Anda di halaman 1dari 12

ringkasan Khotbah : 21 Maret 1999

Tuntutan Kasih
Nats : Efesus 3:18-19; Why 2:4-5 Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Di dalam bagian ini, Paulus menyadari akan bahaya yang besar jika kita membicarakan kemuliaan, tetapi tidak diimbangi dengan aspek kedua yaitu perlunya kasih Allah yang sesungguhnya yang diam di dalam hati kita. Bagi Paulus, aspek cinta kasih ini merupakan satu aspek yang tidak bisa diganggu gugat oleh sebab itu setelah Paulus membicarakan aspek kemuliaan maka selanjutnya dia membicarakan aspek cinta kasih. Pada bagian sebelumnya, Paulus berdoa agar jemaat dapat mengerti kemuliaan Allah akan melimpahi mereka, supaya mereka dapat mengerti dan memahami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus. Ini merupakan hal yang begitu serius!

Di dalam perjalanan dan pergumulan jemaat, membuktikan betapa seriusnya apa yang diungkapkan oleh Paulus berkenaan dengan ayat-ayat ini. Dia melihat, bahaya sekali jika jemaat Efesus yang setia, yang hidup memuliakan Tuhan tetapi gagal meraih aspek yang paling penting di dalam kehidupan iman yaitu cinta kasih. Berikut ini kita akan membandingkan ayat-ayat yang kita baca dengan Wahyu 2:45. Dalam Why 2:4-5 ini mengungkapkan kondisi jemaat Efesus di kemudian hari dimana mereka merupakan jemaat yang sangat tekun, setia, serius, bahkan menjaga ajaran dengan setia. Tuhan Yesus tahu akan hal-hal positif yang ada di tengahtengah jemaat Efesus (ay 3) namun Tuhan juga tahu akan kelemahan mereka. Itu sebabnya di dalam ay 4-5 dikatakan, "Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, aku akan datang kepadamu dan aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat." Kalimat ini bukan tanpa alasan. Tuntutan ini merupakan tuntutan yang serius dan bukan hanya sampai pada tuntutan saja, bahkan Tuhan mengancam jika jemaat Efesus tidak kembali pada kasih yang semula maka Tuhan akan datang dan akan mengambil lampu dian dari tempatnya. Bagaimana dengan Gereja Reformed? Gereja Reformed adalah Gereja yang mau belajar firman tetapi tatkala Gereja mau mengerti firman, bahkan berkorban betulbetul, mau solid di dalam ajaran namun jangan lupa kita juga bisa jatuh dalam problem yang sama dengan jemaat Efesus. Kita dapat menjadi orang yang mengerti firman Tuhan dengan baik, mengerti ajaran yang benar bahkan bertekun di dalam pengajaran yang ketat tetapi kita bisa memiliki kondisi yang kropos di dalam kasih yang semula. Firman Tuhan mengatakan kepada kita, jika kita tidak kembali kepada kasih yang semula maka Tuhan akan mencabut kaki dian yang ada di depan kita.

Itu sebabnya betapa berbahayanya jika kita sebagai anak-anak Tuhan kehilangan kasih yang semula. Jika cinta kasih yang seharusnya memancar di tengah-tengah dunia ini dari anak-anak Tuhan, namun kasih itu sudah hilang, betapa keringnya dunia ini. Disaat kasih sudah hilang maka disana akan muncul kesombongan, dingin, beku dan tidak ada lagi perasaan mau mengerti seseorang apalagi mengasihi orang yang tidak mengerti kita. Paulus sadar ini bahaya besar yang dihadapi jemaat Efesus. Jikalau jemaat Efesus tekun belajar dan juga taat kepada Firman namun mereka tidak memahami betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya, dan dalamnya kasih Kristus, mereka akan mengalami kesulitan luar biasa dan mengerikan dihadapan Tuhan. Saudara, hari ini kita mencoba merenungkan mengapa Tuhan begitu keras menegaskan perlunya tuntutan cinta kasih yang sesungguhnya muncul di dalam diri kita sebagai anak-anak Tuhan. Pertama, karena kasih merupakan dasar utama seluruh pengajaran Alkitab dan pengajaran Firman. Apa artinya kita bisa melakukan semua hal jika kasih tidak ada. Di dalam Matius 22:34-40 Tuhan Yesus mengatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Itu sebabnya jika kita mengatakan kita menguasai semua ajaran iman Kristen tapi justru kita kehilangan inti yang paling utama maka semua yang kita miliki dan semua yang kita lakukan tidak ada artinya sama sekali. Berapa banyakkah dalam pertumbuhan iman, kasih kita telah luntur, makin lama makin hilang sehingga kita tidak mampu lagi mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh dan juga mencintai sesama kita. Kita hanya memikirkan diri kita, kesibukan kita, orientasi hidup kita hanya berpusat pada diri. Jadi tidak berlebihan jika Tuhan mengatakan, "Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan!" Kedua, kasih adalah kasih yang merupakan pribadi daripada Allah sendiri. I Yoh 4:16 mengatakan, "Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih dan barang siapa tetap berada di dalam kasih ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia." Disini adanya cinta kasih menjadi bukti relasi antara saya dengan diri Tuhan Allah sendiri dan juga menunjukkan adanya kesungguhan saya berpaut dengan pribadiNya cinta kasih itu sendiri. Saudara, Allah bukan memiliki kasih tetapi Allah adalah kasih. Ini merupakan sifat teragung yang mungkin ada di seluruh alam semesta. Tidak ada sifat yang lebih agung daripada cinta kasih Allah. Itu sebabnya jika dunia kehilangan kasih maka dunia telah kehilangan segala sesuatu dan kasih hanya terpancar ketika kita boleh bersatu dengan pemilik diriNya kasih itu sendiri maka kita baru bisa menikmati cinta kasih yang sesungguhnya. Jika kita ada di dalam Dia dan Dia ada di dalam kita maka kasih itu akan terpancar melalui hidup kita, disinilah kasih baru menjadi realita yang konkrit bukan sekedar perkataan belaka. Jikalau kasih Tuhan sudah tidak terpancar lagi melalui hidup kita sehingga tidak

