Anda di halaman 1dari 22

Kamis, 22 Juli 2010

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN INFORMASI MEDIA AUDIOVISUAL DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA-SISWI SMA NEGERI 5 KOTA BENGKULU TAHUN 2010
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian diri yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi. Pada masa ini, Informasi tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas. Pemberian informasi masalah seksual sangatlah penting karena remaja berada dalam potensi seksual yang aktif. Hal tersebut akan sangat berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila ia tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang tepat (Saeroni, 2008). Indonesia sebagai suatu negara yang menjadi bagian dari globalisasi teknologi informasi tidak terlepas dari berbagai akibat yang ditimbulkan oleh maraknya arus informasi tanpa kontrol ini. Era globalisasi secara positif memberikan muatan ilmu pengetahuan dan kemudahan-kemudahan dalam mencari informasi, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi yang mempertontonkan dan memperdengarkan perilaku seksual melalui majalah, surat kabar, tabloid, buku-buku, televisi, radio, internet, film-film dan video (Ningrum, 2007). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Indonesia Reproductive Right and Health Monitoring and Advocacy (IRRMA) di 5 Propinsi di Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung dan Bengkulu) terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku seksual remaja tahun 2007, dari 1.450 remaja yang menjadi responden, sebanyak 78,95% remaja tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Dari 1.450 responden, sebanyak 22,36% pernah melakukan hubungan seksual sejak usia 16 tahun untuk remaja perempuan dan 17 tahun untuk remaja laki-laki. Dari remaja yang telah aktif melakukan hubungan seksual, sebanyak 19,70% melakukannya dengan pelacur dan 79,30% dengan pacar. Sebagian besar 86,87% dari mereka yang telah melakukan seksual aktif tidak memiliki pengetahuan sedikitpun tentang kesehatan reproduksi, sedangkan selebihnya, pengetahuannya hanya sepotong-sepotong yang mereka peroleh dari teman atau melalui media (Annisa,2007). Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Studi Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menyebutkan sekitar 15% dari 202 responden remaja berumur 15-20 tahun sudah melakukan hubungan seks karena terpengaruh oleh tayangan pornoaksi melalui internet, VCD, TV dan bacaan porno. Riset itu juga mengungkapkan 93,5% remaja sudah menyaksikan VCD porno dengan alasan sekedar ingin tahu 69,6%. (Admin, 2007). Dampak menonton film yang bersifat pornografi di VCD terhadap perilaku remaja adalah terjadinya peniruan yang memprihatinkan. Peristiwa dalam film memotivasi dan merangsang kaum remaja untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya. Perilaku seks pada remaja yang tidak disertai dengan pengetahuan yang cukup dan tingkat emosi yang masih mudah terpengaruh terhadap faktor luar dapat mengakibatkan efek yang sangat fatal, akibat dari hubungan seksual pranikah akan menyebabkan remaja mengalami gangguan kesehatan reproduksi dan infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS, ancaman lain yang dapat ditimbulkan adalah kehamilan remaja dan keputusan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan

serta resiko putus sekolah yang berdampak pada kehidupan dan kesejahteraan di masa depan. Maraknya perilaku seks bebas terutama dikalangan remaja SMA juga terjadi di daerah Propinsi Bengkulu, seperti hasil penelitian salah satu Perguruan Tinggi Islam di Provinsi Bengkulu tahun 2009 berdasarkan angket yang dijawab oleh 82 responden terdapat 2,44% yang mengaku pernah berhubungan seks pranikah, 43,90% sering berdandan yang mendorong hasrat seksual, 65,85% merasa nyaman berbicara tentang seksual dengan teman, 75,61% pernah menonton atau melihat media massa yang mendorong hasrat seksual, 17,07% pernah melakukan masturbasi atau onani, 40,24% pernah berciuman, 45,12% pernah berpelukan, 42,68% pernah membelai atau dibelai lawan jenis, 14,63% pernah meraba atau diraba payudara, 10,98% pernah meraba atau diraba alat kelamin (BKKBN, 2009). Di Argamakmur dan di Manna bahkan di Kota Bengkulu diberitakan bahwa ada pelajar SMA membuat film/video porno yang direkam melalui handphone mereka kemudian tersebar ke seluruh masyarakat termasuk para remaja SMA melalui handphone (Rakyat Bengkulu, 2008). Di Kota Bengkulu tahun 2008, remaja usia 15-19 tahun berjumlah 29.681 orang. Hasil survey Centra Citra Remaja Rafflesia (CCRR) Kota Bengkulu pada tahun 2009 terhadap 105 orang remaja dengan usia 12-18 tahun diketahui 11 orang diantaranya tidak perawan lagi. Keperawanannya hilang oleh pacarnya, rata-rata dengan dalih kasih sayang dan takut ditinggalkan (Bengkulu Ekspress, 2009). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Bengkulu, dari hasil wawancara dengan salah seorang guru di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu, pada tahun 2007 tidak terdapat kasus kehamilan tetapi saat dilakukan razia handphone di sekolah tersebut terdapat kasus penyimpanan film/video porno pada salah satu siswanya. Pada tahun 2009, adanya siswa-siswi yang ketahuan berciuman bibir dan kasus ini juga terjadi di sekolah menengah atas yang sama. SMA Negeri 5 Kota Bengkulu merupakan salah satu sekolah favorit di kota Bengkulu, berada dilokasi yang strategis dan kooperatif. Di SMA ini tersedia fasilitas yang mendukung penelitian yaitu tersedianya fasilitas hotspot. Perekonomian orang tua siswa yang tergolong ekonomi menengah ke atas, dapat memberikan fasilitas yang lebih kepada anak-anak mereka juga menjadikan faktor pendukung siswa untuk mudah mendapatkan apa yang mereka ingin ketahui. Survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang siswa, semuanya pernah menonton dan melihat gambar porno di internet, VCD, handphone dan majalah. Namun, 7 dari 10 orang tersebut tidak begitu mengerti mengenai kesehatan reproduksi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Pengetahuan dan Informasi Media Audio-Visual Dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa-Siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. B.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu meningkatnya remaja Propinsi Bengkulu melakukan perilaku seks bebas (2,44 %) dan hampir sebagian besar remaja (75,61%) pernah menonton atau melihat media massa yang mendorong hasrat seksual seperti pornoaksi dan pornografi yang mudah diakses. Pertanyaan penelitian ini adalah adakah hubungan pengetahuan dan informasi media audio-visual dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. C.Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum Diketahuinya hubungan pengetahuan dan informasi media audio-visual dengan perilaku seksual

remaja siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. 2.Tujuan Khusus a.Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan kesehatan reproduksi siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. b.Diketahuinya distribusi frekuensi informasi media audio-visual pada siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. c.Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. d.Diketahuinya hubungan informasi media audio-visual dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. D.Manfaat Penelitian a.Bagi Akademik Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan Bengkulu Jurusan Kebidanan dalam memberikan bimbingan dan konseling pada remaja. b.Bagi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk menambah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dijadikan bahan-bahan referensi bagi studi penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja SMA. c.Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya khususnya mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual. d.Bagi Peneliti Memperoleh kesempatan dan menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai hubungan pengetahuan dan informasi audio-visual dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkul tahun 2010. E.Keaslian Penelitian Penelitian serupa pernah diteliti oleh: 1.Septi Haryani (2006) dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja siswa SMK Negeri 3 Sawah Lebar Kota Bengkulu tahun 2006. 2.Nitya Harinda Putri (2009), dengan judul Hubungan antara jenis sumber informasi dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pra nikah di SMA N 10 Yogyakarta tahun 2009 dengan kesimpulan ada hubungan antara jenis sumber informasi dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual pra nikah di SMAN 10 Yogyakarta tahun 2009. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat dan waktu penelitian yaitu di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Kesehatan Reproduksi

