Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara tropis dianugrahi sumberdaya alam yang berlimpah yang tersebar di semua propinsi seluruh Indonesia. Salah satu cara untuk melakukan inventarisasi sumberdaya alam yang cepat dan dengan biaya yang relatif murah adalah dengan menggunakan data citra satelit. Indonesia sebenarnya telah memanfaatkan citra penginderaan jauh dalam pemantauan sumber daya alam, terutama citra optik. Permasalahan yang paling sering ditemui di negara-negara tropis dalam menerapkan penggunaan citra satelit optik adalah tutupan awan yang tinggi. Tingginya tutupan awan menyebabkan perhitungan inventarisasi sumberdaya alam menjadi kurang akurat. Sistem penginderaan jauh aktif (Radar) telah memberikan alternatif untuk mengatasi keterbatasan informasi yang dapat diambil melalui data citra optik. Radar memiliki kemampuan untuk melakukan perekaman pada segala cuaca, baik pada siang atau malam hari, serta mampu mengatasi kendala tutupan awan. Teknologi pengolahan citra radar sebenarnya telah lama dikembangkan di negara lain, namun Indonesia dinilai terlambat dalam aplikasi penginderaan jauh satelit sistem radar. Disain awalnya sudah dikerjakan sejak tahun 1980-an dan mulai beroperasi pada tahun 1990-an. Radar generasi pertama ini dikembangkan di negara Kanada, Jepang dan Uni Eropa dengan menggunakan polarisasi tunggal. Sementara saat ini, satelit sistem radar sudah memasuki generasi ketiga yang memiliki empat polarisasi (full polarization). Sistem radar generasi ketiga mencakup sensor dengan berbagai frekuensi. Sistem tersebut sudah beroperasi sejak awal tahun 2002. TerraSAR-X, sebuah satelit observasi bumi milik Jerman, merupakan hasil kerjasama dari perusahaan yang dilakukan di bawah kemitraan public-private antara German Aerospace Center DLR dan EADS Astrium GmbH, pemegang hak eksploitasi eksklusif komersial yang dimiliki oleh penyedia layanan geo-informasi Infoterra GmbH. TerraSAR-X diluncurkan pada tanggal 15 Juni 2007 dan telah beroperasi sejak Januari 2008. Setelah peluncuran satelit kedua, TanDEM-X awal

tahun 2010, kedua satelit tersebut kenyataannya sebagai pasangan. TerraSAR-X merupakan teknologi radar terbaru untuk pemetaan dengan panjang gelombang aktif X-band (panjang gelombang 31 mm, frekuensi 9,6 GHz) yang dinyatakan mampu mengatasi tutupan awan. Produk tersebut ditawarkan untuk diujicoba di atas udara Indonesia. Sebagai imbalannya, pihak provider menawarkan penyediaan data spasial yang dibutuhkan oleh berbagai lembaga di Indonesia dengan sistem itu. Indonesia sudah lama menjadi tempat uji terlengkap berbagai sistem pemetaan radar yang pernah dikembangkan di dunia. Hal ini dikarenakan lokasi Indonesia berada di khatulistiwa serta ketertutupan awannya yang tinggi sehingga sesuai untuk uji radar yang ditargetkan dapat mengatasi awan. Oleh karena itu sudah saatnya pelaku pemetaan di Indonesia tak sekedar menjadi objek, tetapi juga sebagai subjek pemetaan dengan radar dan menyambut ujicoba yang ada sebagai peluang untuk membantu Indonesia dalam menyediakan data spasial. I.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan citra TerraSAR-X high resolution Spotlight Mode dalam klasifikasi penutupan lahan skala regional di Kabupaten Sidoarjo. I.3 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan citra yang akan digunakan untuk meningkatkan akurasi pengambilan data pada daerah yang memiliki tingkat gangguan berupa awan yang tinggi. 2. Sebagai komplemen dari citra optik untuk memonitoring tutupan lahan yang tidak bisa di cover oleh citra optik. 3. Sebagai bahan perencanaan pengelolaan tutupan lahan yang digunakan untuk berbagai teknis aplikasi. I.4 Kerangka Pemikiran Hasil analisis data kuesioner Kementrian Negara Lingkungan Hidup pada bulan Desember 2009 menunjukkan temuan yang menarik. Data Radar (Synthetic Aperture Radar, SAR) ditemukan tidak pernah digunakan pada unit teknis apapun

di bidang pertanian, kehutanan, ekonomi/finansial bahkan lingkungan. Mengingat sifat pencitraannya yang aktif, sensor SAR memiliki keunggulan utama yaitu tidak terkendala oleh sifat atmosfer setempat. Dengan demikian, sensor ini sangat cocok diterapkan untuk sebagian wilayah Indonesia yang memiliki cakupan awan atau haze yang tinggi, seperti Kalimantan dan Papua. Namun demikian, kendala terbesar pemanfaatan data ini adalah kebutuhan interpreter yang ahli. Kondisi ini dapat ditelusuri dengan minimnya program pendidikan formal yang mempelajari sifat dan karakteristik data SAR serta berbagai aplikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pemantauan. Situasi tersebut juga dihambat oleh masih minimnya jumlah dan kualitas peneliti yang berminat pada bidang ini. Kendala lain yang mungkin berperan adalah perbedaan sifat interpretasi antara penginderaan jauh optik (yang banyak didukung oleh program studi formal) dengan penginderaan jauh SAR, yang menyebabkan interpretasi SAR tidak dapat dilakukan secara masal. Kelemahan ini dapat bersumber dari data SAR yang umum digunakan sampai pada dekade ini lebih banyak bersifat monokrom (hitam-putih). Kelemahan ini diperbaiki dengan munculnya data SAR polarisasi ganda (2 kanal). Penggunaan data polarisasi penuh masih terkendala oleh jumlah sensor angkasa (spaceborne SAR) yang saat ini beroperasi.
Data Radar tidak pernah digunakan di pada unit teknis apapun di bidang pertanian, kehutanan, ekonomi/finansial, bahkan lingkungan.

Kebutuhan interpreter Radar yang ahli.

Interpretasi SAR tidak dapat dilakukan secara masal.