dirasakan oleh dunia ini maka Tuhan menuntut kita bertobat dan kembali pada kasih semula. Saya merindukan setiap kita menginstrospeksi diri kita masingmasing seberapa jauh kita sudah memancarkan kasih Allah dalam hidup kita. Ketiga, Tuhan menuntut kita supaya kita kembali pada kasih semula agar kita dapat memancarkan kasih yang semula. Di dalam Yoh 13:34-35 Tuhan Yesus mengatakan, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." Melalui ayat ini mengajarkan bahwa kasih merupakan manifestasi daripada perintah baru dari Tuhan Yesus untuk menunjukkan dan membuktikan bahwa kita adalah murid-muridNya. Pertanyaannya bagi kita adalah apakah kasih merupakan berita baru? Jawabnya tentu saja bukan. Sejak PL, essensi daripada kasih Allah sudah diberitakan namun dalam perintah Tuhan Yesus ini dikatakan, "Aku memberitakan kepadamu perintah baru yaitu supaya kamu saling mengasihi." Disini letak barunya ialah: "Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikianlah hendaknya kamu saling mengasihi." Disini Kristus mau menyatakan bahwa satu tuntutan cinta kasih yang formatnya baru untuk mengidentifikasikan dengan apa yang sudah dialami oleh para murid melalui cinta kasih Kristus kepada para murid. Saudara, sebagai umat Allah kita harus menjadi serupa dengan Kristus. Masalahnya serupa dalam hal apa? Disini serupa di dalam mengasihi, "Sama seperti Aku telah mengasihi " Kasih Kristus adalah kasih yang rela berkorban melihat dunia yang hilang dan kasih yang begitu menangisi jiwa-jiwa yang terhilang di tengah dunia ini. Jika kita mengatakan, "Tuhan, saya sudah menikmati cinta kasihmu." Masalahnya, seberapa jauh kasih Kristus yang kita rasakan itu telah memancar melalui hidup kita. Apakah kita menangis ketika kita melihat orang-orang berdosa, yang papa dan yang terhilang. Jikalau belum, bertobatlah! Kembalilah! Jika tidak, Tuhan akan mencabut kaki dianmu! Keempat, Tuhan menuntut kasih itu muncul di dalam hati kita, karena kasih itu merupakan manifestasi daripada diri kita yang sudah diampuni. Kasih seharusnya muncul karena kita sudah terlebih dahulu menikmati kasih Tuhan. di dalam Luk 7:37-42 menceritakan Tuhan Yesus ketika datang kerumah seorang farisi yang bernama Simon. Pada waktu Tuhan Yesus sedang makan bersama dengan orangorang yang begitu terhormat, masuklah seorang perempuan berdosa. Seorang pelacur yang dengan menangis, pergi di belakang Yesus dekat kakiNya lalu membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya. Melihat hal ini orang Farisi begitu jengkel dan marah, dia pikir Yesus sebagai seorang guru seharusnya tahu perempuan macam apa yang ada dibelakang Yesus. Bukankah perempuan itu adalah manusia yang berdosa. Tuhan Yesus tahu isi hati orang Farisi tersebut, itu sebabnya dalam ay 41, Dia mengeluarkan satu perumpamaan yang begitu indah. Perumpamaan tersebut mengatakan, ada dua orang yang berhutang kepada pelepas hutang. Yang seorang berhutang 500 dinar dan yang lainnya 50 dinar, karena mereka tidak sanggup membayar maka dihapuskannyalah hutang kedua orang tersebut. Dari kedua orang yang berhutang tersebut siapakah di antara mereka yang terlebih mengasihi dia? lalu jawab Simon,

"Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Dan memang benar jawaban Simon tersebut. Lalu sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon, "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk kerumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kakiKu, tetapi dia membasahi kakiKu dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kakiKu. Engkau tidak meminyaki kepalaKu dengan minyak, tetapi dia meminyaki kakiKu dengan minyak wangi." Dari perumpamaan ini mengajarkan seberapa jauh seorang merasakan pengampunan Tuhan, sedemikian besar pula respon yang akan muncul dari orang tersebut. Seberapa jauh seseorang merasakan kasih Tuhan sebegitu jauh pula dia akan mengasihi Tuhan. bagaimana dengan kita? Seperti Simonkah atau seperti perempuan berdosa? Banyak orang Kristen hari ini yang tidak bertobat sungguh-sungguh, ketika dia menjadi orang Kristen bukan karena dia sadar bahwa dia adalah orang yang seharusnya di buang oleh Tuhan. Dia sama dengan pelacur, dengan pemungut cukai dan dia sama dengan semua orang berdosa lainnya. Orang Kristen yang sejati adalah orang Kristen yang sadar bahwa Tuhan sudah mati dan berkorban bagi dia. Seberapa jauh kita sadar bahwa kita orang berdosa sebegitu jauh pula kita akan membalas cinta kasih Tuhan.
Bagaimana hati kita? Apakah kita sudah beku seperti es yang begitu dingin sehingga tidak mampu lagi menyatakan kasih Tuhan? Ataukah kita masih boleh tersentuh oleh cinta kasih Tuhan yang membakar kita? Mari kita berdoa!
(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah - RT)

Ringkasan Khotbah : 10 September 2000

HIDUP TAKUT AKAN ALLAH


Nats : Efesus 5:21

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Di dalam rangkaian ini kita masih mempelajari bagaimana hidup Kristen yang rohani, yang diawali dengan kalimat Jangan kamu mabuk oleh anggur tetapi hendaklah penuh dengan Roh. Kepenuhan Roh Kudus menjadi dasar kehidupan kekristenan, inti bagaimana kita dapat menjadi manusia rohani yang dipenuhi Roh Kudus, yang hidup dibawah pimpinan Roh Kudus dan Roh Kudus bekerja di dalam hati kita. Namun ide menjadi manusia rohani yang dipenuhi oleh Roh seringkali disalahmengerti dengan pikiran-pikiran yang jauh dari kebenaran firman Tuhan dimana kerohanian disamakan dengan hal-hal yang spektakuler secara mistik. Sehingga untuk menghindarkan terjadinya kesalahpahaman, Paulus menegaskan dalam ayat berikutnya (yang merupakan satu kesatuan utuh yang tidak boleh dipisahkan dari ay.18-21) secara totalitas apa yang disebut dengan penuh dengan roh, yang dimulai dengan bagaimana kita boleh berkata seorang kepada yang lain di dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Hidup rohani (spiritual life) bukanlah yang hidup yang dualistik, melainkan hidup yang terintegrasi secara total, bagaimana hubungan dan sikap saya terhadap Allah, maka demikian pula hubungan dan sikap saya terhadap sesama. Seperti dalam Kolose dikatakan jikalau engkau melakukan sesuatu maka lakukan itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Sehingga hidup rohani yang sesungguhnya adalah dimana antara nuangsa horizontal dengan vertikal tidak pernah dipisahkan. Yang kedua dikatakan Bersyukurlah senantiasa di dalam segala hal kepada Allah dan Bapa kita, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Adanya stress menandakan bahwa kita tidak dapat mengenal dengan sungguh siapa Tuhan kita dan mensyukuri setiap langkah yang Ia pimpin, sehingga hidup kita penuh dengan gerutuan, kemarahan dan rasa tidak puas, dan akibatnya itu mendatangkan dosa dan penghukuman karena kita gagal menerima anugerah Tuhan dengan wajar. Kita seringkali hanya ingin memikirkan dari aspek duniawi sehingga tidak pernah menggumulkan apa yang Tuhan ingin berikan pada kita hari ini dan apa yang harus kita kerjakan untuk boleh menjadi berkat bagi orang lain. Ketika kita dapat berpaut dan bersyukur senantiasa maka di dalam segala hal hidup kita akan dipimpin di dalam penuh berkat Tuhan. Hal ini seperti ketika saya sedang memberikan sesuatu pada anak saya namun karena itu tidak berkenan dihatinya maka ia buang. Saat itu saya akan marah sekali karena ketika diberi anugerah, ia bukan berterima kasih tetapi justru melawan dengan cara yang sangat kurang ajar. Namun hal itu membuat saya berpikir bahwa mungkin sekali kita juga seringkali telah melakukan hal yang sangat kurang ajar dihadapan Tuhan, dengan rasa tidak puas terhadap apa yang Tuhan berikan, rasa marah dan tidak dapat berterima kasih. Ini satu

