Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan Menurut Seronsen (1996), tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Lancet (2008), menyatakan bahwa jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Muhammadun (2010) mengungkapkan di India jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002, di Cina 98,5 juta orang yang mengalami hipertensi, di bagian Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi dan di Amerika 65 juta orang mengidap hipertensi.1 Di Indonesia angka kejadian hipertensi mencapai 17-21 % dari populasi dan kebanyakan tidak terdeteksi (Muhammadun, 2010). Astaman (2002), menjelaskan bahwa hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2009 menunjukkan rata-rata penyakit hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1000 orang. Berdasarkan analisis prevalensi yang dilakukan oleh Puslitbang dan Kebijakan Kesehatan (2008), hasilnya menunjukkan bahwa 34.9 % penduduk Indonesia terkena hipertensi. Prevalensi terbesar terdapat di propinsi Kepulauan Riau sebesar 45.0 %, Papua sebesar 24.7 %, Jawa dan Bali sebesar 22.24 % dan Sumatera sebesar 9,17 %.1 Dr Sogol Javaheri dan rekan dari case western reserve school of medicine Cleveland melakukan sebuah penelitian untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur yang buruk dengan prehipertensi atau hipertensi pada remaja, dan penelitian ini adalah penelitian pertama yang dilakukan dengan tujuan untuk meneliti hubungan tersebut. Penelitian ini dipublikasikan pada tanggal 18 agustus 2008 dalam jurnal circulation. Dr javaheri mengatakan bahwa data mengenai hubungan antara peningkatan tekanan darah karena kualitas tidur yang buruk pada orang dewasa sudah banyak, sedangkan pada remaja hubungan ini belum jelas benar2
1

Para ahli berspekulasi bahwa kehilangan waktu tidur dapat berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Ini karena kekurangan waktu tidur membuat sistem saraf berada pada keadaan hiperaktif, yang kemudian memengaruhi sistem seluruh tubuh, termasuk jantung dan pembuluh darah. Menurut tim Cappuccio, perlu lebih banyak penelitian untuk mengonfirmasi bahwa durasi tidur memengaruhi tingkat tekanan darah, dan mengapa efek ini bisa berbeda pada perempuan dan pria.3,4 Mengamati data bahwa prevalensi hipertensi dewasa di Indonesia semakin meningkat, maka saya merasa perlu untuk mendapatkan data mengenai prevalensi hipertensi pada remaja di Indonesia khususnya di fakultas kedokteran Unhas Makassar sekaligus mengkaji salah satu penyebab yang mungkin mendasarinya yaitu kualitas tidur3 1.2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, adapun rumusan masalah yang ingin diangkat oleh penulis antara lain adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas tidur pada mahasiswa kedokteran Unhas Makassar 2. Bagaimana tekanan darah pada mahasiswa kedokteran Unhas Makassar 3. Bagaimana hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah mahasiswa kedokteran Unhas Makassar angkatan 2011. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada remaja 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kualitas tidur mahasiswa kedokteran Unhas Makassar angkatan 2011 b. Mengetahui tekanan darah mahasiswa kedokteran Unhas Makassar angkatan 2011 c. Mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah mahasiswa kedokteran Unhas Makassar angkatan 2011.
2

1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi berbagai instansi atau pihak terkait lainnya dalam mengaplikasikan tindakan pendidikan kesehatan berupa tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler khususnya hipertensi. 2. Sebagai media pembelajaran dan pengalaman berharga bagi peneliti dalam rangka menambah wawasan pengetahuan serta pengembangan diri khususnya dalam bidang penelitian. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan kita dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan serta acuan rujukan bagi penelitian hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Tidur 2.1.1. Defenisi Tidur Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi berulang-ulang selama periode tertentu. Menurut Chopra (2003), tidur merupakan dua keadaan yang bertolak belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan ketika beraktivitas di siang hari.5 2.1.2. Fisiologi Tidur5,6 Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa rotasi bola dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian bersiklus 24 jam antara lain diperlihatkan oleh menyingsing dan terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan siang hari, awas waspadanya manusia dan bintang pada siang hari dan tidurnya mereka pada malam hari. Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja. Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang terletak pada batang otak. RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur,

disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR. 2.1.3. Tahapan Tidur5,6 Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM (Patlak, 2005). Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam. 2.1.3.1. Tidur stadium satu Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat. 2.1.3.2. Tidur stadium dua Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu tubuh menurun (Smith & Segal, 2010). Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti. 2.1.3.3. Tidur stadium tiga Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit. 2.1.3.4. Tidur stadium empat Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik. Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di siang hari. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat
5

menjelang pagi atau bangun. Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut jantung dan nadi meningkat. Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang. 2.1.4. Siklus Tidur5,7 Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit. Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Gambar 1. Tahap-tahap siklus tidur Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu. 2.1.5. Mekanisme Tidur Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan yang stabil dan
6

lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahapan tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkatan aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks.6,7 Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM. Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter histaminergik.
3,6

seperti

sistem

serotoninergik,

noradrenergik,

kolinergik,

2.1.5.1. Sistem serotoninergik Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.5,6

2.1.5.2. Sistem adrenergik Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang

mempengaruhi peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.6 2.1.5.3. Sistem kolinergik Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002) membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.6 2.1.5.4. Sistem histaminergik Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur. 2.1.5.5. Sistem hormon Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.6 2.1.6. Kualitas Tidur Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric
8

Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur. Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang. Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta.5,7,8 Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.7

Tabel 1. Aspek aspek kualitas tidur (dikutip dari kepustakaan 9)

2.1.6.1. Tanda fisik Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.8 2.1.6.2. Tanda psikologis Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.8 2.1.7. Gangguan Tidur Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari berbagai gangguan fisik, mental dan spiritual (Johanna & Jachens, 2004). Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah, orang muda serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Gangguan tidur merupakan masalah yang sangat umum. Di Negara-negara industri khususnya, banyak orang menderita dari beberapa bentuk gangguan tidur. Data tentang frekuensi bervariasi antara 25-50% dari populasi. Menurut
10

International Classification of Sleep Disorders dalam Japardi (2002), gangguan tidur terbagi atas: disomnia dan parasomnia. Disomnia terdiri atas gangguan tidur spesifik di antaranya adalah narkolepsi, gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik/ mioklonus nokturnal, sindroma kaki gelisah/ Restless Legs Syndrome atau Ekboms Syndrome, gangguan pernafasan saat tidur/ sleep apnea dan pasca trauma kepala; gangguan tidur irama sirkadian di antaranya adalah gangguan tidur irama sirkadian sementara/ acute work shift/ jet lag, gangguan tidur irama sirkadian menetap/ shift worker. Sedangkan parasomnia terdiri atas tiga, yaitu gangguan tidur berjalan (sleep walking/ somnabulisme), gangguan terror tidur (sleep terror), gangguan tidur berhubungan dengan fase REM.6,9 2.2. Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan keseluruh tubuh. Umumnya semakin rendah tekanan darah, semakin sehat anda untuk jangka panjang (kecuali dalam kondisi tertentu ketika tekanan darah sangat rendah merupakan bagian suatu penyakit). Darah mengambil oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung oksigen ini memasuki jantung dan kemudian dipompakan keseluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah yang disebut arteri. Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi pembuluhpembuluh darah yang lebih kecil hingga berukuran mikroskopik, yang akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah yang sangat kecil yang disebut kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah ke sel-sel tubuh dan menghantarkan oksigen untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian darah yang tidak beroksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena, dan dipompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen lagi.9,10 Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi dikenal sebagai tekanan sistolik. Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini paling rendah, yang dikenal sebagai tekanan diastolik. Tekanan sistolik dan diastolik ini
11

