Anda di halaman 1dari 52

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, DAN HIPOTESIS

2.1

Kajian Pustaka

2.1.1 Audit Internal 2.1.1.1 Pengertian Audit Audit adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dari bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit merupakan salah satu bentuk atestasi, yaitu suatu komunikasi dari seseorang yang ahli mengenai kesimpulan tentang reabilitas dari pernyataan seseorang. (Sukrisno Agoes, 2008:3) Menurut Konrath (2002: 5), audit dapat didefinisikan sebagai a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertion about economic action and events to ascertain the degree of correspondence between those assertion and established criteria and communicating the results to interested users. Definisi tersebut dapat diartikan bahwa audit merupakan suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi untuk

meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

13

14

Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting Association (dalam Boynton et.al, 2002: 5) memberikan definisi auditing sebagai: suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan Elder et.al. (2010: 4) mengemukakan bahwa: Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person. Artinya, audit adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti atau pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Dari definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian audit adalah proses yang sistematis dalam pengumpulan dan penilaian bahan bukti yang dilakukan oleh seorang ahli yang kompeten dan independen tentang informasi yang dinyatakan dengan angka (dapat diukur) dari suatu kegiatan dan kejadian ekonomi dalam suatu usaha ekonomi tertentu dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi yang dapat diukur dengan kriteria yang ada dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada pihakpihak yang berkepentingan.

15

Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit dapat dibedakan menjadi (Sukrisno Agoes: 2008: 9): 1. General Audit (Pemeriksaan Umum) 2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Sedangkan ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dibedakan menjadi (Sukrisno Agoes: 2008: 9): 1. 2. 3. 4. Management Audit (Operational Audit) Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) Internal Audit (Pemeriksaan Intern) Computer Audit

2.1.1.2 Pengertian Audit Internal Audit internal merupakan suatu fungsi yang ada di dalam organisasi yang berperan melakukan evaluasi terhadap berbagai kegiatan atau aktivitas atau program di dalam organisasi untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan ekonomisnya kegiatan/aktivitas/program (Hiro Tugiman, 2002: 20). Definisi audit internal menurut Sawyer (2005: 10) adalah sebagai berikut: Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif. Sukrisno Agoes (2008: 221) mengemukakan bahwa: Internal Audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan

16

manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Sedangkan Milton Stevens Fonorow (dalam Sukrisno Agoes, 2008: 221) mengatakan bahwa Internal auditing is an appraisal, by trained company employees, of the accuracy, reability, efficiency and usefulness of company records and internal controls. Artinya, audit internal adalah suatu penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih, mengenai ketelitian, keandalan, efisiensi, dan kegunaan dari catatan-catatan akuntansi dan sistem pengendalian internal dalam perusahaan. Definisi audit internal menurut Institute of Internal Auditors (IIA) yang dikutip oleh Elder et.al (2010: 818) adalah sebagai berikut: Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organizations operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disiplined approach to evaluate and improve the effetiveness of risk management, control, and governance processes. Dari pengertian di atas dan yang telah disebutkan sebelumnya, maka audit internal dapat diartikan sebagai kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko,

pengendalian, dan proses governance.

17

2.1.1.3 Fungsi, Tujuan, dan Ruang Lingkup Audit Internal Ada tiga fungsi utama audit internal menurut Chambers (dalam Rida Rosmawati, 2011: 38), yaitu: 1. He act an arm of management 2. He rounds out and perfect the system of internal control 3. He directly participates in the verification of financial statement. Selain itu, Ruchyat Kosasih (dalam Manahan Nasution, 2003: 4) mengemukakan fungsi audit internal secara menyeluruh mengenai pelaksanaan kerja audit internal dalam mencapai tujuannya sebagai berikut: a. Membahas dan menilai kebaikan dan ketepatan pelaksanaan pengendalian akuntansi, keuangan serta operasi. b. Meyakinkan apakah pelaksanaan sesuai dengan kebijaksanaan, rencana dan prosedur yang ditetapkan. c. Meyakinkan apakah kekayaan perusahaan/organisasi dipertanggungjawabkan dengan baik dan dijaga dengan aman terhadap segala kemungkinan resiko kerugian. d. Meyakinkan tingkat kepercayaan akuntansi dan cara lainnya yang dikembangkan dalam organisasi. e. Menilai kwalitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan. Adapun tujuan dan ruang lingkup audit internal dikemukakan oleh The Institute of Chartered Accountans in Australia (ICAA) (dalam Hiro Tugiman, 2008: 3) yaitu sebagai berikut: The scope and objectives of internal audit vary widly and are dependent upon the size and structure of the entity and the requiremets of its management. Normally however internal audit operates in one or more of the following areas: (a) Review of accounting system and related internal controls; (b) Examination of the management of financial and operating information; (c) Examination of the economy, efficiency, and effectiveness of operations including non-financial control of an organization. Dengan demikian, ruang lingkup dan tujuan audit internal sangat luas tergantung pada besar kecilnya organisasi dan permintaan dari manajemen

18

organisasi yang bersangkutan. Pada umumnya, auditor intern menjalankan salah satu atau lebih dari beberapa hal berikut: (a) reviu sistem akuntansi dan sistem pengendalian internal yang terkait; (b) mengevaluasi informasi keuangan dan operasi manajemen; (c) mengevaluasi ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas operasi termasuk pengendalian non-keuangan dalam organisasi.

2.1.1.4 Peranan Audit Internal Peranan dapat diartikan sebagai tugas utama yang harus dilaksanakan dan fungsi yang diharapkan dari seseorang atau kelompok dengan diikuti dengan pola perilaku yang diharapkan dari pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut. Berikut ini pengertian peranan (role) yang dikemukakan oleh Komarudin (1994: 768), yaitu: 1) Bagian dari tugas utama yang dilakukan oleh seseorang dalam manajemen 2) Pola prilaku yang diharapkan menyertai suatu status 3) Bagian atau fungsi dalam pranata 4) Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya 5) Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat Peranan fungsi audit internal secara formal didefinisikan dalam internal audit charter tertulis yang menunjukkan tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit internal. Audit Charter harus diupdate secara berkala dan didistribusikan ke semua manajemen. Audit charter yang disusun oleh perusahaan harus sesuai dengan Kode Etik dan Standar Profesi Audit Internal (SPAI).