sikap yang perlu kita pelajari yaitu bagaimana kita dapat bersyukur di dalam semua aspek yang Tuhan nyatakan. Sejauh kita hidup taat pada Tuhan maka Tuhan pelihara tetapi sejauh kita keluar dari jalur Tuhan, kita menjadi manusia duniawi yang tidak lagi berjalan dalam satu sikap rohani yang sejati. Di dalam bagian ketiga kita akan melihat bagaimana Paulus ingin menjaga supaya seluruh tatanan hidup rohani ini tidak lepas dari kontrol atau kehidupan spiritualitas yang seimbang: Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. Kalimat tersebut merupakan kalimat penutup di dalam bagian ini. Kehidupan seorang yang rohani adalah hidup yang sungguh-sungguh takut akan Kristus dan itu menjadikan ia rendah hati di dalam setiap relasi. Takut akan Kristus dan rendah hati merupakan dua hal yang terkombinasi dan sangat penting untuk menjadi dasar pola pikir rohani kita. Namun kalimat ini justru sangat dibenci dan ditentang oleh dunia (terutama dunia psikologi) karena saat ini secara perlahan manusia diajar bahwa ia adalah mahkluk yang tidak bergantung pada apapun (be an independent being), yang dapat mengatasi segala sesuatu, dan semua itu menunjang apa yang disebut sebagai digniti manusia yang dikaitkan dengan satu inti yang disebut supremasi manusia (manusia menjadi mahkluk yang paling tinggi). Hal ini ditekankan oleh psikologi humanistik, bahwa kita harus mencapai semua yang kita perlukan dan keperluan yang paling tinggi adalah menjadikan diri kita self-actualized (aktualisasi diri), yang keluar dengan istilah dare to be different (berani tampil beda). Humanistic psychology hanya akan membawa manusia semakin gila dan rusak di tengah abad 20 ini. Di dalam filsafat ini dikenal dengan istilah homo mensura (man as the measures of all things) dimana artinya manusia menjadi ukuran bagi segala sesuatu karena manusia menempati digniti tertinggi yang mengukur segala sesuatu dan dirinya tidak diukur, dan ini menjadi patokan seolah semua bergantung pada dia dan dia tidak bergantung pada siapapun. Ini jiwa humanisme yang terus ditiupkan dari mulai Kejadian (Adam & Hawa jatuh dalam dosa) hingga hari ini. Sehingga hari ini sekitar 70% manusia di dunia lebih menyakini konsep independensi (ketidakbergantungan manusia) daripada konsep takut dan bersandarnya manusia pada Tuhan. Tetapi kita harus sadar bahwa secara realita sehari-hari kita adalah mahkluk yang bergantung (dalam kondisi level dua) dan akan salah posisi jika kita ingin melangkah menjadi Tuhan (kondisi level pertama). Konflik antara dependensi dan independensi yang merupakan akar permasalahan paling besar yang menyebabkan ketegangan antara prinsip iman Kristen yang begitu tegas dengan apa yang diajarkan oleh dunia kita juga terjadi ketika Yesus akan disalibkan, sebab apabila Kristus tidak memberikan hak kepada mereka serta Kristus tidak menyerahkan diri maka hal penyalibanNya tidak akan pernah terjadi. Secara fakta kita harus melihat bahwa manusia adalah mahkluk yang bergantung pada orang lain di dalam banyak aspek. Manusia adalah mahkluk yang lemah, terbatas dan telah terkontaminasi oleh dosa. Ketika kita sadar sebagai mahkluk yang bergantung, itu menjadikan kita belajar merendahkan diri satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian kita mulai belajar sadar posisi dan membutuhkan teman dan orang lain yang boleh membantu kita. demikian juga jikalau saya boleh mengerti banyak aspek diluar theologi, itu semua dikarenakan adanya teman-teman yang mengajak membicarakan perkembangan berbagai hal, sehingga saya boleh lebih memperkaya pikiran saya dan menjadi berkat bagi orang lain. Disini saya harapkan satu sama lain saling memberikan informasi, bergumul, saling menajamkan pikiran kita bahkan kalau mungkin dengan berdiskusi bersama sehingga akhirnya kita dapat belajar banyak hal. Orang yang dipenuhi Roh Kudus justru akan semakin sadar siapa dirinya sebenarnya sebagai mahkluk yang dependent dan semakin rendah hati.