1.Pengertian WHO (World Health Organization) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang sempurna dan bukan sekedar tidak ada penyakit atau kelemahan (Glasier dan Gebbie, 2006). Ada beberapa konsep tentang kesehatan reproduksi yaitu batasan kesehatan reproduksi menurut International Conference on Population and Development (ICPD) hampir berdekatan dengan batasan sehat dari WHO. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat jasmani, rohani, dan bukan hanya terlepas dari ketidakhadiran penyakit atau kecacatan semata yang berhubungan dengan system, fungsi, proses reproduksi dan mencakup kondisi dimana wanita dan pria dapat melakukan hubungan seksual secara aman, dengan atau tanpa tujuan terjadinya kehamilan dan bila kehamilan diinginkan, wanita dimungkinkan menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan anak yang sehat serta di dalam kondisi siap merawat anak yang dilahirkan (Notoatmodjo, 2007). 2.Ruang Lingkup Masalah Kesehatan Reproduksi Departemen Kesehatan RI bersama Lembaga swasta telah merumuskan tentang empat komponen pelayanan reproduksi penting yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan pemberantasan IMS serta kesehatan reproduksi remaja. Pelayanan bersifat khusus ini dengan sendirinya harus ditangani secara khusus juga yaiu dengan peralatan yang cukup dan tenaga yang terlatih untuk masalah-masalah tersebut (Soetjiningsih, 2004). Adapun tujuan kesehatan reproduksi remaja adalah: a.Menurunkan resiko kehamilan dan pengguguran yang tidak dikehendaki b.Menurunkan penularan IMS/HIV-Aids c.Memberikan informasi kontrasepsi d.Konseling untuk mengambil keputusan sendiri tentang kesehatan reproduksi. B.Konsep Remaja 1.Pengertian Remaja Menurut Undang-undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah da mempunyai tempat tinggal. Menurut Diknas, anak dianggap remaja bila ank sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus Sekolah menengah (Soetjiningsih, 2004). Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang terkait, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Sebagai makhluk yang lambat perkembangannya, masa pematangan fisik ini berjalan lebih kurang dua tahun. Biasanya dihitung mulai haid yang pertama pada wanita atau sejak laki-laki mengalami mimpi basah (mengeluarkan air mani pada waktu tidur) yang pertama. Masa dua tahun ini dinamakan pubertas yang dalam bahasa latin berarti usia kedewasaan (Sarwono, 2007). Dewasa ini istilah adolesen atau remaja telah digunakan secara luas untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan social (Desmita, 2007). Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 tahun hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12 -15 tahun adalah masa remaja awal, 15 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Desmita, 2007). Menurut Kartono (2007) membedakan masa remaja atas empat bagian, yaitu masa pra-remaja atau pra-pubertas (10-12 tahun), masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), masa remaja

pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga remaja akhir inilah yang disebut masa adolesen. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama dan adanya perubahan intelektual yang menonjol (Hurlock, 2004). 2.Ciri-ciri Remaja Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja, sangat perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa remaja ada tiga tahap. Pada masa remaja awal, remaja tampak merasa lebih dekat dengan teman sebaya, merasa ingin bebas, serta tampak lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak). Masa remaja tengah, remaja cenderung ingin mencari identitas diri, mempunyai keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis, serta timbul perasaan cinta yang mendalam. Masa remaja akhir, remaja menampakkan pengungkapan kebebasan diri, dalam mencari teman sebaya lebih selektif dan memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya, dapat mewujudkan perasaan cinta dan memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak (Desmita, 2007). C.Pengetahuan 1.Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pernyataan what, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007). 2.Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu : a.Tahu (know) Yaitu kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk diantaranya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. b.Memahami (comprehention) Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c.Menerapkan (application) Yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). d.Analisis (analysis) Yaitu kemampuan untuk menyebarkan materi suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e.Sintesa (synthesis) Yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f.Evaluasi (evaluation) Yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi pendapat dan menafsirkan sebab-sebab suatu kejadian (Notoatmodjo, 2007).

D.Informasi Media Audio-Visual 1.Pengertian Informasi adalah data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dapat berupa fakta dan memiliki suatu nilai yang bermanfaat. Informasi berfungsi untuk memberikan berita atau pengetahuan (Azmi, 2009). Media adalah kata jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi. Secara umum media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan dan merupakan saluran yang digunakan dalam proses penyampaian informasi (Vharsa, 2009). Alat-alat audio-visual adalah alat-alat yang audible artinya dapat didengar dan alat-alat yang visible artinya dapat dilihat. Jadi dari pengertian dari audio-visual adalah proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan media berupa gambar dan suara, sehingga penerima pesan dapat memperoleh pengalaman secara nyata dari proses komunikasi tersebut (Vharsa, 2009). Dari istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi media audio-visual adalah pesan atau data yang disampaikan melalui alat bantu untuk memberitahukan seseorang dalam bentuk berupa gambar dan suara, sehingga dapat memberikan manfaat untuk meraih tujuan yang ingin dicapai. 2.Jenis Informasi Media Audio-Visual Adapun jenis-jenis sumber informasi media audio visual yang dapat memberikan pendidikan mengenai seks adalah sebagai berikut: a.Televisi Dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan atau informasi termasuk informasi kesehatan. Informasi dengan media televisi dapat berbentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab masalah kesehatan, ceramah dan sebagainya (Safitri, 2006). b.VCD/Film Kebanyakan VCD/Film ini yang ada menggambarkan romantika adegan seks, sadisme, dan sejenisnya yang dapat menjadi kebutuhan tiap orang (Safitri, 2006). c.Internet Informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh (Safitri 2006). d.Handphone Teknologi yang semakin canggih sekarang ini dimana media ini tidak hanya dapat memberikan bantuan dalam komunikasi, penyimpanan video, film, foto dan music, dapat juga memberikan informasi dengan akses yang ada dalam media tersebut. E.Perilaku Seksual Remaja 1.Pengertian Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri baik yang diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung oleh pihak luar (Notoadmojo, 2007). Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini biasa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama (Sarwono, 2007). Perilaku seksual bukan hanya cerminan rangsangan hormon semata, melainkan