19

2.1.1.5 Kode Etik Audit Internal Kode Etik yang disusun Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI, 2004) memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik audit internal. Para auditor internal wajib menjalankan tanggung jawab profesinya dengan bijaksana, penuh martabat, dan kehormatan. Dalam menerapkan Kode Etik ini, auditor internal harus memperhatikan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran terhadap standar perilaku yang ditetapkan dalam Kode Etik dapat mengakibatkan dicabutnya keanggotaan auditor internal dari organisasi profesinya. Standar Perilaku tersebut adalah (SPAI, 2004: 11-13): 1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mengdiskriditkan profesi audit internal atau mendiskriditkan organisasinya. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatankegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau patut diduga dapat, mempengaruhi pertimbangan profesionalnya. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.

2.

3.

4.

5.

6. 7.

20

Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya. 9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. 10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.

8.

2.1.1.6 Standar Profesi Audit Internal Standar audit merupakan kendali mutu, yaitu ukuran minimal yang harus dicapai oleh auditor dalam melakukan pekerjaan auditnya. Apabila aturan-aturan dalam standar tersebut tidak diikuti, artinya auditor tersebut bekerja di bawah standar, sehingga hasilnya pun menjadi di bawah standar dan juga akan menyebabkan kurangnya kepercayaan masyarakat akan mutu jasa auditor tersebut. Standar Profesi Audit Internal yang disusun oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal terdiri atas Standar Atribut, Standar Kinerja, dan Standar Implementasi. Standar atribut berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan pihak-pihak yang melakukan kegiatan audit internal. Standar Kinerja menjelaskan sifat dari kegiatan audit internal dan merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit. Standar Atribut dan Standar Kinerja berlaku untuk semua jenis penugasan audit internal. Standar Implementasi hanya berlaku untuk satu penugasan tertentu. (SPAI, 2004: 5-6). Rincian Standar-Standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

21 Tabel 2.1 STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL STANDAR ATRIBUT 1000 Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab Tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. 1100 Independensi dan Objektivitas Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus obyektif dalam melaksanakan pekerjaannya. 1110 Independensi Organisasi Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi. 1120 Objektivitas Auditor Internal Auditor Internal harus memiliki sikap mental yang obyektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). 1130 Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektifitas Jika prinsip independensi dan obyektifitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut. 1200 Keahlian dan Kecermatan Profesional Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional. 1210 Keahlian Auditor Internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. 1210.1 Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus memperoleh saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi dari staf auditor internal tidak memadai untuk pelaksanaan sebagian atau seluruh penugasannya. 1210.2 Auditor Internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan. 1210.3 Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting dalam bidang teknologi informasi dan teknik-teknik audit berbasis teknologi informasi yang tersedia.

22

1220 Kecermatan Profesional Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang layaknya dilakukan oleh seorang auditor internal yang pruden dan kompeten. 1220.1 - Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan: a. Ruang lingkup penugasan. b. Komplesitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan. c. Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance. d. Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan. e. Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya. 1230 Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL) Auditor Internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan. 1300 Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi Audit Internal Penanggungjawab Fungsi Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program jaminan dan peningkatan kualitas yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal. 1310 Penilaian terhadap Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektivitas Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal. 1310.1 Penilaian Internal Penilaian Internal oleh fungsi audit internal harus mencakup: a. Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal, dan b. Reviu berkala yang dilakukan melalui Self Assessment atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktik audit internal 1310.2 Penilaian Eksternal Penilaian Eksternal, seperti Quality Assurance Reviews harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam dua tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten. 1320 Pelaporan Program Jaminan dan Peningkatan Kualitas Penanggungjawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil reviu dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

23

1330 Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program jaminan kualitas. 1340 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

STANDAR KINERJA 2000 Pengelolaan Fungsi Audit Internal Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengelola fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi Organisasi. 2010 Perencanaan Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi. 2010.1 Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun sekali. Masukan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi serta perkembangan terkini harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi. 2020 Komunikasi dan Persetujuan Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan rencana kegiatan audit, dan kebutuhan sumber daya kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggungjawab fungsi audit internal juga harus mengkomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan sumberdaya. 2030 Pengelolaan Sumberdaya Penanggungjawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumberdaya fungsi audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah disetujui. 2040 Kebijakan dan Prosedur Penanggungjawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.

24

2050 Koordinasi Penanggungjawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan duplikasi. 2060 Laporan Kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala kepada pimpinan dan dewan pengawas mengenai perbadingan rencana dan realisasi yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan mengenai risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang dibutuhkan atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas. 2100 Lingkup Penugasan Fungsi audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh. 2110 Pengelolaan Risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2120 Pengendalian Fungsi audit internal harus membantu organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara berkesinambungan. 2120.1 - Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi organisasi. Hal ini harus mencakup: a. Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi. b. Keandalan dan integritas informasi. c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Pengamanan aset organisasi. 2120.2 Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi. 2120.3 Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauhmana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 2120.4 Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.

25

2130 Proses Governance Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut: a. Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi b. Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabilitas c. Secara efektif mengkomunikasikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi. d. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dari, dan mengkomunikasi informasi di antara, pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen. 2130.1 Fungsi auditor internal harus mengevaluasi rancangan, implementasi dan efektivitas dari kegiatan, program dan sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika. 2200 Perencanaan Penugasan Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu dan alokasi sumberdaya. 2200.1 Pertimbangan Perencanaan. Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan a. Sasaran dari kegiatan yang sedang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan kinerjanya. b. Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya, dan operasi yang direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk menekan dampak risiko ke tingkat yang dapat diterima. c. Kecukupan dan efektivitas pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. d. Peluang yang signifikan untuk meningkatkan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern. 2210 Sasaran Penugasan Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan. 2220 Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai maka Fungsi Audit Internal harus mempunyai ruang lingkup penugasan yang memadai. 2230 Alokasi Sumberdaya Penugasan Auditor internal harus menentukan sumberdaya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluasi atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumberdaya. 2240 Program Kerja Penugasan Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan.

26

2240.1 - Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan. 2300 Pelaksanaan Penugasan Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan. 2310 Mengidentifikasi Informasi Auditor Internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan. 2320 Analisis dan Evaluasi Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat. 2330 Dokumentasi Informasi Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan. 2340 Supervisi Penugasan Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf. 2400 Komunikasi Hasil Penugasan Auditor internal harus mengkomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu. 2410 Kriteria Komunikasi Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindakannya. 2410.1 - Komunikasi akhir hasil penugasan, bila memungkinkan memuat opini keseluruhan dan kesimpulan auditor internal. 2410.2 Auditor internal dianjurkan untuk memberi apresiasi, dalam komunikasi hasil penugasan, terhadap kinerja yang memuaskan dari kegiatan yang direviu. 2410.3 Bilamana hasil penugasan disampaikan kepada pihak di luar organisasi, maka pihak yang berwenang harus menetapkan pembatasan dalam distribusi dan penggunaannya. 2420 Kualitas Komunikasi Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, obyektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap, dan tepat waktu 2420.1 Kesalahan dan Kealpaan Jika komunikasi final mengandung kesalahan dan kealpaan, penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan informasi yang telah dikoreksi kepada semua pihak yang telah menerima komunikasi sebelumnya.