Orang yang takut akan Allah tidak akan takut pada apapun yang lain. Kadangkala kita terlalu takut terhadap banyak hal yang membuktikan bahwa kita tidak takut terhadap Tuhan. sebagai orang Kristen kita harus dapat berkata seperti Paulus, bahwa hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Kita melihat bahwa dalam Mzm 34:10 kalimat takut akan Tuhan disebutkan hingga dua kali, dan dikatakan pula bahwa orang yang takut akan Tuhan tidak akan berkekurangan hidupnya sekalipun mungkin ia akan mengalami banyak permasalahan dan Tuhan melepaskannya. Disinilah sesungguhnya inti takut akan Allah! Sejauh kita takut akan Allah dan berjalan di dalam jalur Tuhan maka tidak ada yang dapat menakutkan dan menguasai kita. Bahkan ketika akhirnya kita boleh tiba di garis akhir, kita dengan penuh harapan boleh mempertanggungjawabkan apa yang telah kita kerjakan. Dan seperti Paulus, kita dapat berkata Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Ketika hidup, kita boleh menjadi pelayan bagi jemaat dan jika akhirnya harus mati, itu adalah keuntungan yang membuat kita bersatu dengan Kristus. Hidup kita bukanlah tergantung pada panjangnya waktu hidup kita (quantitatif) tetapi moment di dalam waktu itulah yang menentukan hidup kita (quatitatif). Sehingga kita tidak perlu takut sekalipun terhadap kematian karena waktu kita untuk matipun ada di dalam tangan Tuhan. Sungguhkah kita mempunyai ketakutan dan kegentaran terhadap Tuhan ketika langkah kita salah? Ini adalah hal yang paling penting dan utama dalam hidup kita! Selanjutnya, terdapat beberapa dampak dari takut akan Tuhan: 1). Ketika kita takut akan Tuhan, secara jelas kita mengakui otoritas Kristus dalam hidup kita. Di tengah kehidupan yang serba relatif, kemutlakan yang boleh menjadi sandaran kokoh bagi hidup kita hanyalah pada Kristus. Semua otoritas didunia ini bersifat temporer, relatif dan tidak mempunyai makna terlalu banyak. Sehingga kalau kita gagal takut akan Kristus maka itu berarti kita kita tidak tahu diri dan telah gagal memposisikan diri secara tepat. Ketika kita takut akan Kristus itu menjadikan hidup kita berpusat pada Kristus (Christ centered) di dalam seluruh aspek hidup kita. Ini yang perlu kita latih dalam hidup kita sehingga kegentaran pada Kristus itu menjadikan hidup kita sungguh-sungguh terkontrol dan terarah baik serta berjalan di dalam anugerahNya yang terbaik dan akibatnya saudara boleh dipakai dengan luar biasa. Waktu kita gentar pada Tuhan dan itu menjadi kekuatan komitmen/ ketekadan kita untuk menyaksikan ke tengah dunia bahwa Tuhan pakai kita, orang yang takut kepadaNya untuk menjadi saksi menyatakan seluruh kekayaan anugrahNya kepada dunia. Manusia yang paling cocok dipakai untuk menyatakan keagungan, kemuliaan, kasih, kebenaran, keadilan dan seluruh kekayaan anugerah yang dia mau limpahkan dari surga adalah orang yang takut akan Tuhan, karena Tuhan ingin menunjukkan pada dunia bahwa hidup yang terbaik ada ditangan anak-anakNya yang takut akan Dia. 2). Itu saatnya kita boleh mendapatkan kekuatan untuk lepas dari semua dosa yang menjatuhkan, godaan yang mungkin merasuk dan menghancurkan kita. Takut akan Allah menjadi satu dasar dan kekuatan karena Kristus sudah menyelamatkan kita dari dosa kita, dia telah meneteskan darah untuk menyelamatkan kita. Disini ada satu kegentaran untuk tidak ingin menyalibkan Yesus kedua kalinya dengan berbuat dosa kembali karena kita takut menyakiti dan melihat darah Tuhan harus diteteskan kembali karena dosa yang kita lakukan. Anugerah terbesar yang saudara dapat nikmati dalam hidup ini adalah takut akan Kristus. Bahkan modal terpenting warisan yang dapat saudara berikan kepada anak-anak saudara yang terbaik adalah takut akan Allah. Kita dapat menjaga hidup kita tepat baik yaitu waktu kita hidup takut akan Tuhan sehingga kemanapun membuat kita tahu ada Tuhan yang menjaga dan mengawasi kita. Kita tidak akan sanggup menjaga suami/istri/anak kita di dalam keadaan apapun, tetapi satu hal yang membuat setiap kita tidak melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan adalah rasa takut akan Tuhan.