diukur ketika Anda memeriksakan tekanan darah. Tekanan sistolik dan diastolik bervariasi untuk tiap individu. Namun, secara umum ditetapkan, tekanan darah normal untuk orang dewasa (18 tahun) adalah 120/80, angka 120 disebut tekanan sistolik, dan angka 80 disebut tekanan diastolik. Tekanan darah seseorang dapat lebih atau kurang dari batasan normal. Jika melebihi nilai normal, orang tersebut menderita tekanan darah tinggi/hipertensi. Sebaliknya, jika kurang dari nilai normal, orang tersebut menderita tekanan darah rendah/hipotensi.9 2.2.1.Faktor yang Mempertahankan Tekanan Darah9,10 a) Kekuatan memompa jantung Gerakan jantung terdiri atas dua jenis, yaitu kontraksi atau sistol dan pengendoran atau diastol. Kontraksi dari kedua atrium terdiri serentak dan disebut sistol atrial, pengendorannya adalah diastol atrial. Serupa dengan itu kontraksi dan pengendoran ventrikel disebut juga sistol dan diastol ventrikel. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Dan yang dari ventrikel kiri adalah yang terkuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah arteri sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompa volume darah yang sama, tetapi tugasnya hanya mengirimkannya ke sekitar paru-paru dimana tekanannya jauh lebih rendah. b) Viskositas (kekentalan) darah Viskositas disebabkan oleh protein plasma dan oleh jumlah sel darah yang berada di dalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua faktor ini akan merubah tekanan darah. Besarnya geseran yang ditimbulkan oleh cairan terhadap dinding tabung yang dilaluinya, berbeda-beda sesuai dengan viskositas cairan. Makin pekat cairan makin besar kekuatan yang diperlukan untuk mendorongnya melalui pembuluh. c) Elastisitas dinding pembuluh darah Di dalam arteri tekanan lebih besar dari yang ada dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis daripada yang ada pada vena. d) Tahapan tepi (resistensi perifer)
12

Ini adalah tahanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang mengalir dalam pembuluh. Tahanan utama pada aliran darah dalam sistem sirkulasi besar berada di dalam arteriol. Dan turunnya tekanan terbesar terjadi pada tempat ini. Arteriol juga menghaluskan denyutan yang keluar dari tekanan darah sehingga denyutan tidak kelihatan di dalam kapiler dan vena. e) Keadaan pembuluh darah kecil pada kulit Arteri-arteri kecil di kulit akan mengalami dilatasi (melebar) kalau kena panas dan mengadakan kontraksi (mengecil) apabila kena dingin, sehingga bekerja seperti termostat yang mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal. Kalau arteri-arteri kecil ini mangalami dilatasi, tekanan darah akan turun, oleh karena itu panas akan menurukan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, sel-sel otak menjadi kurang aktif karena sel-sel ini tidak mendapatkan cukup oksigen dan glukose yang biasanya tersedia. 2.2.2 Pengukuran Tekanan Darah Kebanyakan orang memeriksakan tekanan darahnya paling sedikit sekali seumur hidupnya, baik dilakukan oleh dokter, bidan ataupun sendiri dengan menggunakan alat khusus. Meskipun metode yang ideal adalah mengukur tekanan darah di dalam arteri, hal ini tidak dapat dilakukan secara mudah karena menggunakan jarum. Namun, gambaran tekanan yang akurat saat darah sedang dipompakan dapat diperoleh dengan pendekatan yang kurang invasif. Biasanya seseorang diminta untuk duduk dan pada lengan akan dililitkan manset karet, kirakira sama tingginya dengan jantung pasien. Pasien harus benar-benar rileks dan lengan akan bertopang pada siku yang diletakkan di atas meja. Karena gerakan mengangkat tangan dapat menghasilkan pengukuran yang tidak tepat.8 Tekanan darah tiap orang sangat bervariasi. Tekanan darah akan dapat meningkat jika seseorang merasa cemas atau stres. Jadi cobalah untuk serileks mungkin ketika dilakukan pengukuran. Orang yang memeriksa tekanan darah akan melilitkan semacam manset karet, bagian dari alat yang disebut sphygmomanometer, di lengan dan memompanya dengan menggunakan sebuah pompa tangan kecil untuk
13

