipulasi sendi lutut secara manual dan variabilitas besarnya tekanan stress yang diberikan terhadap sendi sewaktu pemeriksaan. Teknik Pemeriksaan a) Instabilitas sendi patellofemoral Instabilitas sendi patellofemoral dapat diperlihatkan melalui foto axial sendi patellofemoral. Teknik stress foto yang sering digunakan adalah dengan memfleksikan sendi lutut 30o (Gambar 1) dimana X-ray tube dan X-ray plate pada posisi horizontal tidak dapat ditempelkan dengan baik pada paha atau tibia jika sendi lutut tidak difleksikan (a), stabilkan femur dengan tangan, kemudian berikan tekanan pada sisi medial patella untuk menekannya ke arah lateral (b). Untuk mengukur medial excursion, tempatkan tangan untuk menstabilkan di sisi medial femur distal dan berikan tekanan untuk menekan patella ke arah medial (c). Ambil foto axial tanpa dan dengan stress untuk mengukur displacement. Foto sendi asimptomatik diambil untuk perbandingan.

Gambar 1 Teknik Stress Radiography sendi patellofemoral


b) Laxity sendi tibiofemoral

Laxity sendi tibiofemoral dapat ditunjukkan melalui foto AP dengan pasien pada posisi supine. Tekanan diberikan secara konstan dengan memasang beban seberat 10 kg atau sebatas yang mampu ditolerir pasien pada tungkai bawah dengan penahan di sisi medial paha (Gambar 2) pada posisi sendi lutut diekstensikan dan posisi fleksi 30o.

Gambar 2 Teknik Stress Radiography sendi tibiofemoral Terdapat juga cara lain yang menggunakan prinsip stress valgus/valrus dimana tungkai pasien dipasang pada arthrometer dengan penahan kaki untuk mencegah pergerakan tibia atau femoral sewaktu pengambilan foto (Gambar 3). Tekanan valgus
3

diberikan pada condylus lateral femoral pada posisi lutut diekstensikan (A) dan pada posisi fleksi 20o-30o (B). Tekanan yang diberikan akan menyebabkan pembukaan ruang sendi pada sisi kontralateral sendi tersebut. 2,3,4

Gambar 3 Teknik Stress Radiography lateral laxity sendi tibiofemoral3 Sedangkan pada stress valrus, tekanan valrus diberikan pada sisi medial condylus femoral untuk mengukur medial laxity (Gambar 4).

Gambar 4 Teknik Stress Radiography medial laxity sendi tibiofemoral

Pengukuran displacement sendi patellofemoral Pengukuran displacement sendi dilakukan dengan menggunakan Pengukuran Laurin (Gambar 5). Suatu garis tangent dibuat di permukaan anterior condylus trochlearis dan suatu garis perpendicular dari garis tangent yang pada titik kontak dengan condylus. Ukuran antara garis perpendicular dengan sisi patella dibandingkan pada foto tanpa dan dengan stress.1

Gambar 5 Pengukuran Laurin1 Gambar dibawah (Gambar 6) adalah foto axial sendi patellofemoral seorang pasien dengan instabilitas sendi (a). Medial stress radiograph sendi patellofemoral yang asimptomatik (b) menunjukkan excursion sepanjang 17 mm dari bagian tepi medial patella. Medial stress radiograph sendi patellofemoral yang simptomatik (c) menunjukkan excursion sepanjang 44 mm dari dislokasi medial patella.1

Gambar 6 Medial stress radiograph sendi patellofemoral1


5

Pengukuran laxity sendi tibiofemoral Pengukuran medial laxity dan lateral laxity sendi tibiofemoral dilakukan dengan membandingkan ukuran kompartemen sendi sewaktu terbuka dan tertutup. Misalnya, pada Gambar 7, medial laxity didapatkan dengan formula open space a b.4

Gambar 7 Pengukuran laxity sendi tibiofemoral4

DAFTAR PUSTAKA 1. Teitge R. Stress radigraphs in the diagnosis of patellofemoral instability. Dalam: Zaffagnini S, Dejour D, Arendt AE, Ed. Patellofemoral pain, instability, and arthritis; London New York. Springer Heidelberg Dordrecht, 2010; 69-72.
2. Ericksson K, Sadr-Azodi O, Singh C. Stress radiography for osteoarthritis of the knee: a

new technique. Knee Surg Sports Traumatol Arthrose 2010; 18:1356-9.