menggambarkan pengaruh antara hormon dan pikiran. Pikiran itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan budaya (Kartono, 2007). 2.Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Remaja Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual remaja yang terjadi dibeberapa Negara menurut Notoatmodjo (2007) antara lain: a.Berpegangan tangan b.Berciuman pipi dan bibir c.Berpelukan d.Melakukan onani atau masturbasi e.Meraba payudara dan alat kelamin pasangannya f.Melakukan hubungan seksual Remaja dapat dikatakan berperilaku seksual yang baik apabila hanya melakukan perilaku pergi berduaan, berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman pipi dengan pasangannya. Sedangkan remaja yang dapat dikatakan berperilaku seksual yang kurang apabila remaja melakukan perilaku berciuman bibir, melakukan onani dan masturbasi, meraba payudara dan alat kelamin pasangannya, berhubungan seksual, hamil dan melakukan aborsi (Kartono, 2007). F.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Suatu tingkah laku tidak disebabkan oleh satu motivasi saja melainkan dapat disebabkan dari berbagai motivasi. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja menurut Hurlock(2004) adalah sebagai berikut: 1.Pengetahuan Mengenai Seksual Manusia selama hidupnya mengalami proses belajar. Secara biologis dan psikologis masa remaja mengalami perkembangan yang bermakna. Pada saat yang sama pada diri remaja tumbuh rasa ingin tahu yang besar mengenai diri mereka sendiri maupun lingkungan dimana mereka berada. Marakya pergaulan seks bebas dikalangan remaja salah satunya disebabkan kurangnya pengetahuan remaja tentang seksual yang jelas dan benar (Hurlock, 2004). Pengetahuan seksualitas yang tinggi akan menjadikan seseorang lebih berdaya, dapat memutuskan mana yang terbaik untuk diri sendiri sekaligus resiko yang harus ditanggungnya, dapat menumbuhkan sikap dan tingkah laku seksual yang sehat serta dapat menghindar dari hal-hal yang menjurus ke arah perilaku seksual pranikah. Berbagai studi yang telah dilakukan menunjukkan bila anak dan remaja tahu akan resiko dan konsekuensi dari hubungan seksual pranikah, mereka justru akan sangat berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri (Laily dan Matulessy, 2004). 2.Sikap Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, namun sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku. Sikap dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu sikap baik dan sikap kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Darwinsyah (2002), survey remaja di tiga Provinsi (Jawa Barat, jawa tengah dan Lampung) tentang sikap remaja terhadap kesehatan reproduksi memperlihatkan ada sikap yang sedikit berbeda dalam memandang hubungan seks diluar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah

menjadi 12,5% (Widyastuti, 2008). Tidak mengherankan pula bahwa responden yang telah berpengalaman secara seksual, mempunyai sikap terhadap seksualitas (sexual attitude) yang lebih bebas daripada mereka yang belum pernah melakukan hubungan seksual. Temuan penelitian ini juga menunjukkan adanya keberagaman standar norma individu dari batasan tradisional yang penuh larangan (jangan melakukan hubungan seks sebelum menikah) sampai sikap yang lebih modern atau liberal yang lebih menerima adanya hubungan seksual pra-nikah. Bagaimanapun, sejumlah besar proporsi responden yang mempunyai sikap ganda tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara norma-norma budaya jawa dengan tumbuhnya pandangan yang cenderung lebih liberal (Suryoputro, 2006). 3.Hubungan Dengan Orang Tua Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja. Hal ini disebabkan karena anak itu hidup dan berkembang pertama kalinya dari perkembangan keluarga yaitu hubungan antara orang tua dan anak itu sendiri (Willis, 2008). Tugas orang tua yang terpenting adalah mendidik dan membimbing anaknya agar menjadi manusia yang terpelajar dan berakhlak mulia. Orang tua tidak hanya berkewajiban memenuhi kebutuhan jasmani akan tetapi perhatian, kasih sayang, dan komunikasi yang baik sangat menjunjung jiwa dan kepribadian anak (Hurlock, 2004). Menurut Laily dan Matulessy (2004) juga menyatakan bahwa informasi atau pengetahuan mengenai seksualitas yang diberikan pada remaja lebih baik dan tepat jika dilakukan dalam keluarga, karena anak dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga, sehingga cara lain yang dapat diusahakan untuk mengurangi perilaku seksual pranikah pada remaja adalah dengan meningkatkan kualitas komunikasi orang tua-anak. Kebanyakan orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain. Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi dan pendidikan seks. Hambatan utamanya adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah, karena remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya (Budi, 2009). Dengan meningkatkan kualitas komunikasi antara orang tua dan anak yaitu menjalin komunikasi secara terbuka serta menunjukkan cinta dan perhatian pada anak juga dapat menghindarkan remaja dari perilaku seksual pranikah, karena remaja memerlukan seseorang yang dapat dipercaya dan dapat diajak membicarakan masalah-masalah yang menekan mereka. Orang tua yang baik harus memiliki kualitas sebagai ayah dan ibu yang menjadi pendidik dan pelindung bagi anak-anaknya, harus mampu memerankan tugasnya dengan baik dan orang tua mempunyai peran besar dan kompleks yang diperlukan untuk mengembangkan anak secara normal (Gunarsa, 2000). 4.Pengaruh Kelompok Sebaya Berangkat dari rasa ingin tahu yang sangat besar inilah kisaran perilaku seksual remaja berada dalam dimensi wajar atau normal hingga menyimpang. Gejolak emosi remaja yang aktif, membawa remaja pada posisi bertanya-tanya tentang keadaan teman remaja lainnya. Mereka mempertanyakan dengan teman sebaya dan hal inilah yang membuat kedekatan emosional remaja menjadi erat dengan teman sesama remaja. Kedekatan emosional yang terjalin terkadang bahkan menggeser kedekatan emosional antara remaja dengan orangtua dan keluarga. Remaja memiliki kecenderungan