menghentikan sebentar aliran darah di lengan. Stetoskop di tempelkan pada arteri tepat di bawah manset tersebut untuk mendengarkan suara saat manset dikempiskan secara perlahan-lahan dan darah mengalir kembali ke lengan. Ketika manset dipompa sampai pada tekanan di antara tekanan sistolik dan diastolik, darah dalam arteri mengalir dengan cepat pada tiap detak jantung. Aliran inilah yang menimbulkan suara. Tekanan dalam manset ketika terdengar pertama kali berkaitan dengan tekanan darah sistolik. Hilangnya suara berkaitan dengan tekanan darah diastolik yang terjadi ketika jantung rileks. Suara yang di dengar melalui stetoskop ditimbulkan oleh pergolakan darah di dalam arteri di depan engsel siku (denyut pada lengan atas), dan disebut suara Korotkoff sebagai penghargaan kepada dokter tentara Rusia Nicholas Korotkoff, yang pertama kali menggunakan cara ini pada tahun 1905. Sebuah pengukur merkuri yang ditempelkan di manset tersebut membuat ke dua tekanan tersebut dapat diukur dan dicatat. Tekanan dalam manset tersebut diukur dengan satuan milimeter merkuri (mmHg), yang merupakan tinggi merkuri yang dapat dipompa dalam tabung kaca.9 2.3. Hipertensi 2.3.1. Defenisi Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Dan jika diukur akan menunjukkan angka 140 mmHg pada sistol dan atau 90 mmHg pada diastol (Ruhyanudin, 2007). Menurut Sheps (2002), hipertensi merupakan meningkatnya tekanan darah dalam arteri dengan tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Dalimartha dkk (2008), juga menyebutkan bahwa hipertensi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).8

14

2.3.2. Etiologi8,9 Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 2.2.1. Hipertensi esensial Biasa juga disebut dengan hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Terdapat sekitar 90% kasus. Hipertensi esensial

kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. 2.2.2. Hipertensi sekunder yang telah diketahui penyebabnya. Terdapat sekitar 5-10% kasus. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakain obat tertentu (misalnya pil KB). Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder yaitu kelainan ginjal, sumbatan pada arteri ginjal, koarktasio aorta, feokromositoma, hipertiroidisme, hipotiroidisme, sindrom Chusing, aldosteronisme, penggunaan obat-obatan. 2.3.3. Faktor Resiko8,9 Faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor resiko hipertensi terdiri atas dua yaitu: 2.3.1. Faktor yang tidak dapat dikontrol, antara lain: a. Keturunan Sekitar 70-80% penderita hipertensi esensial ditemukan riwayat hipertensi. Di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar monozigot apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi. b. Jenis kelamin Hipertensi lebih mudah menyerang kaum lelaki daripada perempuan. Hal itu mungkin karena laki-laki memiliki banyak faktor pendorong terjadinya hipertensi, seperti stress, kelelahan dan makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi pada perempuan peningkatan resiko terjadi setelah masa menopause.
15

c. Umur Semakin bertambahnya umur, semakin besar resiko terkena tekanan darah tinggi, terutam sistolik. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh arterioskelrosis. 2.3.2. Faktor yang dapat dikontrol, antara lain: a. Kegemukan Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi. Telah dibuktikan pula bahwa faktor ini mempunyai kaitan erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. b. Konsumsi garam berlebih Garam mempunyai sifat menahan air. Konsumsi garam yang berlebihan dengan sendirinya akan menaikkan tekanan darah. Sebaiknya hindari pemakaian garam yang berlebihan atau makanan yang diasinkan. Gunakan garam seperlunya saja. c. Kurang olahraga Olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging dan aerobik yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Orang yang kurang aktif berolahraga pada umumnya cenderung mengalami kegemukan. Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari tubuh bersama keringat. d. Merokok dan konsumsi alkohol Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu, nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah. Efek dari konsumsi alkohol juga merangsang hipetensi karena adanya peningkatan sintesis katekolamin yang dalam jumlah besar dapat memicu kenaikan tekanan darah. 2.3.4. Patofisiologi9 Dimulai dengan atherosclerosis, gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque yang
16

mennghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi. 2.3.5. Klasifikasi Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat satu dan dua. Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7