3). Menjadi semakin dapat berelasi dengan orang lain. orang yang tidak takut terhadap Tuhan tetapi takut terhadap sesamanya, akan membuat ia selalu curiga terhadap orang lain dan tidak dapat berelasi, mau menang sendiri, memusuhi semua orang dan banyak aspek lain yang akhirnya membuat kita gagal berelasi dengan orang lain. Tetapi waktu kita takut terhadap Tuhan kita tidak akan berbuat hal-hal yang menyakiti hati Tuhan dan akibatnya kita mulai belajar berelasi dengan orang lain. Takut akan Tuhan membuat kita lebih submit dan merasakan butuhnya saudara seiman untuk menopang kita. Kita makin tahu kalau kita mempunyai kelemahan begitu banyak dan menjadikan kita lebih mawas diri dan sadar butuhnya persekutuan, saling melayani. Karena makin kita takut akan Tuhan, kita akan semakin mempunyai jiwa melayani serta mau merendahkan diri untuk melayani orang lain. Mari kita belajar menjadi anak-anak Tuhan yang secara konkrit hidup rohani, mulai dari hal yang paling kecil yaitu belajar melayani sehingga Tuhan akan pakai kita di dalam jaman ini dan yang akan datang. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Ringkasan Khotbah : 03 September 2000

HIDUP MENGUCAP SYUKUR


Nats : Efesus 5:20

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Kita telah membicarakan bagaimana implikasi kehidupan Kristen yang dinyatakan dalam Efesus 5:17-19: Janganlah kamu bodoh tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Hidup mengerti kehendak Tuhan bukanlah hal yang sederhana melainkan harus diubah dan dibangun dengan fondasi yang tepat dari iman yang dimengerti secara tepat yang akan membangun seluruh implikasi kehidupan kita. Dan kita telah melihat bagian pertama dari tiga point, bagaimana prinsip tersebut diturunkan dalam kehidupan kita. Dikatakan dalam ay. 19: Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Suatu hal yang mungkin tidak biasa kita lakukan seharihari namun itu merupakan prinsip yang disebut sebagai the worship life (hidup yang beribadah). Kehidupan kita seringkali mengalami dualistik sehingga menaikkan mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani kita anggap hanya sebagai urusan vertikal dan tidak pernah kita lakukan dalam hubungan kita dengan sesama. Dengan demikian kita tidak dapat mengerti dan tidak mampu ketika diminta untuk berkomunikasi secara surgawi, sama seperti ketika kita berkomunikasi kepada Allah. Dan itu bukanlah masalah praktis biasa tetapi dibelakangnya terdapat satu masalah teologis yang sangat besar, yang sulit kita terima sehingga tidak terimplikasi dalam hidup kita. Selanjutnya kita masuk dalam bagian kedua: Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita. (Yunani: di dalam segala sesuatu bersyukurlah selalu dalam nama Tuhan Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita). Kata segala sesuatu merupakan kata pertama, bersyukurlah (eukhariste), dan senantiasa (menggunakan bentuk tenses present active participle = present continous activeInggris) yaitu satu format terus-menerus yang dijalankan dalam hidup kita (habit/kebiasaan). Disini kita tahu bahwa sebenarnya hidup ini harus penuh dengan ucapan syukur namun secara fakta hidup kita tidak demikian. Banyak orang tidak dapat hidup seperti apa yang Alkitab katakan, mereka hidup penuh dengan stress akibat tekanan kesulitan dan penderitaan yang sangat berat dan semakin hari semakin bertambah, demikian juga orang Kristen tanpa kecuali. Tujuh puluh persen orang Kristen dan mayoritas orang non Kristen beranggapan bahwa manusia terdiri dari tiga unsur yaitu tubuh, jiwa dan roh (Trikotomi). Tetapi kalau kita mempelajari secara tepat maka sebenarnya Alkitab tegas menyatakan bahwa manusia hanya terdiri dari dua unsur saja yaitu tubuh dan roh/ jiwa (Dikotomi). Seringkali akibat kesalahan