yang kuat untuk berada diantara teman sebayanya di luar rumah. Mereka akan berkelompok dan akan merasa aman dalam kelompok tersebut. Mereka terkesan kompak dan saling melindungi (Sarwono, 2007). Rasa ingin tahu tentang hal seks pun diungkap dalam relasi dengan teman sebaya. Oleh berbagai sebab memang terdapat kondisi mental remaja yang secara dimensional dapat diungkap sebagai kondisi remaja sehat mental sampai dengan remaja yang bermasalah. Dengan demikian dapatlah dimengerti apabila remaja banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya sendiri baik itu dalam berbicara atau berkata-kata, bersikap, minat, keterampilan maupun perilaku umumnya lebih besar dipengaruhi oleh kelompok apabila memilki kesamaan perilaku yang mengikuti norma maupun perilaku yang menyimpang (BKKBN, 2008). Remaja beranggapan bahwa apa yang telah mereka lakukan merupakan suatu kebanggaan yang diwujudkan dengan melakukan sesuatu yang jarang dilakukan oleh teman-teman sebayanya termasuk hubungan seksual. Ini menunjukkan bahwa berhubungan seks yang dilakukan oleh remaja sering kali karena tekanan dari teman-temannya, karena untuk bisa diterima oleh kelompoknya mereka harus berperilaku yang sama dengan kelompoknya (BKKBN, 2008). Hal seperti inilah yang ditakutkan oleh remaja yang masih mencari identitas diri dan cenderung merasa nyaman bila berkelompok, sehingga mereka akan menggunakan berbagai Cara untuk membuktikan bahwa mereka mampu dan bisa melakukan apapun. 5.Keterpaparan Terhadap Informasi Seks Remaja sering memperoleh informasi tentang banyak hal dari teman sebayanya, dan dari media massa baik cetak maupun elektronik dari media massa maka cenderung memberi perhatian terhadap hal-hal yang dinilainya dapat meningkatkan harga diri atau jati diri tanpa adanya penyaringan kemudian mengadopsinya tanpa menilai sesuai atau tidak dengan norma, nilai agama ataupun budaya yang berlaku di lingkungannya. Remaja sering kali menganggap segala hal yang berasal dari negara maju perlu dicontoh karena dianggap lebih baik termasuk perilaku seksual. Informasi yang diterima tentang seks yang belum tentu benar tersebut mereka peroleh baik dari majalah, film porno, kaset VCD porno yang dicari secara sembunyi-sembunyi (Willis, 2008). Di sebuah SMP di Lombok Barat, seorang anak kelas dua SMP diperkosa oleh temannya sendiri bahkan di kabupaten lain pun terdapat kasus anak kelas enam SD mau memperkosa siswa kelas empat. Dari kasus-kasus yang terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat pelaku menonton tayangan porno. Ada remaja yang mengaku hal itu dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas (BaliPost, 2004). Di Indonesia, pornografi telah menjadi hal yang sangat umum karena sangat mudah diakses oleh setiap kalangan usia. Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia menyatakan bahwa Indonesia selain menjadi negara tanpa aturan yang jelas tentang pornografi, juga mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang paling rentan penetrasi pornografi terhadap anak-anak dan saat ini remaja merupakan populasi terbesar yang menjadi sasaran pornografi. Menurut Attorney Generals Final Report on Pornography ASA, konsumen utama pornografi baik dari majalah, internet, serta tabloid adalah remaja laki-laki berusia 12 sampai 17 tahun. Dampaknya adalah makin aktifnya perilaku seksual pranikah yang disertai ketidaktahuan yang pada akhirnya bisa membahayakan kesehatan reproduksi remaja (BKKBN, 2004). 6.Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Umur, seks, ras, etnik merupakan variabel yang mempengaruhi tindakan yang dilakukan individu. Hasil dari beberapa studi ini bahwa remaja yang lebih tua mempunyai resiko yang lebih besar

terhadap perilaku reproduksi tidak sehat dan remaja pria mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya perilaku tidak sehat (Hurlock, 2004). 7.Lingkungan Kehidupan Remaja Lingkungan merupakan tempat terluas bagi remaja dan sekaligus paling banyak menawarkan pilihan. Dengan maju pesatnya teknologi komunikasi maupun sosial antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya hampir tidak ada batas dalam melakukan pergaulan dan akhirnya remaja akan dihadapkan dengan berbagai pilihan yang tidak jarang menimbulkan pertentangan batin di dalam diri remaja itu sendiri (Sarwono, 2007). Sebagai contoh yaitu kebudayaan barat yang sudah sangat menjalar di lingkungan di Indonesia. Baik melalui film, televisi, pergaulan sosial dan lain-lain. Para remaja dengan cepat menelan apa saja yang dilihat seperti pergaulan bebas. Padahal pergaulan bebas seperti itu bukan merupakan kebudayaan di masyarakat Indonesia sehingga remaja konflik dengan dirinya maupun lingkungan itu sendiri (Willis, 2008). Oleh karena itu, lingkungan dapat pula menjadi penyebab bagi perilaku remaja, terutama sekali di lingkungan masyarakat yang kurang dalam pelaksanaan ajaran-ajaran agama dan minimnya pendidikan bagi anggota masyarakat di lingkungan tersebut. Kebanyakan remaja beranggapan bahwa setiap perilaku yang baru datang dari lingkungan yang baru, itulah yang baik pada saat itu (Willis, 2008).

G.Kerangka Teori Adapun kerangka teori dari penjelasan di atas adalah sebagia berikut:

Keterangan: = Diteliti = Tidak diteliti Sumber: Modifikasi dari Fatimah (2009) H.Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Seksual Remaja Berdasarkan Notoatmodjo (2006), pengetahuan seseorang dihasilkan melalui suatu proses yang saling mempengaruhi dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pada masa remaja, rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting mengingat remaja berada dalam potensi seksual aktif namun remaja tidak memiliki informasi yang cukup mengenai seksual. Tentu saja hal tersebut akan berbahaya bagi perkembangan jiwa remaja bila tidak memilki pengetahuan dan informasi yang tepat (Haryani, 2006).

Pengetahuan seksualitas yang diterima oleh remaja dari sumber yang benar dapat menjadikan faktor untuk memberikan dasar yang kuat bagi remaja dalam menyikapi segala perilaku seksual yang semakin menuju kematangan. Masalah-masalah perilaku seksual di kalangan remaja diakibatkan karena kurangnya pengetahuan mengenai seksualitas, sehingga praktis mereka buta terhadap masalah seks (Miqdad, 2001). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Widyastuti (2008) bahwa 52,67% responden memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi tidak memadai karena sumber pengetahuan mereka hanya dari teman. Begitu juga dalam penelitian ini didapat responden yang mempunyai pengetahuan yang baik dengan perilaku seks remaja yang baik hanya 37,5% dan pengetahuan yang kurang baik dengan perilaku seks remaja kurang baik sebanyak 82,7%. Pada umumnya siswa yang mempunyai pengetahuan baik akan berperilaku baik, sehingga mereka dapat memilih dan membatasi pergaulan mereka tanpa diperintahkan oleh orang tua dan lebih baik lagi pengetahuan remaja tersebut didukung oleh pengetahuan orang tua yang luas. I.Hubungan Informasi Media Audio-Visual dengan Perilaku Seksual Remaja Tayangan media massa yang menonjolkan aspek pornografi diyakini sangat erat hubungannya dengan meningkatnya berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja (Cerita Remaja Indonesia, 2001). Rangsangan kuat dari luar seperti filmfilm seks (blue film), sinetron, bukubuku bacaan dan majalahmajalah bergambar seksi, godaan dan rangsangan dari kaum pria, serta pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual tidak hanya mengakibatkan memuncaknya atau semakin panasnya reaksireaksi seksual tetapi juga mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat pada diri anak (Kartono, 2007). Di Indonesia, pornografi telah menjadi hal yang sangat umum karena sangat mudah diakses oleh setiap kalangan usia. Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia tahun 2006 menyatakan bahwa Indonesia selain menjadi negara tanpa aturan yang jelas tentang pornografi, juga mencatat rekor sebagai negara kedua setelah Rusia yang paling rentan penetrasi pornografi terhadap anak-anak (BKKBN, 2004). Roviqoh (2002) melaporkan bahwa responden yang terangsang setelah menonton tayangan porno sebesar 84,4% dan sebanyak 2,2% berakhir dengan melakukan hubungan seksual dan 31,5% melakukan onani atau masturbasi. Dari 92 responden yang terangsang oleh pornografi sebesar 90,2 % terangsang karena adegan seks dalam film. Pornografi menyebabkan dorongan seksual tinggi pada responden remaja laki-laki sebesar 50,9% dan pada perempuan sebesar 5,1 %. Penelitian yang dilakukan oleh Supriati dan Fikawati (2008) di Pontianak bahwa sebanyak 83,8% responden telah memiliki pengalaman mendapatkan pornografi (terpapar). Sebagian besar (55,2%) dari yang terpapar, mendapatkan pornografi melalui media yaitu media cetak dan elektronik. Sejumlah 21,4% responden telah sering terpapar dengan pornografi yaitu lebih dari satu kali dalam seminggu. Hanya 16,2% responden yang belum pernah terpapar dengan pornografi. Berdasarkan responden yang terpapar yaitu 331 responden, sebanyak 79,5 % mengalami efek paparan. Dampak negatif dari media terutama pornografi terhadap perilaku remaja adalah terjadinya peniruan yang memprihatinkan. Makin meningkatnya jumlah remaja yang terpapar media pornografi merupakan suatu masalah besar yang dapat berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah remaja yang berperilaku seksual aktif. Peristiwa dalam media memotivasi dan merangsang kaum remaja untuk meniru atau mempraktikkan hal yang dilihatnya, akibatnya remaja menjadi semakin permisif terhadap perilaku dan norma yang ada (Rosadi, 2001). Semakin meningkatnya prevalensi penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seksual aktif pada remaja juga berpengaruh