27

2430 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan terhadap Standar Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan: a. Standar yang tidak dipatuhi b. Alasan ketidakpatuhan c. Dampak dari ketidakpatuhan terhadap penugasan 2440 Diseminasi Hasil-hasil Penugasan Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak. 2500 Pemantauan Tindaklanjut Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak-lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen 2510 Penyusunan Prosedur Tindaklanjut Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak-lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak-lanjut. 2600 Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh organisasi, penanggungjawab fungsi audit internal harus mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggungjawab fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi untuk mendapatkan resolusi. (Sumber: SPAI, 2004: 15-26)

2.1.2 Sistem Pengendalian Internal 2.1.2.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pentingnya sistem pengendalian internal bagi manajemen dan auditor independen telah diakui secara internasional selama lebih dari enam puluh tahun. Sistem pengendalian internal didefenisikan pertama kali oleh AICPA (dalam Bambang Hartadi, 1997: 3) sebagai berikut ini: Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, semua metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk

28

melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan effisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan. Sedangkan S.P. Hariningsih (2006: 129) mengemukakan pengertian sistem pengendalian internal sebagai berikut: Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuranukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Nugroho Wijayanto (2001: 18) mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai berikut: Pengendalian intern (internal control) adalah suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam perusahaan dengan tujuan untuk: mengamankan aktiva perusahaaan, mengecek kecermatan dan ketelitian data akuntansi, meningkatkan efisiensi, dan mendorong agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh segenap jajaran organisasi. Sedangkan laporan COSO (dalam Bodnar dan Hopwood, 2010: 133) mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai berikut: Internal control is a process-affected by an entitys board of directors, management, and other personnel-designed to provide reasonable assurance regarding the achievment of objectives in the following categories: (1) reliability of financial reporting, (2) effectiveness and efficiency of operations, and (3) compliance with applicable laws and regulations. Berdasarkan pengertian di atas dan pengertian lain yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal adalah proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk menyediakan secara layak suatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh secara objektif dalam penerapannya tentang laporan

29

keuangan yang dapat dipercaya, tercapainya

efisiensi dan efektivitas operasi

perusahaan, serta diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh semua pihak.

2.1.2.2 Fungsi dan Tujuan Sistem Pengendalian Internal Tujuan sistem pengendalian internal menurut COSO adalah: 1. Menghasilkan laporan keuangan yang dapat diandalkan. 2. Tercapainya efektivitas dan efisiensi operasi perusahaan. 3. Ketaatan dan kebijakan terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan Romney dan Steinbart (2009: 222) mengemukakan tujuantujuan sistem pengendalian internal tersebut secara lebih jelas, yaitu sebagai berikut: 1. Menjaga aset (safeguarding asset), termasuk mencegah atau mendeteksi dalam basis waktu, akuisisi yang tidak diotorisasi, terpakai atau disposisi dari aset perusahaan. 2. Menjaga catatan-catatan yang cukup terperinci secara akurat dan secara wajar menggambarkan aset perusahaan. 3. Memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya (reliable). 4. Memberikan keyakinan yang memadai dari laporan keuangan yang disajikan berdasarkan standar keuangan yang berlaku (PSAK). 5. Memajukan dan meningkatkan efisiensi operasi. 6. Mendorong ketaatan dalam menentukan kebijakan manajerial. 7. Patuh pada hukum, aturan dan, perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, menurut Romney dan Steinbart (2009: 222), sistem pengendalian internal memiliki tiga fungsi penting, yaitu: 1. Preventive Control (Pengendalian untuk Pencegahan). Merupakan

pengendalian yang mencegah timbulnya masalah-masalah sebelum mereka muncul.

30

2. Detective Control (Pengendalian untuk Pemeriksaan). Fungsi ini diperlukan untuk mengungkapkan masalah begitu masalah tersebut muncul. 3. Corrective Control (Pengendalian Korektif). Fungsi ini memecahkan masalah yang ditemukan oleh fungsi detective control.

2.1.2.3 Komponen Sistem Pengendalian Internal Komponen sistem pengendalian internal menurut COSO (dalam Elder et.al., 2010: 294) terdiri dari lima komponen, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Control environment Risk assessment Control activities Information and communication Monitoring

Adapun penjelasan mengenai komponen-komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian) Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas tersebut. Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai payung bagi empat komponen lainnya. Artinya, tanpa lingkungan pengendalian yang efektif, keempat komponen lainnya mungkin tidak akan menghasilkan pengendalian yang efektif. Perusahaan wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif

31

untuk penerapan sistem pengendalian internal dalam lingkungan kerjanya melalui: a. Penegakan integritas dan nilai etika b. Komitmen terhadap kompetensi c. Kepemimpinan yang kondusif d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia g. Perwujudan peran audit intern yang efektif h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi lain yang terkait 2. Risk Assessment (Penilaian Risiko) Penilaian risiko atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PSAK. Selain itu, penilaian risiko merupakan tindakan manajemen untuk mengevaluasi signifikansi dan kemungkinan terjadinya risiko itu, serta memutuskan tindakan apa yang diperlukan untuk menangani risiko tersebut. Jadi, penilaian risiko meliputi identifikasi risiko dan analisis risiko. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan perusahaan dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komperhensif, menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal, dan menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.

32

3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi resiko dalam mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis, yaitu: a. Reviu atas kinerja perusahaan b. Pembinaan sumber daya manusia c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi d. Pengendalian fisik atas aset e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja f. Pemisahan fungsi g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian internal serta transaksi dan kejadian penting 4. Information and Communication (Informasi dan Komunikasi) Sistem informasi akuntansi diciptakan untuk mengidentifikasi, merakit, menggolongkan, menganalisis, mencatat, dan melaporkan transaksi suatu entitas, serta menyelenggarakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang

33

entitas tersebut. Transaksi terdiri dari pertukaran aktiva dan jasa antara entitas dengan pihak luar, transfer atau penggunaaan aktiva dan jasa dalam entitas. Pimpinan perusahaan wajib mengidentifikasi, mencatat, dan

mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan tanggung jawab. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan perusahaan harus menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi antara lain berupa buku pedoman, kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan, termasuk pula tindakan pimpinan yang mendukung implementasi sistem pengendalian internal. Selain itu, pimpinan harus mengelola, mengembangkan, dan memperbaiki sistem informasi secara terus menerus. Dalam rangka mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi, pimpinan perlu mempertimbangkan manajemen sistem informasi, mekanisme identifikasi kebutuhan informasi, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, pemantauan mutu informasi, dan kecukupan sumber daya manusia dan keuangan untuk pengembangan teknologi informasi. 5. Monitoring (Pemantauan) Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja sistem pengendalian internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian tersebut telah beroperasi seperti yang diharapkan. Pemantauan dilaksanakan oleh personel yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada

34

waktu yang tepat, untuk menentukan apakah sistem pengendalian internal beroperasi sebagaimana diharapkan, dan untuk menentukan apakah sistem pengendalian internal tersebut telah memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan. Pemantauan sistem pengendalian internal dilaksanakan memalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas sistem pengendalian internal. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.