Minimnya program pendidikan formal yang mempelajari SAR

Minimnya jumlah dan kualitas peneliti yang berminat

Penggunaan data SAR polarisasi penuh

Data SAR yang digunakan lebih banyak bersifat monokrom

Penggunaan data SAR polarisasi ganda (2 kanal)

Terkendala jumlah spaceborne SAR yang beroperasi

Data Radar dapat digunakan dalam beberapa teknis aplikasi.

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Radar (Radio Detection and Ranging) Citra radar (Radio Detection And Ranging) menggunakan penginderaan jauh pancaran gelombang mikro. Citra radar dari wahana pesawat terbang atau satelit diproduksi menggunakan data yang diperoleh dari sensor gelombang mikro aktif yang mengiluminasi/menyinari target. Sensor memancarkan gelombang mikro (radio) menuju target dan mendeteksi back-scatter/pancaran balik dari sinyal. Kekuatan dari back-scatter digunakan untuk membedakan target dan jeda waktu antara pancaran dan pantulan yang mencerminkan jarak/ jangkauan dari target. Panjang gelombang dari gelombang mikro berkisar antara 1 cm sampai 1 m. Karena ukurannya yang panjang, gelombang mikro mampu menembus tutupan awan, kabut, debu dan hujan yang tidak lebat. Oleh Karena itu radar tidak terlalu tergantung pada cuaca (Dwinurcahya, 2008). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), radar merupakan suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan letak posisinya, prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek dan atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan merekam kekuatannya dari asal gema echo atau pantulan yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang. Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (backscatter). Pemanfaatan radar dikalangan militer antara lain untuk menentukan dan pendeteksian objek pada kondisi malam hari, tersamarkan atau tertutupi kamuflase dan dalam cuaca yang berawan serta untuk navigasi pesawat udara dan kapal laut, sedangkan radar untuk keperluan sipil dimulai tahun 1960-an (Lo, 1995). Sistem penginderaan jauh dengan sistem radar (microwave remote sensing) ini sangat berbeda dengan sistem optik karena permukaan bumi yang diindera tidak menggunakan energi matahari tetapi menggunakan energi yang disuplai dari sensor sendiri (sensor aktif). Sistem optik sangat bergantung pada

scattering dan penyerapan yang disebabkan oleh klorofil, struktur daun, ataupun biomassa, sedangkan sensor dari sistem radar tergantung dari struktur kasar tajuk, kadar air vegetasi, sebaran ukuran bagian-bagian tanaman dan untuk panjang gelombang tinggi tergantung pada kondisi permukaan tanah (Jaya, 1997). II.2 Parameter Sistem Radar II.2.1 Panjang Gelombang Salah satu faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar adalah panjang gelombang. Kadri (1992) menyatakan bahwa intensitas hambatan balik tergantung pada sifat kekasaran muka objek (surface ruoghness), daerah panjang gelombang mikro yang digunakan dan polarisasi yang diamati. Panjang gelombang sinyal radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan terhadap permukaan. Makin rendah panjang gelombang maka daya tembusnya semakin rendah, dan sebaliknya, semakin tinggi panjang gelombang maka daya tembusnya akan semakin tinggi pula. Tabel 1. Kisaran Panjang Gelombang () pada Saluran / Band Radar.
Panjang gelombang () (mm) Ka 7,5 11 K 11 16,7 K4 16,7 24 X 24 37,5 C 37,5 75 S 75 150 L 150 300 P 300 1.000 Sumber : Lillesand dan Kiefer (1990) Saluran / Band Frekuensi (f) = C-1 Megaherts (106 putaran-detik-1) 40.000 26.500 26.500 18.000 18.000 12.500 12.500 8.000 8.000 4.000 4.000 2.000 2.000 1.000 1.000 300

II.2.2 Polarisasi Sinyal radar dapat ditransmisikan dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Sinyal dapat disaring sedemikian rupa sehingga gelombang elektrik dibatasi hanya pada satu bidang datar yang tegak lurus arah perjalanan gelombang. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar (H) atau pun tegak lurus (V), sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang

berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi paduan dari HH dan VV. Bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi kenampakan objek pada citra yang dihasilkan, karena berbagai objek diubah polarisasi tenaga yang dipantulkannya dalam berbagai tingkatan. II.3 Satelit TerraSAR-X TerraSAR-X, sebuah satelit observasi bumi milik Jerman, merupakan joint venture yang dilakukan di bawah kemitraan public-private antara Aerospace Center DLR Jerman dan EADS Astrium GmbH, pemegang hak eksploitasi komersial eksklusif yang dimiliki oleh penyedia layanan geo-informasi Infoterra GmbH. TerraSAR-X diluncurkan pada tanggal 15 Juni 2007 di Boikonur Cosmodrome, Kazakhstan, dan telah beroperasi penuh sejak Januari 2008. Setelah peluncuran satelit kedua, tandem-X tahun 2010 awal, kenyataannya kedua satelit tersebut sebagai pasangan.

Gambar 2. Satelit TerraSAR-X (Infoterra, 2008) Tabel 2. Sistem Parameter dari Terra SAR-X
Carrier rocket Satellite mass Satellite size Type Radar carrier frequency Radiated RF Power Nominal radar duty cycle Sistem Parameter Dnepr rocket 1230 kg 5 m height by 2,4 m diameter Low Earth Orbit 9,65 GHz 2 kW ~18 %

Incidence angle range for stripmap/scanSAR Polarizations Antenna lenght Nominal look direction Antenna width Number of stripmap/scanSAR elevation beams Number spotlight azimuth beams Incidence angle range for spotlight modes Pulse Repetition Frequency (PRF) Range Bandwidth Sumber : Fritz and Eineder (2006)

20 - 45 full performance (15 - 60 accessible) HH, VH, HV, VV 4,8 m right 0,7 m 12 (full performance range) 123 (access range) ca. 249 20 - 55 full performance (15 - 60 accessible) 2,0 kHz 6,5 kHz max. 150 MHz (300 MHz experimental)

Tabel 3. Orbit dan Attitude Parameter dari Terra SAR-X


Orbit dan attitude parameter Nominal orbit height at the equator 514 km Orbits/day 15 2/11 Revisit time (orbit repeat cycle) 11 days Inclination 97,44 Ascending node equatorial crossing time 18:00 + 0,25 h (local time) Attitude steering Total Zero Doppler Steering Sumber : Fritz and Eineder (2006)

Gambar 3. Bagian Satelit TerraSAR-X (DLR, 2008) II.3.1 Mode Pencitraan Instrumen waktu dan arah dari antena elektronik dapat diprogram dengan kemungkinan berbagai kombinasi. Dari banyak kemungkinan teknis, empat mode pencitraan telah dirancang untuk mendukung berbagai aplikasi mulai dari pencitraan resolusi menengah polarimetrik hingga pencitraan resolusi tinggi. Karena antena pendek, sistem dioptimalkan untuk resolusi azimut tinggi.