terhadap meningkatnya permasalahan pada kesehatan reproduksi remaja (Supriati dan Fikawati 2008). J.Hipotesis 1.Ha: ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. 2.Ha: ada hubungan antara informasai media audio-visual dengan perilaku seksual remaja siswasiswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010.

BAB III DESAIN PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey analytic, dengan pendekatan cross sectional yaitu pengukuran variabel bebas (Independen) maupun variabel terikat (Dependen) yang dilakukan secara bersama. Dimana penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan dan informasi media audio-visual dengan perilaku seksual remaja (Notoatmodjo, 2005). Gambar desain penelitian:

Sumber: Modifikasi dari Notoatmodjo (2005) Variabel Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja yaitu pengetahuan, sikap, hubungan dengan orang tua, pengaruh kelompok sebaya, keterpaparan terhadap Informasi, karakteristik usia dan jenis kelamin dan lingkungan kehidupan remaja. Tetapi karena keterbatasan waktu, dana dan tenaga, maka peneliti hanya mengambil permasalahan mengenai hubungan pengetahuan dan sumber informasi dengan perilaku seksual remaja. Bagan Variabel Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen

Definisi Operasional 3.1 Definisi Operasional Variabel independen dan variabel dependen Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Pengetahuan (Independen)

Yang dimaksud dalam Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang dipahami mengenai kesehatan reproduksi meliputi pengertian kesehatan reproduksi, ruang lingkup dan tujuan kesehatan reproduksi, reproduksi sehat, seksualitas, dan akibat perilaku seksual yang tidak sehat. Kuesioner Menyebarkan Kuesioner 0 = baik bila jawaban benar 76 100 % 1 = Cukup bila jawaban benar 56 75 % 2 = Kurang bila jawaban benar 55 % Ordinal Keterpaparan Informasi Media Audio-Visual (Independen) Yang dimaksud dalam Keterpaparan informasi media audio-visual dalam penelitian ini adalah suatu keadaan dimana responden pernah melihat video porno, lawan jenis berciuman bibir, gambar-gambar sensualitas, serta perilaku seksual yang tidak sehat melalui media audio-visual baik dari sekolah maupun dari luar sekolah. kuesioner Menyebarkan Kuesioner 0 = kurang terpapar apabila responden menjawab pernah melihat lawan jenis berpegangan tangan, berciuman pipi/bibir, serta berpelukan melalui media audio-visual 1 = terpapar apabila responden menjawab pernah melihat salah satu bentuk seksualitas yaitu melihat video porno, gambar-gambar sensual serta perilaku seksual yang tidak sehat melalui media audio-visual Ordinal Perilaku Seksual Remaja (Dependen) Yang dimaksud dalam perilaku seksual remaja dalam penelitian ini adalah semua tindakan yang dilakukan responden (remaja) terkait dengan tingkah laku seksual terhadap lawan jenis yaitu pergi berduaan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, melakukan hubungan seksual hingga melakukan aborsi. Kuesioner Menyebarkan Kuesioner 0 = Baik bila responden hanya menjawab melakukan perilaku pergi berduaan, berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman pipi. 1 = Kurang bila responden menjawab melakukan salah satu perilaku berciuman bibir, onani, masturbasi,

meraba payudara dan alat kelamin serta melakukan hubungan seksual, hamil hingga melakukan aborsi. Ordinal Populasi dan Sampel Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian (Notoatmodjo,2005), Jumlah seluruh siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu dengan distribusi kelas X berjumlah 167 orang, kelas XI berjumlah 183 orang kelas XII berjumlah 185 orang adalah 535 orang. Namun karena saat penelitian dilakukan kelas III sudah dianggap lulus dan tidak ada lagi kegiatan di sekolah, sehingga peneliti tidak mengikutsertakan kelas XII dalam populasi. Jumlah populasi yang digunakan sebesar 350 orang. Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi dengan menggunakan rumus menurut Notoatmodjo (2005) adalah sebagai berikut : n = N/(1+N (d^2)) Keterangan: N = Besar Populasi n = Besar sampel d = Tingkat Kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05) = 350/(1+350 (0,05)) = 350/(1+0,875) =350/(1,875) =187 Berdasarkan rumus diatas, didapat besar sampel 187 siswa, Pengambilan sampel pada penelitian ini diambil secara stratified random sampling dengan cara membagi jumlah sampel dengan jumlah kelas (12 kelas) yaitu sebagai berikut: n = 187/12=15,6 n = 16 Jumlah sampel yang diambil pada masing-masing kelas sebanyak 16 siswa. Pengambilan sampel diambil secara system random sampling dengan teknik mengundi (lottery technique). Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu dan waktu penelitian dilakukan pada tanggal 17 Mei-23 Mei tahun 2010. Tehnik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan mengisi kuesioner di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Pengolahan Data Editing Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah sesuai seperti yang diharapkan atau tidak, yaitu: Pemeriksaan dan mengamati semua jawaban yang telah ada atau belum Pemeriksaan semua jawaban dapat nilai atau tidak