2.4. Kualitas Tidur pada Penderita Hipertensi Menurut Buysse et al (2000), kualitas tidur dapat dinilai dengan melihat masa laten tidur, lama waktu tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, gangguan di siang hari, dan kualitas tidur umum. Menurut Javaheri (2008) dalam Deshinta (2009), kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan meningkatnya resiko hipertensi, dan dengan demikian akan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular. Begitu juga sebaliknya, orang yang menderita hipertensi akan memiliki resiko mendapatkan kualitas tidur yang buruk. Hal ini akan memperburuk keadaan si penderita (Potter & Perry, 2005). Penderita hipertensi biasanya

memerlukan waktu yang lebih lama untuk mulai tertidur (Mansoor, 2002) tidak seperti orang normal yang biasanya tertidur dalam waktu, 20 menit (Schachter, 2008). Selain itu, gejala-gejala yang biasa dialami penderita hipertensi seperti pusing, rasa

17

tidak nyaman, sulit bernafas, sukar tidur dan mudah lelah dapat membangunkan penderita dari tidurnya sehingga penderita tidak mendapatkan tidur yang cukup yang natinya akan berdampak pada aktivitas di keesokan harinya10 2.4.1. Hubungan kualitas tidur dengan hipertensi10 1. Data-data yang dikumpulkan oleh para peneliti mendapati berkurangnya waktu tidur lebih dari 1 jam dalamm 20-30 tahun terakhir. Faktor faktor social seperti akses internet, peralatan elektronik di kamar tidur seperti televise, jadwal sekolah yang padat, peningkatan komsumsi kafein dan faktor2 stres lainnya dapat mempengaruhi kualitas tidur 2. Dr susan redline dari case western reserve, yang merupakan salah seorang peneliti senior pada penelitian ini, mengatakan bahwa dokter ahli jantung perlu memberikan perhatian khusus terhadap pasien yang mengalami gangguan tidur, karena gangguan tidur dianggap sebagai salah satu faktor resiko hipertensi, baik pasien dewasa maupun pada pasien anak dan remaja. Kualitas dan kuantitas tidur dapat mempengaruhi proses homeostasis dan bila proses ini terganggu dapat menjadi salah satu faktor meningkatnya resiko penyakit kardiovaskuler 3. Tekanan darah dipengaruhi oleh system saraf otonom yakni simpatis dan parasimpatis. Pada orang yang kualitas tidurnya buruk, didapatkan peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis 4. Selain modivikasi gaya hidup (pengaturan diet dan olahraga), kualitas tidur sangatlah penting dalam mempertahankan kesehatan. Pencegahan hipertensi di masa yang akan dating bukan hanya terbatas pada program olahraga dan pengaturan berat badan, namun juga optomalisasi jam tidur. Sangatlah penting untuk memantau kualitas dan kuantitas tidur pada anak, sebagai bagian dalam meningkatkan kesehatan masyarakat

18

BAB III KERANGKA KONSEP

3.3.1. Dasar Pemikiran Variabel Yang diteliti Berdasarkan rumusan masalah yaitu adakah hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa kedokteran Unhas Makassar, maka peneliti mengambil 2 variabel yang diteliti yakni kualitas tidur dan tekanan darah, adapun variable variable pengganggu yang lain seperti umur, berat badan , jenis kelamin dan riwayat penyakit komorbit lainnya tidak diteliti 3.2. Pola variabel yang diteliti Berdasarkan uraian di atas maka hubungan variable tersebut dapat dirumuskan secara skematis pada bagan pola pikir variable sebagai berikut :

KUALITAS TIDUR
UMUR

BERAT BADAN JENIS KELAMIN RIWAYAT HIPERTENSI ATAU KOMORBID LAINNYA

TEKANAN DARAH

Bagan 1. Kerangka Konsep Yang diteliti

19

Keterangan : -------------- = Tidak diteliti = Diteliti Variabel penelitian 1. Variabel terikat (dependent) Variabel terikat yaitu tekanan darah 2. Variabel bebas (independent) Variabel bebas yaitu kualitas tidur 3.3. Definisi operasional NO Variabel Defenisi operasional 1 Kualitas Tidur Kualitas adalah tidur Quisioner kepuasan PSQI Quisioner Baik Buruk Ordinal Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

seseorang terhadap tidur 2 Tekanan Darah Perkalian kardiak dengan antara Sphygmoma output nometer resistensi Manual Normal Prehipertensi Hipertensi gr 1 Hipertensi gr ii Numeral

perifer yang dapat diukur dengan

sphygmomanomet er

20

3.4. Hipotesis 1. Hipotesis Nol (H0) Tidak terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa Kedokteran Unhas Makassar. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada mahasiswa Kedokteran Unhas Makassar.