Akibatnya, Pulse Repetition Frequency (PRF) harus tinggi yang membatasi lebar maksimum petak lapangan yang dapat direkam. Mode pencitraan berikut ini ditetapkan untuk perkembangan produk dasar: 1. Stripmap mode (SM) dalam single atau dual polarization 2. High Resolution Spotlight mode (HS) dalam single atau dual polar ization 3. Spotlight mode (SL) dalam single atau dual polarization 4. ScanSAR mode (SC) dalam single polarization II.3.1.1 Stripmap Mode (SM) Ini adalah mode pencitraan SAR dasar seperti halnya yang dikenal pada ERS-1 dan satelit lainnya. Petak lapangan dipancari dengan urutan pulsa secara kontinyu sedangkan sorotan antena mengarah ke sudut elevasi dan azimut yang tetap. Hal ini menghasilkan sebuah gambar potongan dengan kualitas gambar yang konstan dalam azimut. Dalam Gambar. 4 ditunjukkan penggambaran mode stripmap. Parameter karakteristik mode ini tercantum dalam Tabel 4. Panjang maksimum akuisisi dibatasi oleh daya baterai, memori dan kondisi termal di sensor. Kondisi termal di sensor tergantung terutama pada PRF dan akuisisi sebelumnya.

30 km

Gambar 4. Geometri pencitraan pada stripmap mode (Fritz and Eineder, 2006)

Karena waktu margin yang singkat, Pulse Repetition Frequency (PRF) dapat berbeda-beda saat mengambil data dalam menjaga besarnya lebar petak bahkan di daerah ketinggian yang bervariasi. Hal ini akan diperhitungkan dalam prosesor SAR dan produk dasar yang kompleks akan ditunjukkan dengan PRF yang tertinggi pada data mentah yang sesuai. Tabel 4. Parameter Stripmap Mode
Parameter Lebar petak (ground range) Panjang akuisisi Full performance incidence angle range Data access incidence angle range Jumlah sorotan elevasi Resolusi azimut Resolusi ground range Polarisasi Sumber : Fritz and Eineder (2006) Nilai 30 km single pol. 15 km dual pol. < 1650 km 20 - 45 15 - 60 ca. 27 3m 1,55 m 3,21 m (@ incidence angle 45..20) HH atau VV (single) HH/VV, HH/HV, VV/VH (dual)

Seperti tercantum dalam Tabel 4, stripmap dapat dioperasikan dalam mode tunggal atau dual polarisasi dan menghasilkan masing-masing satu atau dua lapisan gambar. Setiap saluran polarisasi diidentifikasi oleh dua huruf dimana huruf pertama menunjukkan pengiriman polarisasi dan yang kedua menunjukkan penerimaan polarisasi. Mode polarisasi ganda diimplementasikan dengan toggling pancar atau penerimaan polarisasi antara pulsa berturut-turut. PRF efektif dalam setiap saluran polarimetrik adalah setengah dari total PRF. Dalam sampel azimut spektrum pada antena di setiap saluran, total PRF meningkat jika dibandingkan dengan mode polarisasi tunggal. Karena peningkatan PRF, lebar petak lapangan maksimum hanya setengah dari mode polarisasi tunggal. Untuk petak pada polarisasi ganda, sorotan elevasi sama dengan yang digunakan pada mode polarisasi tunggal, namun masing-masing dibagi menjadi petak dekat dan petak jauh dengan mengatur data window position yang sesuai. Karena batas atas jumlah PRF adalah 6,5 kHz, ambiguitas azimut dalam saluran polarisasi ganda lebih tinggi daripada di mode polarisasi tunggal dan hanya dapat dikurangi dengan pembatasan bandwidth azimut dalam prosesor

10

SAR. Oleh karena itu resolusi azimut berkurang dengan faktor-faktor pada tabel parameter produk tersebut. Untuk distribusi target, bagian yang sama dari spektrum Doppler dicatat oleh kedua saluran polarimetrik. Oleh karena itu fase polarimetrik antar saluran dapat dimanfaatkan, misalnya untuk interferometri polarimetrik. II .3.1.2 Mode Spotlight Seperti digambarkan dalam Gambar 5. Mode Spotlight menggunakan sistem kemudi phased array beam pada arah azimut untuk menambah waktu pencahayaan, yaitu ukuran synthetic aperture. Aperture yang terbesar dalam resolusi azimut yang lebih tinggi berpengaruh pada biaya ukuran scene azimut. Dalam kasus ekstrim dari mode Spotlight, rekaman antena akan berhenti beroperasi pada scene dan panjang scene sesuai dengan panjang rekaman antena.

10 km 5-10 km Gambar 5. Penggambaran geometri pada mode spotlight (Fritz and Eineder, 2006) Karena ukurannya yang kecil, rekaman antena X-Band pada mode Spotlight tidak diprediksi untuk digunakan pada TerraSAR-X. Sebaliknya, dua varian sliding mode Spotlight dirancang dengan nilai yang berbeda untuk resolusi dan ukuran scene azimut. Untuk identifikasi produk tersebut diberi nama "Spotlight" dan "High Resolution Spotlight".

