Anda di halaman 1dari 17

Metedologi Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Oleh:

Nila Hayati 1615106234

Pendidikan Guru- Pendidikan Anak Usia Dini

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta


2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Tujuan dari bahasa itu sendiri adalah menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi-interaktif dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Implementasi pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari berbagai pendapat teori yang dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu saja tidak semuanya sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami apa saja yang mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia dini. Pemahaman akan berbagai teori dalam pengambangan bahasa dapat mempengaruhi dalam menerapkan metode yang tepat bagi implementasi terhadap pengembangan bahasa anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak.

B. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengemukakan masalahmasalah yang berkaitan dengan perkembangan bahasa : 1. Bagaimana mengembangkan perkembangan bahasa anak? 2. Apa yang harus dilakukan oleh pendidik agar perkembangan bahasa anak berjalan dengan baik? 3. Teori-teori yang juga membahas tentang perkembangan bahasa? 4. Pandangan teori tersebut mengenai perkembangan bahasa

C. PEMBATASAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah di atas terdapat banyak masalah yang dapat diuraikan dalam makalah ini. Apabila semua masalah diuraikan, makalah ini akan terlalu luas dan menjadi tidak fokus. Karena banyak masalah yang telah teridentifikasi tersebut, sehingga saya membatasi makalah hanya mengenai pandangan teori-teori tersebut tentang perkembangan bahasa

D. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas penulis merumuskan permasalahan mengenai Bagaimana pandangan teori-teori, seperti Behavioristik, Nativisme, dan Konstruktivistik mengenai perkembangan bahasa anak.

BAB II PEMBAHASAN

1. Teori Behavioristik Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulan) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respons) berdasarkan hukuman-hukuman mekanistik. Stimulant tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Adapun respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi terhadap stimulans. Belajar bearti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, dan kecendrungan prilaku S-R (stimulasi-respons). Behaviorisme merupakan suatu pandangan teoretis yang beranggapan, bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsikonsepsi mengenai kesadaran atau mentalitas. Segi pandangan tersebut sudah lama usianya namun kelahiran behaviorisme sebagai satu aliran psikologi formal diawali dengan karya-karya John B. Watson. Peluncuran formal gerakan tersebut berlangsung pada tahun 1913. Tokoh-tokoh lain dalam teori behaviorisme ini adalah Pavlov, Lee Thorndike dan Skinner. Menurut Ivan Petrovich Pavlov Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Bakker menyatakan bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie yang mengembangkan teori dari Pavlov. Ia berpendapat bahwa tingkah laku menusia itu dapat diubah, tingkah laku baik dapat diubah menjadi buruk dan sebaliknya, tingkah laku buruk dapat diubah menjadi baik. Teori Guthrie berdasarkkan atas model penggantian stimulus satu ke stimulus yang lain. Respons atas suatu situasi cenderung diulang, bilamana individu menghadapi situasi yangs ama. Inilah yang disebut situasi. Menurut Guthrie, stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan biologis, karena hubungan antara stimulus dan respons cenderung bersifat sementara. Karena itu, diperlakukan oemberian stimulus yang sering, agar hubungan itu menjadi langgeng. Suatu respons akan lebih kuat dan menjadi kebiasaan bila respons tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Tiga metode perubahan tingkah laku yang dikemukakan olehnya adalah sebagai berikut. a. Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak takut terhadap sesuatu, misalnya kucing, maka letakkan permainan yang disukai anak dekat kucing. Dengan mendekatkan kucing tersebut dnegan permainan anak, lambat laun anak akan tidak takut lagi pada kucing, namun hal ini harus dilakukan berulang-ulang. b. Metode membosankan. Misalnya seorang anak mencoba-coba mengisap rokok, minta kepadanya untuk merokok terus sampai bosan; setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya. c. Metode mengubah lingkuangan. Jika anak bosan belajar, ubahlah lingkungan belajarnya dnegan suasana lain yang beih nyaman dan menyenangka sehingga membuat ia menjadi betah belajar.