21

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional study) dimana semua variable penelitian diukur dalam periode waktu yang sama. 4.2 Lokasi penelitian Penelitian ini diadakan di lakukan di Fakultas Kedokteran Unhas Makassar 4.3. Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan selama 2 minggu mulai tanggal 5-16 maret 2012 4.4. Populasi dan Sampel 4.4.1. Populasi Populasi adalah seluruh mahasiswa kedokteran Unhas angkatan 2011 4.4.2. Sampel Sampel penelitian adalah seluruh mahasiswa kedokteran unhas angkatan 2011 dan memenuhi syarat sampel 4.4.3. Cara pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel-sampel yang telah ditentukan sebagai kriteria dimasukkan sebagai sampel 4.5. Kriteria Seleksi 4.5.1. Kriteria Inklusi a. Seluruh mahasiswa kedokteran angkatan 2011 unhas dan masih tercatat sebagai mahasiswa aktif di fakultas kedokteran unhas b. Bersedia menjadi sampel dalam penelitian c. Tidak sedang menderita penyakit tertentu d. Normoweight

22

4.5.2. Kriteria Eksklusi a. Menolak untuk dilakukan penelitian b. Tidak hadir saat penelitian c. Adanya riwayat keluarga maupun penyakit tekanan darah tinggi sebelumnya 4.6. Instrumen Penelitian 1. Sphygmomanometer air raksa 2. Stetoskop Litmann 3. Lembar Quisioner 4.7. Cara pengumpulan data Pengumpulan data primer dilakukan setelah meminta izin dari pihak fakultas dan pemerintah setempat. Kemudian data yang telah didapat menggunakan quisioner dan pengukuran langsung diberi kode 4.8. Teknik pengolahan dan analisa data 4.8.1. Data dimasukkan dan diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0 4.8.2. Data dianalisis secara univariabel untuk mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variable yang diteliti kemudian data analisis bivariat dengan menggunakan rumus chi square untuk menemukan hubungan antara kedua variable yang diteliti 4.9. Penyajian data Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk table, grafik dan narasi. 4.10. Etika penelitian 1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada instansi setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian 2. Anonimity Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh subjek pada pengumpulan data lembar tersebut hanya diberi inisial atau nomer kode tertentu

23

3. Confidentialiy. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh partisipan dijamin oleh peneliti

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Universitas Sumatra Utara. keefektifan seduhan bunga rosella segar terhadap penurunan tekanan darah tinggi di desa Sunggal Kanan dusun V , Deli Serdang.. (Cited at Feb 24,2012) online (2010). Available from

http://repository.usu.ac.id 2. Universitas Sumatra Utara. Fisiologi Tidur. (Cited at Feb 24,2012) online (2010). Available from http://repository.usu.ac.id 3. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hubungan Perilaku Merokok dan Stres dengan Insomnia pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. UMS. 2010 4. Aiyuda Nurul. Pengaruh Kualitas Tidur Terhadap Prestasi Belajar. Riau. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. 2009 5. Universitas Sumatra Utara. Kualitas Tidur dan Hipertensi. Sumatra Utara. USU.2010 6. Nashori Fuad. Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Kendali Diri Mahasiswa. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia. 2004 7. Lubis P dan Lutfi Dwi Puji Astuti. Efek Negatif Kurang Tidur. (Cited at Feb 23 2012)(Online 2012). Available from http://id.news.yahoo.com 8. Dwiputra Bambang. Defenisi dan Klasifikasi Hipertensi. Jakarta. Universitas Indonesia. 2009 9. Universitas Sumatra utara. Tekanan Darah. (Cited at Feb 28, 2012)(Online 2004) Available From http://repository.usu.ac.id 10. Azwar, A. Epidemiologi Hipertensi. Cermin Dunia Kedokteran 1989; 56 :11-

25

Anda mungkin juga menyukai