Pemeriksaan apakah ada kesalahan. Coding (pengkodean) Memberikan kode pada setiap jawaban yang telah dibuat pada lembar jawaban yang tersedia data dikelompokkan atau digolongkan berdasarkan kategori yang dibuat berdasarkan justifikasi atau pertimbangan peneliti sendiri. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengolahan data. Entry Data (Pemasukan Data) Data yang telah di coding dimasukkan dalam komputer Tabulating Setelah dilakukan coding kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam master tabel menurut sifatsifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan peneliti dengan menggunakan program SPSS atau Mini Tab. Cleaning Data Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses sehingga dapat diperbaiki dan dinilai (score). (Notoatmodjo, 2005) Analisis Data Analisis Univariat Untuk melihat distribusi dari masing-masing variabel yang diteliti baik variabel independen (Pengetahuan dan Informasi Media Audio-Visual) maupun variabel dependen (Perilaku Seksual Remaja) dengan menggunakan persentase (Arikunto, 2006): P = F/n x 100% Keterangan: P = Jumlah persentase yang dicari F = Jumlah frekuensi untuk setiap alternative jawaban n = Jumlah Sampel Analisis Bivariat Analisis yang digunakan untuk melihat hubungan variabel bebas (Pengetahuan dan Media AudioVisual) dengan variabel terikat (Periaku Seksual) dengan menggunakan analisis uji statistik X2 (Chisquare) Uji Hipotesis Bila < 0,05 Ha diterima yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dan sumber informasi media audio-visual dengan perilaku seksual remaja. Derajat kepercayaan 95% = 0,05 (Arikunto, 2006)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Jalan Penelitian Setelah mendapat izin dari Dinas Pendidikan Kota, peneliti menghubungi Kepala Sekolah SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Pihak sekolah memberikan izin untuk dilakukan penelitian pada siswa-siswinya saat jam istirahat. Jadwal istirahat pada sekolah ini sebanyak 2 kali kecuali hari Jumat yaitu 1 kali.

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17 Mei 2010 hingga 23 Mei 2010 dengan cara menyebarkan kuesioner yang berisi mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi, keterpaparan siswa-siswi mengenai seks melalui informasi media audio-visual dan perilaku seksual pada remaja. Kuesioner ini diberikan kepada 187 orang siswa SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Pengambilan sampel diambil secara stratified random sampling dengan cara membagi jumlah sampel dengan jumlah kelas (12 kelas) yaitu didapat 16 siswa. Maka, jumlah sampel yang akan diambil pada masing-masing kelas adalah sebanyak 16 siswa. Pengambilan sampel per kelas diambil secara system random sampling dengan teknik mengundi (lottery technique). Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data dan menanyakan kesediaan menjadi responden kemudian menjelaskan tata cara pengisian kuesioner. Setelah kuesioner terisi lalu dikumpulkan dan dicatat pada lembaran rekapitulasi kemudian diberi kode. Hasil Penelitian Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk memperoleh distribusi frekuensi dari variabel bebas (Pengetahuan dan Keterpaparan Informasi Media-Audio Visual) dan variabel terikat (Perilaku Seksual Remaja) pada siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010. Hasil distribusi frekuensi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pengetahuan kesehatan reproduksi, keterpaparan informasi media audio-visual, dan perilaku seksual remaja pada siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010 Variabel F % Pengetahuan baik 87 46,5 % cukup 63 33,7 % kurang 37 19,8 % Jumlah 187 100 % Keterpaparan Informasi Kurang Terpapar 71 38 % Terpapar 116 62 % Jumlah 187 100 % Perilaku Seksual Remaja Baik 96 51,3 % Kurang 91 48,7 % Jumlah 187 100 % Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa sebagian kecil (19,8 %) responden memiliki pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan reproduksi dan lebih dari separuh (62 %) responden telah terpapar mengenai seks melalui media audio-visual. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa dari 187 responden hampir separuh (48,7 %) responden mempunyai perilaku seksual yang kurang. Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji statistic chi-square yang diolah dengan sistem komputerisasi. Tabel 4.2 Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku seksual remaja pada siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010

Pengetahuan Perilaku Seksual Remaja Total Baik Kurang F%F%F% Baik 55 63,2% 32 36,8% 87 100% 0,010 Cukup 26 41,3% 37 58,7% 63 100% Kurang 15 40,5% 22 59,5% 37 100% Total 96 51,3% 91 48,7% 187 100%

Berdasarkan tabel 4.2 di atas diketahui bahwa dari 37 responden yang memiliki pengetahuan kurang, lebih dari separuh (59,5 %) mempunyai perilaku seksual kurang dan dari 63 responden yang memiliki pengetahuan cukup, lebih dari separuh (58,7 %) memiliki perilaku seksual kurang. Selanjutnya, 87 responden yang memiliki pengetahuan baik, hampir separuh (36,8 %) mempunyai perilaku seksual kurang. Dari hasil uji statistic chi-square di dapat 0,010 < 0,05, ini menunjukkan bahwa Ha gagal tolak yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja. Tabel 4.3 Hasil analisis hubungan informasi media audio-visual dengan perilaku seksual remaja pada siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010 Informasi Media Audio-Visual Perilaku Seksual Remaja Total Baik Kurang F%F%F% Kurang terpapar 45 63,4% 26 36,6% 71 100% 0,015 Terpapar 51 44 % 65 56 % 116 100% Total 96 51,3% 91 48,7% 187 100% Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui bahwa dari 116 responden yang telah terpapar mengenai seks, lebih dari separuh (56 %) memiliki perilaku seksual kurang sedangkan dari 71 responden kurang terpapar mengenai seks, hampir separuh (36,6 %) mempunyai perilaku seksual kurang. Dari hasil uji statistic chi-square di dapat 0,010 < 0,05, ini menunjukkan bahwa Ha gagal tolak yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara informasi media audio-visual dengan perilaku seksual remaja. Pembahasan Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui bahwa dari 187 responden, sebagian kecil (19,8 %) mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan reproduksi. Dari hasil penelitian di atas diketahui bahwa dari 37 responden yang memiliki pengetahuan kurang, lebih dari separuh (59,5 %) mempunyai perilaku seksual kurang dan dari 63 responden yang memiliki pengetahuan cukup, lebih dari separuh (58,7 %) memiliki perilaku seksual kurang. Selanjutnya, dari 87 responden yang memiliki pengetahuan baik, hampir separuh (36,8 %) mempunyai perilaku seksual kurang. Dari hasil uji statistic chi-square di dapat 0,010 < 0,05, ini menunjukkan bahwa Ha gagal tolak yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja. Dari hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa remaja yang mempunyai pengetahuan yang kurang