Teori Belajar Menurut Edward Lee Thorndike (1874-1949), belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah tingkah laku yang dimunculkan

karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selecting and connecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Karakteristik belajar trial and error adalah sebagai berikut. a. Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu. b. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motif-motifnya. c. Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motifnya dihilangkan. d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respons yang paling tepat. Thorndike juga mengemukakan beberapa hokum dengan motifnya sebagai berikut. a. Hukum Kesiapan (Law of Readiness): jika seseorang siap melakukan sesuatu, ketika ia melakukannya maka ia puas. Sebaliknya, bila ia tidak jadi melakukannya, maka ia tidak puas. Contoh: siswa yang siap ujian, ketika dilakukan ujian, maka ia akan puas, tetapi jika ujiannya ditunda, ia menjadi tidak puas. b. Hukum Latihan (Law of Exercise): jika respons terhadap stimulus diulangulang, maka akan memperkuat hubungan anatar respons degan stimulus. Sebaliknya, jika respons tidak digunakan, hubungan dengan stimulus semakin lemah. Contoh: siswa yang belajar bahasa Inggris, semakin sering digunakan bahasa Inggrisnya, maka akan semakin terampil dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Tetapi jika tiak

digunakan, maka ia tidak akan terampil berkomunikasi dengan bahasa Inggris. c. Hukum Akibat (Law of Effect): bila hubungan antara respons dan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya semakin besar. Sebaliknya, bila hubungan respons dan stimulus menimbulkan

ketidakpuasan, maka tingkatan penguatan semakin lemah. Contoh: siswa yang mendapatkan nilai tinggi akan semakin menyukai pelajaran, namun jika perolehan nilainya rendah, maka siswa akan semakin malas belajar atau malah menghindari pelajaran tersebut.

Teori Belajar Menurut Burrhus Frederic Skinner (1904-1990). Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah The Experimental an Analysis of Behavior. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970). B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioristis dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di permberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relative besar. Dalam beberapa hal, pelaksanannya jauh lebih refleksibel daripada conditional klasik. Operant conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negative) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dnegan keinginan. Beberapa prinsip Skinner antara lain: a. Penguatan positif dan negative. b. Shapping, proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang iharapkan.

c. Pendekatan

susesif,

proses

pembentukan

tingkah

laku

yang

menggunakanpenguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dnegan yang diisyaratkan. d. Extinction, proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari tindakannya penguatan. e. Chaining of response, respons dan stimulus yang berangkaian satu sama lain. f. Jadwal oenguatan, variasi pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.

BAHASA MENURUT TEORI BEHAVIORISTIK Seorang behavioris menganggap bahwa peilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respon tertentu yang diperkuat, respon itu akan menjadi kebiasaan. Salah satu percobaan yang terkena untuk membentuk model perilaku berbahasa dari sudut pandang behavioris ialah yang dikemukakan oleh Skinner (1957) dalam Verbal Behaviour. Teori Skinner tentang perilaku verbal merupakan perluasan teorinya tentang belajar yang disebur operant conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi dimana manusia atau binatang mengirimkan respon atau operant (ujaran atau sebuah kalimat), tanpa adanya stimulus yang tampak. Operant itu dipertahankan dengan penguatan (reinforcement). Misalnya, jika seorang anak kecil mengatakan minta susu dan orangtuanya memberinya susu, operan itu dikuatkan. Dengan perulangan yang terus-menerus operant semacam itu akan terkondisikan dan menjadi kebiasaan. Menurut Skinner, perilaku verbal dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah atau pujian, perilaku tersebut akan dipertahankan dan kekuatan serta frekuensinya akan terus ditambah. Bila akibatnya adalah hukuman atau kurang adanya penguatan, perilaku itu akan diperlemah atau pelan-pelan akan dihilangkan.

Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memedai atau cukup untuk kapasitas memperoleh bahasa, untuk perkembangan bahasa itu sendiri, untuk hakikat bahasa, dan untuk teori makna. Teori yang didasarkan pada penciptaan konsidi dan penguatan itu ternyata sulit untuk menjelaskan fakta bahwa ada kalimat baru kita katakan atau tulis yaitu kalimat yang tidak pernah kita katakan atau kita tulis sebelumnya. Perkataan yang baru itu diciptakan oleh pembicara dan diproses oleh pendengarnya. Sama halnya dengan anak, apa yang mereka dengar akan mereka olah menjadi suatu pengetahuan yang baru. Pembelajaran bahasa menurut teori behaviorisme ini anak dapat berbahasa dan berkomnikasi tergantung stimulus yang digunakan oleh orang dewasa atau lingkungannya. sebagai contoh anak berkembang di lingkungan daerah jawa timur padahal anak merupakan keturuanan riau asli tetapi anak dengan lugas dapat berbahasa jawa dengan kental. Ini mebuktikan bagaimana stimulus yang diberikan akan menghasilkan respon sesuai dengan lingkung yang menstimulus bahasa anak.

2. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivistik memahami belajaar sebagai proses pembentukan (kontruksi) pegetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seorang guru kepada orang lain (siswa). Glaserfeld, Bettencourt (1989) dan Matthews (1994), mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan) orang itu sendiri. Sementara Piaget (1971), mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalamannya proses pembentukan berjalan terus menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru. Lorsbach dan Tobin (1992), mengemukakan bahwa

pengetahuan ada dalam diri seseirang yang mengetahui, pengetahuan tidak dapay dipindahkan begitu saja dari otak seseorag kepaa orang lain. Cirri-ciri belajar berbasisi konstruktivistik yang dikemukakan oleh Driver dan Oldham (1994) antara lain seperti berikut ini. a. Orientasi, yaitu siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topic engan memberikan keempatan melakukan observasi. b. Elisitasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi menulis, membuat poster dan lain-lain. c. Restrukturisasai ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru. d. Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, yaitu idea tau oengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi. e. Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yanga da perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah. Dalam aliran konstruktivistik pengetahuan dipahami sebagai sesuatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahanman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah kemampuan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melaikan sebagai konstruksi kgntif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan suaatu proses pembentukan. Vygotsky dikenal sebagai a sicialcultural cintructivist berpendapat bahwa pengetahuan tidak diperoleh denganc ara dialihkan dari orang lain, melainkan meerupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Melalui teori revolusi sosio kulturalnya, Vygotsky mengemukkakan bahwa manusia memiliki alat berpikir yang dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah, memudahkan dalam melakukan tindakan, memperluas kemampuan,

melakukan sesuatu sesuai kapasitas alami (Brodova dan Leong, 1996: 26). Prinsip dasar Vygotsky adalah bahwa anak melakukan proses ko-kontruksi membagunn berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari konteks social di mana anak tersebut berada. Vygotsky mengemukakan konsep zone of proximal development (ZPD) sebagai kapasitas potensial belajar anak yang dapat berwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil. Vygotsky dalam Berk dan Winsleer (1995: 26) mendefinisikan ZPD sebagai jarak/kesenjangan antara level perkembangan potensial yang ditunjukkan oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa ataupun kerjasama dengan para teman sebaya yang lebih mampu. Sruyf mengatakan bahwa pembelajaran pentahapan (scaffolding)

memberikan bantuan secara perseorangan belajar ZPD pebelajar. Di dalam pembelajarana scaffolding banyak pengetahuan lain yang memberikan scaffold atau bantuan untuk memfasilitasi perkembangan pebelajar. Scaffold memfasilitasi kemampuan anak untuk membangun pengetahuan sebelumnya dan

menginternalisasi informasi baru. Aktivitas-aktivitas yang diberikan dalam pembelajaran scaffolding hanya melewati tingkatan yang pebelajar dapat lakukan sendiri. Aspek penting dari pembelajaran scaffolding adalag bentuan bersifat ementara. Selama kemampuan pebelajaar bertambah, maka scaffolding yang diberikan makin lama makin berkurang. Akhirnya anak dapar menyelesaikan tugas atau menuntaskan konsep dengan sendirinya, sehingga tujuan dari pendidik etika menggunakan strategi pembelajaran scaffolding adalah untuk menjadikan anak sebagai pebelajar yang mandiri dan mampu mengatur sendiri serta sebagai pemecah masalah. Menurut Vygotsky, bantuan eksternal yang diberikan guru dapat dihilangkan apabila anak tampak lebih berkembang secara konsisten. Bantuan dapat diberikan pada saat anak beraktivitas atau mengerjakan tugas, seperti.

a. Memotivasi atau mendapatkan minat anak yang berhubungan dengan tugas b. Mempermudah menyelesaikannya c. Memberikan beberapa arahan dengan tujuan membantu anak agar focus dalam mencapai tujuannya d. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak-anak dengan standee atau penyelesaian yang diinginkan guru e. Mengurangu frustasi dan resiko f. Memberikan contoh dnegan jelas serta menetapkan harapan aktivitas yang ditampilkan. Terdapat empat tahapan ZPD, yaitu: a. Tindakan anak masih dipengaruhi oleh orang lain b. Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri c. Tindakan anak berkembangan spontan dan terinternalisasi d. Tindakan spontan yang diulang-ulang sehingga anak siap berpikir abstrak Von Glaserfeld, mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu: a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman b. Kekmpuan membandingkan dan mengambil keputusan menganai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengelaman yang satu daripada yang lain. Sementara, factor-faktor yang membatasi proses konstruksi pengetahuan adalah sebagai berikut. a. Hasil konstruksi yang telah dimiliki seseorang (contructed knowledge): pengalama yang sudah diabstraksikan, yang telah menjadi konsep dan tugas agar anak-anak mudah mengatur dan

telah dikonstruksikan menjadi pengetahian, dalam banyak hal membatasi pengertian seseorang tentang hal-hal yang diberikan dengan konsep tersebut. b. Domain pengelaman seseorang (domain of experience): pengalaman akan fenomena baru merupakan unsure penting dalam pengembangan pengetahuan, kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan. c. Jaringan struktur kognitif seseorang (existing cognitive structure): setiap pengetahuan yang baru harus coock dengan ekologi konseptual (konsep, gambaran, gagasan, teori yang memberntuk struktur kognitif yang berhubungan satus ama lain) Karen amanusia cenderung untuk menjaga stabilitas ekologi system tersebut. Kecendrungan ini dapat menghambat perkembangan pengetahuan.