3. Aronson PA. Tibiofemoral joint positioning for the valgus stress test. Journal of Athletic

Training 1. Stefano
2. Karl

3. Aronson 4. Laura

ROBEKAN LIGAMEN PADA LUTUT Robekan ligamen pada lutut biasanya terjadi pada atlet dan olahragawa, dapat menimbulkan masalah gawat berupa kecacatan disertai ketidakmampuan untuk berolah raga secara profesional. Trauma ligamen pada lutut dibagi dalam empat kelompok, yaitu : 1. Robekan pada ligamen medial ( dengan atau tanpa robekan ligamen krusiatum) Jenis robekan pada ligamen sendi lutut yang sering ditemukan. Mekanisme trauma robekan terjadi sewaktu tibia mengalami abduksi pada femur disertai trauma rotasi. Gambaran klinis dengan pembengkakan pada lutut disertai efusi pada sendi lutut. Nyeri tekan bagian medial pada daerah ligamen terutama bagian proksimal yang melekat pada femur. Pemeriksaan Radiologis dilakukan di bawah pembiusan dengan foto AP dan foto stres AP. Pada foto AP mungkin ditemukan avulsi disertai fragmen kecil tulang. Bergesernya bagian proksimal medial dari tibia terhadap femur menunjukkan robekan pada ligamen medial saja, apabila pergeseran lebih hebat maka mungkin terjadi robekan ligamen Krusiatum Pengobatan dapat dilakukan dengan cara konservatif ( pemasangan gips silinder), atau dengan operatif ( penjahitan ligamen) 2. Robekan pada ligamen lateral ( dengan atau tanpa robekan ligamen krusiatum) Robekan ligamen lutut yang jarang ditemukan, mekanisme terjadinya yaitu akibat adduksi tibia terhadap femur ( Strain varus ) 3. Robekan pada ligamen krusiatum semata mata Robekan ligamen krusiatum anterior dapat bersama-sama dengan robekan ligamen kolateral medial. Hal ini terjadi karena pergerakan bagian proksimal tibia terhadap femur ke depan secara keras atau terjadi karena lutut dalam keadaan hiperekstensi. Robekan ligamen krusiatum posterior terjadi akibat pergerakan hebat bagian proksimal tibia ke belakang terhadap femur. Pengobatan pada cedera ini dilakukan secara operatif dengan penjahitan pada ligamen yang robek dan rekonstruksi sendi lutut
4. Robekan tidak total ( Strain )

Strain terjadi bila trauma yang ada tidak cukup kuat untuk menyebabkan suatu robekan total pada ligamen ini, strain ligamen medial lebih sering terjadi daripada ligamen lateral. Mekanisme trauma robekan pada bagian medial terjadi karena trauma abduksi sedangkan robekan bagian lateral karena trauma adduksi
9

Gambaran klinis, pada anamnesis ditemukan adanya riwayat trauma adduksi atau abduksi disertai nyeri pada daerah ligamen. Terdapat pembengkakan pada daerah lutut serta nyeri tekan pada daerah ligamen yang terkena. Dengan pemeriksaan stres, penderita mengeluh lebih sakit tetapi sendi lutut stabil. Mungkin ditemukan sedikit cairan dalam sendi lutut. Pengobatan dengan pemakaian gips silinder selama 2 3 minggu.

10

Anda mungkin juga menyukai