Anda di halaman 1dari 4

Produksi Testosteron dan Kerusakan Spermatogenesis oleh Pestisida Organofosforat Abstrak: Parathion adalah pestisida jenis organofosforat yang

digunakan dalam pertanian. Banyak penurunan dipengaruhi oleh pestisida jenis organofosforat telah diuraikan, seperti: penurunan citogenik dalam sel germinal, oligospermia dan teratozoospermia pada tikus. Efek dari Parathion, baik yang murni (PP) dan komersial (PC), pada produksi intersisial sel testosteron tikus dievaluasi secara invivo dan invitro. Mencit jantan disuntik secara intraperitoneal dengan dosis tunggal 1/3 LD50 Parathion, baik yang PP maupun PC. Binatang-binatang itu dikorbankan pada 1, 8 dan 40 hari setelah injeksi untuk mengevaluasi dampak gangguan produksi testosteron pada spermatogonia, spermatocit dan pemanjangan spermatid. Plasma testosteron was assayed dengan radioimunoanalisis standar. Metode yang sama digunakan untuk assay testosteron pada media kultur dari intersisial sel sebagai kontrol dan binatang dengan Parathion pada interval waktu yang sama. Jumlah sperma, teratozoospermia sperma dan blok tubular dianalisa untuk an appraisal dari spermatogenesis. Peningkatan teratozoopermia dan blok tubular terdeteksi pada grup PP dan PC pada 8 dan 40 hari setelah injeksi. Level plasma testosteron menurun secara signifikan pada 8 hari dan membaik secara perlahan pada 40 hari hanya pada binatang dengan PP in vivo, mengimplikasikan keterkaitan steroidogenesis testicular sehubungan dengan racun. Recuperation of normality terjadi pada interval yang lama. Kesimpulannya, Parathion mengganggu sintesis testosteron pada mencit yang mempengaruhi kualitas spermatogenesis. Pendahuluan. Material dan Metode. Mencit jantan strain CF1 (usia 70-80 hari, berat rata-rata 32 g) were fed dengan pellets komersial, diberi air ad libitum, dan dijaga dengan sebuah periode dengan dan tanpa cahaya 12 : 12 jam. Mencit-mencit itu diiinjeksi secara intraperitoneal dengan dosis tunggal (1/3 LD 50) baik Prathion komersial (PC,ANASAC, Santiago, Chile.80% w/v) atau Parathion murni (PP,O,O-diethyl O-4nitrophenyl phosphorothioate, Sigma, USA.99,6% w/v). Dosis utilized PC adalah 9mg/kg BB dan untuk PP adalah 300mg/kg BB. Kelompok kontrol diinjeksi dengan cairan fisiologis (0,85% NaCl). Masing-masing grup mencit terdiri 5 ekor per terapi dan waktu interval (60 mencit total). Yang dikorbankan pada 1, 8 dan 40 hari setelah injeksi. Waktu diseleksi untuk mengevaluasi efek akut dari Parathion (hari 1) dan kerusakan elicited pada populasi sel germ: pemanjangan spermatid (hari 1), spermatosit primer (hari 8) dan spermatogonia (hari 40).

Aktivitas Plasma Aceylcholinesterase Sampel darah dengan heparin diambil melalui puncture jantung dan palsma dijaga pada suhu -200 C sampai analisis. Aktivitas acetylcholinesterase digambarkan sesuai dengan Rappaport et al. (1959) menggunakan Sigma Diagnostic Colorimetric Kit (St. Louis, USA). Assays ini mendeteksi perubahan pH (terbaca 420 nm) sesuai dengan produksi asam asetic oleh hidrolisis asetilcolin. Satu Rappaprt unit didefinisikan sebagai mol produksi asam asetic oleh hirolisis asetilcolin dalam 30 menit pada suhu 250 C dan pH 7.8.