cenderung memiliki perilaku seksual yang kurang pula, keadaan ini akan berpengaruh negatif dan dapat meningkatkan angka kejahatan seksual di kalangana remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2005) bahwa dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu itu sendiri salah satunya adalah pengetahuan dan adanya pengetahuan dapat mengubah perilaku seseorang. Selanjutnya, hasil penelitian ini diperkuat oleh Miqdad (2001) yang mengatakan bahwa pengetahuan seksualitas yang diterima oleh remaja dari sumber yang benar dapat menjadikan faktor untuk memberikan dasar yang kuat bagi remaja dalam menyikapi segala perilaku seksual yang semakin menuju kematangan. Masalah-masalah perilaku seksual di kalangan remaja diakibatkan karena kurangnya pengetahuan mengenai seks dan reproduksi, sehingga praktis mereka buta terhadap masalah tersebut dan sebaliknya bila anak dan remaja tahu akan resiko dan konsekuensi dari hubungan seksual pranikah, mereka justru akan sangat berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri. Hasil penelitian ini juga ditunjang dari survey yang dilakukan oleh BKKBN tahun 2008, 63% remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan seks dan ini merupakan peningkatan angka kejahatan seksual yang sangat pesat di Indonesia. Sangat dikhawatirkan jika melihat fakta-fakta mengejutkan yang mengungkap begitu maraknya jumlah remaja yang pernah melakukan seks bebas. Ini dikarenakan pengetahuan remaja tentang resiko melakukan hubungan seksual masih sangat rendah karena kurangnya informasi mengenai seksualitas dan reproduksi. Sejalan pula dengan pendapat Pratiwi (2004) yang mengatakan bahwa pengetahuan seks mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, tidak terbatas pada perilaku hubungan seks semata tetapi menyangkut pula hal-hal seperti peran pria dan wanita dalam masyarakat, hubungan pria dan wanita dalam pergaulan serta peran ayah dan ibu dalam keluarga. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, menjelaskan yang dilarang, yang dilazimkan dan memberitahukan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam pemberian pengetahuan seks ini sebaiknya merupakan sebuah diskusi yang realistis, jujur dan terbuka karena dengan diberikan pengetahuan yang fakta dapat menempatkan seks pada situasi yang tepat, juga penanaman rasa penghargaan terhadap diri dan rasa percaya diri. Pendidikan seks bukanlah penerapan tentang seks semata-mata, akan tetapi sama seperti pendidikan umum lainnya (Pendidikan Agama atau Pendidikan Moral Pancasila) yang mengandung pengalihan nilai-nilai dari pendidikan ke subyek yang mendidik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Widiyastuti (2008) di SMAN 8 Palembang yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja. Sejalan pula dengan pendapat Hurlock (2004) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja karena masa remaja merupakan masa pencarian diri yang mempunyai rasa keingintahuan tinggi mengenai masalah seksual. Dalam masyarakat modern, proses belajar mengenai seksual dan kesehatan reproduksi hanya diformulasikan sebagian melalui pendidikan di sekolah yaitu melalui mata pelajaran biologi tetapi kebutuhan rasa ingin tahu tentang seksualitas tersebut sangat terbatas. Bila dilihat lebih jauh, SMA Negeri 5 mempunyai tingkat kelulusan yang tinggi dan dari pengetahuan relatif lebih baik dari SMA Negeri yang lain di Kota Bengkulu. Ini dikarenakan pengetahuan yang baik tidak hanya diberikan secara teori dan di lingkungan sekolah saja melainkan juga bimbingan dari orang tua di rumah. Sejalan dengan pendapat Putrian (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan seks dan reproduksi harus diberikan serta dipahami sejak dini dan orang pertama yang bertanggung jawab atas pengetahuan seks adalah orang tua. Penyampaian pendidikan seks ini seharusnya

diberikan sejak dini dan disesuaikan dengan kebutuhan, umur anak serta daya tangkap anak.. Jika orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi kepada anaknya, maka anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya. Kesulitan yang timbul adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah reproduksi akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Keadaan ini menjadi alasan pentingnya membentuk wadah konsultasi dan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja yang akan mengarahkan remaja untuk tidak melakukan hubungan seks atau berkata tidak kepada pasangannya, sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Septiyani (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan perilaku seksual remaja. Penelitian yang dilakukan di SMKN 3 Kota Bengkulu tahun 2003 ini menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku, dengan kata lain walaupun siswa tersebut sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang seksual belum tentu memiliki perilaku seksual yang baik. Hubungan Informasi Media-Audio Visual dengan Perilaku Seksual Remaja Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui bahwa dari 187 responden, hampir separuh (62 %) responden telah terpapar mengenai seks melalui media audio-visual. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa dari 116 responden yang telah terpapar mengenai seks, lebih dari separuh (56 %) memiliki perilaku seksual kurang sedangkan dari 71 responden kurang terpapar mengenai seks, hampir separuh (36,6 %) mempunyai perilaku seksual kurang. Berdasarkan uji Chisquare diperoleh < 0,05 ( = 0,010), ini artinya Ha diterima dan terdapat hubungan yang bermakna antara keterpaparan informasi media audio-visual dengan perilaku seksual. SMA Negeri 5 adalah salah satu SMA favorit di Kota Bengkulu yang dilengkapi dengan adanya fasilitas-fasilitas pembelajaran lengkap seperti disediakannya jaringan internet secara gratis pada saat jam pelajaran sehingga memudahkan siswa-siswi untuk mencari materi pelajaran yang mereka ingin ketahui. Akibat adanya media tersebut secara bebas, peneliti mendapatkan hasil penelitian bahwa sebanyak 62 % remaja SMA Negeri 5 kota Bengkulu telah terpapar informasi seksual dan hampir sebagian besar remaja memiliki perilaku seksual kurang karena telah berciuman bibir bahkan satu responden mengatakan telah melakukan hubungan seksual. Dapat dikatakan bahwa remaja yang telah terpapar mengenai seks melalui media audio-visual cenderung memiliki perilaku seksual yang kurang. Media merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberadaan, kemajuan suatu negara. Media kini menjelma dalam berbagai bentuk dan sarana yang senantiasa berkembang agar semua pelayanan berjalan lancar dan efektif digunakan. Tidak dipungkiri lagi sifat paling menonjol dari zaman sekarang adalah keunggulan teknologi dan kemahiran memproduksi menambah besarnya pengaruh media bagi masyarakat. Media audio-visual memberikan informasi dan menyediakan secara bebas tanpa batas. Dibalik kemudahan itu, tanpa disadari selain memberikan dampak yang positif media juga menimbulkan dampak negatif khususnya bagi remaja. Seperti yang terjadi sekarang ini di Indonesia yaitu adanya peredaran video porno yang dilakoni artis yaitu Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari. Maraknya situs internet yang menyebarluaskan video serta berita tersebut, menyebabkan meningkatnya kejahatan seksual yang terjadi dilakukan oleh remaja. Ini dikarenakan media yang telah menayangkan pornografi dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja karena saat remaja mengamati mekanisme perilaku seksual seperti berciuman saja sudah dapat merangsang hasrat