2.1.2.4 Keterbatasan Sistem Pengendalian Internal Manajemen bertanggung jawab untuk menyusun, melaksanakan, dan mengawasi berjalannya sistem pengendalian internal. Sistem apapun pada dasarnya baik akan tetapi menjadi rusak apabila tidak diterapkan secara efektif dan efisien. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam bukunya Standar Profesi Akuntan Publik keterbatasan sistem pengendalian internal dijelaskan sebagai berikut : Terdapat keterbatasan bawaan yang harus disadari bila praktisi mempertimbangkan efektivitas stuktur pengendalian intern apapun. Dalam

35

penerapan banyak kebijakan dan prosedur pengendalian terdapat kemungkinan kekeliruan potensi yang timbul dari sebab-sebab seperti instruksi yang salah dimengerti, salah dalam pertimbangan, serta kecerobohan, kebingungan dan kelelahan pribadi. Disamping itu, kebijaksanaan dan prosedur yang efektivitasnya tergantung atas pemisahan tugas dapat disimpangi oleh persekongkolan (collusion). Begitu pula ketidakberesan yang dilakukan manajemen tidak dapat dicegah atau dideteksi dengan kebijakan atau prosedur penegendalian yang digunakan untuk mencegah karyawan dari perbuatan yang menyimpang atau karena manajemen dapat mengesampingkan pengendalian tersebut. (2001: 5000, 10)

Keterbatasan-keterbatasan tersebut dijelaskan kembali oleh Azhar Susanto (2007: 117-118), yaitu: 1. Kesalahan (Error), kesalahan muncul ketika karyawan melakukan peertimbangan yang salah atau perhatiannya selama bekerja terpecah. 2. Kolusi (Collusion), kolusi terjadi ketika dua atau lebih karyawan berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupsi) di tempat mereka bekerja. 3. Penyimpangan manajemen, manajemen suatu organisasi memiliki banyak otorisasi dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah dan tidak efektif pada tingkat atas. 4. Manfaat dan biaya, konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa biaya pengendalian intern tidak melebihi manfaat yang dihasilkan.

2.1.3 Laporan Keuangan 2.1.3.1 Pengertian Laporan Keuangan Persaingan dunia bisnis yang semakin sengit menuntut pengelolaan perusahaan yang lebih baik agar tetap bertahan. Salah satu cara yang paling penting adalah dengan mengelola keuangan perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan. Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. (Harahap, 2008: 105).

36

Menurut Munawir (2004: 2), Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan. Laporan keuangan menunjukkan posisi sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan selama satu periode. Selain itu, laporan keuangan juga menunjukkan kinerja keuangan perusahaan. (Darsono dan Ashari, 2005: 2). Kieso et.al. (2011: 5) menyebutkan bahwa Financial statements are the principal means through which a company communicates its financial informastion to those outside it. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Sedangkan definisi laporan keuangan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 9 (IAI, 2009: 01.5) adalah sebagai berikut: Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian laporan keuangan adalah laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi berupa penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas untuk dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

2.1.3.2 Tujuan dan Fungsi Laporan Keuangan Laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen memiliki tujuan, yaitu untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas

37

perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada manajemen (Rahayu dan Suharyati, 2010: 94) Menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 9 (IAI, 2009: 01.5), Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Sedangkan menurut Kieso, et.al. (2010: 6), tujuan laporan keuangan antara lain: 1. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis. 2. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya yang membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian proses penerimaan kas dari dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Menaksir aliran kas masuk (future cash flow) pada perusahaan. 3. Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya tersebut dan perubahannya. Selain itu, laporan keuangan juga dapat menurunkan information asymmetry yaitu kondisi keuangan dimana informasi yang dimiliki oleh satu pihak lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya. Artinya, laporan keuangan berfungsi untuk mengurangi kesenjangan informasi antara direksi atau manajemen perusahaan dengan pemilik atau kreditor yang berada di luar perusahaan. (Darsono dan Ashari, 2005: 7)

38

2.1.3.3 Pengguna Laporan Keuangan Selain sebagai alat pertanggungjawaban, informasi keuangan diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan ekonomi adalah keputusan yang dilakukan secara sadar untuk menetapkan sesuatu atas dasar data dalam bidang bisnis. Pengguna laporan keuangan dan kebutuhan informasi keuangannya dapat dikelompokkan sebagai berikut (Darsono dan Ashari, 2005: 11-12): 1.5.1 Investor atau Pemilik. Pemilik perusahaan menanggung risiko atas harta yang ditempatkan pada perusahaan. pemilik membutuhkan informasi untuk menilai apakah perusahaan memiliki kemampuan membayar dividen. Di samping itu untuk menilai apakah investasinya akan tetap dipertahankan atau dijual. Bagi calon pemilik, laporan keuangan dapat memberikan informasi mengenai kemungkinan penempatan investasi dalam perusahaan. 1.5.2 Pemberi Pinjaman (kreditor) Pemberi pinjaman membutuhkan informasi keuangan guna memtuskan memberi pinjaman dan kemampuan membayar angsuran pokok dan bunga pada saat jatuh tempo. Jadi, kepentingan kreditor terhadap perusahaan adalah apakah perusahaan mampu membayar hutangnya kembali atau tidak. 1.5.3 Pemasok atau kreditor usahan lainnya. Pemasok memerlukan informasi keuangan untuk menentukan besarnya penjualan kredit yang diberikan kepada perusahaan pembeli dan kemampuan membayar pada saat jatuh tempo. 1.5.4 Pelanggan Dalam beberapa situasi, pelanggan sering membuat kontrak jangka panjang dengan perusahaan, sehingga perlu informasi mengenai kesehatan keuangan perusahaan yang akan melakukan kerja sama. 1.5.5 Karyawan Karyawan dan serikat buruh memerlukan informasi keuangan guna menilai kemampuan perusahaan untuk mendatangkan laba dan stabilitas usahanya. Dalam hal ini, karyawan membutuhkan informasi untuk menilai kelangsungan hidup perusahaan sebagai tempat menggantungkan hidupnya. 1.5.6 Pemerintah Informasi keuangan bagi pemerintah digunakan untuk menentukan kebijakan dalam bidang ekonomi, misalnya alokasi sumber daya, UMR, pajak, pungutan, serta bantuan.