Jumlah Sperma Spermatozoa epididimal ditimbang, macerated dalam kapsul Petri dengan volume 3,0 phosphate buffer saline, disaring dan di resuspended. Hitung jumlah sperma dilakukan menggunakan Neubauer Hemocytometric Chamber. Hasil menggambarkan jutaan sperma per mg epididimis. Morfology Sperma Pencucian sperma digunakan untuk analisis morfologi. Hematoxylin-eosin stained smears digunakan untuk evaluasi dengan mikroskop cahaya (1000x). Jumlah sel digambarkan sebagai 106 spermatozoa per mg berat epididimal segar. Teratozoospermia mengikuti kriteria untuk spermatozoa tikus ( Vigil dan Bustos-Obregon, 1985). Spermatozoa yang digambarkan sebuah kombinasi anomali kepala dan ekor diklasifikasikan sesuai dengan abnormalitas paling kuat. Stabilitas Kromatin Sperma The thermal pattern of DNA denaturation diuji dengan mengisolasi sperma sampel pada 900 C dalam 0, 2 dan 10 menit. Sperma smear kemudian stained dengan acridine orange sesuai dengan Tejada et al ( 1984). Normal kromatin stain orthocromatin, sementara denaturated nuclei stain metakromatin seperti terlihat dengan mikroskop fluoresensi (Zeiss MOI) pada 524 nm. Histopatology Testiscular Histopatology testicular dievaluasi dengan kriteria sebelumnya (Russel et al., 1990; Sobarzo dan Bustos-Obregon, 2000). Testis kanan was fixed dalam alkoholic Bouin dalam 8 jam, embedded dalam parafin, dipotong dan stained dengan PAS- Hematoxylin. 50 cross sections dari tubula semimiferous per animal diobservasi pada 1000x dan secara digital dengan komputer program (Scion Image Beta 3b, NIH, USA) untuk mengukur berat epitel dan diameter tubular. Presentase tubula dengan blokade luminal digambarkan dengan mikroskop. Produksi Testosteron secara In Vitro Grup kontrol dan terapi underwent puncture jantung untuk mendapatkan plasma darah untuk assay testosteron. Binatang itu dikorbankan dan kemudian testis di decapsulated diinkubasi dengan medium essensial minimal (MEM) dengan ditambahkan BSA. Persiapan crude dari sel intersisial didapatkan melalui pencernaan enzimatis dengan 1% kolagenase. pada suhu 370 C selama 10 menit dengan dokocok secara kontinu. Sel dicuci afterwards dengan MEM dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 370 C pada udara bebas 5% CO2 dan 95% udara. Setelah 2 jam, kultur diletakkan pada tabung Kahn dan dipanaskan selama 5 menit pada suhu 1000 C. Setelah pemanasan, tabung disentrifugasi pada 800 g selama 5 menit dan the supernatant dibekukan pada -200 C sampai testosteron assay dengan RIA dilakukan menggunakan alat yang sama. Presentase sel Leydig yang ada dalam assay ini diperkirakan dengan jumlah dari 3-hydroxysteroid dehydrogenase stained sel, enzim kunci dalam patway steroidogenic dan hanya ada pada sel Leydig. Sel yang didapatkan 63% posotof dan viabilitasnya 89%, lebih tinggi dari yang digambarkan sebelumnya oleh Contreas dan Ronco (1994). Data digambarkan sebagai ng/ml untuk testosteron darah dan ng/100.000 sel intersisial untuk assay in vitro.

Assay Testosteron Plasma Darah Sedikitnya 1 ml darah didapatkan dari setiap tikus melalui puncture jantung. Setelah membeku, serum darah dipisahkan melalui sentrifugasi pada 1000g fot selama 10 menit dan dijaga membeku pada -200 C sampai assay testosteron dengan RIA of solid phase menggunakan alat komersial (Coat at Count, DPC;USA) dan I125 sebagai tracer. Analisa Statistik Analisa statistik dengan menggunakan ANOVA, test Fisher untuk membandingkan kelompok kontrol dan terapi dan tes Student-Neuman-Keuls untuk analisa multiple. Signifikasi diset pada p<0.001 dan p<0.005. Hasil Aktivitas Plasma Acetilcolinesterase Aktivitas plasma acetilcolinesterase terpengaruh pada hari 1 post injeksi dengan Pure Parathion (PP), menurun dari 108 Rappaport unit/ml menjadi 56 Rappapor unit/ml. Kelompok yang diinjeksi dengan Parathion komersial (PC) 116 Rappaport unit/ml, sama dengan nilai kontrol pada periode yang sama. Pada hari 8 post injeksi nilainya 95 dan 103 Rappaport unit/ml untuk PP dan PC, berurutan. Nilai setelah 40 hari post injeksi adalah 92 dan 98 Rappaport unit/ml untuk PP dan PC, berurutan. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan signifikan dengan kelompok kontrol. Keracunan dengan Parathion hanya terjadi pada 1 hari post injeksi (efek akut) tetapi ini bukanlah kondisi kritis untuk kesehatan mencit untuk beberapa kasus. Jumlah Sperma Jumlah sel menggambarkan tidak ada perbedaan pada hari 1 post injeksi. Ada penurunan kumlah spermatic pada 8 hari post injeksi hanya pada kelompok PC dan setelah 40 hari post injeksi pada kelompok PP. Kerusakan pada 8 hari pada PC mungkin berhubungan dengan perbedaan solvent yang digunakan pada komersial formulasi sebagai xylene dan solvent organik lainnya. Analisa Teratozoospermia Analisa teratozoospermia revealed bahwa anomali kepala dan ekor secara signifikan meningkat pada PP dan PC grup dibandingkan dengan kelompok kontrol. PP (6.9 2) dan PC (5.92) memperlihatkan efek sama pada 8 hari ketika abnormal kepala dievaluasi. Abnormalitas ekor meningkat baik di grup PP (21.6 3) dan PC (202). Teratozoospermia paling tinggi pada 40 hari post injeksi dengan pada grup dengan nilai PP (32.6 4) dan PC (42.7 4), suggesting bahwa populasi lebih sensitif pada pestisida adalah spermatogonia awal. Pada hari 1 post injeksi tidak ada teratozoospermia dilaporkan. Stabilitasd Kromatin Sperma Nilai orthochroamtinsperma menurun setelah 2 dan 10 menit dalam denaturasi suhu. Pada 8 dan 40 hari post injeksi perbedaan paling besar pada setiap waktu uji pada kedua kelompok terapi. Pada hari 1 post injeksi tidak ada perbedaan sigfinikan pada semua grup uji.

Anda mungkin juga menyukai