11

Karena pencitraan spotlight hanya membutuhkan beberapa detik dan membutuhkan kemudi antena yang tepat secara simultan sebagai sensor yang melewati scene, maka sapuan area yang diinginkan akan membutuhkan sasaran dan waktu yang tepat. TerraSAR-X menawarkan fleksibilitas yang tinggi untuk citra penggunaan kawasan yang penting. Dalam elevasi, elevasi spotlight 123 dimaksudkan untuk menyesuaikan pusat scene sedikit demi sedikit sehingga luas yang diperlukan dapat ditempatkan di tengah-tengah scene. Pada azimut sekitar 125 beams dari satu set 249 beams digunakan bersama dalam satu data yang diperlukan untuk memperpanjang synthetic aperture. Proses pencitraan dimulai ketika GPS dioperasikan, yaitu ketika satelit mencapai posisi sepanjang orbit yang dihitung dari koordinat pusat scene yang dibutuhkan pengguna. Dengan cara ini pengaruh kesalahan prediksi sepanjang jalur orbit pada lokasi produk akhir dapat dikompensasi. II.3.1.2.1 Mode High Resolution Spotlight (HS) Mode ini dirancang untuk resolusi azimut 1 meter dan mengakibatkan dalam sebuah scene azimut berukuran 5 km. Karakteristik nilainya adalah : Tabel 5. Parameter High Resolution Spotlight Mode
Parameter Scene extension Full performance incidence angle range Data access incidence angle range Number of elevation beams Number of azimuth beams Azimuth steering angle Azimuth resolution Ground range resolution Polarizations Sumber : Fritz and Eineder (2006) Nilai 5 km (azimuth) x 10 km (ground range) 20 - 55 15 - 60 95 (full performance) 123 (data access) ca. 249 + 0,75 1 m (single polarization) 2 m (dual polarization) 1,34 m 3,21 m (@ 55..20 incidence angle) HH or VV (single) HH/VV (dual)

II.3.1.2.2 Spotlight Mode (SL) Dalam mode ini kecepatan kemudi sorotan lebih rendah dari pada mode high resolution spotlight sehingga resolusi azimut berkurang dan ekstensi scene azimut meningkat. Karakteristik nilainya adalah :

12

Tabel 6. Parameter Spotlight Mode


Parameter Scene extension Full performance incidence angle range Data access incidence angle range Number of elevation beams Number of azimuth beams Azimuth steering angle Azimuth resolution Ground range resolution Polarizations Sumber : Fritz and Eineder (2006) Nilai 10 km (azimuth) x 10 km (ground range) 20 - 55 15 - 60 95 (full performance) 123 (data access) ca. 249 + 0,75 2 m (single polarization) 4 m (dual polarization) 1,34 m 3,21 m (@ 55..20 incidence angle) HH or VV (single) HH/VV (dual)

II.3.1.2.3 Mode ScanSAR (SC) Dalam mode ScanSAR kemudi elevasi antena elektronik digunakan untuk beralih setelah semburan pulsa antara petak dengan incidence angle yang berbeda. Dalam desain TerraSAR-X mode ScanSAR, 4 stripmap sorotan dikombinasikan untuk mencapai sebuah petak dengan lebar 100 km. Karena peralihan antara sorotan hanya semburan gema SAR yang diterima, mengakibatkan pengurangan bandwidth dan oleh karena itu dapat mengurangi resolusi azimut. Gambar. 6 menggambarkan geometri pencitraan ScanSAR. Beberapa contoh ScanSAR dari sorotan stripmap yang khusus yaitu menggunakan pola antena stripmap yang dikalibrasi.

13

100 km

Gambar 6. Empat sorotan penggambaran geometri scanSAR (Fritz and Eineder, 2006) Karakteristik nilainya adalah : Tabel 7. Parameter ScanSAR Mode
Parameter Number of sub-swaths Swath width (ground range) Acquisition length Full performance incidence angle range Data access incidence angle range Number of elevation beams Azimuth resolution Ground range resolution Sumber : Fritz and Eineder (2006) Nilai 4 100 km Max. Ca. 1650 km 20 - 45 15 - 60 ca. 27 16 m 1,55 m 3,21 m (@ 45..20 incidence angle)

Serupa dengan pencitraan spotlight, awal mulai pengambilan data dari ScanSAR dapat dipicu oleh GPS saat sebuah lokasi orbit yang telah ditetapkan telah tercapai. Fitur ini memungkinkan akuisisi ScanSAR diulang dengan pola synchronized burst yang merupakan prasyarat untuk interferometri ScanSAR. II.3.2 Resolusi Geometrik Kisaran teoritis resolusi maksimum slant range TerraSAR-X pada polarisasi tunggal adalah 0,89 meter yang didasarkan pada bandwidth kisaran 150 MHz jika tidak ada bobot spektral yang diterapkan. Untuk produk yang terdeteksi

14

bobot spektral, resolusi maksimumnya dikurangi dengan bobot kisaran spektrum dengan Hamming window (koefisien 0,75) untuk menekan sidelobe dari fungsi Point Target Response (PTR) hingga -20 dB. Hal ini menghasilkan resolusi slant range sebesar 1,0 meter. Karena keterbatasan waktu instrumen, bandwidth kisaran 150 MHz tidak dapat dicapai untuk semua incidence angle, tergantung pada parameter waktu yang sebenarnya. Jangkauan sorotan yang jauh dapat dioperasikan dengan mengurangi berbagai pengaturan bandwidth pada 100 MHz. Hal ini juga dapat menyebabkan berbagai pengaturan bandwidth yang berbeda dalam ScanSAR 4 sorotan. Dalam teori, resolusi azimut pada mode stripmap adalah setengah dari panjang antena (4,8 m / 2 = 2.4 m). Karena batas sampling merupakan sin (x)/x maka pembentukan spektrum Doppler selalu terjadi. Dalam prosesor, bandwidth dikurangi dan pembentukan spektral dilakukan untuk mengurangi ambiguitas yang disebabkan oleh aliasing (peningkatan rasio ambiguitas sinyal azimut "SAAR") dan untuk memperbaiki bentuk PTR. Sebuah resolusi konstan sebesar 3 meter merupakan tujuan desain untuk semua produk stripmap polarisasi tunggal. Pemrosesan bandwidth Doppler pada mode polarisasi tunggal dan polarisasi ganda masing-masing sekitar 2266 Hz dan 1066 Hz. Dalam mode polarisasi ganda PRF efektif per channel menurun dan resolusi efektif dari produk tersebut akan disesuaikan hingga 6 meter, yaitu setengah dari resolusi polarisasi tunggal. Strategi analog diterapkan pada data spotlight polarisasi ganda.