39

1.5.7 Masyarakat Laporan keuangan dapat digunakan sebagai bahan ajar, analisis, serta informasi trend dan kemakmuran.

2.1.3.4 Unsur-unsur Laporan Keuangan Unsur laporan keuangan dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan karakteristik ekonominya. Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dan ekuitas. Sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Definisi dari masing-masing unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran posisi keuangan menurut SAK tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 49 (IAI, 2009: 9) adalah sebagai berikut: a. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. b. Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. c. Ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Sedangkan definisi penghasilan dan beban menurut SAK tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 70 (IAI, 2009: 13) adalah sebagai berikut: a. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. b. Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau

40

terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

2.1.3.5 Komponen Laporan Keuangan Kieso, et.al. (2011: 21) menyebutkan bahwa: Companies prepare four financial statements from the summarized accounting data: (a)An income statement presents the revenues and expenses and resulting net income or net loss of a company for a specific period of time. (b)A retained earnings statement summarizes the changes in retained earnings for a specific period time. (c) A statement of financial position (sometimes referred to as a balance sheet) reports the assets, liabilities, and equity of a company at a specific date. (d)A statement of cash flows summarizes information concerning the cash inflows (receipt) and outflows (payments) for a specific period of time. Perusahaan menyiapkan empat laporan keuangan dari ringkasan data akuntansi berupa: 1. Laporan laba rugi yang memuat semua pendapatan dan beban yang menghasilkan laba atau rugi perusahaan untuk periode waktu tertentu. 2. Laporan laba ditahan berupa ringkasan perubahan laba ditahan untuk periode waktu tertentu. 3. Laporan posisi keuangan (biasanya lebih dikenal dengan istilah neraca) melaporkan jumlah aset, kewajiban, dan modal perusahaan pada tanggal tertentu. 4. Laporan arus kas meringkas informasi meliputi kas masuk (pendapatan) dan kas keluar (pembayaran) untuk periode waktu tertentu.

41

Sedangkan menurut PSAK No. 01 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 10 (IAI, 2009: 01.6), laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut: a. b. c. d. e. Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; Laporan laba rugi komprehensif selama periode; Laporan perubahan ekuitas selama periode; Laporan arus kas selama periode; Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan f. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

2.1.4 Kualitas Laporan Keuangan Agar informasi dalam laporan keuangan bermanfaat bagi pengguna, maka sebuah laporan keuangan harus memiliki beberapa karakteristik kualitatif. Menurut SAK No.1 Tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 24 (IAI, 2009: 5) terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan. Adapun keempat karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang

42

seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pemakai tertentu. 2) Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan (predictive), menegaskan (comfirmative), atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu (feedback). Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Informasi yang relevan juga berarti informasi tersebut disajikan secara tepat waktu. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi relevansinya. 3) Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Karena informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang yang dihasilkan akan kehilangan

43

dianggap kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Selain itu, informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu (netral). Pertimbangan sehat dan juga kelengkapan sangat diperlukan dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat diandalkan. 4) Dapat dibandingkan Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan (konsistensi). Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif (komparabilitas). Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat dibandingkan ini adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Sehubungan dengan ini, maka perusahaan perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan keuangan.

2.1.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sedikitnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan.

44

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sistem Informasi Akuntansi Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi Agustina Rajagukguk (2010) yang berjudul Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan, sistem informasi akuntansi mempunyai hubungan positif yang kuat dengan kualitas laporan keuangan. 2. Sistem Pengendalian Internal Berdasarkan penelitian Dita Novianti Sugandi Argadiredja (2003), Muhammad Iqbal (2009), dan Zainul Rahman Lili (2010), sistem pengendalian internal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. 3. Audit Internal Mely Sri Pertamawati (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal Terhadap Kualitas Laporan Keuangan, Meda Yulianti (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap Keandalan Laporan Keuangan dengan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Sebagai Variabel Intervening, serta Rida Rosmawati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kompetensi dan Peran Auditor Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung memperoleh kesimpulan bahwa audit internal berperan dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan.

45

4. Kompetensi Pengaruh kompetensi terhadap kualitas laporan keungan didasarkan pada penelitian Zainul Rahman Lili (2010) dan Rida Rosmawati (2011) yang menyebutkan bahwa peningkatan kompetensi SDM pemerintah daerah memiliki akan meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dihasilkan.

2.1.5

Peranan Audit Internal dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan Melalui Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal Audit internal yang memadai, diharapkan dapat mencegah terjadinya

penilaian buruk dari auditor atas laporan keuangan yang disajikan perusahaan, karena sebelumnya auditor internal dapat memastikan isi dari laporan keuangan yang telah disajikan oleh manajemen telah sesuai dan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai. Peranan audit internal dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan tercermin dalam berbagai pernyataan sebagai berikut: Definisi audit internal menurut Sawyer (2005: 10) adalah sebagai berikut: Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif. Sedangkan Dan M. Guy (2007: 15) menyatakan pengertian auditor internal sebagai berikut:

46

Auditor internal adalah karyawan tetap yang dipekerjakan oleh suatu entitas untuk melaksanakan audit dalam organisasi tersebut. Sebagai akibatnya mereka sangat berkepentingan dengan penentuan apakah kebijakan dan prosedur telah diikuti atau tidak, serta berkepentingan dengan pengamanan aktiva organisasi. Mereka mungkin juga terlibat dalam penelaahan (review) efektivitas dan efisiensi prosedur operasi serta dalam penentuan kehandalan informasi yang dihasilkan organisasi tersebut. Kemudian Chambers (dalam Rida Rosmawati, 2011: 38) mengemukakan tiga fungsi utama auditor internal sebagai berikut: 1. 2. 3. He act an arm of management He rounds out and perfect the system of internal control He directly participates in the verification of financial statement.

2.1.6

Kajian Studi Empiris Penelitian terdahulu mengenai pengaruh audit internal terhadap efektivitas

pelaksanaan struktur pengendalian intern dilakukan oleh Rulyanti Susi Wardhani (2003) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMD) di Propinsi Sumatera Selatan. Alat analisis yang digunakan adalah model persamaan regresi linear berganda (multiple linear regression) untuk setiap aspek efektivitas pelaksanaan struktur pengendalian intern. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel audit internal secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap efektivitas pelaksanaan struktur pengendalian intern sebesar 76,10%, sedangkan 23,90% merupakan pengaruh dari variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian. Kemudian, Zainul Rachman Lili (2009) memperoleh kesimpulan atas penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kemampuan Aparatur dan Pengendalian Intern Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemda bahwa pengendalian intern secara langsung berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se-wilayah Priangan sebesar 24,69%.