seksual dan dapat menghasilkan rangsangan fisiologis serta emosional (pengaktifan system syaraf sebagai lawan rangsangan seksual), peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan beberapa bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada seperti melakukan hubungan seks pranikah. Sarwono (2005) berpendapat bahwa peningkatan rangsangan seksual terjadi karena adanya pengulangan (repetition), salah satu faktor yang menyebabkan suatu stimulus masuk dalam rentang perhatian suatu individu. Pornografi bagi remaja merupakan sesuatu yang sangat menarik perhatian, semakin menarik informasi media pornografi semakin banyak pengulangan informasi seksualitas yang terjadi. Seseorang yang ketagihan tentu saja berkaitan dengan meningkatnya jumlah atau frekuensi keterpaparan remaja tersebut terhadap seks. Jika seseorang terlalu sering mendapat paparan pornografi, maka ia akan cepat terangsang untuk melakukan tindakantindakan yang sesuai dengan keadaan yang mereka lihat. Seharusnya, informasi pornografi yang merusak dunia generasi muda itu dialihkan menjadi pemikiran positif yang menambah motivasi dan wawasan anak dan remaja Indonesia. Dengan menampilkan keterpurukan para selebritis yang terlibat kabar tersebut, remaja dapat mengambil dampak positif mengenai berita tersebut yaitu menyadarkan bahwa yang dilakukan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan melanggar norma yang berlaku serta memberikan hukuman bagi yang melakukan sehingga dapat membuat efek jera bagi pelaku asusila dan sejenisnya. Dengan semakin majunya teknologi komunikasi saat ini hampir tidak ada satupun kekuatan yang mampu mengendalikan atau melakukan sensor terhadap berita maupun hiburan termasuk berita atau tayangan yang termasuk dalam kategori pornografi. Satu-satunya yang mampu mengendalikan dampak media tersebut adalah nilai yang ada di dalam diri remaja itu sendiri. Moral atau kemampuan untuk melakukan penilaian mana yang baik dan mana yang buruk harus ditanamkan sedini mungkin. Manakala remaja kemudian berhadapan dengan situasi sosial yang sangat kompleks maka ia masih mampu untuk menunjukkan jati dirinya sendiri. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nitya (2009) yang menyatakan bahwa jenis sumber informasi sangat berhubungan erat dengan sikap remaja terhadap perilaku seksual yaitu lebih dari 67 % responden terpapar sumber informasi memiliki perilaku seksual yang kurang. Sejalan dengan pendapat Wibowo (2004) bahwa media massa elektronik dan media cetak memegang peranan yang tidak kecil dalam khayalan seksual remaja karena informasi ini selain memperluas wawasan dan pengetahuan juga membawa nilainilai dari negara asal informasi tersebut sehingga mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan perubahan perilaku seseorang. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Resnayeti (2000), pada remaja siswa SMP dan SMU di Jakarta Timur melaporkan bahwa media elektronik berupa televisi, video, dan internet telah memapari lebih dari 65% responden berkaitan dengan seks dan reproduksi. Rangsangan kuat dari luar seperti filmfilm seks (blue film), sinetron, bukubuku bacaan dan majalah-majalah bergambar seksi, godaan dan rangsangan dari kaum pria/wanita, serta pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual tidak hanya mengakibatkan memuncaknya atau semakin panasnya reaksireaksi seksual tetapi juga mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat pada diri anak (Kartono, 2007). Luasnya informasi tentang seksual ini dan mudah diperolehnya informasi tersebut, harus diimbangi dengan berpikir dan berperilaku positif dari para remaja agar mereka tidak salah mengartikan tentang seksualitas. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, walaupun siswa-siswi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu hampir seluruh telah terpapar oleh media audio-visual tetapi sebagian besar dari mereka mempunyai perilaku seksual yang baik. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya sikap positif remaja dalam menanggapi informasi-informasi mengenai seksual tersebut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian hubungan pengetahuan dan informasi media audiovisual dengan perilaku seksual remaja yang telah dilakukan pada siswa-siswi SMA negeri 5 Kota Bengkulu tahun 2010, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1.sebagian kecil (19,8 %) responden memiliki pengetahuan yang kurang mengenai kesehatan reproduksi 2.Hampir separuh (62 %) responden telah terpapar mengenai seks melalui media audio-visual 3.Hampir separuh (48,7 %) responden mempunyai perilaku seksual yang kurang. 4.Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku seksual remaja. 5.Terdapat hubungan yang bermakna antara keterpaparan informasi media audio-visual dengan perialku seksual remaja. B.Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti ingin memberikan saran kepada beberapa pihak yang terkait: 1.Bagi Akademik Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan membuka pemikiran positif mahasiswa dalam menanggapi masalah-masalah seksual yang sering terjadi sekarang ini. Hal ini mampu dilakukan jika mahasiswa mempunyai kejelasan konsep hidup dan ketetapan hati dalam menjalani hidupnya sehingga dari akademik dan kesadaran diri dari mahasiswa itu sendiri dalam menanggapi masalah seksual yang sangat berkaitan dengan kesehatan reproduksi, diharapkan dapat berperilaku seksual yang baik. 2.Bagi SMA Negeri 5 Kota Bengkulu Untuk lebih meningkatkan kesadaran siswa-siswi tentang perilaku seksual di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu disarankan hal-hal sebagai berikut: a.Untuk lebih meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksual, siswa-siswi tidak perlu malu atau takut untuk bertanya dan berkonsultasi dengan guru, tenaga kesehatan atau teman yang lebih tahu tentang perilaku seksual yang sangat berkaitan dengan kesehatan reproduksi. b.Hendaknya pihak sekolah meningkatkan pemberian informasi tepat sasaran yang berfokus pada peserta didik laki-laki, tanpa mengabaikan yang perempuan mengenai kesehatan reproduksi khususnya perilaku seksual berisiko pada remaja. Informasi ini sebaiknya disampaikan dengan cara yang tepat dan profesional. c.Merencanakan dan mencanangkan program kesehatan reproduksi agar lebih banyak menyentuh upaya pencegahan dan dilakukan melalui kerja sama antara sekolah dan BKKBN serta Dinas Pendidikan Nasional Kota Bengkulu, misalnya melalui pemberian informasi secara rutin kepada murid tentang masalah kesehatan reproduksi, dan meningkatkan pemahaman orang tua murid akan pentingnya pengetahuan mengenai seks dan besarnya dampak media pornografi terhadap masalah kesehatan reproduksi remaja dengan kemajuan informasi teknologi yang sulit untuk dihentikan.

d.Hendaknya, para guru dan orang tua juga saling bekerjasama dalam hal memberikan pendidikan seks sejak usia dini baik di sekolah maupun di rumah. Selain memberikan pendidikan mengenai seks, orang tua juga harus menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa yang menciptakan manusia mengharuskan untuk beribadah kepada-Nya sehingga dapat menyadarkan remaja bahwa konsep hidup yang benar harus tertanam dalam diri masing-masing maka remaja akan memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya, mengerti hubungan dirinya dengan lingkungan sehingga kualitas akhlak dapat terpupuk dengan memahami batas-batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama baik di rumah maupun di lingkungan masyarakat. e.Diharapkan guru dan orang tua memberikan pengawasan dan bimbingan di sekolah dan juga di rumah untuk menghindari remaja dari pergaulan bebas, komitmen terhadap aturan dalam pergaulan antar lawan jenis dan lingkungan sekitarnya. 3.Bagi Peneliti Lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau bahan perbandingan bagi penelitipeneliti selanjutnya dan peneliti lain kiranya dapat mengembangkan penelitian dengan menghubungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti sikap, orang tua, teman sebaya dan lingkungan dengan tempat serta waktu yang berbeda pula.

Anda mungkin juga menyukai