II.4 Satelit Quickbird Satelit Quickbird dari Digital Globe mempunyai sapuan (sweep) yang lebar, penyimpanan data onboard yang besar, dan resolusi spasial yang tertinggi dari beberapa satelit komersial saat ini. Quickbird didisain untuk efisiensi dan keakuratan citra untuk area yang luas dengan kemampuan akurasi terdepan. Quickbird mampu memperoleh lebih dari 75 juta kilometer persegi data citra satelit tiap perekamannya.

15

Citra Quickbird memiliki lima pilihan produk : (1) Hitam dan putih (pankromatik) untuk kemudahan analisis visual, (2) Multispektral, mencakup panjang gelombang tampak dan inframerah dekat yang merupakan areal ideal untuk analisis multispektral, (3) Bundle (Hitam dan Putih multispektral), (4) Warna (3 saluran warna natural atau warna inframerah) yang mengkombinasikan informasi visual dari tiga saluran multispektral dengan informasi spasial dari saluran pankromatik, dan (5) Pan-sharpened (4 saluran) yang mengkombinasikan informasi visual dari empat saluran multispektral dengan informasi spasial dari saluran pankromatik.

Gambar 7. Satelit Quickbird (Digital Globe, 2011) Selain itu, citra Quickbird memiliki tiga level pemrosesan : (1) Basic Imagery dengan sedikit pemrosesan (geometrically raw), didisain untuk pengguna yang memiliki keinginan untuk memproses pra pemrosesan sendiri, (2) Standard Imagery dengan koreksi radiometrik dan geometrik, dan disiapkan dengan sebuah proyeksi peta, dan (3) Orthorectified Imagery, dengan koreksi radiometrik, geometrik, dan topografi serta mempunyai sebuah proyeksi peta. Tabel 8. Karakteristik Quickbird
Karakteristik Quickbird Tanggal Peluncuran 18 Oktober 2001 Kendaraan Boeing Delta II Lokasi Peluncuran Vanderberg Air Force Base, California Ketinggian Orbit 450 km Kemiringan Orbit 97,2 derajat, sesuai matahari Kecepatan 7,1 km/detik Waktu Penyeberangan Khatulistiwa 10:30 (descending)

16

Waktu Orbit Waktu Berkunjung Ulang Lebar Swath Keakuratan Metrik Digitasi Resolusi

93,5 menit 1 3,5 hari 16,5 km di nadir 23-meter horizontal (CE90%) 11 bit Pan: 61 cm (nadir) sampai 72 cm (25 offnadir) MS: 2,44 m (nadir) sampai 2,88 m (25 offnadir) Band Pan: 725 nm Blue: 479,5 nm Green: 546,5 nm Red: 654 nm Near IR: 814,5 nm Sumber : Quickbird Imagery Product (produk guide)

Gambar 8. Bagian Satelit Quickbird (Digital Globe, 2011)

17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan Agustus 2011 dengan daerah penelitian di Sidoarjo, Jawa Timur. Kegiatan pengolahan dan analisis dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

III.2 Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software) Hardware dan Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Laptop dengan prosesor AMD Athlon Neo, yang terdapat Software : - PolSARpro 4.2. - ENVI 4.7 - Erdas Imagine 9.1. - Arc View GIS 3.2. - Microsoft Word dan Exel 2010 b. Kamera digital Kodak C143 Easyshare

III.3 Data Data utama yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Citra TerraSAR-X dual polarization mode high resolution Spotlight rekaman tahun 2007. b. Citra Quickbird rekaman tahun 2007. Data pendukung lainnya : a. Peta digital tutupan lahan daerah Sidoarjo tahun 2007. b. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Sidoarjo tahun 2007.

18

III.4 Metode Pengolahan Data 1. Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) 1.1 Menambah Band Sintetis Pada Citra TerraSAR-X High Resolution Data citra satelit TerraSAR-X high resolution digunakan dalam penelitian ini hanya memiliki dua polarisasi yaitu HH dan VV, yang dapat diperlakukan sebagai band. Kombinasi tiga band pada gun Red, Green, dan Blue dibutuhkan untuk dapat menampilkan warna komposit citra, sehingga perlu penambahan satu band sintetis. Berdasarkan kajian Polarimetric Tutorial yang dikembangkan oleh MacDonald Dettwiler and Associates and RADARSAT International,

mengkalkulasikan nilai pancaran dan penerima yang dimiliki citra radar boleh dilakukan, sehingga dalam penelitian ini, band sintetis yang akan digunakan pada gun Blue merupakan turunan polarisasi HH dan VV. Berdasarkan Polarimetric Tutorial, terdapat 2 (dua) cara menambah band sintetis, yaitu Total Power dan Channel Ratios. Total power merupakan jarak reaksi polarisasi HH dan VV. Total power juga merupakan rentang dari matriks ko-varians dan koheren dari polarisasi. Channel Ratios merupakan perbandingan 2 (dua) polarisasi yang ada. Mengacu pada Polarimetric Tutorial, dalam penelitian ini mencoba menambah 5 (lima) band sintetis yang berasal dari turunan HH dan VV, yaitu Normalized Ratio (NR), rasio, HH-VV, HH+VV, Principal Component Analysis (PCA). Kelima band sintetis tersebut dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

dimana : e Pe k = nilai PCA ke-e = nilai PCA = band yang diinput

19

dk n Eke

= nilai data input ke-k = jumlah seluruh band = elemen matrks baris ke-k dan kolom ke-e

1.2 Pemilihan Kombinasi RGB Terbaik Pemilihan kombinasi RGB yang dimaksudkan merupakan kombinasi band atau saluran pada warna komposit yang mempunyai informasi yang tertinggi. Pemilihan kombinasi RGB dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan menghitung faktor indeks optimum (optimum index factor/OIF). Kedua secara visual yaitu memilih kombinasi RGB yang memiliki tingkat kecerahan warna tinggi, kaya akan warna dan memiliki tampilan warna yang menyerupai citra Landsat. Menurut Jaya (2007), OIF merupakan ukuran banyaknya informasi yang dimuat pada suatu citra komposit. Ukuran ini merupakan perbandingan antara total simpangan baku dari ketiga band yang digunakan dengan tiga koefisien korelasi dari masing-masing pasangan band yang digunakan. Secara matematis, OIF diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:
| | | | | |

Dimana Si, Sj, dan Sk adalah simpangan baku (standar deviasi) dari band i, j, dan k. Sedangkan rij, rjk, dan rik menyatakan koefisien korelasi antar bandnya.