47

Penelitian lainnya yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah penelitian Meda Yulianti (2010) yang meneliti tentang pengaruh peranan audit internal terhadap keandalan laporan keuangan dengan pelaksanaan sistem pengendalian intern sebagai variabel intervening. Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Provinsi Banten serta enam Kabupaten /Kota Se-Provinsi Banten. Alat analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan audit internal secara langsung mempengaruhi keandalan laporan keuangan sebesar 20,4%, sedangkan besarnya pengaruh peranan audit internal terhadap keandalan laporan keuangan melalui pelaksanaan pengendalian intern adalah 67,7%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Rida Rosmawati (2011) yang berjudul Pengaruh Kompetensi dan Peran Auditor Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung diperoleh bahwa peran auditor internal secara parsial dan simultan berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan, yang menunjukkan bahwa dengan meningkatkan peran auditor internal, pemerintah akan meningkatkan kualitas laporan keuangan yang dihasilkannya. Dari penelitian-penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa audit internal berpengaruh terhadap pelaksanaan sistem pengendalian internal dan kualitas laporan keuangan. Sedangkan pelaksanaan sistem pengendalian internal menunjukkan adanya hubungan yang positif dan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.

48

Untuk lebih jelasnya, perbandingan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Akan Dilakukan
No 1. Penulis Rulyanti Susi Wardhani (2003) Judul Penelitian Pengaruh Audit Internal Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Struktur Pengendalian Intern pada Badan Usaha Milik Negara (BUMD) di Propinsi Sumatera Selatan. Pengaruh Kemampuan Aparatur dan Pengendalian Intern Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemda Persamaan Meneliti audit internal dan sistem pengendalian internal Perbedaan Tidak meneliti kualitas laporan keuangan Temuan Variabel audit internal secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap efektivitas pelaksanaan struktur pengendalian intern sebesar 76,10% Pengendalian intern secara langsung berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota se-wilayah Priangan sebesar 24,69% Audit internal berpengaruh positif terhadap pengendalian operasional sebesar 68,8% peranan audit internal secara langsung mempengaruhi keandalan laporan keuangan sebesar 20,4%, sedangkan besarnya pengaruh peranan audit internal terhadap keandalan laporan keuangan melalui pelaksanaan pengendalian intern adalah 67,7%. Peran auditor internal secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung

2.

Zainul Rachman Lili (2009)

Meneliti sistem pengendalia n internal dan kualitas laporan keuangan Meneliti audit internal dan sistem pengendalian internal Meneliti audit internal dan sistem pengendalian internal

Tidak meneliti audit internal

3.

Rifan Harfiandi Permana (2010)

Peranan Audit Internal Dalam Menunjang Pengendalian Biaya Operasional

Tidak meneliti kualitas laporan keuangan

4..

Meda Yulianti (2010)

Pengaruh Peranan Audit Internal Terhadap Keandalan Laporan Keuangan dengan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Sebagai Variabel Intervening.

Tidak meneliti seluruh karakteristik kualitas laporan keuangan

5.

Rida Rosmawati (2011)

Pengaruh Kompetensi dan Peran Auditor Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung

Meneliti audit internal dan kualitas laporan keuangan

Tidak meneliti sistem pengendalian internal

49

2.2

Kerangka Teoritis Dalam pergerakan dunia bisnis yang semakin dinamis, perusahaan dituntut

untuk bereaksi cepat terhadap perubahan kondisi dan pasar. Salah satu cara tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mempekerjakan karyawan yang kreatif dan inovatif dan memberikan kekuatan dan keleluasaan kepada mereka untuk memenuhi berbagai tuntutan pelanggan yang selalu berubah-ubah, mengejar peluang-peluang baru, serta melaksanakan proses-proses perbaikan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu sumber daya manusia yang dibutuhkan perusahaan adalah fungsi audit internal. Fungsi audit internal adalah sebuah departemen, bagian, divisi, satuan, tim konsultan atau pihak lain yang memberikan jasa assurance dan jasa konsultasi secara objektif dan independen, yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. (Standar Profesi Audit Internal, 2004: 27). Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance. (Institute of Internal Auditors (IIA) dalam Elder et.al., 2010: 818). Keberadaan audit internal pada BUMN diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang dinyatakan pada Bab VI Pasal 67 Ayat (1) dan (2), sebagai berikut: 1. Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan. 2. Satuan pengawasan intern sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh kepala yang bertanggung jawab langsung kepada direktur utama.

50

Satuan Pengawasan Intern (SPI) atau audit internal merupakan bagian dari organisasi yang integral dan menjalankan fungsinya berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak atau dewan direksi, dapat dipandang juga sebagai kontrak, yang memberi wewenang kepada audit internal untuk memulai pekerjaan auditing dalam perusahaan. Peranan fungsi audit internal secara formal didefinisikan dalam internal audit charter tertulis yang menunjukkan tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit internal. Audit Charter harus diupdate secara berkala dan didistribusikan ke semua manajemen. Audit charter yang disusun oleh perusahaan harus sesuai dengan Kode Etik dan Standar Profesi Audit internal (SPAI). SPAI terdiri dari Standar Atribut, Standar Kinerja, dan Standar Implementasi. Standar Atribut memuat tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal; independensi dan objektivitas; keahlian dan kecermatan profesional; serta program Quality Assurance fungsi audit internal. Sedangkan Standar Kinerja SPAI memuat tentang pengelolaan fungsi audit internal; lingkup penugasan; perencanaan penugasan; pelaksanaan penugasan; komunikasi hasil penugasan; pemantauan tindak lanjut; dan resolusi penerimaan risiko oleh manajemen. (SPAI, 2004: 13-26) Salah satu dari tiga fungsi utama audit internal menurut Chambers (dalam Rida Rosmawati, 2011: 38) adalah untuk mengawasi dan menyempurnakan sistem pengendalian internal. Sistem pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan yang meresap dan terintegrasi dengan infrastruktur suatu entitas yang dilaksanakan oleh semua orang pada berbagai tingkatan organisasi,