BAHASA MENURUT TEORI KONSTRUKTIVISTIK Satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Yang bias guru lakukan adalah memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan member kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajarkan siswa untuk sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Pengetahuan dibangun oleh anak berdasarkan kemampuannya dalam memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak. Dengan interaksi dengan lingkungan ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan pengetahuan anak. Dalam hal ini bahasa memiliki makna untuk menyatakan ide-ide dan menyampaikan pertanyaan guna membantu anak untuk membangun pengetahuannya tersebut. Bahasa juga memberikan konsep-konsep untuk berpikir. Ketika kita mempertimbangankan suatu masalah, kita biasanya berpikir dalam kata-kata dan kalimat-kalimat.

Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan kegiatan perlu didorong untuk saling berkomunikasi. Oleh karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.

3. Teori Nativistik Tokoh aliran Nativisme adalah Schopenhauer. la adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor bawaan sejak lahir. Faktor lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, hasil pendidikan ditentukan oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri. Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah kemampuan orangtuanya. Aliran nativisme berpenapat bahwa sehubungan dengan perkembangan anak didik usaha pendidikan tidak dapat dipakai untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh pendidik. Dalam hal ini aliran nativisme merupakan aliran pesimisme (murung)

dalam pendidikan. Berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggirendahnya pembawaan yang dimiliki anak didik. Mendidik diartikan oleh aliran nativisme sebagai membiarkan anak bertumbuh berdasarkan pembawaannya.

BAHASA MENURUT TEORI NATIVISTIK TPB Model Nativis LAD menekankan spekulasi rasionalis tentang proses mental yang dialami oleh si belajar sewaktu belajar bahasa. Si belajar sebagai manusia dipandang selalu aktif dan kreatif. Jiwa manusia selaku si belajar selalu aktif dan kreatif mengolah masukan-masukan bahasa yang diterimanya. Keaktifan dan kekreatifan ini tidak bergantung pada adanya stimulus atau peneguhan yang berasal dari faktor eksternal lingkungan terutama orang tua. Keaktifan dan kekreatifan terjadi karena struktur kejiwaan memang bersubstansi demikian. Menurut Chomsky, bakat bahasa itu terdapat dalam kotak hitam (black box) yang disebutnya sebagai Language Acquisition Device (LAD). McNeill

mendeskripsikan LAD itu terdiri atas 4 bakat bahasa, yaitu: a. Kemampuan membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi lain di dalam lingkungannya b. Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam c. Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tidak mungkin d. Kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang didapat.

BAB III KESIMPULAN

Perkembangan bahasa pada anak usia dini sangat penting karena dengan bahasa sebagai dasar kemampuan seseorang anak akan dapat meningkatkan kemampuan yang lain. Pendidik perlu menerapkan ide-ide yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak, memberikan contoh pernggunaan bahasa dengan benar, menstimulasi perkembangan bahasa anak dengan berkomunikasi secara aktif. Anak perlu terus dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah melalui bahasa yang dimilikinya. Kegiatan nyata yang diperkuat dengan komunikasi akan terus meningkatkan kemampuan bahasa anak. Lebih daripada itu, anak harus ditempatkan di posisi yang paling utama, sebagai pusat pembelajaran yang perlu dikembangkan potensinya. Anak belajar bahasa perlu menggunakan berbagai strategi misalnya dengan permainanpermainan yang bertujuan mengembangkan bahasa anak dan penggunaan media-media yang beragam yang mendukung pembelajaran bahasa. Anak akan mendapat pengalaman bermakna dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dimana pembelajaran yang menyenangkan akan menjadi bagian dalam hidup anak.

DAFTAR PUSTAKA

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Nurani, Yuliani. 2009 . Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks Meilanie, Sri Martini. 2010. Pengantar Ilmu Pendidikan. Program Mata Kuliah Kependidikan (MKDK) Universitas Negeri Jakarta Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Anda mungkin juga menyukai