fatal ini maka kita melihat stress sebagai problem psikologis aspek jiwa, tetapi itu sebenarnya adalah ajaran filsafat Yunani. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa jiwa menjadi eksistensi yang lepas, beda dengan roh, tetapi sebenarnya jiwa dan roh itu dipakai secara bergantian di dalam Alkitab. Ketika secara seratus persen saudara mampu menjalankan bersyukur di dalam segala sesuatu senantiasa kepada Allah Bapa kita di dalam Tuhan Yesus Kristus, maka kita tidak akan mungkin stress. Tetapi secara realita hal itu tidak mungkin dijalankan secara penuh dalam hidup kita karena kita lebih banyak bersunggutsunggut di dalam melewati hidup. Jikalau kita anggap hal diatas sebagai aspek psikologis maka seolah-olah masalah tersebut dapat diselesaikan tanpa Tuhan perlu ada (humanistik: konseling, therapi, dsb) dan itu hanyalah penyelesaian sejenak, yang nantinya akan menimbulkan efek yang lebih parah. Seperti cara-cara baru di Jepang yang menyediakan suatu kamar khusus bagi orang yang stress supaya mereka dapat melampiaskan emosi mereka dengan berteriak sekuat-kuatnya. Alkitab hanya mengatakan satu hal: Ucaplah syukur senantiasa di dalam segala sesuatu kepada Allah Bapa di sorga di dalam Tuhan Yesus Kristus. Mengapa kita tidak mampu mengerti apa yang dilakukan Paulus yang walaupun di dalam penjara yang paling dalam, gelap dan terbelenggu, ia masih dapat memuji Tuhan. Demikian juga Stefanus, ketika dirajam batu, ia justru menengadahkan tangannya, menatap kedepan dan bersyukur kepada Tuhan. Mengapa kita sebagai anak Tuhan sulit mengerti dan melakukan hal ini? Disini kita akan melihat tiga aspek yang perlu kita evaluasi total dalam diri kita sehubungan dengan kesulitan kita untuk mengucap syukur: Pertama, Kita tidak mampu bersyukur karena kita gagal mengerti cinta Tuhan yang sesungguhnya baik dalam pikiran maupun prinsip hidup kita. Kita sudah terlalu banyak dicemari oleh format cinta dunia, cinta yang egoistik, manipulatif, yang membuat kita akhirnya gagal mengerti bahwa Allah kita mencintai dengan sungguh-sungguh. Mungkin kita mampu bersyukur ketika Tuhan memberikan segala sesuatu yang menguntungkan kita, tetapi akan sulit melakukannya ketika kita mendapatkan kesulitan dan berbagai pergumulan hidup. Dan akhirnya seringkali kita mencurigai cinta kasih dalam hidup kita. Sikap mencurigai kasih sangat mungkin terjadi di dalam kehidupan manusia berdosa, tetapi jikalau hal seperti ini kita implikasikan kepada Tuhan dan mulai mencurigai Dia tidak mengasihi dan berbuat jahat pada kita, maka itu akan membuat kita kehilangan seluruh sukacita, ucapan syukur dan membuat kita hidup di dalam kerusakan dan tekanan yang berkepanjangan. Siapa Allah kita dan bagaimana Dia di dalam pengertian kita, akan sangat mempengaruhi sikap kita. Jikalau kita tahu bahwa di dalam segala hal Tuhan begitu mencintai kita maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur kepadaNya, sekalipun suatu hal yang sulit kita terima karena kita tahu itu demi kebaikan kita. Kedua, Karena kita tidak pernah mengerti dengan tepat karya Tuhan Yesus di dalam hidup kita masing-masing. Yesus rela naik ke kayu salib bukan karena kita berjasa tetapi karena kita berdosa. Pada saat kita begitu jahat, berontak pada Tuhan, Ia mau menyelamatkan dan mati bagi saudara dan saya. Seberapa dalam kita mengerti Tuhan menebus dan menyelamatkan kita dari dosa kita. Ketika kita mengerti anugerah ini maka kita tahu bagaimana dapat bersyukur setiap hari. Tidak ada satu manusiapun yang sempurna dalam dunia ini, setiap hari kita masih berbuat dosa, mungkin kita tidak pernah membunuh atau mencuri tetapi kita seringkali melawan dan tidak taat padaNya. Di dalam budaya, terutama budaya Tionghoa, ini merupakan satu hal yang sangat ditekankan. Bagi orang Tionghoa, yang dinamakan u-hauw (hormat/ berbakti) itu adalah mentaati secara mutlak apa yang dikatakan oleh orang tua. Terkadang ketika ayah-ibu kita salah, mereka tetap meminta yang salah itupun harus diturut. Disini kita harus sadar bahwa ketika kita sebagai orang tua, taat mutlak pada Allah sehingga anak kita taat kepada kita. Kalau orang tua tidak taat kepada