51

termasuk dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya untuk memberikan kepastian yang layak dalam pencapaian tujuan perusahaan. AICPA (dalam Bambang Hartadi, 1997: 3) mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai berikut: Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, semua metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan effisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan. Sedangkan laporan COSO (dalam Bodnar dan Hopwood, 2010: 133) menyebutkan bahwa: Internal control is a process-affected by an entitys board of directors, management, and other personnel-designed to provide reasonable assurance regarding the achievment of objectives in the following categories: (1) reliability of financial reporting, (2) effectiveness and efficiency of operations, and (3) compliance with applicable laws and regulations. Pengendalian internal merupakan suatu proses, yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan personal lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan yang dikategorikan sebagai berikut: 1. Keandalan pelaporan keuangan. 2. Keefektifan dan efisiensi operasi. 3. Ketaatan dan kebijakan terhadap prosedur yang telah ditetapkan. Tujuan utama perusahaan adalah memperoleh laba setinggi-tingginya. Oleh karena itu, operasi bisnis perusahaan dijalankan seefktif dan seefisien mungkin agar dapat meminimalisir kerugian. Dalam hal ini, sistem pengendalian internal harus dapat membantu dalam memajukan dan meningkatkan efisiensi

52

operasi agar tujuan perusahaan tercapai. Sistem pengendalian internal juga harus dapat mendukung manajemen dalam menjaga aset (safeguarding asset), termasuk mencegah atau mendeteksi dalam basis waktu, akuisisi yang tidak diotorisasi, terpakai atau disposisi dari aset perusahaan karena aset merupakan harta berharga bagi perusahaan manufaktur. Jika ada masalah yang menyangkut pengeolaan aset, secara otomatis akan berdampak kepada proses bisnis perusahaan. Perusahaan tidak bisa melaksanakan proses produksi dan melakukan penjualan sebagaimana mestinya. Selain itu, catatan-catatan yang terperinci secara akurat dan secara wajar yang menggambarkan aset perusahaan dapat terpelihara dengan baik untuk mendukung penjagaan/pengelolaan aset perusahaan. Setiap perusahaan pasti memiliki kebijakan, peraturan, dan hukum tersendiri. Oleh karena itu, sistem pengendalian internal harus dapat memastikan bahwa ketaatan dalam menentukan kebijakan manajerial telah terpenuhi, serta memastikan seluruh elemen organisasi patuh pada hukum, aturan, dan perundangundangan yang berlaku umum. Informasi yang relevan dan dapat dipercaya diperlukan untuk menciptakan pasar yang efisien. Oleh karena itu, sistem pengendalian internal bertujuan untuk memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya (reliable) serta memberikan keyakinan yang memadai dari laporan keuangan yang disajikan berdasarkan standar keuangan yang berlaku. Sehingga informasi yang disajikan perusahaan dalam pelaporan keuangan dapat diandalkan oleh penggunanya dalam mengambil berbagai keputusan bisnis.

53

Pelaporan keuangan Amerika Serikat sangat dipercaya karena memiliki pasar modal yang paling likuid, aman, dan efisien dibanding negara manapun sepanjang sejarahnya. Salah satu penyebab keberhasilan ini adalah karena laporan keuangan dan pengungkapan yang berhubungan mampu melaporkan serta mengorganisir informasi keuangan dalam bentuk yang bermanfaat dan andal. Karena laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan. (Kieso, 2011: 5). Selain itu, laporan keuangan merupakan suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. (IAI, 2009: 01.5). Oleh sebab itu, pihak luar perusahaan atau para investor, pemerintah, maupun stakeholder lainnya dapat melihat kinerja dan posisi keuangan suatu perusahaan cukup melalui laporan keuangannya. Tujuan laporan keuangan antara lain adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor, dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis, dan juga membantu menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian proses penerimaan kas dari dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan atau jatuh tempo sekuritas, dan pinjaman. Laporan keuangan juga bertujuan untuk menaksir aliran kas masuk (future cash flow) pada perusahaan, serta memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim atas sumber daya tersebut dan perubahannya. (Kieso, et.al, 2010: 6). Menurut Kieso, et.al. (2011: 21), laporan keuangan yang disiapkan perusahaan memuat laporan laba rugi yang memuat semua pendapatan dan beban

54

yang menghasilkan laba atau rugi perusahaan untuk periode waktu tertentu, laporan laba ditahan berupa ringkasan perubahan laba ditahan untuk periode waktu tertentu, laporan posisi keuangan (biasanya lebih dikenal dengan istilah neraca) melaporkan jumlah aset, kewajiban, dan modal perusahaan pada tanggal tertentu, serta laporan arus kas meringkas informasi meliputi kas masuk (pendapatan) dan kas keluar (pembayaran) untuk periode waktu tertentu. Sedangkan menurut PSAK No. 01 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 10 (IAI, 2009: 01.6), laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut: a. b. c. d. e. Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; Laporan laba rugi komprehensif selama periode; Laporan perubahan ekuitas selama periode; Laporan arus kas selama periode; Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan f. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.

Agar informasi dalam laporan keuangan bermanfaat bagi pengguna, maka sebuah laporan keuangan harus memiliki beberapa karakteristik kualitatif. Menurut SAK No.1 Tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 24 (IAI, 2009: 5) terdapat empat karakteristik kualitatif pokok, yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan. Adapun keempat karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

55

1) Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pemakai tertentu. 2) Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka memprediksi tentang hasil akhir dari peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan (predictive), menegaskan (comfirmative), atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu (feedback). Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Informasi yang relevan juga berarti informasi tersebut disajikan secara tepat waktu. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. 3) Keandalan Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan

56

material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Karena informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Selain itu, informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu (netral). Pertimbangan sehat dan juga kelengkapan sangat diperlukan dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat diandalkan. 4) Dapat dibandingkan Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan (konsistensi). Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif (komparabilitas). Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat dibandingkan ini adalah bahwa pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh

57

perubahan tersebut. Sehubungan dengan ini, maka perusahaan perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan keuangan. Untuk menghasilkan sebuah laporan keuangan yang berkualitas tersebut diperlukan suatu sistem pengendalian internal yang efektif. Efektivitas sistem pengendalian internal tersebut dapat dinilai melalui kelima komponennya yang saling berintegrasi satu sama lain. Kelima komponen tersebut adalah (COSO dalam Elder et.al., 2010: 294): 1. 2. 3. 4. 5. Control environment Risk assessment Control activities Information and communication Monitoring

Adapun penjelasan mengenai komponen-komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian) Lingkungan pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas tersebut. Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai payung bagi empat komponen lainnya. Artinya, tanpa lingkungan pengendalian yang efektif, keempat komponen lainnya mungkin tidak akan menghasilkan pengendalian yang efektif. Perusahaan wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian internal dalam lingkungan kerjanya melalui:

58

a. Penegakan integritas dan nilai etika b. Komitmen terhadap kompetensi c. Kepemimpinan yang kondusif d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia g. Perwujudan peran audit intern yang efektif h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi lain yang terkait 2. Risk Assessment (Penilaian Risiko) Penilaian risiko atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PSAK. Selain itu, penilaian risiko merupakan tindakan manajemen untuk mengevaluasi signifikansi dan kemungkinan terjadinya risiko itu, serta memutuskan tindakan apa yang diperlukan untuk menangani risiko tersebut. Jadi, penilaian risiko meliputi identifikasi risiko dan analisis risiko. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan perusahaan dan tujuan pada tingkatan kegiatan secara komperhensif, menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal, dan menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko. Analisis risiko dilaksanakan untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi

59

terhadap penyajian laporan keuangan. Dalam menentukan tingkat risiko yang dapat diterima, pimpinan harus menerapkan prinsip kehati-hatian. 3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosuder ini memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalam mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis, yaitu: a. Reviu atas kinerja perusahaan b. Pembinaan sumber daya manusia c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi d. Pengendalian fisik atas aset e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja f. Pemisahan fungsi g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian internal serta transaksi dan kejadian penting

60

4. Information and Communication (Informasi dan Komunikasi) Pimpinan perusahaan wajib mengidentifikasi, mencatat, dan

mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan tanggung jawab. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan perusahaan harus menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi antara lain berupa buku pedoman, kebijakan dan prosedur, surat edaran, memorandum, papan pengumuman, situs internet dan intranet, rekaman video, e-mail, dan arahan lisan, termasuk pula tindakan pimpinan yang mendukung implementasi sistem pengendalian internal. Selain itu, pimpinan harus mengelola, mengembangkan, dan memperbaiki sistem informasi secara terus menerus. Dalam rangka mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi, pimpinan perlu mempertimbangkan manajemen sistem informasi, mekanisme identifikasi kebutuhan informasi, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi, pemantauan mutu informasi, dan kecukupan sumber daya manusia dan keuangan untuk pengembangan teknologi informasi. 5. Monitoring (Pemantauan) Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja struktur sistem pengendalian internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian tersebut telah beroperasi seperti yang diharapkan. Pemantauan dilaksanakan oleh personel yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat, untuk menentukan apakah sistem

61

pengendalian internal beroperasi sebagaimana diharapkan, dan untuk menentukan apakah sistem pengendalian internal tersebut telah memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan. Pemantauan sistem pengendalian internal dilaksanakan memalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas sistem pengendalian internal. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan. Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa tanggung jawab penting dari fungsi audit internal atau SPI adalah untuk memantau, mereviu, atau melakukan pengawasan atas kinerja sistem pengendalian internal perusahaan, yang nantinya akan dapat sangat membantu pekerjaan auditor ekstern (auditor) dalam memahami sistem pengendalian internal perusahaan yang diauditnya pada saat melakukan audit secara keseluruhan dalam perusahaan. Auditor juga dapat meminta bantuan langsung dari auditor intern dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakannya, seperti yang tercermin dalam pasal 9 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa: Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan

62

intern pemerintah. Untuk perusahaan BUMN, BPK merupakan auditor eksternal yaitu auditor independen dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuknya, dan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) merupakan fungsi auditor internal yang ada di perusahaan. Selain itu, dalam pemaparan Deputi Kepala BPKP Bidang Akuntan Negara mengenai Peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam Pemberdayaan Kapasitas Pemerintahan, disebutkan bahwa ...peran kunci dari Auditor Internal Pemerintah untuk dapat memberikan keyakinan kepada eksekutif dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan pemerintah serta auditor eksternal dalam memberikan opini terhadap laporan keuangan pemerintah. (Konvensi Nasional Akuntansi, 2009). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipengaruhi oleh peran audit internalnya. Dengan audit internal yang memadai, diharapkan dapat mencegah terjadinya penilaian buruk dari auditor atas laporan keuangan yang disajikan perusahaan, karena sebelumnya auditor internal dapat memastikan isi dari laporan keuangan yang telah disajikan oleh manajemen telah sesuai dan berdasarkan sistem pengendalian internal yang memadai. Pemaparan kerangka pemikiran tersebut dapat dituangkan ke dalam bagan kerangka pemikiran dan paradigma penelitian berikut ini.

63

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang dinyatakan pada Bab VI Pasal 67 Ayat (1)

Pasal 22 KEP-117/MMBU/2002 Tentang PENERAPAN PRAKTEK GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

Peraturan Bersama Menkeu dan Meneg BUMN No. 23/PMK.01/2007; PER04/MBU/2007 tentang Penyampaian Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara pada Laporan Keuangan Perusahaan Negara pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

Membentuk Fungsi Audit Internal/Satuan Pengawas Intern (SPI) Melaksanakan Sistem Pengendalian Internal

Menyusun dan Menyampaikan Laporan Keuangan

Standar Kinerja Audit Internal: 1. Pengelolaan Fungsi Audit Internal 2. Lingkup Penugasan 3. Perencanaan Penugasan 4. Pelaksanaan Penugsan 5. Komunikasi Hasil Penugasan 6. Pemantauan Tindak Lanjut 7. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen

Komponen Pengendalian Internal: 1. Lingkungan Pengendalian 2. Penilaian Risiko 3. Aktivitas Pengendalian 4. Informasi dan Komunikasi 5. Pemantauan

Karakteristik Kualitatif: 1. Dapat Dipahami 2. Relevan 3. Keandalan 4. Dapat Diperbandingkan

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Peranan Audit Internal (X)

Pelaksanaan Pengendalian Intern (Y) Gambar 2.2 Paradigma Penelitian

Kualitas Laporan Keuangan (Z)

64

2.3

Hipotesis Menurut Sugiyono (2011: 84), Hipotesis diartikan sebagai jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Sedangkan menurut Nasution (dalam Narimawati, 73: 2008), hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya. Menurut tingkat eksplanasi hipotesis yang akan diuji, maka rumusan hipotesis dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu hipotesis deskriptif, hipotesis komparatif, dan hipotesis hubungan atau asosiatif (Sugiyono, 2011: 86). Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran, maka penelitian ini menggunakan hipotesis deskriptif untuk menggambarkan peranan audit internal, pelaksanaan sistem pengendalian internal, dan kualitas laporan keuangan perusahaan, serta hipotesis asosiatif untuk melihat apakah ada peranan audit internal dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan secara langsung maupun melalui pelaksanaan sistem pengendalian internal. Adapun hipotesis penelitian ini yaitu audit internal berperan secara positif dan signifikan dalam meningkat kualitas laporan keuangan melalui pelaksanaan sistem pengendalian internal.

Anda mungkin juga menyukai