Komposit yang memiliki informasi lebih baik, memiliki OIF lebih besar dari yang lain. Akan tetapi, pemakaian kanal-kanal sama dengan kombinasi berbeda memiliki jumlah informasi yang sama. Perbedaan hanya di tampilan visual saja. Oleh karena itu, pemilihan kombinasi RGB terbaik berdasarkan nilai OIF tertinggi, dan tampilan visual yang mendekati tampilan pada citra Landsat. 1.3 Ekstraksi pada citra TerraSAR-X High Resolution Citra TerraSAR-X harus diekstraksi terlebih dahulu agar dapat diproses lebih lanjut. Proses ekstraksi ini menggunakan bantuan software PolSARpro.

20

Sebelum diekstraksi, data citra TerraSAR-X harus diimport terlebih dahulu. Setelah data masuk kemudian memilih menu read header yang terdapat pada software. Pada saat proses ekstraksi, harus dipilih opsi full resolution. Keluaran dari hasil ekstraksi berupa file dengan format *.bin dan citra asli dengan tampilan SinclairRGB. Hasil ekstraksi tersebut merupakan proses ekstraksi keseluruhan areal penyiaman satelit. 1.4 Cropping Cropping adalah pemotongan citra yang telah dikoreksi yang

digunakan sesuai dengan lokasi pengamatan. Hal ini bertujuan untuk lebih memfokuskan perhatian ke areal penelitian juga untuk mereduksi volume data citra, agar mudah dalam proses di komputer. 2. Analisis Citra Secara Visual (Visual Image Interpretation) Klasifikasi visual atau kualitatif merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra, dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Unsur-unsur interpretasi yang digunakan yaitu: a. Rona (warna) Rona (warna) adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra yang tergantung pada intensitas tenaga gelombang mikro yang dipantulkan oleh obyek dan langsung diterima oleh sensor. Intensitas tersebut dipengaruhi oleh karakteristik obyek, diantaranya berupa kekasaran permukaan, Complex Dielectric Constant, kelerengan dan arah obyek. Selain itu untuk citra radar dipengaruhi juga oleh sistem sensor radar yang digunakan. b. Tekstur Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur merupakan hasil gabungan dari unsur bentuk, ukuran, pola dan rona obyek. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, sedang atau halus.

21

c. Pola Pola adalah hubungan susunan spasial obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu merupakan karakteristik dari banyak obyek alamiah atau bangunan dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsiran untuk mengenali obyek yang bersangkutan d. Lokasi Lokasi adalah letak obyek dalam hubungannya dengan obyek yang lain. Lokasi sangat berguna untuk membantu pengenalan obyek. e. Asosiasi Asosiasi dapat diartikan sebagau keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Karena keterkaitan inilah, maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain. f. Bentuk Bentuk ialah konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas, sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya. g. Ukuran Ukuran adalah atribut obyek yang merupakan fungsi dari skala, oleh sebab itu dalam interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala yang digunakan. Unsur interpretasi berdasarkan tingkat kerumitan dibedakan menjadi empat tingkat yaitu : a. Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna. b. Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran, dan tekstur. c. Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan. d. Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs atau asosiasi. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal dalam mengidentifikasi pola sebaran, penentuan jumlah kelas tutupan lahan dan macam kelas tutupan lahan yang ada di daerah penelitian.

22

3. Pemeriksaan Lapangan (Ground Check) Kegiatan pengecekan lapangan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan atau kondisi lapangan secara nyata sebagai pelengkap informasi dan pembanding bagi analisis selanjutnya. III.5 Pengolahan Citra Digital (Image Processing) Pengolahan citra digital (image processing) mengacu kepada teknik klasifikasi citra. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan menjadi klasifikasi kualitatif dan kuantitatif. Pada klasifikasi kualitatif, pengelompokkan piksel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan (brightness) maupun warna dari piksel yang bersangkutan. Pada klasifikasi kuantitatif, pengelompokkan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan nilai kecerahan (brightness value atau digital number) contoh yang diambil sebagai contoh (training area). 1. Klasifikasi Quickbird Klasifikasi yang dilakukan pada citra Quickbird yaitu klasifikasi kuantitatif dengan metode klasifikasi terbimbing, yaitu klasifikasi dimana analis mempunyai sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang diinginkan (Jaya 2007). Metode yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah kemungkinan maksimum (maximum likelihood). a. Penentuan dan Pemilihan Area Contoh (Training Area) Penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi area contoh (training area) dilakukan untuk mengambil informasi statistik kelas-kelas tutupan lahan. Pengambilan informasi statistik dilakukan dengan cara mengambil contohcontoh piksel dari tiap kelas tutupan lahan dan ditentukan lokasinya pada citra komposit. Informasi statistik dari setiap tutupan lahan ini digunakan untuk menjalankan fungsi separabilitas dan fungsi akurasi. Informasi yang diambil adalah nilai rata- rata, simpangan baku, nilai digital minimum, dan maksimum, serta matriks kovarian untuk setiap kelas tutupan lahan. Banyaknya piksel training area yang perlu diambil untuk mewakili masing- masing kelas tutupan lahan adalah sebanyak (N) yang digunakan ditambah satu (N+1).