Allah maka anak kita berhak melawan kita. Karena anak kita harus taat kepada Allah lebih daripada kepada siapapun. Kalau kita taat kepada orang tua itu adalah karena kita taat kepada Allah yang memerintahkan kita untuk hormat kepada orang tua. Itu prinsip yang harus ditegaskan tanpa kompromi di dalam aspek ini. Tetapi seringkali kita berjalan keluar dari jalur yang Tuhan inginkan dan tidak taat mutlak kepada Allah sehingga mengakibatkan hidup kita mengalami tekanan dan berbagai pergumulan hidup yang tidak seharusnya kita alami. Hanya melalui darah Tuhan Yesus yang dicurahkan, itulah yang membuat kita kembali kepadaNya. Banyak orang Kristen bertahun-tahun datang ke gereja tetapi begitu kering dan tidak mengerti dalamnya arti penebusan Kristus bagi hidupnya dan itu mengakibatkan ia tidak pernah dapat bersyukur pada Tuhan. Sewaktu kita mengerti karya anugerah Tuhan Yesus, itu menjadikan hidup kita penuh dengan ucapan syukur dan hidup kita diubah menjadi baru, hidup yang mengerti kebenaran. Ketiga, Kita tahu bagaimana Allah memelihara kita. Doktrin yang penting dan ditegakkan begitu tegas dalam teologi Reformed ialah The Providence of God (pemeliharaan Allah atas umatNya). Ini didasarkan pada konsep bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat. Hidup manusia harus taat pada Allah karena Allah adalah Allah yang berdaulat atas sejarah. Karena ia berdaulat atas sejarah maka ia berdaulat juga atas kita yang hidup dalam sejarah kerajaanNya. Kalau kita mengerti ini maka kita tahu bahwa langkah hidup kita itu merupakan langkah yang berada dalam anugerah dan membuat kita mampu bersyukur, apapun yang terjadi. Kita seringkali tidak sadar kalau kita berada di dalam pemeliharaan Allah dan di dalam jalur benang merah keselamatan Tuhan dimana kita sedang berjalan di dalam figur sejarah utama keselamatan Allah. Di dalam sebuah film, kadangkala providensia sutradara terlalu terlihat berlebihan. Seorang sutradara sedang berperan seperti Allah kecil ketika ia sedang mempermainkan sejarahnya (film) dan ia akan menjaga supaya pemeran utamanya tetap bermain di sepanjang sejarah filmnya, dan itu demi mempertahankan benang merah sejarahnya. Tetapi ketika itu kita tidak sadar bahwa itu adalah cara sang sutradara mengatur. Namun Allah kita jauh lebih besar daripada sekedar pengaturan sejarah seorang sutradara karena Ia tidak hanya bermain di dalam kurun waktu yang terbatas. Satu hal yang perlu dipikirkan adalah apakah saudara saat ini berada di dalam garis benang merah utama sejarah ataukah hanya sebagai figuran saja. Kalau kita tahu bahwa kita adalah umat Allah yang sedang berada di dalam jalur keselamatan Allah berarti kita berada di dalam garis merah sejarah keselamatan Allah, dan Allah ingin bekerja di dalam diri saudara dan saya untuk menuntaskan sejarah keselamatan. Dan Allah akan memelihara hidup kita, apapun yang terjadi dalam diri kita tidak akan lepas dari providensia Allah. Allah yang mengatur, memelihara dan menuntun setiap langkah kita dan sejauh kita taat padaNya maka Ia akan membuka jalan bagi kita sebagai jalan yang terbaik dalam hidup kita. Seberapa jauh kita sadar akan hal ini? Kita sulit menyadari providensia Allah karena kita hanya memikirkan apa yang sedang kita rancang, atur dan mainkan sehingga kita tidak melihat Tuhan memelihara langkah demi langkah kita. Seringkali kita melewatkan anugerah Tuhan yang seharusnya dapat dinikmati di sepanjang sejarah hidup kita. Kita tidak melihat bagaimana Tuhan memperkenankan kita melewati tempat-tempat, kesempatan-kesempatan, pertemuan, dan berkat yang indah yang Tuhan berikan pada kita. Dan semuanya itu mengakibatkan kita tidak mampu bersyukur pada Tuhan. Kita lebih mudah melihat kejelekan dan keburukan dari setiap hal yang kita alami dan hidup kita dipenuhi segala gerutuan sepanjang hari. Sangat disayangkan jikalau kita gagal mengerti providensia Allah. Seberapa

saudara dapat mengucap syukur di dalam segala sesuatu senantiasa, sedemikian juga saudara akan menikmati kebahagiaan yang Tuhan sediakan bagi kita. Terdapat beberapa manfaat dari hidup yang penuh dengan ucapan syukur: 1). Syukur mematahkan pride (kesombongan); 2). Syukur memberikan kesadaran limitasi dan dependensi; 3). Syukur membawa pengharapan; 4). Syukur membawa sukacita; 5). Syukur memberikan apresiasi; 6). Syukur mendorong kesaksian; dan 7). Syukur memberikan semangat dan kelegaan. Haruskah kita membelenggu diri kita di dalam tekanan-tekanan yang tidak ada pahalanya yang kita buat sendiri untuk menghancurkan hidup kita ataukah kita akan bertobat saat ini, kembali pada Tuhan, mau belajar mengerti siapa Allah yang kita percayai. Biarlah pengenalan kita akan Allah mengubah seluruh hidup kita sehingga setiap hari kita boleh belajar bersyukur kepada Dia di dalam segala hal, bahkan dalam hal yang paling kecil, seperti misalnya bersyukur atas makanan yang boleh kita terima setiap harinya. Di tengah dunia yang penuh stress biarlah Tuhan memakai kita untuk menghibur supaya mereka melihat ada secercah harapan yang sungguh indah dalam hidup kita. Kiranya ini boleh menjadi kekuatan bagi hidup kita untuk kembali bersyukur di hadapan Tuhan, mengubah hidup kita di dalam satu hidup yang penuh ucapan syukur. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Anda mungkin juga menyukai