23

Pembuatan area contoh pada citra Landsat berdasarkan kepada jumlah kelas tutupan lahan yang diperoleh yaitu sebanyak sembilan kelas, dimana seluruh tutupan lahan tersebut dapat teridentifikasi dengan jelas pada citra. Kondisi tutupan lahan pada citra Landsat yang banyak awan cukup menyulitkan dalam pembuatan areal contoh. b. Analisis Separabilitas Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang menunjukkan keterpisahan statistik antar kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan. Kriteria tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kriteria Tingkat Keterpisahan
Nilai Transformasi keterpisahan 2.000 19.000 1.999 1.700 1.899 1.600 1.699 < 1600 Sumber : Jaya (2007) Keterangan Sempurna (excellent) Sangat baik (good) Baik (fair) Cukup baik (poor) Tidak terpisahkan (inseparable)

c. Akurasi Hasil Klasifikasi Salah satu cara untuk mengevaluasi ketepatan hasil klasifikasi adalah dengan melakukan evaluasi akurasi yaitu dengan membuat matriks kesalahan (error matrix). Matriks kesalahan adalah matriks bujur sangkar yang berfungsi untuk melihat penyimpangan klasifikasi yaitu berupa kelebihan jumlah piksel dari kelas yang lain atau kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas. Idealnya semua elemen yang bukan diagonal dalam matrik tersebut harus bernilai nol yang artinya tidak ada penyimpangan dalam matriks (Lillesand and Kiefer, 1990). Bentuk matriks kesalahan dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10. Bentuk Matriks Kesalahan.
Data Acuan Training Area A Diklasifikasikan sebagai kelas B C D Total Baris Xk+ Producers Accuracy Xkk/Xk+

A Xii B ... D Total kolom X+k Users Xkk/X+k Accuracy Sumber : Jaya (2002)

Xkk

24

Persentase ketepatan hasil klasifikasi tersebut dapat dilihat dari nilai Users Accuracy, Producers Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy. Kappa Accuracy merupakan suatu ukuran yang paling banyak digunakan karena mempertimbangkan semua elemen dalam matriks kesalahan sehingga dinyatakan dengan rumus :

dimana : N R Xi+ X+j = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan = Jumlah baris atau lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) = Jumlah semua kolom pada baris ke-I (Xij) = Jumlah semua kolom pada lajur ke-j (Xij)

2. Klasifikasi TerraSAR-X a. Klafikasi Tak Terbimbing Klasifikasi ini sering juga disebut dengan klastering (clustering). Klastering dapat didefinisikan sebagai suatu tehnik klasifikasi atau identifikasi yang merupakan serangkaian proses untuk mengelompokkan observasi (piksel) ke dalam suatu kelas atau klaster yang benar dalam suatu set kategori yang disusun (Jaya, 2007). b. Dendogram Dendogram adalah kurva yang menggambarkan pengelompokan klaster, untuk memudahkan analisis perkelasan, Jaya (2007) menyatakan bahwa pengkelasan berdasarkan tingkat kemiripan dari masing-masing ukuran klaster

25

yang digunakan maka diperlukan urutan pengelompokan klaster dari jumlah yang banyak sampai dengan jumlah yang kecil, kurva yang menggambarkan pengelompokan ini disebut dengan dendogram. Teknik penggambarannya disebut dengan istilah nested atau hierarchical classification. Metode

penggambarannya terdiri atas metode tetangga terdekat (nearest neighbour method) yaitu metode penggambaran klaster berdasarkan pada jarak terdekat dari anggota klaster. Metode ini sering disebut juga metode single linkage. c. Merging Selanjutnya dilakukan pengkelasan kembali setelah mempertimbangkan kemiripan (similarity) antara kelas. Kelas yang memiliki jarak dekat dengan kelas lainnya digabungkan (merge) menjadi satu kelas yang sama. Beberapa elemen dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis klaster adalah, melakukan pemilihan unit data dalam citra digital (piksel), memilih peubah yang akan digunakan band-band atau kanal yang akan digunakan, menentukan apa yang akan diklaster, dalam ilmu remote sensing atau citra digital adalah nilai kecerahan (brightness value) atau yang dikenal dengan istilah DN (diital number), menghomogenkan peubah, mencari ukuran-ukuran kesamaan yang akan digunakan (dissimilarity), menentukan kriteria klastering,

mengimplementasikan algoritme dan komputer serta menetapkan jumlah klaster dan labeling. d. Labeling Labeling merupakan proses pemberian identitas label pada setiap kelas yang telah dihasilkan. Sebelum memberi label pada kelas yang telah dihasilkan, maka harus mengetahui ciri-ciri dari obyek yang akan diberi label dengan cara melakukan interpretasi visual dari tiap kelas yang dibandingkan dengan penutupan lahan. e. Analisis Separabilitas Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang menunjukkan keterpisahan statistik antar kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk

26

digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan. Kriteria tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kriteria Tingkat Keterpisahan
Nilai Transformasi keterpisahan 2.000 19.000 1.999 1.700 1.899 1.600 1.699 < 1600 Keterangan Sempurna (excellent) Sangat baik (good) Baik (fair) Cukup baik (poor) Tidak terpisahkan (inseparable)

Sumber : Jaya (2007) f. Akurasi Hasil Klasifikasi Salah satu cara untuk mengevaluasi ketetapan hasil klasifikasi adalah dengan melakukan evaluasi akurasi yaitu dengan membuat matriks kesalahan (Error matrix). Matriks kesalahan adalah matriks bujur sangkar yang berfungsi untuk melihat penyimpangan klasifikasi yaitu berupa kelebihan jumlah piksel dari kelas yang lain atau kekurangan jumlah piksel pada masing-masing kelas. Idealnya semua elemen yang bukan diagonal dalam bentuk matriks tersebut harus bernilai nol yang artinya tidak ada penyimpangan dalam matriks (Lillesand and Kiefer, 1990). Bentuk matriks kesalahan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Bentuk Matrik Kesalahan.
Data Acuan Training Area A Diklasifikasikan sebagai kelas B C D Total Baris Xk+ Producers Accuracy Xkk/Xk+

A Xii B ... D Total kolom X+k Users Xkk/X+k Accuracy Sumber : Jaya (2002)

Xkk

Persentase ketepatan hasil klasifikasi tersebut dapat dilihat dari nilai Users Accuracy, Producers Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy. Kappa Accuracy merupakan suatu ukuran yang paling banyak digunakan karena mempertimbangkan semua elemen dalam matriks kesalahan sehingga dinyatakan dengan rumus :

27

dimana : N R Xi+ X+j = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan = Jumlah baris atau lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) = Jumlah semua kolom pada baris ke-I (Xij) = Jumlah semua kolom pada lajur ke-j (Xij)

III.6 Pengolahan Data Spasial Pengolahan data spasial dilakukan dengan dengan menggunakan software Arc.View 3.2. Software tersebut merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan pengolahan data spasial berbasis sistem informasi geografis. Sistem informasi geografis (SIG) adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: a) masukan, b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), c) analisis dan manipulasi data, dan d) keluaran data (Aronof 1989, diacu dalam Prahasta, 2005). Untuk mengetahui luas penutupan lahan pada masing-masing wilayah administrasi pemerintahan, dilakukan overlay peta hasil klasifikasi dengan peta wilayah administrasi pemerintahan. Operasi spasial yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah identity.

28

III.7 Evaluasi Konsistensi Tutupan Lahan Dalam melakukan pengujian konsistensi tutupan lahan pada citra TerraSAR-X dan Quickbird, terlebih dahulu diketahui luas tiap tutupan lahan yang telah dibentuk oleh citra TerraSAR-X dan Quickbird. Setelah itu dilakukan perbandingan antara jumlah luas tutupan lahan daerah Sidoarjo tahun 2007 dengan luas tutupan lahan citra TerraSAR-X dan Quickbird. III.8 Pelaporan Pelaporan berupa kelas tutupan lahan hasil klasifikasi citra TerraSAR-X dan Quickbird. Adapun tahapan dan metode penelitian disajikan pada gambar 9.

29

Mulai

Citra Quickbird

Citra TerraSAR-X

Pra-pengolahan citra (pembuatan band komposit, pemilihan RGB terbaik)

Ekstraksi Citra TerraSAR-X

Pemotongan citra (cropping)

Supervised Classification

Unsupervised Classification

Data lapangan (Ground Check)

Seleksi training area

1. Merging 2. Labeling

(Analisis Separabilitas)

Analisis Akurasi/Accuracy Assesment

Citra hasil klasifikasi

Peta Administrasi Wilayah Sidoarjo

Analisis spasial

Peta Penutupan Lahan Quickbird

Evaluasi Konsistensi

Peta Penutupan Lahan TerraSAR-X

Selesai Gambar 9. Diagram Alir Metode Penelitian

Jadwal Kegiatan Penelitian


No. Kegiatan Juni 2011 I 1. Studi Pustaka dan pembuatan proposal penelitian Persiapan Penelitian Penelitian di lapangan Analisis Data Penyusunan Skripsi II III IV I II Juli 2011 III IV Agustus 2011 I II III IV Waktu September 2011 I II III IV Oktober 2011 I II III IV I November 2011 II III IV

2.

3.

4. 5.

1 31

Anggaran Penelitian
1. Pembuatan Proposal 2. Cetak proposal 5 buah x Rp. 10.000,00 Rp. Rp. 50.000,00 20.000,00 Rp. 20.000,00

3. Alat Tulis Kantor 4. Akomodasi Tiket Kereta Bogor - Surabaya (PP) Transportasi

Rp. 600.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 200.000,00

5. Tempat tinggal (kost) 6. Konsumsi 20 hari x 3 kali sehari x Rp. 10.000,00 Jumlah

Rp. 600.000,00 Rp. 1.590.000,00

DAFTAR PUSTAKA Deutsches Zentrum fr Luft- und Raumfahrt (DLR). 2010. Artist view of the TerraSAR-X satellite in the orbit. http://www.fhr.fraunhofer.de/fhr/site/drucken_c628_f7_en.html [21 Juni 2011]. Digital Globe. 2008. QuickBird Imagery Products, product Guide. DigitalGlobe, Inc. 1601 Dry Creek Drive, Ste 260 Longmont, Colorado 80503 Dwinurcahyo, Agung. 2008. Pengenalan Radar. http://gismedan.blogspot.com/ [22 Juni 2011]. Fritz T. dan M. Eineder. 2006. TerraSAR-X Ground Segment: Basic Product Specification Document. Jerman : Deutsches Zentrum fr Luft- und Raumfahrt (DLR). Hendrayanti, I N. 2008. Kajian Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Infoterra. 2011. Instrument of TerraSAR-X. http://www.infoterra.de/about-us [24 Februari 2011]. JAXA. 2006. Advanced Land Observing Satelit (ALOS). Japan Aerospace Exploration Agency [JAXA]. 2003. PALSAR Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/about/palsar.htm [16 Februari 2011]. Jaya, INS. 2007. Analisis Citra Dijital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Jaya, INS. 2002. Aplikasi SIG untuk Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Kajian Manajemen Data Spasial dalam Unit Kerja KNLH. Jakarta : KNLH. Lillesand T.M, Ralph W.K. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Prapto S, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Fakultas Geografi, Universitas Gajah Mada. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image Interpretation. Lo, C.P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan (Terjemahan). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. National Space Development Agency of Japan [NASDA]. 2004. ALOS Advanced Land Observing Satellite. Japan. Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar. Informatika.Bandung. Puminda, AE. 2010. Identifikasi Tutupan Lahan dengan Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Riansyah, Dery. 2008. Eksplorasi Alos Palsar Menggunakan Polsarpro V3.0 dengan Areal Kajian PT. Sang Hyang Seri, Subang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Riswanto, Eris. 2009. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Rizal, Syamsu. 2009. Pemetaan Sawah Baku Kawasan Berbukit dengan Citra Quickbird dan TerraSAR-X. [Skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Wikipedia. 2011. TerraSAR-X Satellite. http://en.wikipedia.org/wiki/TerraSAR-X [24 Februari 2011].

Anda mungkin juga menyukai